TymeBank akan membawa Merchant Cash Advance sebagai produk debut di pasar Indonesia / TymeBank

Bank Digital Afrika Selatan “TymeBank” akan Masuk Indonesia Akhir 2024

Bank digital asal Afrika Selatan, TymeBank, dilaporkan akan ekspansi ke Indonesia pada akhir 2024. Melansir DealStreetAsia, TymeBank tengah memperkuat basis pasarnya di kawasan Asia Tenggara setelah perusahaan mencapai keuntungan pada akhir tahun lalu.

TymeBank akan lebih dulu meresmikan kehadirannya di Vietnam dengan meluncurkan Merchant Cash Advance sebagai produk pertama. Adapun, layanan untuk nasabah ritel baru akan tersedia dalam 12-15 bulan ke depan. Demikian juga dengan pasar Indonesia, perusahaan akan masuk tahap awal lewat Merchant Cash Advance.

Merchant Cash Advance dapat dikatakan sebagai jenis pinjaman berdasarkan dari pendapatan pemilik usaha di masa depan. Pemilik usaha dapat menggunakannya untuk kebutuhan operasional atau menambah arus kas.

Co-Founder dan CEO Tyme Coenraad Jonker mengungkap bahwa model bisnisnya cocok untuk diadopsi di pasar Indonesia. Pihaknya juga menyebut telah berdiskusi dengan regulator dan menerima respons positif untuk mendemokratisasi akses keuangan.

“Kendati begitu, kami tetap akan memperhatikan aspek persaingan, dan fokus untuk menawarkan nilai unik kepada pelanggan,” ujar Jonker dikutip dari dari DealStreetAsia.

TymeBank kini telah memiliki basis operasional di Afrika Selatan dan Filipina. Nantinya di Indonesia dan Vietnam, pihaknya akan menerapkan pendekatan offline-to-online (O2O), serupa di Filipina karena dinilai punya karakteristik pasar yang sama.

“Kami memadukan model phsyical-digital. Kios digital ditempatkan di toko ritel offline, seperti warung, toko pakaian, atau lobi kantor,” tambahnya. Di kios digital ini, pelanggan dapat membuka akun rekening dalam 3-5 menit. Saat ini, TymeBank memiliki sekitar 500 kios di Filipina dengan merek GoTyme.

Menurut Jonker, pendekatan O2O memungkinkan perusahaan untuk menekan biaya akuisisi pelanggan (CAC) yang mana selama ini menjadi hambatan besar bagi industri perbankan digital di Asia.

Menurut laporan APAC Digital Banking Landscape oleh Quinlan & Associates, CAC nasabah ritel di Filipina berkisar $4 per pelanggan, sedangkan CAC nasabah ritel di negara-negara berkembang Asia rerata $15-$50. Sebagai perbandingan, CAC nasabag ritel di negara maju seperti Hong Kong berkisar antara $65-$90.

Dalam lima terakhir, industri perbankan Indonesia agresif bertransformasi menjadi bank digital. Ekosistem pemainnya terus bertumbuh, dan didukung oleh oleh grup besar, seperti Bank Jago oleh Grup GoTo dan Bank Saqu oleh Astra. Tak hanya membidik segmen ritel, bank digital lainnya khusus membidik segmen UMKM yang dinilai masih terhambat akses permodalan, misalnya Superbank dan Hibank.

Menurut data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), per 2020 lebih dari 50% dari total UMKM di Indonesia belum mendapat akses permodalan dari perbankan atau lembaga keuangan lain. Adapun, pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM tercatat mencapai sekitar 66 juta.

Published by

Corry Anestia

An ordinary person who aspires to create extraordinary writings.