Carta adalah startup web3 untuk cold wallet yang digawangi oleh Teguh Kurniawan Harmanda, Moe Tengku, dan Pham Qui Hai

Mengenal Carta dan Memahami Konsep “Cold Wallet” Aset Kripto

Mega skandal FTX yang membawa kabur uang investor meninggalkan dampak buruk bagi industri aset kripto. Bagaimana investor bisa menjamin asetnya tetap aman di platform exchange yang mereka pakai. Solusi tersebut sebenarnya ditawarkan oleh cold wallet, salah satu jenis dompet kripto yang memberikan kontrol penuh untuk investor dan kepemilikan atas private key.

Carta adalah pemain baru cold wallet yang hadir di Indonesia. Startup ini digawangi oleh Teguh Kurniawan Harmanda, Moe Tengku, dan Pham Qui Hai. Ketiganya menggabungkan pengalaman di dunia keuangan digital dan kripto saat merintis startup yang menggunakan Bahasa Sanskerta yang artinya ‘katakan’.

“Setiap pengguna kripto Indonesia harus dapat mengamankan aset mereka dengan kualitas keamanan yang lebih baik dan terjangkau untuk semua kalangan,” terang Co-founder Carta Teguh Kurniawan Harmanda kepada DailySocial.id.

Keputusan untuk memulai Carta dimulai dari pemahaman, pengalaman, dan melihat besarnya potensi industri aset kripto di negeri ini, serta kebutuhan terhadap solusi keamanan yang baik namun tetap terjangkau. “Misi utama Carta dalah mendemokratisasi akses keamanan premium cold wallet.”

Belajar tentang dompet kripto

Sebelum masuk ke Carta, ada baiknya untuk mendalami soal dompet kripto. Dalam dunia web3, dompet kripto berperan penting dalam mengamankan dan mengelola kunci digital: public key dan private key. Kunci ini diperlukan untuk memvalidasi berbagai aktivitas di blockchain, seperti mengirim atau menerima aset kripto, membeli atau menjual NFT, dan sebagainya.

Private key bisa dikatakan sebagai pin atau password untuk rekening bank. Dengan memiliki akses ke private key, pengguna dapat menandatangani transaksi dan melakukan transfer aset kripto.

Dompet kripto terdiri dari dua jenis: custodial dan non-custodial. Perbedaaan antara keduanya terletak pada pengelolaan private key. Custodial wallet dikelola oleh pihak ketiga, seperti bursa yang dioperasikan oleh Tokocrypto, Indodax, Pintu, dan sebagainya. Merekalah yang bertanggung jawab atas keamanan private key pengguna.

Banyak investor kripto pemula memulai perjalanannya dengan wallet ini karena kenyamanan dan kemudahannya. Namun wallet ini punya kelemahan, salah satunya potensi peretasan atau pelanggaran keamanan yang dapat mengakibatkan hilangnya aset pengguna karena private key disimpan secara terpusat. Kasus FTX adalah bukti nyatanya.

Berikutnya, non-custodial wallet adalah jenis wallet yang memberikan kontrol penuh kepada pengguna dan kepemilikan atas kepemilikan private key, tanpa melibatkan pihak ketiga. Hanya saja, penggunaan non-custodial wallet ini memerlukan tingkat keahlian teknis yang lebih tinggi untuk mengatur dan menggunakannya dengan benar. Setidaknya perlu dipahami konsep dasar keamanan kriptografi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi private key.

Ada kategori tersendiri untuk wallet jenis ini: hardware dan software, dengan dua klasifikasi: dingin (cold) dan panas (hot). Beberapa pemain software wallet ini ada Metamask dan Trust Wallet, sementara hardware ada Ledger, Trezor, dan SafePal.

Hot dan cold wallet mengacu pada dua solusi berbeda untuk menyimpan aset kripto. Keduanya juga menyimbolkan status konektivitas dompet ke internet. Hot wallet membutuhkan koneksi internet agar dapat berfungsi, sementara cold wallet berbentuk perangkat fisik yang berguna untuk menyimpan aset tanpa harus terhubung ke internet.

Tingkat risiko dari cold wallet akhirnya dapat dikurangi karena mampu menghalau serangan peretas, malfungsi teknis, dan aktivitas ilegal lainnya. Metamask dan Trust Wallet adalah contoh dari hot wallet, sementara Ledger, Trezor, dan SafePal dari cold wallet.

Kesadaran investor untuk melindungi asetnya semakin tinggi di kancah global. Dalam menyambut permintaan tersebut, perusahaan cold wallet ini berlomba-lomba menawarkan produk yang ditenagai dengan keunggulan masing-masing. Di antara ketiganya, Trezor adalah pemain tertua dan paling terkenal saat ini di pasar global.

Produk Carta

Manda, panggilan akrab Teguh, menjelaskan lebih jauh produk cold wallet milik Carta berbentuk kartu seukuran kartu debit bank yang dikemas dengan teknologi NFC dan beberapa lapisan keamanan dengan memanfaatkan NFC.

Carta menjamin flow menjadi lebih cepat dan aman karena semuanya tetap dilakukan secara offline. Chip-nya diproduksi oleh perusahaan semikonduktor global terkemuka yang mengkhususkan diri dalam teknologi NFC. Ukuran kartu seperti kartu debit pada umumnya, sehingga dapat disimpan bersama kartu-kartu lainnya di dalam dompet fisik.

Di samping itu, Carta sudah didukung dengan multi-token untuk menyimpan berbagai macam aset kripto, token, dan NFT dengan aman. Saat ini Carta mendukung lebih dari 4000+ token di berbagai jaringan blockchain.

Selain berbentuk hardware, Carta memiliki aplikasi mobile yang terintegrasi dengan kartu NFC, sehingga memastikan pengguna dapat mengelola aset mereka di mana saja dan kapan saja tanpa harus mengkhawatirkan keamanan dari aset yang disimpan.

“Integrasi hardware kartu NFC Carta dan aplikasi mobile menegaskan komitmen perusahaan dalam menyediakan solusi manajemen penyimpanan aset digital secara menyeluruh, disesuaikan antara kebutuhan dan preferensi dari pengguna Indonesia.”

Karena semangatnya ingin mendemokratisasi akses cold wallet, Manda mengklaim produk Carta jauh lebih terjangkau dibandingkan produk cold wallet lainnya. Kartu NFC nya dibanderol seharga $35 (sekitar Rp543 ribu). Dibandingkan dengan Ledger dan Trezor misalnya harus mengeluarkan biaya mulai dari $69-$219. Teknologi NFC dinilai lebih terjangkau karena sudah diadopsi oleh berbagai perangkat smartphone dari berbagai skala harga.

“Kami ini men-simplify aset digital yang tersimpan secara fisik. Jadi pengguna bisa simpan NFT sebanyak-banyaknya dan bisa divalidasi NFT-nya. Kadang sulit memindahkan kebiasaan orang dari web2 ke web3. Carta ingin jadi bridge, makanya tagline kami ‘tap into web3‘.”

Manda melanjutkan, “Kami ingin pengguna aware dengan value asetnya sebesar apapun. Kalau harga [cold wallet] Rp2 juta tapi asetnya hanya Rp1 juta, ya enggak worth. Makanya kami jual lebih kompetitif, tapi in terms of tech tidak murahan.”

Rencana berikutnya

Produk kartu NFC yang dirilis Carta sebenarnya sudah ada di Swiss bernama Tangem. Manda meyakini pihaknya dapat bersaing dengan pemain lainnya di pasar global karena potensi pasarnya yang besar. Dari cakupan global, terdapat lebih dari 50 juta investor aset kripto (self-custody). Dari angka ini, sekitar 30 juta di antaranya adalah pengguna aktif Metamask, dan sekitar 15 juta di dalamnya berasal dari Asia.

“Adapun pengguna Metamask di Indonesia saja itu sekitar 1 juta orang. Jadi sudah ada benchmark dan bisnis sudah proven. Yang membedakan adalah accessibility kita yang lebih mudah lagi dan harga yang sangat affordable.”

Meski berasal dari Indonesia, Carta akan menyasar pasar global. Pada tahap awal perusahaan akan masuk ke pasar regional terlebih dulu hingga pertengahan tahun depan.

Tidak hanya menjual produk dompet kripto, pihaknya juga akan menambah fitur jadi lebih kaya. Salah satu yang direncanakan adalah bekerja sama dengan perusahaan untuk program keanggotaan untuk meningkatkan utilitas NFT dan token yang sudah dimiliki pengguna.

Di samping itu, kerja sama B2B juga akan digalakkan dengan memosisikan Carta sebagai penerbit kartu whitelabel untuk perusahaan. Menurut dia, sudah ada beberapa perusahaan teknologi yang antusias dengan konsep cold wallet yang ditawarkan Carta.

Manda menjelaskan model bisnis Carta cukup simpel dan tidak membutuhkan strategi bakar duit. Penjualan akan dilakukan melalui channel online, seperti situs resmi dan platform e-commerce, kemudian mendistribusikannya langsung ke konsumer.

Diprediksi dengan penjualan dari dompet kripto saja, pendapatannya cukup untuk menghidupi operasional perusahaan. Kendati begitu, perusahaan sedang membuka penggalangan dana, mencari investor strategis untuk mempercepat rencananya masuk ke pasar regional sebelum ke global.

“Karena jual barang ril, kita sudah hitung kalkulasi cost margin dan BEP. Jadi kita tidak butuh fundraise dalam jumlah besar karena sudah dapat cashflow untuk menghidupi operasional, bahkan bisa profit maksimal dalam dua tahun,” tutup Manda.

Carta saat ini sedang menerima pesanan pre-order dan berencana mengirimkan batch pertamanya pada akhir tahun ini.

Published by

Marsya Nabila

A full time wordsmith