Genshin Impact Jadi Game Favorit Mobile Gamers di Asia Tenggara, Final Fantasy 14 Bakal Mulai Dijual Lagi

Minggu lalu, Square Enix mengumumkan bahwa mereka akan kembali menjual Final Fantasy 14 pada 25 Januari 2022. Sementara itu, berdasarkan data dari App Annie, Genshin Impact sukses menjadi game favorit di kalangan pemain mobile game di Asia Tenggara. Pada tahun ini, game multiplayer role-playing shooter Avatar: Reckoning dan game battle royale My Hero Academia: Ultra Rumble bakal diluncurkan.

25 Januari 2021, Final Fantasy 14 Kembali Dijual

Producer dan Director dari Final Fantasy 14, Naoki Yoshida, mengumumkan bahwa game MMORPG itu akan bisa kembali dibeli pada 25 Januari 2022. Memang, pada Desember 2021, penjualan dari game tersebut sempat dihentikan karena ia kebanjiran pemain baru setelah expansion Endwalker diluncurkan. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Square Enix mempercepat pembukaan data center baru mereka di Oceania. Mereka akan membuka data center itu pada 25 Januari 2022, dua minggu lebih cepat dari rencana.

Tak hanya itu, Square Enix juga memutuskan untuk langsung mengaktifkan lima server sekaligus di data center Oceania. Padahal, pada awalnya, mereka berencana untuk hanya menggunakan tiga server, sebelum mengaktifkan dua server lainnya di masa depan. Namun, karena adanya lonjakan pemain, Square Enix memilih untuk langsung menggunakan lima server sekaligus, menurut laporan GamesIndustry.

Game Multiplayer Role-Playing Shooter Avatar akan Dirilis untuk Mobile Tahun Ini

Avatar: Reckoning, game multiplayer online role-playing shooter yang didasarkan pada franchise Avatar buatan James Cameron, akan diluncurkan untuk iOS dan Android pada tahun ini. Di game ini, para pemain akan bisa menjelajahi kawasan Pandora yang belum pernah dijamah, bertemu dengan klan Na’vi dan ras alien lainnya, serta melawan pasukan manusia dari RDA. Para pemain bisa melakukan semua ini baik dalam mode solo atau multiplayer.

Avatar: Reckoning bakal diluncurkan di iOS dan Android tahun ini. | Sumber: IGN

Memang, sebagian misi dalam Avatar: Reckoning bisa diselesaikan sendiri, tapi sebagian misi yang lain mengharuskan pemain bekerja sama dengan pemain lain. Game tersebut juga dilengkapi dengan mode PvP. Saat ini, Avatar: Reckoning tengah dibuat oleh Archosaur Games menggunakan Unreal Engine 4. Archosaur adalah developer asal Tiongkok. Sebelum ini, mereka telah membuat Dragon Raja, World of Kings, dan Novoland: The Castle in the Sky, menurut laporan IGN.

Lootex Dapatkan Investasi Sebesar US$9 Juta untuk Buat Marketplace NFT

Minggu lalu, Lootex mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan kucuran dana sebesar US$9 juta. Dana itu akan mereka gunakan untuk mengembangkan marketplace metaverse, yang diharapkan bisa menjadi tempat jual-beli item dari berbagai blockchains. Ronde pendanaan untuk Lootex ini dimpimpin oleh Spartan Capital, Infinity Ventures Crypto, LD Capital, dan Akatsuki. Beberapa entitas lain yang menjadi investor untuk Lootex antara lain Polygon Studio, HTC, Huobi Ventures, dan Morningstar Ventures, lapor VentureBeat.

Yuji Kumagai, Director dari Akatsuki mengatakan, keberadaan marketplace NFT punya peran penting. Karena, keberadaan marketplaceNFT memastikan para gamers bisa bertransaksi secara anonim dan menjamin gamers mendapatkan hak kepemilikan atas NFT yang mereka beli. Sementara itu, Brian Lu, founding partner dari Infinity Ventures Crypto menyebutkan, mereka ingin mendukung visi Lootex untuk membuat marketplace NFT yang tidak hanya transparan, tapi juga terdesentralisasi.

Genshin Impact Jadi Mobile Game Terpopuler di Asia Tenggara

Berdasarkan laporan State of Moble 2022 Report dari App Annie, pada 2021, industri mobile game tumbuh 15%  dari tahun sebelumnya, menjadi US$116 miliar. Pertumbuhan nilai industri mobile game didorong oleh game hypercasual, seperti Bridge Race atau Stumble Guys. Namun, Genshin Impact dari miHoYo masih menjadi salah satu mobile game paling sukses pada tahun lalu.

Faktanya, Genshin Impact sukses mendapatkan gelar sebagai mobile game dengan pemasukan terbesar di Asia Tenggara. Memang, di Malaysia, Singapura, dan Filipina, Genshin Impact menjadi game favorit bagi para spenders, alias orang-orang yang rela menghabiskan uangnya untuk game. Sementara di Indonesia dan Vietnam, Genshin Impact menjadi game terpopuler ke-2 di kalangan para spenders, menurut laporan IGN.

Bandai Namco Perkenalkan Game Battle Royale My Hero Academia: Ultra Rumble

Bandai Namco baru saja memamerkan My Hero Academia: Ultra Rumble, game battle royale yang bisa dimainkan secara gratis. Game itu akan bisa dimainkan di PlayStation 4, Xbox One, Nintendo Switch, dan PC via Steam. Seperti yang disebutkan oleh Gematsu, Bandai Namco mengungkap, dalam Ultra Rumble, 24 pemain akan diadu dengan satu sama lain. Sayangnya, mereka tidak menyebutkan kapan game ini bakal diluncurkan.

My Hero Academia: Ultra Rumble bakal diluncurkan tahun ini. | Sumber: IGN

Sebelum dirilis, versi closed beta dari My Hero Academia: Ultra Rumble akan bisa dimainkan oleh sejumlah gamers, yang bisa menjadi testers untuk merasakan pengalaman bermain dari game battle royale tersebut. Jika Anda tertarik untuk menjadi beta tester dari My Hero Academia: Ultra Rumble, Anda akan bisa mendaftarkan diri di situs resmi dari game itu, lapor IGN.

Pokimane Sempat Ingin Pensiun, PUBG Mobile Jadi Sponsor Tim Cricket di Pakistan

Ada beberapa berita menarik di dunia esports pada minggu lalu. Salah satunya, Pokimane mengaku, dia sempat mempertimbangkan untuk pensiun sebagai streamer pada 2022. Selain itu, PUBG Mobile memutuskan untuk menjadi sponsor dari tim cricket di Pakistan. Sementara itu, Liga League of Legends di Eropa memperpanjang kontrak kerja sama dengan Secretlab, Red Bull, dan Warner Music. Dan tim League of Legends FlyQuest baru saja menandatangani kontrak dengan Mastercard.

Pokimane Sempat Pertimbangkan untuk Pensiun di 2022

Streamer perempuan terpopuler di Twitch, Imane “Pokimane” Anys mengungkap bahwa dia sempat berencana untuk pensiun di tahun ini. Dia menceritakan hal itu tak lama setelah dia diblokir oleh Twitch karena menampilkan Avatar: The Last Airbender saat dia sedang siaran. Dalam sebuah video, Pokimane mengatakan, satu-satunya alasan dia tetap melanjutkan karirnya sebagai streamer adalah karena perubahan yang terjadi di Twitch.

“Saya sempat mempertimbangkan untuk berhenti menjadi streamer pada tahun ini. Saya mengurungkan niat saya karena jumlah penonton dan streamer perempuan di Twitch terus bertambah, dan komunitas Twitch menjadi semakin beragam, dengan semakin banyak munculnya streamer dari ras kulit warna maupun grup minoritas lainnya,” kata Pokimane, seperti dikutip dari USA Today. Dia mengaku, dia mempertimbangkan untuk mundur karena dia lelah dianggap sebagai “gangguan” di industri.

Mastercard Jadi Rekan Finansial dari FlyQuest

Organisasi esports asal Amerika Utara, FlyQuest, mengumumkan kerja sama mereka dengan Mastercard. Dengan begitu, Mastercard resmi menjadi rekan finansial dari tim League of Legends FlyQuest. Bersamaan dengan pengumuman tersebut, FlyQuest memamerkan seragam baru mereka, yang kini dilengkapi dengan logo Mastercard. Seragam itu akan digunakan oleh tim FlyQuest sepanjang musim League of Legends Championship Series (LCS) 2022.

Seragam baru dari FlyQuest. | Sumber: Esports Insider

“Kami selalu berkomitmen untuk memastikan bahwa semua entitas yang menjadi rekan kami memiliki nilai yang sama dengan kami. Karena itu, kami sangat senang dengan keputusan Mastercard untuk menjadi rekan dari FlyQuest,” kata CEO FlyQuest, Tricia Sugita, seperti dikutip dari Esports Insider. “Bersama, FlyQuest dan Mastercard akan membuat kolaborasi yang fokus untuk menunjukkan prinsip dari kami berdua.”

LEC Perbarui Kerja Sama dengan Secretlab, Red Bull, dan Warner Music

League of Legends European Championship (LEC) baru saja memperbarui kerja sama dengan tiga brands penting, yaitu manufaktur gaming chair, Secretlab, label rekaman, Warner Music, dan perusahaan energy drink, Red Bull. Dengan ini, Secretlab resmi menjadi rekan gaming chair dari LEC dan EU Masters. Jadi, kursi TITAN Evo 2022 buatan Secretlab akan digunakan dalam kedua kompetisi itu, menurut laporan dari Esports Insider.

Sementara itu, Warner Music terus menjadi rekan musik dari LEC. Riot Games mengungkap, label rekaman itu punya peran penting dalam pembuatan video promosi dari 2022 LEC, yang menampilkan penyanyi Chrissy Constanza. Ke depan, Warner Music akan terus membantu LEC dalam segala sesuatu terkait musik. Terakhir, Red Bull akan membuat program content activations yang akan ditampilkan di LEC. Selain itu, mereka juga akan mempromosikan skena esports League of Legends di level grassroots selama 12 bulan.

PUBG Mobile Sponsori Tim Cricket di Pakistan

PUBG Mobile menjadi sponsor dari Lahore Qalandars, tim cricket yang berlaga di Pakistan Super League (PSL). Hal ini diungkap melalui akun Twitter resmi dari Lahore Qalandars. Sebagai bagian dari kontrak sponsorship ini, fans dari Lahore Qalandars akan bisa mendapatkan kesempatan untuk menerima item “eksklusif” di PUBG Mobile. Sayangnya, belum diketahui apa item tersebut.

Juru bicara Lahore Qalandars mengatakan, kerja sama mereka dengan PUBG Mobile merupakan kolaborasi jangka panjang. Dia menambahkan, mereka akan mempromosikan PUBG Mobile di Pakistan. Harapannya, jumlah pemain PUBG Mobile di negara itu — yang kini mencapai 15 juta orang — akan bertambah. Selain itu, tim cricket tersebut juga akan fokus untuk mempromosikan kompetisi yang sehat di skena esports, lapor Dot Esports.

Blizzard Ungkap Rencana Esports untuk World of Warcraft di 2022

Blizzard Entertainment baru saja mengumumkan rencana mereka untuk merayakan ulang tahun ke-15 dari World of Warcraft Esports. Untuk itu, pada 2022, mereka akan menggelar tiga kompetisi. Secara total, hadiah yang ditawarkan dalam tiga events tersebut mencapai US$1,8 juta. Acara pertama akan dimulai pada Februari 2022. Salah satu acara yang akan diadakan oleh Blizzard adalah Arena World Championship. Turnamen yang telah berlangsung selama 15 tahun itu akan dimulai pada 18 Maret 2022.

Selain itu, Blizzard juga berencana untuk mengadakan Mythic Dungeon International. Sama seperti musim sebelumnya, MDI Season 3 ini juga akan menggunakan format grup. Pendaftaran untuk Time Trials, yang akan dimulai pada 30 Maret 2022, telah dibuka saat ini. Dari sana, 24 tim terbaik akan maju ke season groups. Di sini, mereka akan bertanding dengan satu sama lain untuk mendapatkan tiket ke Global Finals dan hadiah uang sebesar US$30 ribu setiap minggu. Kompetisi terakhir yang diadakan untuk World of Warcraft adalah Classic Arena Tournament. Di kompetisi itu, para pemain dari Eropa dan Amerika Utara bisa membentuk tim beranggotakan tiga orang untuk bertarung dengan satu sama lain.

Sumber header: Talk Esport

Laporan Analisis Data dari Upgrade Hardware Para Gamer PC

Dari tahun ke tahun, game terus berevolusi, menjadi semakin kompleks. Alhasil, spesifikasi perangkat yang diperlukan untuk memainkan game tersebut pun menjadi semakin meningkat. Karena itu, para PC gamers akan melakukan upgrade secara rutin. Sayangnya, mobile games yang ingin memperbaiki perangkatnya tidak punya pilihan lain selain membeli smartphone baru. Hanya saja, tidak semua orang dapat membeli smartphone dengan harga mahal. Hal ini memunculkan dilema bagi developer mobile game.

Dilema itu adalah apakah developer harus membuat game yang bisa dijalankan di smartphone dengan spesifikasi yang rendah agar bisa dimainkan oleh banyak orang ataukah mereka harus membuat game dengan spesifikasi yang lebih tinggi agar mereka bisa memberikan pengalaman bermain game yang lebih memuaskan. Untuk menjawab dilema tersebut, Newzoo melacak empat miliar smartphone aktif, yang dirangkum dalam Mobile Device Data.

Developer Bisa Naikkan Spesifikasi Minimal untuk Mobile Game

Beberapa tahun lalu, banyak developer aplikasi mobile yang meluncurkan versi lite dari aplikasi mereka, seperti PUBG Mobile Lite dan Facebook Lite. Tujuannya adalah agar smartphone dengan spesifikasi yang tidak terlalu tinggi pun tetap bisa menggunakan aplikasi tersebut. Harapannya, jumlah orang yang bisa memainkan mobile game atau menggunakan aplikasi itu akan naik. Namun sekarang, tren yang terjadi adalah sebaliknya.

Saat ini, developer aplikasi dan game mobile mulai meluncurkan versi yang lebih baik dari aplikasi atau game yang mereka buat. Salah satu contohnya adalah Garena, yang meluncurkan Free Fire Max pada September 2021. Jika dibandingkan dengan Free Fire standar, Free Fire Max memerlukan RAM yang lebih besar. Jika Free Fire membutuhkan RAM minimal 1GB, Free Fire Max memerlukan 2GB.

Untuk mengetahui apakah keputusan Garena untuk meningkatkan spesifikasi minimal dari Free Fire Max mempengaruhi total addressable market (TAM) dari game itu, Newzoo mengumpulkan data dari mobile gamers di India, negara dengan potensi pertumbuhan mobile game paling besar.

Total addressable market berdasarkan minimal RAM smartphone yang diperlukan. | Sumber: Newzoo

Per September 2021, diketahui bahwa 98% mobile gamers di India menggunakan smartphone dengan RAM setidaknya sebesar 1GB dan 92% mobile gamers bermain menggunakan smartphone dengan RAM sebesar setidaknya 2GB. Sementara itu, jumlah mobile gamers yang menggunakan smartphone yang memiliki RAM setidaknya 3GB adalah 73% dan jumlah pemilik smartphone dengan RAM setidaknya 4GB adalah 53%.

Data di atas menunjukkan, meskipun developer mobile game — dalam kasus ini Garena — meningkatkan spesifikasi minimal untuk game mereka, TAM yang mereka punya tidak berkurang jauh, hanya turun sebesar 6%. Walau, harus diakui, jika spesifikasi minimal dari sebuah game dinaikkan menjadi 3GB, atau malah 4GB, TAM yang dari game tersebut akan mengalami penurunan yang cukup drastis.

Perilaku Gamers PC Dalam Melakukan Upgrade

Saat ini, mobile game memang memberikan kontribusi paling besar pada industri game. Namun, industri game PC tetap memiliki nilai yang fantastis. Pada 2021, jumlah PC gamers mencapai 1,4 miliar orang, sementara nilai industri PC gaming mencapai US$35,9 miliar. Tak hanya itu, pandemi — dan beberapa faktor lain — membuat permintaan akan hardware PC gaming naik.

Untuk mencari tahu tentang perilaku para pemain PC, Newzoo melakukan survei pada lebih dari sembilan ribu PC  gamers di enam negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Prancis, dan Tiongkok.

Berdasarkan survei itu, Newzoo menemukan, sebanyak 40% dari PC gamers merupakan dedicated gamers. Newzoo mengartikan “dedicated gamers” sebagai para gamers yang setidaknya bermain game satu kali dalam seminggu. Hal lain yang Newzoo temukan adalah dari semua dedicated PC gamers, hampir sepertiganya merakit PC mereka sendiri. Sementara sekitar 30% dari mereka membeli PC gaming yang sudah dirakit. Menariknya, di kalangan dedicated gamers, sekitar 38% menggunakan laptop sebagai perangkat mereka.

Laptop Bisa Jadi Langkah Awal untuk Rakit PC Sendiri

Merakit PC sendiri, membeli PC yang sudah dirakit, atau menggunakan laptop; masing-masing pilihan itu memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Jika Anda merakit PC sendiri, Anda bisa menyesuaikan PC yang Anda bangun sesuai dengan selera dan dana yang Anda miliki. Sementara itu, jika Anda membeli pre-built PC, Anda memang tidak perlu repot untuk merakitnya, tapi biasanya, pre-built PC punya harga yang lebih mahal.

Jika dibandingkan dengan PC desktop, salah satu keunggulan laptop adalah ia bisa dibawa berpergian. Namun, harga laptop gaming cenderung lebih mahal jika dibandingkan dengan PC. Tak hanya itu, dengan dana yang sama, spesifikasi yang Anda dapat jika Anda membeli laptop gaming biasanya lebih rendah dari desktop gaming. Karena itu, tidak heran jika sebagian pemilik laptop gaming tertarik untuk membeli desktop gaming.

Grafik pemiliki komputer gaming yang ingin membeli perangkat baru. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, sekitar 26% dari pemilik laptop gaming mempertimbangkan untuk membeli desktop PC ketika mereka harus mengganti laptop yang mereka gunakan. Sebanyak 17% pemilik laptop tertarik untuk membeli PC yang sudah dirakit, sementara 9% sisanya menaruh minat untuk merakit PC sendiri.

Meskipun begitu, umumnya, pemilik laptop akan tertarik untuk membeli laptop gaming baru saat mereka harus mengganti perangkat baru. Begitu juga dengan gamers yang merakit PC sendiri atau membeli pre-built PC. Mereka akan lebih tertarik untuk kembali membeli PC yang sudah dirakit atau membeli hardware baru untuk PC rakitan mereka.

Apa yang Membuat PC Gamers Ingin Memperbarui Perangkat Mereka?

Berdasarkan survei yang mereka lakukan, Newzoo juga menemukan bahwa para dedicated biasanya memperbarui hardware yang mereka gunakan setiap 3,3 tahun sekali. Jika dibandingkan dengan jeda waktu rata-rata antara peluncuran konsol baru, para PC gamers memperbarui perangkat mereka dengan lebih cepat. Hal itu berarti, permintaan akan komponen PC akan selalu ada.

Ketika ditanya tentang alasan untuk melakukan upgrade, hampir 75% dedicated gamers mengatakan, mereka memperbarui komputer mereka untuk mendapatkan pengalaman bermain game yang lebih baik. Dan jika mereka menggunakan komputer dengan spesifikasi yang lebih tinggi, mereka tidak hanya mendapatkan pengalaman bermain yang lebih baik, mereka juga bisa memainkan game-game baru yang menuntut spesifikasi yang lebih tinggi.

Alasan PC gamers ingin melakukan upgrade. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di atas, selain pengalaman bermain game yang lebih baik, alasan lain bagi dedicated gamers untuk memperbarui komputer mereka adalah karena mereka ingin mendapatkan komputer dengan performa yang lebih baik secara umum. Memang, komputer yang powerful tidak hanya bisa digunakan untuk bermain game, tapi juga untuk melakukan tugas-tugas berat lain, seperti mengedit video, machine learning, dan lain sebagainya.

Sementara itu, hanya 32% responden yang mengatakan, mereka melakukan upgrade komputer mereka mereka tertarik dengan fitur atau teknologi baru yang ditawarkan. Biasanya, teknologi atau fitur baru di dunia komputer melekat pada komponen GPU, seperti ray tracing atau Deep Learning Super Sampling (DLSS). Karena itu, tidak heran jika dedicated gamers menganggap GPU sebagai komponen komputer yang paling penting.

Kabar baik bagi perusahaan manufaktur GPU, tingkat kesetiaan para dedicated gamers pada brand sangat tinggi. Sebanyak 70% gamers mengatakan, kemungkinan besar, mereka akan membeli GPU dengan merek yang sama dengan GPU lama mereka.

Sebelum membeli hardware komputer, dedicated PC gamers biasanya akan mencari pilihan terbaik. Rata-rata, mereka menghabiskan waktu sekitar 5,5 minggu untuk mengevaluasi pilihan yang mereka punya. Sumber referensi yang mereka gunakan untuk mencari opsi hardware terbaik beragam. Sebanyak 50% dedicated PC gamers menggunakan situs resmi dari manufaktur hardware, sementara 46% memilih untuk menjadikan situs penjual retail sebagai acuan. Sebanyak 38% menggunakan referensi dari forum online, 33% membaca situs review dan benchmarking resmi, dan 33% lainnya menonton video review.

Sumber header: Pexels

Kenapa Gamers Nge-Cheat? Apa Dampaknya?

Dari tahun ke tahun, total hadiah yang ditawarkan oleh kompetisi esports terus naik. Karena itu, tidak heran jika kecurangan dianggap sebagai masalah serius. Saat ini, bahkan telah ada Esports Integrity Commission (ESIC), yang bertujuan untuk memastikan integritas dari dunia esports. Namun, orang-orang yang menggunakan cheats atau berbuat curang dalam game tidak terbatas pada pemain profesional. Tidak sedikit gamers amatir atau bahkan gamers kasual yang juga berbuat curang. Hal ini menimbulkan pertanyaan: kenapa gamers berbuat curang saat bermain?

Kecurangan Tidak Terbatas oleh Gender

Kebanyakan riset tentang cheating di dunia game fokus pada laki-laki. Hal ini menyebabkan munculnya asumsi bahwa laki-laki lebih sering berbuat curang dalam game daripada perempuan. Namun, studi tentang para pemain Whyville — game edukasi yang ditujukan untuk anak-anak berumur delapan tahun ke atas — menunjukkan bahwa asumsi itu salah. Whyville yang diluncurkan pada 1999. Kebanyakan pemain dari game itu adalah anak dan remaja perempuan di rentang umur 8-13 tahun. Dan ternyata, ada banyak pemain dari game tersebut yang berbuat curang.

“Ketika saya dengar bahwa Whyville dibuat untuk remaja perempuan, saya bertanya pada sang developer: apakah hal itu berarti mereka tidak perlu khawatir tentang masalah cheating,” kata Mia Consalvo, Professor di bidang Game Studies and Design dan Communication Studies di Concordia University, Kanada, seperti dikutip dari BBC. Namun, ternyata, walau 68% pemain dari Whyville adalah anak dan remaja perempuan berumur 8-13 tahun, game itu dipenuhi dengan orang-orang yang berbuat curang.

Dalam Whyville, para pemain akan mendapatkan clams — mata uang virtual yang digunakan dalam game — jika mereka berhasil memecahkan puzzles tentang sains atau matematika. Clams yang didapatkan oleh pemain bisa digunakan untuk mengubah avatar pemain. Misalnya, mengubah tampilan wajah atau potongan rambut avatar. Selain itu, clams juga bisa digunakan untuk membeli item tertentu. Setelah mendesain avatar sesuai dengan selera mereka, para pemain bisa menjual desain avatar tersebut dengan harga yang mereka tentukan sendiri.

Whyville adalah game edukasi untuk anak dan remaja. | Sumber: PC Mag

Menurut Yasmin Kafai, Professor of Learning di University of Pennsylvania, AS dan Deborah Fields dari Utah State University, AS, kecurangan yang dilakukan oleh pemain Whyville beragam. Sama seperti game lain, game itu juga punya cheat codes dan walkthrough guides yang bisa pemain gunakan. Selain menggunakan cheat codes, kecurangan lain yang pemain lakukan adalah dengan membuat akun kedua atau bahkan meretas akun pemain lain agar mereka bisa mendapatkan clams.

Menariknya, Consalvo juga menemukan metode cheating yang jarang digunakan di game lain, yaitu manipulasi harga pasar. Untuk melakukan itu, para pemain akan bersekongkol dan menggunakan fitur chat untuk mengklaim betapa langkanya desain avatar yang mereka jual. Terkadang, mereka menyebarkan rumor bahwa desain avatar yang mereka tawarkan sedang dicari oleh banyak orang. Harapannya, hal ini akan membuat calon konsumen rela untuk mengeluarkan clams lebih banyak. Consalvo menyebut fenomena ini sebagai “arbitrase sosial”, yaitu ketika sekelompok orang berusaha untuk memanipulasi pasar menggunakan kemampuan sosial mereka.

“Hal ini sangat mengejutkan, kan?” kata Consalvo, ketika dia membahas tentang cara kreatif yang digunakan pemain untuk mendapatkan clams. “Anda tidak akan bisa tahu siapa yang melakukan apa di dalam game. Dan karena itulah, sesuatu yang baru dan menarik akan selalu terjadi.”

Kenapa Kita Bermain Curang?

Sekarang, game tidak lagi menjadi hobi bagi segelintir orang. Seiring dengan semakin meningkatnya popularitas game, semakin banyak pula orang yang menjadi gamers. Alhasil, gamers kini juga bisa mendapatkan label “cool. Consalvo menyebut konsep ini sebagai “gaming capital“. Jadi, seseorang bisa menjadi populer di komunitas, jika dia bisa sukses dalam game. Dan tentu saja, dia akan ingin bisa mempertahankan kepopuleran mereka itu.

“Jika Anda sangat serius menekuni game tertentu, Anda akan mendapatkan informasi yang tidak diketahui pemain lain… Dan informasi itu bisa Anda bagikan dengan pemain lain,” kata Consalvo. “Hal seperti ini bisa disebut sebagai ‘cultural capital‘.”

Seseorang bisa menjadi populer di komunitas karena keahlian dalam bermain game. | Sumber: Pexels

Hanya saja, biasanya seorang gamer yang berhasil menjadi populer di komunitas akan ingin mempertahankan status itu meski dia harus berbuat curang. Satu hal yang menarik, pemain yang berbuat curang biasanya adalah pemain yang justru punya performa cukup baik dalam game dan bukannya orang-orang yang sama sekali gagal dalam game. Hal ini mengimplikasikan, seseorang akan lebih termotivasi untuk berbuat curang demi mempertahankan apa yang dia miliki daripada untuk mendapatkan sesuatu yang belum pernah dia raih.

Keputusan seseorang untuk berbuat curang demi mempertahankan statusnya tidak hanya terjadi di dunia game, tapi juga di bidang lain, seperti akademi. Kerry Ritchie melakukan penelitian tentang bagaimana cara untuk memperbaiki kualitas pengajaran di University of Guelph, Ontario, Kanada. Dari penelitian itu, dia menemukan, sebagian besar murid yang berbuat curang adalah murid yang memiliki nilai yang bagus. Sebanyak 60% orang yang berbuat curang mendapatkan nilai 80/100 atau lebiih. Memang, berbuat curang dalam game dan berbuat curang di sekolah adalah hal yang berbeda. Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri, ada kesamaan pada alasan seseorang berbuat curang.

Selain keingingan untuk mempertahankan status, ada faktor lain yang bisa mendorong seorang gamer untuk berbuat curang. Pertemanan adalah salah satu faktor tersebut. Gamer yang punya teman yang juga berbuat curang punya kemungkinan lebih besar untuk berbuat curang. Ada dua alasan mengapa hal ini terjadi. Pertama, perilaku seseorang biasanya dipengaruhi oleh perilaku teman-temannya. Kedua, karena biasanya, manusia cenderung mencari teman dengan pemikiran yang serupa.

Dampak Bermain Curang

Tentu saja, berbuat curang akan memberikan dampak tersendiri, khusunya dalam game multiplayer online. Salah satu dampak buruk yang muncul, menurut Kafai dan Fields, adalah rusaknya pengalaman bermain dari korban. Tidak tertutup kemungkinan, korban penipuan akan berhenti bermain sama sekali.

Kafai dan Fields lalu menceritakan kisah Zoe, pemain berumur 12 tahun yang menjadi korban penipuan di Whyville. Satu hari setelah dia ditipu, dia  balik menipu pemain lain untuk pertama kalinya. Namun, dua minggu kemudian, dia berhenti bermain Whyville. Tampaknya, dia tidak lagi menikmati pengalaman bermain game tersebut karena penipuan.

Kafai dan Fields menjelaskan, penipuan yang tidak memanfaatkan desain game sebagai loophole dan ditujukan ke pemain lain, jenis penipuan tersebut bisa punya kaitan dengan cyberbullying. Sementara itu, tingginya tingkat penipuan yang terjadi di Whyville menunjukkan, anak dan remaja harus diajarkan tentang konsekuensi dari tindakan yang mereka ambil. Dengan begitu, mereka bisa tahu dampak yang terjadi ketika mereka memutuskan untuk menipu pemain lain.

Menjadi korban kecurangan bisa membuat seseorang berbuat curang. | Sumber: Research Gate

Berbuat curang akan memberikan dampak yang berbeda, tergantung pada apakah pemain bermain game single-player atau multiplayer. Dalam game single-player, menggunakan kode cheats justru bisa membuat pemain lebih menikmati sebuah game. Satu hal yang pasti, meskipun pemain berbuat curang dalam game single-player, tidak ada pemain lain yang dirugikan. Lain halnya dengan kecurangan dalam game multiplayer. Ketika seseorang menggunakan cheat dalam game single-player, hal ini bahkan dapat memuaskan kebutuhan psikologis mereka.

Consalvo menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa menggunakan cheats dalam game single-player justru bisa membuat para pemain merasa puas. Alasan pertama: terkadang, desain game tidak sempurna. Kesalahan dalam desain game bisa menyebabkan pemain terjebak di satu tempat dalam game. Dan terjebak di satu titik tanpa bisa melanjutkan game bukanlah hal yang menyenangkan. Consalvo mengungkap, hal ini menjadi alasan utama mengapa seorang gamer menggunakan kode cheat.

Lalu, Consalvo membandingkan bermain game dengan membaca buku. Ketika membaca buku, pembaca bisa melakukan skimming atau bahkan melewati bagian yang dianggap membosankan. Jadi, pembaca tidak akan kehilangan minat di tengah jalan ketika mereka sampai di bagian yang membosankan. Sayangnya, hal yang sama tidak bisa dilakukan di game. Kebanyakan game didesain sedemikian rupa sehingga untuk bisa memainkan level berikutnya, pemain harus menyelesaikan level yang sedang dia mainkan. Karena itulah, ada kalanya, menggunakan cheats di game single-player justru bisa membuat pemain merasa puas.

Sumber header: Pexels

Kreator Cheats di PUBG Mobile Kena Sanksi Sebesar US$10 Juta, Durasi Bermain Dyling Light 2 Bisa Tembus 500 Jam

Minggu lalu, ESA mengonfirmasi bahwa tahun ini, E3 tidak akan digelar secara offline. Sementara itu, grup hackers yang membuat cheats untuk PUBG Mobile dikenakan denda sebesar US$10 juta. Pada minggu lalu, Roblox juga memutuskan untuk menghapus aplikasi mereka dari app stores di Tiongkok karena mereka sedang mengembangkan versi baru. Dan developer Dying Light 2 mengatakan, untuk menamatkan game itu sepenuhnya diperkukan waktu sekitar 500 jam.

Pembuat Cheats untuk PUBG Mobile Kena Denda Sebesar US$10 Juta

Grup hackers yang membuat cheats untuk PUBG Mobile dikenakan hukuman berupa denda senilai US$10 juta. Pihak developer PUBG mengatakan, mereka akan menggunakan uang tersebut untuk membuat teknologi anti-cheat. Grup pembuat cheats PUBG Mobile ini dibawa ke meja hijau oleh Tencent Games dan Krafton, yang merupakan publisher dari PUBG Mobile. Kedua perusahaan itu lalu dimenangkan oleh pengadilan federal di Amerika Serikat dan Jerman.

Selain membayar denda, kelompok hackers yang membuat cheats ini juga diharuskan untuk memberikan informasi tentang cara mereka untuk mengeksploitasi celah yang ada dalam game. Tak hanya itu, mereka juga dilarang untuk melibatkan diri dalam kegiatan ilegal terkait game cheating di masa depan, menurut laporan IGN.

Total Playtime dari Light 2 Capai 500 Jam

Techland, developer Dying Light 2, mengonfirmasi bahwa pemain perlu menghabiskan 500 jam untuk bisa menyelesaikan game tersebut sepenuhnya. Di Twitter, mereka mengungkap, total playtime dari Dying Light 2 bisa dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk berjalan dari Warsaw, Polandia ke Madrid, Spanyol. Menurut laporan IGN, jarak antara kedua kota itu bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 534 jam.

Pengumuman dari Techland ini membuat netizen heboh. Sebagian orang mengaku khawatir dengan waktu playtime yang sangat lama tersebut. Namun, Techland meyakinkan, 500 jam adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan semua hal yang ada di dalam Dying Light 2. Jika pemain hanya fokus pada cerita utama dan side quests, mereka akan bisa menamatkan Dying Light 2 dalam waktu kurang dari 100 jam.

2022, E3 Tidak Diadakan Secara Offline

Entertainment Software Association (ESA) telah mengonfirmasi bahwa tahun ini, E3 tidak akan digelar secara offline. Alasan ESA untuk tidak menyelenggarakan E3 secara offline adalah karena pandemi COVID-19, khususnya kemunculan varian baru, yaitu Omicron. Tahun lalu, acara E3 hanya diadakan secara online dan pada 2020, E3 dibatalkan sama sekali.

“COVID-19 memunculkan risiko kesehatan yang bisa memberikan dampak buruk, baik pada pengunjung dan exhibitors E3. Karena itu, E3 tidak akan diadakan secara offline pada 2022,” tulis ESA dalam pernyataan resmi, seperti dikutip dari Pocket Gamer. “Kami tetap tidak sabar untuk mengadakan E3 dan kami akan memberikan informasi lebih lanjut tentang acara itu dalam waktu dekat.”

Xbox Jalin Kerja Sama dengan Merek Cat Kuku OPI

Minggu lalu, Xbox mengumumkan kerja sama mereka dengan brand cat kuku OPI. Melalui kerja sama ini, pemain akan bisa mendapatkan skin khusus di Halo Infinite dan Forza Horizon 5. Skin tersebut akan memiliki warna yang sesuai dengan cat kuku yang Anda beli di dunia nyata. Di situs resmi, disebutkan bahwa koleksi OPI x Xbox menawarkan cat kuku dalam 12 warna yang berbeda.

Koleksi cat kuku Xbox x OPI.

Selain mendapatkan skin khusus, orang-orang yang membeli cat kuku hasil kerja sama Xbox dengan OPI ini akan punya kesempatan untuk memenangkan custom wireless controllers Xbox. Dari 12 warna cat kuku yang tersedia, warna yang dipilih untuk custom controller itu adalah warna yang menjadi warna favorit netizens, lapor IGN.

Dalam beberapa bulan belakangan, Xbox memang sibuk menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan dari berbagai industri. Tahun lalu, Xbox bekerja sama dengan Adidas untuk meluncurkan sepatu yang terinspirasi oleh konsol Xbox. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan Krispy Kreme untuk membuat donut bertema Xbox dan berkolaborasi dengan Gucci untuk membuat Xbox Series X senilai US$10 ribu.

Roblox Hapus Aplikasi di Tiongkok, Bangun Aplikasi Baru

Roblox menutup aplikasi mereka di Tiongkok. Menurut laporan Reuters, aplikasi LuoBuLesi — yang Roblox luncurkan di Tiongkok pada tujuh bulan lalu, dengan bantuan dari Tencent — telah menghilang dari berbagai app stores di negara tersebut. Orang-orang yang sudah mengunduh aplikasi Roblox akan mendapatkan pesan, yang mengucapkan terima kasih karena mereka telah menggunakan aplikasi versi pengujian.

Juru bicara Roblox mengatakan, keputusan perusahan untuk menghapus aplikasi di Tiongkok merupakan bagian dari strategi mereka. Dia juga mengungkap, Roblox kini tengah mengembangkan versi terbaru dari aplikasi mereka. Namun, masih belum diketahui kapan aplikasi terbaru itu akan diluncurkan, lapor GamesIndustry.

Sumber header: Steam

Jepang Punya SMA Esports, Capcom Cup 2021 Dibatalkan Karena COVID-19

Minggu lalu, Capcom dengan berat hati mengumumkan bahwa mereka akan membatalkan Capcom Cup 2021. Sementara itu, Riot Games mengungkap rencana mereka tentang skena esports dari Wild Rift pada tahun 2022. Pada minggu lalu, G2 Esports juga meluncurkan sebuah lagu, yang menjadi tandari masuknya mereka ke industri musik. Dan Team Vitality mendapatkan investasi, yang akan digunakan untuk mengembangkan bakat para pemain esports.

Jepang Buat SMA Esports Pertama

Jepang bakal punya sekolah yang mengkhususkan diri untuk mengajarkan esports. Dinamai Esports Koutou Gakuin alias “SMA Esports”, sekolah itu akan mulai beroperasi pada April 2022. Menurut laporan Kotaku, sekolah tersebut berlokasi di Shibuya, Tokyo, Jepang. SMA Esports ini didanai oleh divisi esports dari perusahaan telekomunikasi Jepang, NTT dan Tokyo Verdy Esports, organisasi esports milik tim sepak bola profesional Jepang.

Para murid yang mendaftarkan diri di SMA Esports akan mendapatkan akses ke 40 gaming PC, yaitu Galleria XA7C-R37, yang menggunakan Intel Core i7-11700 dan NVIDIA GeForce RTX 3070. Siswa dari SMA Esports akan mengasah kemampuan mereka dalam memainkan game-game esports dari berbagai genre, seperti FPS, third-person shooter, strategi, atau MOBA. Walau dinamai SMA Esports, sekolah itu juga tetap mengajarkan kurikulum standar SMA di Jepang.

Capcom Cup 2021 Diganti oleh Acara Season Final

Sepanjang 2021, Capcom mengadakan kompetisi esports secara online. Meskipun begitu, mereka tetap memutuskan untuk membatalkan Capcom Cup 2021, yang rencananya bakal diadakan pada Februari 2022. Alasannya adalah karena munculnya varian Omicron. Untuk menggantikan Capcom Cup 2021, Capcom akan menggelar acara season final. Kompetisi itu akan diikuti oleh para pemain yang telah lolos kualifikasi untuk bermain di Capcom Cup VIII.

Menurut laporan Dot Esports, kali ini adalah kedua kalinya Capcom Cup dibatalkan karena COVID-19. Kemungkinan, turnamen pengganti dari Capcom Cup akan memiliki format regional seperti Capcom Pro Tour Season Final 2020, yang menjadi pengganti dari Capcom Cup 2020.

Tahun Ini, Riot Bakal Gelar 8 Liga Regional dan 1 Turnamen Global untuk Wild Rift

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan rencana mereka terkait skena esports dari Wild Rift untuk tahun ini. Sepanjang 2022, Riot akan mengadakan delapan liga regional untuk Wild Rift. Selain itu, mereka juga akan menggelar turnamen Wild Rift global pertama. Kompetisi global itu akan diadakan di Eropa pada musim panas 2022. Turnamen yang dinamai Wild Rift Icons Global Championship itu akan mengadu 24 tim Wild Rift terbaik dari seluruh dunia, lapor Esports Insider.

Sementara itu, delapan liga regional untuk Wild Rift yang akan Riot adakan antara lain:

  • Wild Rift Champions Korea
  • Wild Rift League China
  • Wild Rift Champions SEA
  • Wild Rift Cup Japan
  • Wild Rift Championship EMEA
  • Wild Rift North America Series
  • Wild Rift Latinoamerica Open
  • Wild Tour Brasil

Rilis Lagu, G2 Esports Masuki Industri Musik

Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports, resmi memasuki industri musik dengan meluncurkan lagu pertamanya, “Our Way”. Lagu ber-genre power metal itu akan diluncurkan di bawah label rekaman baru G2. Pendiri dan CEO G2, Carlos “ocelote” Rodriguez juga ikut turun tangan dalam pembuatan lagu tersebut. G2 mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan, mereka akan meluncurkan banyak lagu lain.

G2 baru saja merilis single baru.

“Epic Power Metal adalah genre favorit saya,” kata Rodriguez, seperti dikutip dari Esports Insider. “Saya tidak peduli apakah genre itu sesuai dengan selera market atau tidak. Sama seperti hal-hal lain yang kami lakukan, kami membuat lagu ini sesuai hati kami. 20G2 akan jadi tahun kami.”

Team Vitality Dapat Investasi EUR50 Juta, Digunakan untuk Buat Tim Super

Organisasi asal Prancis, Team Vitality mengumumkan bahwa mereka baru saja mendapatkan dana investasi sebesar EUR50 juta dari esports venture fund, Rewired.gg. Modal itu akan dikucurkan secara bertahap selama tiga tahun ke depan, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. Vitality menyebutkan, dana yang mereka dapatkan tersebut akan mereka gunakan untuk membangun tim yang tangguh. Memang, Vitality punya rencana untuk membuat “tim Eropa super”.

Sebagai bagian dari investasi ini, Vitality telah menandatangani kontrak dengan tiga mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive dari Astralis, yaitu Peter ‘dupreeh’ Rasmussen and Emil ‘magisk’ Reif dan pelatih Danny ‘zonic’ Sørensen. Sebelum ini, Vitality juga telah mengungkap roster tim League of Legends mereka. Dua di antaranya adalah mid-laner dari Cloud9, Luka ‘Perkz’ Perković dan mantan pemain MAD Lions, Matyáš ‘Carzzy’ Orság.

Pro dan Kontra Game Play-to-Earn dan Keberadaan NFT di Game

Pada Desember 2021, Ubisoft meluncurkan Quartz, platform untuk membeli Digits — playable NFT dari Ubisoft. Dengan begitu, Ubisoft menjadi perusahaan game besar pertama yang mencoba untuk membuat NFT. Namun, keputusan Ubisoft justru disambut dengan protes oleh para gamers.

Ubisoft bukan satu-satunya perusahaan game besar yang tertarik dengan NFT. Di awal tahun 2022, President Square Enix juga mengungkap ketertarikan perusahaan dengan berbagai teknologi baru dalam dunia game, termasuk blockchain dan NFT. Sekali lagi, surat terbuka dari itu disambut dengan protes atau bahkan cemooh dari para gamers. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan Konami untuk meluncurkan NFT sebagai perayaan dari ulang tahun ke-35 dari seri Castlevania.

Pertanyaannya, apa yang membuat banyak gamers begitu antipati dengan NFT? Dan kenapa perusahaan-perusahaan game tetap tertarik untuk menawarkan NFT walau banyak gamers yang protes?

Serba-Serbi NFT

Sebelum membahas tentang keuntungan dan kerugian dari NFT, mari kita membahas tentang NFT itu sendiri. NFT merupakan singkatan dari Non-Fungible Token (NFT). Secara harfiah, “non-fungible” berarti unik dan tidak bisa digantikan. Sebagai contoh, Bitcoin — atau uang kertas — adalah sesuatu yang “fungible“. Jadi, Anda bisa menukar satu Bitcoin dengan Bitcoin lain dan nilai Bitcoin yang Anda miliki tetap sama. Sama seperti jika Anda menukar uang Rp100 ribu dengan uang Rp100 ribu lainnya. Walau uang yang Anda miliki tidak lagi sama, nilai dari uang itu tidak berubah.

Lain halnya dengan NFT, yang lebih menyerupai collectible atau barang yang diproduksi dalam jumlah terbatas. Misalnya, Anda mengoleksi kartu Yu-Gi-Oh. Kartu 2002 Blue Eyes White Dragon 1st Edition PSA 10 dan 2002 LOB 1st Edition Exodia The Forbidden One PSA 10, keduanya sama-sama kartu Yu-Gi-Oh paling mahal di dunia. Meskipun begitu, keduanya tetaplah kartu yang berbeda, yang punya nilai yang berbeda pula. Contoh lainnya, walau Lamborghini Veneno dan Koenigsegg CCXR Trevita merupakan mobil yang diproduksi dalam jumlah terbatas, keduanya bukanlah mobil yang sama.

Koenigsegg CCXR Trevita. | Sumber: SindoNews

NFT adalah industri yang masih sangat muda. Banyak orang mulai tertarik dengan NFT pada tahun lalu. Meskipun begitu, menurut laporan CNBC, total nilai jual-beli NFT telah mencapai miliaran dollar sejak beberapa tahun lalu. Misalnya, pada 2017, total nilai jual-beli NFT mencapai US$6,2 miliar. Sebagai perbandingan, total penjualan digital art ketika itu hanya mencapai US$1,9 miliar. Data itu diungkap oleh NonFungible, yang melacak data penjualan NFT.

“Saya merasa, karya seni dan barang koleksi kini menjadi komoditas terbesar dari NFT. Karena, barang-barang itu memang memiliki kriteria yang sesuai,” kata Jon McCormack, Professor of Computer Science, Monash University, pada CNBC. “Produk digital bisa ditiru dengan mudah. Memiliki Certificate of Aunthencity menjadi penting, karena ia bisa menjadi bukti bahwa Anda merupakan pemilik yang sah dari sebuah barang digital.”

Dalam satu tahun terakhir, industri NFT juga tumbuh pesat. Menurut analisa dari DappRader — perusahaan yang bertujuan untuk melacak NFT dan aset terdesentralisasi lainnya — pada Q3 2021, volum penjualan NFT naik 38.000%. Meskipun begitu, sebagian ahli khawatir, popularitas NFT yang meroket dengan begitu cepat akan menciptakan gelembung layaknya Dotcom Bubble.

Sebagian ahli khawatir NFT akan menciptakan bubble baru. | Sumber: Flickr

Seiring dengan semakin populernya NFT, semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk ikut serta. Tak terkecuali perusahaan game, seperti Ubisoft dan Square Enix. Sayangnya, keputusan perusahaan game untuk membuat NFT menimbulkan reaksi yang terpolarisasi dari para gamers. Sebagian gamers mendukung keputusan perusahaan game untuk membuat NFT, sementara sebagian yang lain menentang.

Melalui artikel ini, saya mencoba untuk melihat sudut pandang dari kedua kubu; baik orang-orang yang pro pada NFT, maupun orang-orang yang menentang keberadaan NFT, khususnya di bidang game.

Pro dari NFT di Game

Dulu, jika Anda ingin memainkan sebuah game, Anda harus membelinya terlebih dulu. Jadi, dengan mengeluarkan uang dalam jumlah tertentu, seseorang akan bisa mendapatkan pengalaman bermain dari game yang dia beli. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, muncul model bisnis baru. Salah satunya adalah free-to-play. Sesuai namanya, game free-to-play bisa dimainkan dengan gratis. Hanya saja, game free-to-play biasanya memiliki item yang bisa dibeli oleh pemain, baik item kosmetik maupun item powerup.

Dan jangan salah, model bisnis free-to-play terbukti sangat menguntungkan. Mari kita bandingkan Legend of Zelda: Breath of the Wild dengan Genshin Impact. Ketika Genshin Impact diluncurkan, banyak orang yang menganggap game buatan miHoYo itu sebagai “tiruan” dari Breath of the Wild. Sejauh ini, Breath of the Wild telah terjual sebanyak 24,13 juta unit. Di toko digital resmi Nintendo, game tersebut dihargai US$60. Jadi, total pendapatan dari game tersebut adalah US$1,45 miliar. Sebagai perbandingan, dalam waktu satu tahun, pemasukan dari Genshin Impact diperkirakan mencapai US$3,7 miliar.

Walau harus diakui, Genshin Impact juga menggunakan model bisnis gacha — yang menyerupai judi dan bisa mendorong pemainnya untuk menghabiskan jutaan atau bahkan puluhan juta rupiah. Dan model bisnis ini memang menimbulkan kontroversi sendiri, yang pernah kami bahas di sini. Terlepas dari model bisnis yang kontroversial, keberadaan game seperti Genshin Impact menunjukkan bahwa gamers tidak segan-segan untuk menghabiskan uang demi mendapatkan karakter atau item dalam game. Sayangnya, saat ini, tidak peduli berapa banyak uang yang seseorang habiskan untuk membeli item dalam game, item itu akan hilang ketika server game ditutup.

Golden Pharaoh X-Suit. | Sumber: Facebook

Sebagai contoh, jika seseorang membeli skin X-Suit Firaun Emas di PUBG Mobile — yang dihargai Rp32 jutaskin tersebut akan hilang begitu saja jika PUBG Mobile tutup. Nah, di sinilah salah satu keuntungan NFT dalam game. Jika item dalam game dibuat menjadi NFT, maka pemilik akan tetap bisa menyimpan item tersebut dalam bentuk NFT di wallet mereka walau game sudah tutup. Dalam kasus skin X-Suit Firaun Emas yang saya contohkan, pemilik skin akan tetap memiliki versi NFT dari skin tersebut meski PUBG Mobile telah tutup.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh gamers dengan adanya NFT dalam game adalah munculnya model bisnis play-to-earn. Dengan memainkan game play-to-earn, pemain bisa mendapatkan uang, bahkan tanpa harus menjadi pemain profesional. Bagaimana mekanisme game play-to-earn? Sederhananya, pemain akan mendapatkan aset digital ketika bermain game. Aset digital itu bisa ditukar dengan cryptocurrency, yang nantinya, bisa ditukar dengan mata uang tradisional. Untuk lebih lengkapnya, Anda bisa membaca artikel kami tentang blockchain gaming di sini.

Keuntungan NFT untuk Developer Game

Adanya NFT di game tidak hanya bisa menguntungkan pemain, tapi juga kreator game. Salah satu keuntungan untuk developer game adalah potensi sumber pemasukan baru, yaitu biaya transaksi. Jika pemain bisa memperjual-belikan NFT di sebuah game, developer bisa memungut biaya dari setiap transaksi yang pemain lakukan. Dan hal ini bisa menjadi pemasukan baru untuk sang developer.

Keuntungan lain yang bisa didapat oleh developer adalah pemain punya alasan untuk bermain game. Selama ini, biasanya, orang-orang bermain game sebagai pelepas penat. Namun, dengan adanya model bisnis play-to-earn, ada hal lain yang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game, yaitu untuk mendapatkan uang. Hal ini sempat dibahas oleh President Square Enix, Yosuke Matsuda, dalam sebuah surat terbuka.

“Baik dalam game online atau game single-player, pada awalnya, hubungan antara gamers dan kreator game adalah hubungan satu arah: kreator seperti kami menciptakan game yang akan dimainkan oleh konsumen,” kata Matsuda. “Sementara itu, blockchain game — yang baru muncul dan kini sedang tumbuh, –dibangun berdasarkan konsep token economy, yang membuka potensi untuk mendorong pertumbuhan industri game yang mandiri dan berkelanjutan.”

Yosuke Matsuda. | Sumber: VG247

Lebih lanjut Matsuda menjelaskan, salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri blockchain game adalah keberagaman, baik dalam cara pemain berinteraksi dengan game maupun alasan pemain bermain game. “Perkembangan token economy akan mendorong momentum dari keberagaman ini,” ujarnya. “Contohnya adalah konsep ‘play to earn‘ yang membuat orang-orang menjadi tertarik untuk bermain game.”

Axie Infinity adalah salah satu contoh game dengan model bisnis play-to-earn. Game itu sangat populer di Filipina. Menurut laporan Niko Partners, per April 2021, Axie Infinity telah diunduh sebanyak 70 ribu kali dan sebanyak 29 ribu downloads berasal dari Filipina. Sementara per Oktober 2021, jumlah pemain Axie Infinity di Filipina naik menjadi sekitar 300 ribu orang. Di bulan yang sama, total volum jual-beli di game itu telah menembus US$25 juta. Setiap harinya, total NFT yang terjual di Axie Inifity melebihi 50 ribu tokens.

Axie Infinity menjadi sangat populer di Filipina sehngga pemerintah pun memutuskan untuk mengeluarkan regulasi tentang cryptocurrency yang didapat pemain dari game tersebut. Hal ini menjadi bukti bahwa keberadaan game play-to-earn memang bisa mendorong orang-orang untuk bermain game demi mendapatkan uang. Pada saat yang sama, model play-to-earn juga menciptakan masalah tersendiri, yang saya akan bahas dalam segmen berikut.

Argumen Kontra tentang NFT di Game

Menyertakan NFT dalam game memang memiliki keuntungan tersendiri. Namun, sebagian gamers tampaknya justru tidak suka jika perusahaan game membuat atau berencana untuk memasukkan NFT ke game mereka. Sebagai contoh, ketika Ubisoft meluncurkan platform Quartz — bersamaan dengan tiga NFT pertama mereka — reaksi gamers terpolarisasi.

Sebagian gamers, khususnya yang percaya dengan masa depan blockchain, menganggap bahwa keputusan Ubisoft akan membawa perubahan besar ke industri game. Karena, Ubisoft menjadi publisher game besar pertama yang memutuskan untuk membuat NFT. Di sisi lain, tidak sedikit gamers yang justru mengecam Ubisoft. Buktinya, video peluncuran Quartz — yang sekarang sudah menjadi menjadi video unlistedmendapatkan 40 ribu dislikes dan hanya 1,6 ribu likes.

Ubisoft Quartz dapat protes dari para gamers.

Salah satu hal yang membuat gamers tidak suka dengan potensi adanya NFT dalam game adalah karena keberadaan NFT membuka peluang bagi developer untuk mendorong pemain mengeluarkan uang. Seperti yang disebutkan oleh Economic Times, ketika bermain game, khususnya game AAA, pemain tidak hanya harus mengeluarkan uang, tapi juga menginvestasikan waktunya.

Tentunya, gamers ingin mendapatkan pengalaman bermain yang memuaskan. Dan pengalaman bermain itu bisa berkurang ketika developer masih mengharuskan pemain untuk membeli NFT. Masalah ini serupa dengan keberadaan microtransactions atau lootbox dalam game premium. Sebagai contoh, Star Wars Battlefront II. Game itu dijual dengan harga Rp479 ribu di Steam. Namun, game tersebut masih dipenuhi dengan lootbox dan microtransactions. Dan hal itu ini menuai kontroversi ketika Electronic Arts meluncurkan game tersebut di 2018.

Masalahnya, game NFT dengan model play-to-earn memang didesain sedemikian rupa agar gamers mau melakukan jual-beli dari aset digital yang ada. Alhasil, tujuan pemain untuk bermain tak lagi untuk bersenang-senang, tapi untuk mendapatkan uang. Pada akhirnya, hal ini bisa membuat kepuasan bermain game menjadi berkurang.

Tiga “pendiri” Fame Lady Squad. | Sumber: InputMag

Alasan lain mengapa para gamers tidak suka akan keberadaan NFT dalam game adalah karena banyaknya penipuan di ranah NFT. Jenis penipuan yang ada pun beragam, mulai dari giveaways palsu di Twitter untuk mendapatkan banyak retweets dan followers, tautan berbahaya yang disebarkan agar orang-orang mengklik tautan tersebut, sampai metode rug pull.

Secara sederhana, skema penipuan rug pull adalah ketika developer membawa lari uang investor tanpa menyelesaikan proyek yang mereka janjikan. Salah satu contoh model penipuan rug pull adalah Fame Lady Squad, yang mengklaim sebagai proyek NFT untuk pemberdayaan perempuan. Proyek itu diklaim dibuat oleh tiga perempuan, yaitu Cindy, Andrea, dan Kelda.

Ketiga perempuan itu memiliki avatar yang dibuat ke dalam NFT, yang kemudian bisa dibeli. Secara total, Fame Lady Squad berhasil mengumpulkan hampir US$1,5 juta dari investor dan komunitas sebelum mereka melarikan diri. Dan setelah diselidiki, diketahui bahwa Fame Lady Squad bahkan tidak didalangi oleh tiga perempuan, tapi oleh sekelompok pria asal Rusia, seperti yang dilaporkan oleh InputMag.

Pada awalnya, Evil Ape berjanji akan membuat fighting game, Evolved Apes. Dalam game itu, para pemain akan mengadu kera yang mereka miliki dengan satu sama lain. Pemain yang keluar sebagai pemenang akan mendapatkan Ethereum sebagai hadiah. Untuk bisa bermain, pemain harus membeli NFT dari karakter Evolved Apes, yang dijual di marketplace NFT, OpenSea.

Namun, untuk bisa membangun game Evolved Apes, Evil Ape akan memerlukan biaya. Karena itu, mereka menjual NFT dari karakter di Evolved Apes. Uang itu diklaim akan digunakan untuk biaya pengembangan dan marketing game. Namun, Evil Ape justru membawa kabur uang yang terkumpul — senilai US$2,7 juta — tanpa pernah meluncurkan game yang dijanjikan. Kabar baiknya — jika hal ini bisa disebut kabar baik — pemain yang sudah terlanjur membeli NFT masih dapat menyimpan NFT tersebut.

Evolved Apes. | Sumber: PC Gamer

Masalah penipuan terkait NFT diperburuk oleh fakta bahwa belum ada banyak regulasi yang mengatur teknologi tersebut. Faktanya, Evil APe dilaporkan ke kepolisian di Inggris, yang merupakan markas dari kru Evolved Apes. Dan pihak kepolisian menyebutkan bahwa kasus ini mungkin akan sulit untuk diprotes. Karena, orang-orang yang sudah membeli NFT memang mendapatkan NFT yang mereka inginkan. Sementara masalah janji untuk membuat game yang tidak terpenuhi, pihak kepolisian menyebutkan bahwa game itu memang tidak menjadi bagian dari apa yang pemain beli, seperti dikutip dari PC Gamer.

Dampak Buruk NFT ke Seniman dan Lingkungan

Selain gamers, kelompok yang cenderung menentang NFT adalah digital artists dan aktivis lingkungan. Bagi para digital artists, NFT memang sering disebutkan akan bisa menjadi mata pencaharian baru. Hanya saja, keberadaan NFT juga menimbulkan masalah tersendiri, yaitu membuat pencurian seni menjadi semakin marak. Memang, sebelum keberadaan NFT pun, pencurian karya digital adalah hal yang lumrah. Meskipun begitu, setelah NFT menjadi populer, tidak sedikit orang yang mencuri karya digital orang lain untuk menjadikannya sebagai NFT.

Masalah pencurian karya ini begitu marak sehingga salah satu comic artist dari DC Comics, Liam Sharp, memutuskan untuk menutup akun DevianArt miliknya. Melalui Twitter, dia menjelaskan, dia mengambil langkah drastis itu karena ada banyak karyanya yang dijadikan NFT tanpa izinnya. Seolah hal ini tidak cukup buruk, ketika dia melaporkan masalah ini ke pihak DeviantArt, laporannya justru diacuhkan, seperti yang dilaporkan oleh Futurism.

Sementara bagi aktivis lingkungan, alasan mereka menjadi antipati dengan NFT adalah karena ia memberikan dampak buruk pada lingkungan. Seperti yang disebutkan oleh Wired, marketplace besar untuk menjual NFT — seperti MakersPlace, Nifty Gateway, dan SuperRare — menggunakan Ethereum. Sama seperti Bitcoin, proses penambangan Ethereum memerlukan komputer yang bisa memproses kriptografi kompleks. Dan komputer itu biasanya membutuhkan energi besar.

Sebagai ilustasi, energi yang dihabiskan oleh penambang Bitcoin setiap tahunnya diperkirakan mencapai empat sampai lima terawatt-jam, atau sama seperti listrik yang dihabiskan oleh Hong Kong pada 2017. Sementara itu, daya listrik yang dihabiskan oleh penambang Ethereum setiap tahunnya diperkirakan sama seperti penggunaan listrik Libia. Dan semakin besar listrik yang penambang cryptocurrency habiskan, semakin banyak pula polusi yang dihasilkan.

Penutup

Teknologi baru biasanya menciptakan disrupsi di industri yang sudah ada. Namun, masyarakat cenderung enggan untuk mengadopsi teknologi baru. Sebagai contoh, sekarang, orang-orang sudah terbiasa untuk berbelanja melalui platform e-commerce. Tapi, beberapa tahun lalu, platform e-commerce sibuk untuk melakukan edukasi, meyakinkan konsumen bahwa mereka tidak akan tertipu jika mereka berbelanja secara online.

Saya rasa, hal yang sama juga berlaku untuk NFT. Mengingat betapa barunya industri NFT, tidak heran jika banyak orang yang masih sangat was-was, apalagi karena belum banyak atau bahkan belum ada regulasi yang mengatur tentang industri tersebut. Kabar baiknya, industri NFT masih terus berevolusi. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, masalah-masalah yang muncul saat ini bisa diselesaikan di masa depan.

Satu hal yang harus diingat, tidak semua teknologi baru akan diadopsi secara massal. Tidak peduli seberapa besar hype dari teknologi baru, terkadang, teknologi itu memang hanya bisa menargetkan pasar niche. Salah satu contohnya adalah teknologi mixed reality. Jadi, walau industri NFT memang tengah menarik perhatian saat ini, tidak ada jaminan bahwa industri itu akan bertahan atau menjadi mainstream di masa depan. Saya rasa, hal ini akan tergantung pada pelaku industri NFT itu sendiri.

Sumber header: Pixabay

Turnamen Esports Paling Populer di Desember 2021

Di awal bulan, seperti biasa, Hybrid.co.id membuat daftar turnamen esports terpopuler pada bulan sebelumnya. Pada Desember 2021, lima turnamen esports dengan jumlah penonton paling banyak mengadu lima game yang berbeda-beda: sebagian merupakan mobile game, sementara sebagian yang lain adalah game PC. Berikut data turnamen esports terpopuler di Desember 2021, menurut data Esports Charts.

5. PUBG Mobile Global Championship 2021 League East

PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 League East ada di peringkat ke-5 dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021. Dimulai pada 30 November 2021, PMGC 2021 League East berlangsung hingga 24 Desember 2021. Secara total, durasi siaran dari kompetisi ini mencapai 80 jam. Kompetisi tersebut berhasil mendapatkan 84,1 juta views dengan total hours watched sebanyak 14,1 juta jam. Sementara jumlah rata-rata penonton dari turnamen itu adalah 176,6 ribu orang.

Lima pertandingan paling populer dari PMGC 2021 League East berlangsung pada hari terakhir. Round 3 menjadi babak paling populer, dengan peak viewers sebanyak 387 ribu orang. PMGC 2021 League East hanya disiarkan di dua platform, yaitu YouTube dan Facebook. Di YouTube, jumla peak viewers dari turnamen itu mencapai 366 ribu orang, dan di Facebook 27 ribu orang. Untuk masalah views dan likes, PMGC 2021 berhasil mengumpulkan 73,4 juta views dan 682,7 ribu likes di YouTube.

Data viewership dari PMGC 2021 League East. | Sumber: Esports Charts

PMGC 2021 League East disiarkan dalam 18 bahasa. Siaran dalam Bahasa Indonesia menjadi siaran paling populer, dengan peak viewers sebanyak 284 ribu orang. Setelah siaran dalam Bahasa Indonesia, siaran dalam Bahasa Burma menjadi siaran terpopuler ke-2. Siaran dengan Bahasa Burma berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 90,4 ribu orang.

4. BLAST Premier World Final 2021

Dengan jumlah peak viewers sebanyak 727,4 ribu orang, BLAST Premier World Final 2021 berhasil duduk di peringkat 4 dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021. Menawarkan total hadiah sebesar US$1 juta, turnamen Counter-Strike: Global Offensive itu diadakan pada 14-19 Desember 2021. Digelar selama hampir satu minggu, BLAST Premier memiliki total airtime selama 51 jam. Secara keseluruhan, turnamen tersebut berhasil mendapatkan 24,5 juta views, dengan total hours watched sebanyak 15,6 juta jam dan jumlah penonton rata-rata sebanyak 307 ribu orang.

Babak final dari BLAST Premier mempertemukan Natus Vincere alias NAVI dengan Gambit. Pertandingan antara keduanya menjadi pertandingan dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang turnamen. Sementara pertandingan antara NAVI dengan Team Liquid di hari ke-5 mejadi pertandingan terpopuler ke-2. Ketika itu, pertandingan antara keduanya berhasil mengumpulkan 593,3 ribu peak viewers.

Lima pertandingan terpopuler di BLAST Premier World Final 2021. | Sumber: Esports Charts

Selain membawa pulang gelar juara, NAVI juga berhasil memenangkan gelar tim terpopuler di BLAST Premier World Final 2021, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Secara total, hours watched yang didapatkan oleh NAVI mencapai 9 juta jam, sementara jumlah average viewers dari pertandingan tim tersebut adalah 425,2 ribu orang.

Dari segi hours watched, Gambit ada di posisi ke-2 dengan total hours watched 5,2 juta jam. Namun, dari segi average viewers, Team Liquid berhasil mengalahkan Gambit dengan jumlah penonton rata-rata sebanyak 356,2 ribu orang. Sebagai perbandingan, total hours watched yang didapat Team Liquid adalah 4,72 juta jam, sementara jumlah penonton rata-rata dari Gambit mencapai 353,8 ribu orang.

Tim-tim terpopuler di BLAST Premier World Final 2021. | Sumber: Esports Charts

BLAST Premier World Final 2021 disiarkan di enam platform streaming game. Twitch merupakan platform favorit untuk menonton kompetisi itu, dengan peak viewers sebanyak 490,5 ribu orang. Posisi platform terpopuler ke-2 diduduki oleh YouTube, yang mendapatkan peak viewers sebanyak 191,9 ribu orang.

Ditayangkan di 18 channels di Twitch, BLAST Premier berhasil mendapatkan 13,6 juta views dan 103,4 ribu follows. Sementara di YouTube, kompetisi itu mendapatkan 10,6 juta views. Dari lebih dari 20 bahasa yang digunakan dalam siaran BLAST Premier, siaran dalam Bahasa Rusia menjadi siaran paling populer dengan 337,3 ribu peak viewers, diikuti oleh siaran dalam Bahasa Inggris, yang mendapatkan 248,1 ribu peak viewers.

3. Arena of Valor International Championship 2021

Arena of Valor International Championship 2021 (AIC 2021) dimulai pada 27 November 2021 dan berakhir pada 19 Desember 2022. Secara keseluruhan, turnamen itu disiarkan selama 114 jam. Dari siaran tersebut, AIC 2021 berhasil mendapatkan 83,3 juta views dan 144,3 ribu average viewers. Pada puncaknya jumlah penonton dari kompetisi tersebut mencapai 879,5 ribu orang.

Data viewership di atas mengecualikan data dari Tiongkok. Jika data penonton dari platform streaming game di Tiongkok dihitung, maka total hours watched yang didapatkan oleh AIC 2021 adalah 173,6 juta jam, dengan jumlah peak viewers mencapai 16,3 juta orang, dan jumlah penonton rata-rata sebanyak 1,5 juta orang.

Viewership dari AIC 2021. | Sumber: Esports Charts

Menariknya, menurut data dari Esports Charts, acara pembuka sebelum grand final menjadi bagian yang menarik paling banyak penonton. Setelah preshow, babak yang menarik perhatian paling banyak penonton adalah babak final, yang mempertemukan Buriram United Esports (BUE) dari Thailand dengan V Gaming dari Vietnam. Ketika itu, pada puncaknya, ada 472,5 ribu orang yang menonton pertandingan tersebut. Di AIC 2021, BUE — yang keluar sebagai pemenang — juga menjadi tim paling populer, dengan 4,39 juta hours watched. Namun, dari segi average viewers, V Gaming dari Vietnam masih lebih unggul dengan 178,41 ribu orang.

AIC 2021 disiarkan di delapan platform. Di YouTube, total peak viewers dari turnamen itu mencapai 647,1 ribu orang. Dengan begitu, YouTube menjadi platform favorit untuk menonton AIC 2021. Di platform tersebut, kompetisi AOV itu mendapatkan 51,8 juta views dan 127,9 ribu likes di YouTube. Sementara itu, platform streaming game terpopuler ke-2 di kalangan fans AIC 2021 adalah Facebook, yang mendapatkan peak viewers sebanyak 196,5 ribu orang.

2. VALORANT Champions 2021

Dalam daftar turnamen esports terpopuler di Desember 2021, peringkat dua diduduki oleh VALORANT Champions 2021. Kompetisi itu berhasil mendapatkan 1,1 juta peak viewers. Jumlah peak viewers itu tercapai dalam pertandingan antara Gambit dan Acend di babak final. Sepanjang turnamen, jumlah rata-rata penonton mencapai 469,1 ribu orang. Dengan total durasi siaran selama 98 jam, VALORANT Champions 2021 mendapatkan 46 juta hours watched dan 88 juta views.

Acend berhasil keluar sebagai juara dari VALORANT Champions 2021. Menariknya, tim itu bukanlah tim paling populer di turnamen tersebut, baik dari segi hours watched maupun average viewers. Gelar tim terpopuler justru dipegang oleh Gambit, yang mendapatkan 12,9 juta jam hours watched dan 647,1 ribu orang average viewers.

Viewership dari VALORANT Championship 2021. | Sumber: Esports Charts

VALORANT Champions 2021 disiarkan di 103 channels Twitch. Di platform tersebut, kompetisi itu dapat mengumpulkan 64,9 juta views dan 1,1 juta follows. Pada puncaknya, jumlah penonton VALORANT Champions 2021 di Twitch mencapai 954,1 ribu orang. Hal ini menjadikan Twitch sebagai platform streaming game favorit untuk fans VALORANT. Selain di Twitch, VALORANT Champions 2021 juga disiarkan di YouTube. Platform streaming milik Google itu menjadi platform paling favorit ke-2, dengan jumlah peak viewers sebanyak 127,8 ribu orang. Secara keseluruhan, VALORANT Champions 2021 mendapatkan 18,9 juta views dan 156,6 ribu likes di YouTube.

Sama seperti komeptisi esports internasional lainnya, VALORANT Champions 2021 disiarkan dalam banyak bahasa: lebih dari 20 bahasa. Siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran paling populer. Pada puncaknya, ada 600,5 ribu orang yang menonton siaran dalam Bahasa Inggris. Sementara itu, siaran dalam Bahasa Spanyol menjadi siaran paling populer ke-2, dengan jumlah peak viewers sebanyak 421,8 ribu orang.

1. M3 World Championship

M3 World Championship merupakan turnamen esports paling populer sepanjang Desember 2021. Satu hal yang menarik, pertandingan dengan jumlah penonton paling banyak bukanlah pertandingan final — yang mempertemukan Blacklist International dengan ONIC Philippines — tapi pertandingan antara ONIC Philippines dengan RRQ Hoshi di hari ke-5 babak playoffs. Pada puncaknya, pertandingan tersebut berhasil menarik 3,2 juta orang, hampir 2 kali lipat dari peak viewers MPL Indonesia Season 8 di September 2021. Dan seperti yang bisa Anda lihat di bawah, pertandingan final bahkan tidak masuk dalam lima pertandingan paling populer.

Viewership dari M3 World Championship. | Sumber: Esports Charts

Kemungkinan, babak final M3 World Championship kalah populer dari pertandingan di babak playoff karena tidak ada tim asal Indonesia yang berhasil masuk ke babak final. RRQ Hoshi harus tereliminasi dari M3 setelah dikalahkan oleh Blacklist International di lower bracket quarter-finals. Tim asal Indonesia itu masuk ke lower bracket setelah kalah dari ONIC Philippines di upper bracket semi-final.

Menariknya, walau RRQ Hoshi tidak masuk babak final, tim tersebut berhasil menjadi tim terpopuler berdasarkan jumlah average viewers. Jumlah average viewers dari pertaningan RRQ Hoshi mencapai 1,5 juta orang, jauh mengalahkan Blacklist International, yang hanya memiliki 933 ribu average viewers. Meskipun begitu, dari segi hours watched, Blacklist International masih lebih unggul, dengan total hours watched sebanyak 22,2 juta jam. Sebagai perbandingan, total hours watched yang didapatkan oleh RRQ Hoshi hanyalah 19,2 juta jam.

Lima tim terpopuler di M3 World Championship. | Sumber: Esports Charts

Sebenarnya, tidak heran jika RRQ Hoshi bisa mendapatkan jumlah rata-rata penonton yang banyak, mengingat M3 World Championship memang sangat populer di kalangan fans esports Indonesia. Buktinya, siaran dalam Bahasa Indonesia menjadi siaran paling populer, dengan total peak viewers sebanyak 2,5 juta orang. Sementara itu, siaran dalam Bahasa Inggris menjadi siaran terpopuler ke-2. Namun, jumlah peak viewers dari siaran dalam Bahasa Inggris jauh lebih rendah, yaitu hanya795 ribu orang.

Tiga platform favorit yang digunakan fans esports untuk menonton M3 World Championship adalah YouTube, Nimo TV, dan Facebook. Di YouTube, M3 berhasil mendapatkan 174,2 juta views dan 255,2 ribu likes, dengan peak viewers mencapai 1,8 juta orang. Sementara itu, jumlah peak viewers di Nimo TV adalah 987 ribu orang dan Facebook 411,5 ribu orang. Walau Twitch masih mendominasi pasar platform streaming game, tidak banyak orang yang menonton M3 di platform tersebut. Meski disiarkan di 15 channels Twitch, M3 hanya mendapatkan 111,7 ribu views dan 7,1 ribu follows. Dan pada puncaknya, jumlah penonton di Twitch hanya mencapai 5,6 ribu orang.

Analisa Industri Esports di 2021: Faktor Penghambat, Pendukung, dan Dampak Pandemi

Nilai industri esports diperkirakan akan bernilai US$3,57 miliar pada 2027. Dalam periode 2021-2027, tingkat pertumbuhan per tahun (CAGR) industri esports diperkirakan mencapai 21,3%, menurut laporan terbaru dari perusahaan analitik, ReportLinker. Dalam laporan tersebut, dibahas tentang faktor-faktor yang bisa mendorong dan menghambat pertumbuhan industri esports. Selain itu, laporan itu juga membahas kerja sama dan kolaborasi di industri esports yang terjadi pada 2021. Terakhir, dalam laporan itu tertulis tentang dampak pandemi pada industri esports.

Faktor Pendukung dan Penghambat Pertumbuhan Industri Esports

Popularitas esports tidak bisa lepas dari popularitas game. Industri esports bisa muncul dan berkembang karena game kini dimainkan oleh begitu banyak orang. Dan salah satu hal yang membuat game menjadi sangat populer sekarang adalah berkat kemajuan teknologi. Seiring dengan semakin majunya teknologi, masyarakat pun semakin tergantung pada teknologi: baik smartphone atau gadget lainnya.

Bersamaan dengan berkembangnya teknologi, game juga terus berubah. Misalnya, perusahaan game kini menemukan model bisnis baru, seperti model free-to-play atau subscription. Tak berhenti sampai di situ, masyarakat ternyata tidak hanya senang untuk bermain game, tapi juga menonton orang lain bermain game. Karena itu, tidak heran jika industri konten streaming game dan turnamen esports bisa muncul dan berkembang. Buktinya, total spending konsumen akan turnamen game dan konten video akan game menunjukkan tren naik.

Hal lain yang membuat industri esports berkembang adalah bertambahnya jumlah turnamen esports yang digelar. Selain jumlah turnamen esports yang semakin banyak, total hadiah yang ditawarkan oleh kompetisi esports juga semakin besar. Misalnya, total hadiah liga resmi Mobile Legends mencapai US$300 ribu atau sekitar Rp4,3 miliar. Dalam beberapa tahun belakangan, jumlah penonton esports juga terus bertambah, yang bisa menarik para sponsor.

MPL ID adalah salah satu turnamen resmi dari publisher. | Sumber: Dot Esports

Esports juga sudah semakin diakui sebagai olahraga. Buktinya, ada beberapa universitas yang menawarkan jurusan atau bahkan beasiswa esports. Dengan begitu, gamers punya kesempatan lebih besar untuk berkarir di dunia esports, baik sebagai pemain profesional atau peran lain di belakang layar. Di masa depan, semua hal ini akan membuat industri esports terus tumbuh.

Hanya saja, esports tetaplah industri yang relatif baru. Karena itu, masih ada berbagai masalah yang harus dihadapi oleh para pelaku di dalamnya. Menurut ReportLinker, salah satu masalah yang ada di industri esports adalah ketiadaan standarisasi. Hal ini bisa membuat para pelaku industri esports — mulai dari pemain, organisasi, sponsor, sampai penyelenggara turnamen — kesulitan untuk bisa terus memberikan layanan atau konten dengan kualitas yang konsisten.

Masalah lain yang ada di industri esports adalah keberadaan turnamen palsu. Seiring dengan bertambahnya jumlah kompetisi esports yang diadakan, jumlah turnamen esports bohongan pun meningkat. Jika gamers tidak bisa memastikan legitimasi kompetisi esports, hal ini bisa menyebabkan masalah bagi mereka. Dan dampak turnamen esports palsu tidak hanya mempengaruhi para gamers, tapi juga penyelenggara turnamen sebenarnya.

Kolaborasi Esports Dalam 1 Tahun Terakhir

Dalam laporannya, ReportLinker membagi pasar esports ke empat kawasan, yaitu Amerika Utara, Asia Pasifik, Eropa, serta Latin Amerika dan Timur Tengah. Dari semua kawasan tersebut, Asia Pasifik menjadi kawasan dengan pasar esports terbesar pada 2020. Alasannya karena Asia Pasifik tidak hanya memiliki populasi yang besar, tapi juga jumlah pengguna internet terbanyak jika dibandingkan dengan tiga kawasan lainnya. Tak hanya itu, di Asia Pasifik, esports juga diterima dengan sambutan yang cukup hangat.

Pada 2021, ada berbagai kolaborasi dan kerja sama yang dilakukan oleh pelaku industri esports dengan perusahaan teknologi dan game untuk mengembangkan industri competitive gaming. Misalnya, pada April 2021, Tencent Sports, Tencent Esports, dan EA Sports bekerja sama dengan The Premier League untuk memperkenalkan kompetisi esports dari FIFA baru di Tiongkok. Sementara pada Mei 2021, Nintendo berkolaborasi dengan platform esports untuk pemain amatir, PlayVS. Tujuan Nintendo menggandeng PlayVS adalah untuk menumbuhkan ekosistem esports dari game mereka di kalangan siswa SMA.

Kerja sama antara Gameloft dengan Epik Prime. | Sumber: Medium

Pada Juni 2021, Gameloft menjalin kerja sama dengan Epik Prime, platform NFT, untuk membuat collectibles bertema balapan di mobile game, Asphalt 9. Satu bulan kemudian, pada Juli 2021, Activision Blizzard menggandeng ONE Esports dan foodpanda di Thailand untuk mengembangkan skena esports Call of Duty di Asia Tenggara. Pada bulan yang sama, Intel juga menjalin kerja sama dengan International Olympic Committee. Melalui kerja sama ini, Intel mendapatkan persetujuan untuk menggelar kompetisi esports di Katowice, Polandia, sebagai acara pembuka dari Olimpiade.

Sementara pada Agustus 2021, Gameloft menandatangani kontrak kerja sama dengan ESL Gaming. Tujuan mereka adalah untuk menyediakan solusi sponsorship untuk mobile esports. Di bulan September 2021, Nintendo UK berkolaborasi dengan Digital Schoolhouse dan Outright Games untuk mengembangkan ekosistem esports dari game-game Nintendo di Inggris. Fokus dari kerja sama itu adalah untuk mengadakan turnamen esports nasional untuk murid SD di umur 8-13 tahun. Harapannya, keberadaan kompetisi itu akan membuat para siswa tertarik untuk bekerja di bidang teknologi atau esports di masa depan.

EA jalin kerja sama dengan FIFA untuk buat program baru.

Terakhir, pada September 2021, EA dan Fédération Internationale de Football Association (FIFA) mengenalkan program esports baru untuk EA SPORTS FIFA 22. Program ini diperkirakan berhasil menarik puluhan juta pemain dan penonton. Program tersebut menyajikan kompetisi 1v1 dan 2v2. Dalam kompetisi itu, para pemain akan bisa menjadi perwakilan dari diri mereka sendiri, organisasi esports, atau klub sepak bola di dunia nyata.

Dampak dari Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 memang sudah mulai teratasi pada 2021. Namun, dampaknya masih bisa dirasakan, termasuk di industri esports. Kabar baiknya, dampak pandemi ke industri esports tidak melulu buruk. Keputusan pemerintah dari berbagai negara untuk menetapkan lockdown dan social distancing mengharusnya banyak orang untuk bersosialisasi melalui platform digital atau virtual. Memang, sepanjang pandemi, game tidak hanya berfungsi sebagai media hiburan, tapi juga media komunikasi.

Selain itu, lockdown juga membuat berbagai kompetisi olahraga tradisional ditunda atau dibatalkan. Alhasil, sebagian penggemar olahraga beralih menonton konten esports. Selain itu, keberadaan kompetisi esports untuk game-game populer, hal ini membuat para gamers menjadi semakin ingin untuk memainkan game-game tersebut.

Sayangnya, pandemi juga memberikan dampak buruk pada industri esports. Salah satu masalah yang muncul akibat pandemi adalah keterbatasan suplai peralatan gaming, seperti joypad, layar, konsol, dan lain sebagainya. Kabar baiknya, regulasi terkait lockdown tampaknya akan diperlonggar pada tahun ini. Artinya, kemungkinan, di tahun ini, industri esports tidak akan lagi terhambat oleh masalah suplai.

Daftar Tim yang Masuk PUBG Mobile Global Championship 2021, Proses Pengembangan Final Fantasy XVI Tertunda Karena Pandemi

PMGC 2021 akan mengadu 16 tim PUBG Mobile terbaik di dunia. Dari 16 tim, sebanyak 15 tim sudah ditentukan. Sementara itu, Team Liquid baru saja menandatangani kontrak dengan pemain CS:GO veteran, Richard “shox” Papillon. Sebaliknya, Astralis justru mengonfirmasi bahwa mereka akan melepas tiga pemain CS:GO mereka. Terakhir, Produser Final Fantasy XVI mengumumkan bahwa proses pengembangan game itu terhambat karena pandemi. Artinya, pengumuman akan update terbaru dari game tersebut akan terlambat.

Berikut 16 Tim yang Bakal Berlaga di PMGC 2021

PUBG Mobile Global Championship (PMGC) 2021 Grand Finals akan diadakan pada 21-23 Januari 2022. Dalam turnamen itu, 16 tim PUBG Mobile dari seluruh dunia akan bertandingan dengan satu sama lain untuk memenangkan gelar World Champions. Total hadiah yang ditawarkan oleh PMGC 2021 adalah US$3 juta, menjadikannya sebagai turnamen PUBG Mobile dengan total hadiah terbesar. Sebelum ini, Director of Esports, Tencent, James Yang mengatakan bahwa PMGC 2021 akan diadakan dengan format semi-LAN.

Dari 16 tim yang akan masuk ke PMGC 2021, sebanyak 9 tim akan berasal dari liga PMGC East dan 6 tim berasal dari PMGC West. Sementara satu slot terakhir akan diisi oleh tim yang berhasil memenangkan Battleground Mobile India Series (BGIS) yang tengah berlangsung. Pemenang dari BGIS baru akan diketahui pada 16 Januari 2022. Tim yang menang akan langsung melaju ke PMGC Grand Finals.

Berikut 15 tim yang bertanding di PMGC 2021:

    1. DAMWON Gaming
    2. D’Xavier
    3. Stalwart Esports
    4. Nova Esports
    5. Nigma Galaxy
    6. The Infinity
    7. Six Two Eight
    8. Team Secret
    9. 4Rivals
    10. Kaos Next Rüya
    11. Natus Vincere
    12. Furious Gaming
    13. Alpha7 Esports
    14. S2G Esports
    15. 1907 Fenerbahçe Esports

Team Liquid Tanda Tangani Kontrak dengan Shox

Minggu lalu, Team Liquid akhirnya mengonfirmasi bahwa mereka telah menandatangani kontrak dengan Richard “shox” Papillon, pemain Counter-Strike: Global Offensive veteral asal Prancis. Kabar ini muncul dua hari setelah Liquid mendapatkan AWPer Joshua “oSee” Ohm dari Extra Salt. Dengan begitu, tim CS:GO Liquid hanya memiliki satu slot kosong. Menurut laporan Dot Esports, posisi itu akan diisi oleh Nicholas “nitr0” Canella.

Sepanjang karirnya sebagai pemain CS:GO, shox telah bermain bersama banyak tim-tim besar, termasuk Vitality, G2, Titan, dan Envy. Pada 2014, dia berhasil memenangkan DreamHack Winter 2014 bersama dengan LDLC. Satu hal yang menarik, keputusan shox untuk bergabung dengan Liquid menandai kali pertama dia bergabung dengan tim asal Amerika Utara.

Astralis Konfirmasi Kepergian Dupreeh, Magisk, dan Zonic

Astralis mengumumkan bahwa mereka tidak akan memperpanjang kontrak dari tiga pemain lama mereka, yaitu Peter “⁠dupreeh⁠” Rasmussen, Emil “⁠Magisk⁠” Reif, dan Danny “⁠zonic⁠” Sørensen. Memang, kontrak dari ketiga pemain itu akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah kontrak mereka berakhir dengan Astralis, ketiga pemain tersebut dikabarkan akan pindah ke Vitality. Dalam dua bulan belakangan — setelah Astralis menandatangani kontrak dengan Kristian “k0nfig” Wienecke, Benjamin “blameF” Bremer, dan Alexander “ave” Holdt, — dupreeh, Magisk dan zonic memang itu sering mengisi bangku cadangan, menurut laporan HLTV.

Pengembangan Final Fantasy XVI Terlambat Karena Pandemi

Produser dari Final Fantasy XVI, Naoki Yoshida, mengumumkan bahwa proses pembuatan game Final Fantasy terbaru itu terhambat karena pandemi. Sebelum ini, tim FFXVI berjanji bahwa mereka akan memberikan update tentang proses pengembangan game tersebut pada akhir 2021. Sayangnya, Yoshida mengungkap, mereka baru bisa memberikan update itu pada musim semi 2022, menurut laporan VentureBeat.

Melalui Twitter, Yoshida menjelaskan, tim yang bertanggung jawab atas FFXVI adalah tim yang cukup besar. Selain itu, anggota tim tersebut berasal dari berbagai belahan dunia. Saat ini, mereka bekerja dari rumah mereka karena pandemi. Dan hal tersebut menyebabkan masalah komunikasi dengan kantor pusat di Tokyo, Jepang. Masalah itulah yang terkadang menyebabkan rekan-rekan Square Enix terlambat atau bahkan gagal memberikan aset yang diperlukan. Alhasil, proses pengembangan FFXVI pun terhambat.

Platform Pembuatan Avatar Metaverse Dapatkan Investasi Sebesar US$13 Juta

Wolf3D mengumumkan bahwa mereka telah mendapatkan pendanaan sebesar US$13 juta untuk platform avatar metaverse mereka, Ready Player Me. Ronde pendanaan kali ini dipimpim oleh Taavet+Sten, perusahaan yang dipimpin oleh Co-founder dari Wise, Taavet Hinrikus dan Co-founder dari Teleport, Sten Tamkivi. Beberapa perusahaan lain yang ikut memberikan dana pada Ready Player Me antara lain Konvoy Ventures, NordicNinja, dan Tom Preston-Werner, Co-founder dari GitHub, lapor VentureBeat.

Dengan dana investasi ini, Ready Player Me ingin memperkuat posisi mereka sebagai platform pembuatan avatar untuk metaverse yang utama. Sebagai perusahaan, Ready Player Me menyediakan platform pembuatan avatar yang bisa digunakan di seluruh metaverse. Pengguna akan bisa membuat avatar mereka berdasarkan gambar atau mulai membuatnya dari nol sama sekali. Avatar itu lalu akan bisa digunakan di lebih dari 900 game dan aplikasi.