Bagaimana Perilaku Baru Pengguna Aplikasi Fintech saat Pandemi?

Situasi pandemi tidak hanya ikut mendorong percepatan pertumbuhan penggunaan aplikasi di sektor layanan keuangan seperti fintech dan perbankan, masa sulit ini juga disinyalir menjadi salah satu faktor perubahan perilaku pengguna di saat menggunakannya. Layanan keuangan yang beradaptasi untuk dapat dengan mudah diakses melalui platform seluler, turut membuat pengguna memiliki preferensi dan pola pemakaian yang baru.

Lalu, sejauh mana perubahan perilaku ini terjadi saat dilihat secara global? Lewat artikel ini, kami akan membahas perubahan perilaku pengguna aplikasi fintech dan perbankan yang dirangkum dari Adjust’s Mobile Finance Report 2020.

Pengguna Semakin Aktif dalam Menggunakan Aplikasi

Kegiatan yang harus dilakukan secara terbatas di masa pandemi ini membuat pengguna memiliki waktu lebih banyak untuk menggunakan layanan keuangan lewat aplikasi langsung dari rumah. Menurut data Adjust, para pengguna aplikasi pembayaran, perbankan, dan investasi menjadi semakin aktif dalam menggunakan aplikasi tiga puluh hari setelah meng-install aplikasi.. Keaktifan ini dapat menunjukan adanya tingkat rentensi yang semakin baik serta memperlihatkan pengguna tidak hanya menggunakan aplikasi untuk sekali pakai, namun terus aktif menggunakannya selama tiga puluh hari setelah meng-install aplikasi tersebut.

adjust
Rata-rata jumlah sesi harian aplikasi pembayaran

Dari laporan yang sama, keaktifan pengguna ini terjadi di dua tipe pengguna, pengguna yang diakusisi secara organik maupun berbayar meski dengan dinamika tersendiri di setiap jenis aplikasi. Dari perspektif pemasar dan pemilik aplikasi, durasi keaktifan yang cukup panjang ini juga dapat dimanfaatkan untuk mereka melakukan penargetan baru atau juga melibatkan kembali para pengguna yang mulai memperlihatkan penurunan aktivitas di dalam aplikasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kampanye marketing ataupun penawaran baru, sehingga pengguna lama kembali terdorong untuk melakukan interaksi di aplikasi tersebut.

adjust
Rata-rata jumlah sesi harian aplikasi perbankan

Pengguna Menghabiskan Waktu Lebih Lama di Dalam Aplikasi

Selain terjadi peningkatan secara siginifikan dari segi jumlah sesi dan instalasi aplikasi di kategori layanan keuangan, data Adjust juga memperlihatkan bahwa pengguna menghabiskan lebih banyak waktu saat menggunakan aplikasi layanan keuangan di masa pandemi ini. Sebagai perbandingan, pada semester I tahun 2019, pengguna layanan keuangan rata-rata memiliki 7,7 menit per sesi di dalam aplikasi, sedangkan dalam periode yang sama di tahun 2020, meningkat menjadi 8,35 menit per sesi atau mengalami peningkatan sebesar 8,9% secara global.

Bila telisik lebih dalam, peningkatan ini terjadi secara signifikan pada kuartal kedua 2020, yaitu saat kebijakan lockdown atau pembatasan sosial mulai diberlakukan hampir di seluruh dunia. Negara Rusia menjadi negara dengan pengguna yang menghabiskan waktu paling lama saat menggunakan aplikasi (11,5 menit per sesi), disusul Argentina (11,3 menit per sesi). Selain itu, Ukraina (10,6 menit per sesi) dan Turki (10 menit per sesi) juga memperlihatkan rata-rata penggunaan yang di atas angka rata-rata global.

adjust

Durasi penggunaan aplikasi layanan keuangan per sesi

Menurut Adjust’s Mobile Finance Report 2020, lama waktu yang dihabiskan dalam menggunakan aplikasi ini juga cenderung memiliki korelasi dengan negara dengan proporsi unbanked yang tinggi. Salah satu pendekatan yang bisa dimanfaatkan oleh para pemilik aplikasi layanan keuangan untuk para pengguna baru yang juga baru memiliki bank adalah dengan memberikan pendekatan yang bersifat edukasi. Sehingga dapat mengundang ketertarikan dan penggunaan yang lebih lama untuk mengeksplorasi layanan tersebut.

adjust
Perbandingan durasi penggunaan aplikasi semester I 2019 dengan 2020

Bila dibandingkan dengan waktu penggunaan tahun sebelumnya, Argentina merupakan negara yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebanyak 72%. Negara lain yang juga tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi adalah Rusia dan Brazil, yaitu sebesar 50%.

Perubahan perilaku pengguna ini dapat menjadi pembelajaran bagi para pemilik layanan fintech untuk memahami kebutuhan pemasaran baru yang disesuaikan dengan kebiasaan baru para penggunannya. Salah satu tantangan yang ditemukan oleh para pengembang aplikasi adalah bagaimana para pengguna dapat terus bertahan menggunakan aplikasi mereka.

Untuk itu, pengalaman yang mudah, simple,  dan seamless, serta didukung dengan penawaran yang menarik dari aplikasi dapat membantu mendorong pengguna untuk terus menggunakan aplikasi layanan keuangaan yang disediakan. Bila retensi pengguna lama dapat diatasi, para pemasar dapat fokus terhadap akuisisi pengguna baru untuk terus mengembangkan bisnisnya.

Anda juga dapat mengetahui lebih lanjut terkait perubahan perilaku pada pengguna aplikasi perbankan dan layanan keuangan ini melalui Adjust’s Mobile Finance Report 2020 yang dapat diunduh lewat tautan berikut ini.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Adjust.

DSLaunchpad 2.0: Membuka Ruang Akselerasi dan Kolaborasi Startup Indonesia

Program akselerasi DSLaunchpad 2.0 kini telah memasuki rangkaian akhir. Selama kurang lebih satu bulan, para peserta memanfaatkan kesempatan untuk mengakselerasi ide dan inovasi yang mereka miliki bersama para experts. Program akselerasi ini juga tidak hanya membuka kesempatan bagi startup yang berada di Jabodetabek, tetapi juga seluruh Indonesia karena diadakan secara online. Melalui program akselerasi ini, peserta juga mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung dengan berbagai mentor di berbagai topik mulai dari idea validation, business model, prototyping, dan juga marketing.

Bantu Startup Akselerasi dari Berbagai Topik Mentoring

Pada minggu pertama, para peserta mendapatkan materi fundamental yaitu idea validation. Melalui topik ini, peserta DSLaunchpad 2.0 belajar untuk mengidentifikasi masalah dan pain points yang ingin diselesaikan oleh startupnya.  Salah satu hal penting yang di-highlight oleh para mentor di topik ini adalah eksekusi. Tanpa eksekusi, ide yang dimiliki oleh para founder akan menjadi sia-sia. “Gak cukup kita cuma punya ide doang, tapi terlepas dari ide itu yang perlu kita lakukan pertama kali dengan segera itu adalah action-nya. Percuma kita punya ide banyak, ide bagus kalau tidak dilakukan.” ujar Michael Andrianus, founder Koalabora, saat mengutip ucapan para mentor.

Menurut founder Panggilin, Fido Tria Brahma, materi ini juga tidak hanya mengajarkan mereka hal baru, namun juga mengingatkan hal-hal penting yang harus dilakukan oleh startup, salah satunya melakukan iterasi terus menerus untuk mengembangkan produknya. “Inti dari startup itu adalah iterasi terus menerus, test terus-menerus, walaupun sudah jadi, kita harus melakukan itu terus menerus.” tambah Fido kepada DailySocial.

dslaunchpad
Empat topik mentoring selama program akselerasi DSLaunchpad 2.0

Berkaitan dengan materi idea validation, peserta juga diberikan pemahaman terkait model bisnis yang tepat di minggu kedua.  Pada topik ini peserta diajak untuk mengerti bagaimana startup dapat mengoperasikan dan menghasilkan value dan revenue pada bisnisnya. Selanjutnya, pada minggu ketiga para peserta belajar terkait pembuatan prototipe yang dapat membantu mereka menguji dan mendemonstrasikan produk dengan efisien di tahap awal pengembangan startupnya.

Di minggu terakhir, peserta diajak untuk memiliki pemahaman perencanaan strategi pemasaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan brand dan karakteristik konsumennya. Salah satu peserta, Tommy Hartono (Founder Scrapiro), mengungkapkan topik marketing sangat membantu startupnya yang kekurangan anggota tim dengan latar belakang marketing. Selain itu, topik ini juga membantu mereka untuk mengerti kebutuhan market dalam mengembangkan produk startupnya. “Kita harus tau what markets need, market demand-nya itu apa,  jangan sampai kita bikin produk yang sebenarnya market tidak butuh.” ujar Tommy.

Buka Kesempatan Berjejaring dan Tukar Wawasan Seluas-luasnya

Melalui program akselerasi yang diadakan secara online, DSLaunchpad 2.0 membuka kesempatan luas bagi seluruh startup di Indonesia untuk mengembangkan startupnya. Salah satu startup yang merasakan manfaat ini adalah startup asal Bali, Omni Hotelier. Menurut Wahyu Cahyadi, Co-Founder Omni Hotelier, kesempatan ini sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan seputar startup serta sharing dengan sesama pelaku startup di Jabodetabek. “Setelah ikut DSLaunchpad, benar-benar berbeda (terkait) yang selama ini aku ekspektasikan mengenai startup itu seperti apa, ternyata investor seperti ini, kalau melakukan market validation seperti ini harusnya.” tambah Wahyu.

Program akselerasi ini juga memberikan kesempatan bagi para peserta untuk melakukan networking dengan sesama peserta dan mentor. Networking ini diharapkan dapat membuka ruang kolaborasi baru serta menjadi momen untuk saling bertukar wawasan bagi tiap peserta. Tidak berhenti sampai situ, 118 peserta terpilih di DSLaunchpad 2.0 juga telah mendapatkan kredit dari AWS yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk dan layanan yang dibutuhkan untuk mengakselerasi startupnya selama ataupun sesudah program ini berlangsung.

Menurut pengakuan salah satu peserta, Ahmad Alimuddin (Founder Teman Pasar) program akselerasi seperti DSLaunchpad 2.0 ini juga membuka peluang untuk memperbanyak startup baru yang tumbuh dan berkembang, khususnya dari para pemuda untuk semakin memperkaya ekosistem startup di Indonesia. “Kita berharap tentunya semakin banyak anak-anak muda lain yang dirangkul oleh DailySocial.id untuk membangun startup mereka, karena bagaimanapun Indonesia saat ini sedang tumbuh, dan rata-rata banyak founder startup yang butuh mentorship seperti ini.” ujar Ahmad Alimuddin, Founder Teman Pasar kepada DailySocial.

DSLaunchpad 2.0: Kesempatan Emas Belajar dari Para Experts!

Selama kurang lebih satu bulan, para peserta DSLaunchpad 2.0 telah melewati berbagai rangkaian mentoring secara intensif bersama para experts. Topik yang menjadi pembahasan juga beragam, mulai dari idea validation, business model, prototyping, hingga marketing. Bersama para mentor, peserta diajak untuk mengakselerasi pertumbuhan startupnya sekaligus menimba ilmu dari pengetahuan dan pengalaman para mentor.

Didukung Latar Belakang Mentor yang Variatif

Pada rangkaian mentoring di DSLaunchpad 2.0, peserta mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan belajar dari masing-masing mentor melalui webinar. Sebanyak delapan sesi webinar diadakan untuk membekali para peserta dalam mengembangkan startupnya. Selain para peserta, DSLaunchpad 2.0 juga memberikan kesempatan kepada seluruh pendaftar untuk dapat menyaksikan sesi webinar ini melalui kanal youtube DailySocialTV.

Sesi mentoring DSLaunchpad 2.0 tidak hanya menyajikan topik yang beragam, tetapi juga menghadirkan variasi mentor yang siap memberikan insight kepada para peserta. Adapun mentor-mentor yang berpartisipasi dalam program akselerasi ini adalah Pandu Sjahrir (Managing Partner of Indies Capital Partners), Willson Cuaca (Co-Founder of East Ventures), Edy Sulistyo (CEO of Go-Play), Markus Liman Rahardja (VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures), Shinta Nurfauzia (Co-CEO dan Co-Founder of Lemonilo), Johnny Widodo (CEO OLX Autos Indonesia), Ivan Arie (Co-Founder & CEO, TaniHub), dan Agung Bezharie (Co-Founder & CEO, Warung Pintar).

dslaunchpad
Para mentor yang membantu peserta mengakselerasi startupnya di DSLaunchpad 2.0

Bagi para peserta, variasi ini tentunya mendatangkan banyak keuntungan. Menurut Founder Koalabora, Michael Andrianus, sebagai peserta ia merasa keragaman latar belakang para mentor membuat peserta tidak hanya dapat menggali insight dari perspektif pelaku startup, tetapi juga dapat mengetahui sudut pandang investor dalam melihat suatu startup. Sebagai peserta yang telah mengikuti program DSLaunchpad untuk kedua kalinya, Ia mengungkapkan hal ini membantu peserta untuk mendapatkan kesempatan lebih banyak menggali best practices dari para mentor. “Kalo di DSLaunchpad kedua, kita bisa mendapat kesempatan untuk belajar bersama banyak mentor, jadi anggapannya ilmunya juga lebih luas.” ujar Michael kepada DailySocial.

Bagi startup early-stage, kesempatan mengikut program akselerasi ini menjadi kesempatan mereka untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Hal ini juga diakui oleh Founder Teman Pasar, Ahmad Alimuddin. Menurutnya, meski pendanaan adalah hal yang penting bagi startup, namun kesempatan mengikuti program akselerasi ini lebih Ia lihat sebagai kesempatan untuk belajar dari para mentor yang ada. “Setiap startup pasti butuh pendanaan, tidak bisa dipungkiri, tapi kita belum menaruh pendanaan itu yang paling utama, bagi kita yang paling utama (saat ini) itu kita butuh mentor” tambahnya.

Sesi One-On-One Bantu Peserta Memperdalam Pemahaman

Selain melalui webinar, para peserta terpilih di tiap sesinya juga diberikan kesempatan untuk mengikuti sesi one-on-one dengan para mentor. Sesi ini dianggap dapat memperdalam pemahaman peserta terkait startupnya. Selain itu, peserta juga mendapatkan kesempatan untuk berjejaring dan berinteraksi secara langsung dengan para mentor pada sesi ini.

“One-on-One luar bisa banget walau cuma 10 menit, bisa networking, pitching, dan sebenarnya kita ada follow-up session setelah itu” ujar Radyum Ikono, CEO Schoters.

Tiap minggunya, peserta juga dibekali tugas dan progress update untuk membantu para mentor dan tim program akselerasi memantau sejauh mana perkembangan dan pemahaman peserta terkait materi yang diberikan melalui platform DSLaunch. Harapannya, peserta dapat terus mengembangkan startupnya dengan lebih baik selama program akselerasi.

Selanjutnya, program akselerasi DSLaunchpad 2.0 yang diselenggarakan oleh DailySocial.id dan didukung oleh Amazon Web Services (AWS) kini akan memasuki tahapan akhir yaitu Demo Day. Sebanyak 10 peserta terbaik akan mempresentasikan startupnya di hadapan para juri pada tanggal 9 Desember 2020.

Ada lima juri yang akan menilai para peserta pada Demo Day yaitu Edy Sulistyo (CEO of Go-Play), Shinta Nurfauzia (Co-CEO dan Co-Founder of Lemonilo), Johnny Widodo (CEO of OLX Autos Indonesia), On Lee (CTO of GDP Venture), serta Budiman Wikarsa (Head of Startups Ecosystem – Indonesia, AWS). Pada babak ini, tiga startup terbaik akan mendapatkan hadiah uang tunai senilai total 100 juta rupiah. Kegiatan Demo Day ini juga terbuka untuk umum dan dapat disaksikan secara live di kanal YouTube DailySocial TV.

Melihat Efisiensi dan Optimalisasi Penggunaan Teknologi Cloud untuk Startup

Salah satu perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku startup guna mengembangkan bisnisnya dengan lebih efektif dan efisien adalah komputasi awan atau yang kita juga kenal dengan cloud computing. Melalui pemanfaatan cloud, startup dalam skala bisnis apapun dapat bersaing dengan perusahaan besar dalam urusan pemanfaatan teknologi dalam platformnya. Contohnya, startup dapat memanfaatkan produk dan layanan cloud untuk komputasi, penyimpanan data, hingga pemanfaatan artificial intelligence dan machine learning yang lebih mudah. Meski hadir dengan keberagaman manfaatnya, startup tidak perlu khawatir karena dapat memilikinya dengan biaya yang efisien serta disesuaikan dengan kebutuhan startupnya.

Mendorong Efisiensi Anggaran secara Berkelanjutan

Bagi startup, memiliki sumber daya teknologi yang dapat mendorong terciptanya inovasi tentu merupakan hal yang penting, apalagi bila sumber daya tersebut dapat dimiliki dengan biaya yang tidak terlalu besar. Startup dapat melakukan efisiensi anggaran bila memiliki sumber daya teknologi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan, serta tanpa banyak biaya tambahan yang tidak diperlukan.

Salah satu alasan mengapa pemanfaatan cloud dapat membantu startup melakukan efisiensi anggaran dengan lebih baik adalah karena pembayarannya yang menganut sistem pay-as-you-go. Dengan begitu, startup hanya akan membayar produk dan layanan cloud yang benar-benar digunakan sesuai dengan kapasitas layanan yang dibutuhkan.

Perlu dicermati, salah satu efisiensi anggaran lewat pemanfaatan cloud bukan terletak di potongan biaya yang bisa dinikmati saat pertama kali menggunakannya, melainkan optimasi anggaran secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu diperlukan startup untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya secara terus menerus, sehingga tidak hanya terpaku pada penghematan di awal yang bisa jadi justru menghantarkan startup dapat lebih boros di masa depan.

Gambaran bagaimana startup dapat melakukan penghematan anggaran secara efisien melalui pemanfaatan cloud (Source: Media Briefing AWS).
Gambaran bagaimana startup dapat melakukan penghematan anggaran secara efisien melalui pemanfaatan cloud (Source: Media Briefing AWS).

Sebagai gambaran, bila membeli sebuah server dengan kapasitas tertentu di awal untuk jangka waktu yang lama, startup akan terpaksa untuk mengeluarkan biaya tambahan bila di tengah perjalanannya terjadi kenaikan penggunaan secara drastis yang tidak bisa dipenuhi karena keterbatasan kapasitas. Hal ini disebut sebagai lost opportunity, dimana dapat menyebabkan pelanggan akan berpindah ke kompetitor karena layanan milik startup Anda tidak dapat diakses maupun digunakan. Hal ini juga berlaku bila di tengah perjalanan terjadi penurunan penggunaan, maka kapasitas berlebih tersebut menjadi pengeluaran yang sia-sia.

Sebaliknya, bila menggunakan cloud, startup dapat menyesuaikan penggunaan kapasitas server yang lebih flexible karena fitur auto-scale dan hanya membayar sesuai kapasitas yang digunakan. Dalam media briefing yang dilakukan beberapa waktu lalu, Gunawan Santoso (Country Leader AWS Indonesia) menyebutkan bahwa telah banyak startup lokal yang merasakan penghematan pengeluaran setelah menggunakan cloud dalam produk atau layanannya. Nama-nama besar seperti Tokopedia, Gojek, Traveloka, Kitabisa, Halodoc, dan Bhinneka juga disebut telah merasakan efisiensi ini. Menurut penjabaran Gunawan, Bhinneka sendiri dapat menghemat pengeluaran IT hingga 30% dan software development time hingga 50% setelah memanfaatkan produk dan layanan cloud. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi ini tidak hanya terlihat dari penghematan biaya, tetapi juga penghematan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengembangan produk dan layanan yang dimiliki.

Turut Membantu Startup untuk Fokus Memaksimalkan Pertumbuhan Bisnis

Bagi para founders, salah satu kunci untuk meningkatkan efisiensi penggunaan cloud bagi startupnya adalah dengan mengetahui workload dan jenis layanan cloud apa yang dibutuhkan. Founders harus bisa mengidentifikasi bagian apa yang ingin dioptimalisasi melalui cloud, sehingga penggunaannya lebih maksimal. Setelah mengetahuinya, tim dapat menentukan produk cloud terbaik yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya yang paling rendah.

Kemudahan implementasi cloud yang berkaitan dengan efisiensi anggaran adalah kemampuan auto-scale yang memudahkan startup untuk melakukan iterasi penambahan atau pengurangan sumber daya. Startup dapat memulai dengan kapasitas minimum yang dibutuhkan lalu mengubahnya kembali sesuai kebutuhan di masa depan.

Di satu sisi, kemudahan ini juga turut memudahkan startup untuk fokus terhadap growth bisnisnya serta mempercepat sekaligus memaksimalkan upaya validasi ide bisnis di awal karena juga dapat menampung kapasitas besar yang dibutuhkan. Dengan begitu, startup juga dapat bereksperimen di awal dengan dampak serta risiko pengeluaran yang rendah.

 

Pentingnya Memahami Tujuan dan Strategi Marketing untuk Startup

Upaya pemasaran merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh setiap startup, terutama bagi startup yang masih berada di tahap awal. Selain membantu menciptakan awareness terkait produknya, kegiatan pemasaran juga dapat membantu startup tahap awal melakukan validasi ide dan model bisnis, serta menguji prototipe produk yang telah dibuat.

Hal tersebut membuat topik marketing juga tidak ketinggalan untuk menjadi pembahasan dalam kegiatan mentoring pada program akselerasi DSLaunchpad 2.0 yang didukung oleh Amazon Web Services (AWS). Untuk membantu para peserta lebih memahami strategi dan eksekusi marketing startupnya, turut hadir sebagai mentor Johnny Widodo (CEO OLX Autos Indonesia) dan Shinta Nurfauzia (Co-CEO and Co-Founder of Lemonilo), untuk berbagi pengalaman dan pengetahuannya pada rangkaian terakhir sesi mentoring pada program akselerasi ini.

Mengerti Makna dan Tujuan dari Upaya Marketing yang Ingin Dilakukan

Secara pengertian, ada banyak sekali pengertian marketing yang bisa kita temukan di buku, internet, maupun sumber lainnya. Namun, menurut Johnny Widodo, dari berbagai versi pengertian marketing, secara kesimpulan ada beberapa hal yang dilakukan oleh marketing dalam perannya mendukung perkembangan bisnis.

Yang pertama, marketing dilakukan untuk mencari dan mengerti unfulfilled needs dan desire para konsumen. “Marketing has to think how it can help to profitably translate that consumer needs into revenue or even profit.” ujar Johnny. Kedua, marketing merupakan upaya untuk membangun hubungan dengan konsumen. Terakhir, untuk membangun hubungan tersebut, marketing dapat dilakukan dengan menciptakan pesan yang dapat mendorong konsumen untuk mengambil satu action.

Setelah itu, hal pertama yang harus dilakukan oleh startup untuk memulai upaya pemasarannya adalah dengan menentukan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Johnny, ada dua objektif utama dalam upaya marketing, yang pertama adalah membangun brand lalu yang kedua adalah mendukung growth dari bisnis yang dimiliki. Senada dengan Johnny, dalam presentasinya, Shinta Nurfauzia mengungkapkan secara umum ada beberapa marketing objectives yang biasa digunakan, yaitu:

  • Melakukan promosi produk baru
  • Membangun brand awareness
  • Meningkatkan penjualan
  • Membidik market dan konsumen baru
  • Menjaga hubungan dengan konsumen lama
  • Meningkatkan brand loyalty;

Selain marketing objectives yang disebutkan di atas, tentunya masih banyak lagi pilihan lainnya dalam menentukan tujuan pemasaran, tergantung kebutuhan brand masing-masing. “Pertanyaan pertama kalau kita mau melakukan marketing, apa dulu nih tujuannya, harus jelas, karena tujuan yang berbeda maka cara dan usahanya bisa berbeda pula.” jelas Shinta.

Membangun Strategi dan Eksekusi Marketing di Tahap Awal

Dalam membangun suatu brand, strategi marketing dapat difokuskan untuk memenuhi berbagai marketing funnel yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengonversi konsumen potensial mulai dari tahap awareness hingga advocacy, dimana konsumen akan menjadi sosok brand evangelist untuk startup. “Bagaimana sebenarnya kalau kita lihat dari awareness orang yang pernah dengar brand kita sampai dia mengconsider untuk memakai, sampai dia coba, sampai dia beli lagi, sampai dia akhirnya bilang I’m just gonna use that brand.” tambah Johnny. Selain itu, dari dua sesi yang berbeda, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam penyusunan strategi dan eksekusi marketing di tahap awal menurut kedua mentor, yaitu bagaimana startup dapat memilih channel marketing yang tepat dan memulai upaya pemasaran secara organik lewat peran digital marketing.

a. Memilih Chanel Marketing yang Tepat

Untuk membuat strategi marketing yang tepat, startup juga perlu mengandalkan data dan insight. Peran kedua hal tersebut disini sangat penting untuk membantu startup dalam membangun strategi di awal, serta mengevaluasi strategi tersebut di akhir kampanye. Termasuk dalam menentukan channel marketing apa yang akan digunakan untuk menjangkau konsumen.

Bagi startup di tahap awal, mengetahui channel marketing yang tepat tentunya dapat membantu mereka menghemat tenaga dan biaya dalam melakukan kegiatan marketing. Salah satu caranya dengan mengetahui siapa target konsumen utama kita, lalu memilih channel apa yang efektif untuk menjangkau mereka. “Kalau budget kita tidak banyak, sebenarnya akan sangat membantu jika kita tahu dulu low-hanging fruit consumen kita siapa atau main target market kita siapa, kemudian kita fokuskan energy dan juga cost untuk marketing ke satu target itu.” tambah Shinta.

b. Memulai dari Upaya Organik lewat Digital Marketing

Dalam sesinya, Shinta menyarankan kepada para pelaku startup tahap awal untuk memulai upaya marketing secara organik, salah satunya melalui digital marketing. “Always start with organic channel, always start with organic digital marketing.” ujarnya. Saat ditanya kapan seharusnya startup mulai melakukan upaya berbayar dalam strategi marketing, Shinta menjawab salah satu indikatornya adalah saat kurva perkembangan saat melakukan upaya organik mulai stagnan. “At one point growthnya stagnan curve-nya, disitulah dibutuhkan paid marketing.” ucapnya.

Pada akhirnya, tujuan dan strategi marketing yang diterapkan oleh masing-masing startup harus kembali disesuaikan dengan kebutuhan brand dan juga karakteristik konsumen. Selain itu, startup juga harus terus menganalisis data yang dimiliki untuk dapat dijadikan bahan menyusun strategi marketing berikutnya. Dengan penyusunan strategi yang tepat, startup dapat menjangkau konsumennya dengan lebih efektif dan efisien.

Prototyping, Cara Startup Mengembangkan Produk dengan Lebih Efisien

Selain melakukan validasi ide bisnis dan pembuatan business model yang tepat bagi startupnya, seorang founder juga perlu memikirkan bagaimana produk maupun layanannya bisa diuji kepada pengguna di awal pengembangannya. Salah satu cara melakukannya adalah dengan membuat prototipe dari platformnya. Melalui prototipe, startup dapat menguji dan mendemonstrasikan produknya dengan lebih cepat, simpel, dan efisien. Dengan begitu, startup dapat mengukur apa yang berjalan baik dan bergerak cepat untuk memperbaiki kekurangan yang dimiliki berdasarkan feedback pengguna.

Prototyping ini juga menjadi topik lanjutan dalam mentoring program akselerasi DSLaunchpad 2.0 yang didukung oleh Amazon Web Services (AWS). Pada topik ini, Ivan Arie (Co-Founder & CEO of Tanihub), Agung Bezharie Co-Founder & CEO of Warung Pintar, Mehr Vaswani (Startup Business Development Associate of AWS), dan Andrew Wangsanata (Solution Architect of AWS) hadir untuk berbagi pengalaman dan insight terkait prototyping kepada para peserta.

Kurangi Risiko dan Percepat Inovasi lewat Prototyping

Tujuan utama dari membuat prototipe bagi startup adalah mengurangi risiko produk yang dibuat di awal tidak cocok dengan kebutuhan dan keinginan pengguna saat produk dalam versi yang lebih lengkap diluncurkan. Melakukan prototyping juga membantu startup mempercepat inovasi dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan produknya.

Prototipe dapat dibuat dengan simpel namun tetap representatif dengan fitur dan bentuk yang minimalis. Menurut Andrew Wangsanata, startup dapat membuat prototipe yang simpel sebelum membuat platform yang lebih kompleks agar dapat melakukan banyak iterasi. “Kita selalu mau simple prototype sebelum yang kompleks, jadi kita bisa mulai kecil, kita bisa gagal dengan cepat, kita bisa iterasi dengan lebih banyak.” ujarnya.

Selain itu, Andrew juga menambahkan bahwa dengan membuat prototipe, startup dapat melakukan pengembangan produk yang bagus dengan lebih efisien. “Sebenarnya kalau kita prototyping, itu akan membuat produk yang lebih bagus, harga yang  lebih rendah, dan lebih efisien. Kenapa? Karena waktu kita prototyping, kita mulai dari kecil atau yang simple dan kita iterasi banyak.” tambahnya.

Lewat prototipe, startup juga dapat secara langsung melihat bagaimana pengguna merespon fitur-fitur esensial di versi awal produknya. Berbagai respon, baik positif maupun negatif, harus diperhatikan oleh founder. Hal ini berguna untuk benar-benar memvalidasi bagaimana produk yang dihadirkan dapat diterima dengan baik oleh calon pengguna ketika secara resmi diluncurkan. Tidak hanya itu, adanya prototipe juga memberikan kesempatan startup untuk membangun reputasi di kalangan pengguna.

The point of prototype is to validate certain ideas, jadi ideas apa sih yang mau di-validate. Mau gak sih orang untuk spend their time disini, mau gak sih orang menggunakan tools ini untuk membantu bisnisnya, atau misalnya (calon pengguna) mau gak sih orang pake tools ini untuk bisa connect ke supplier atau consumernya.” jelas Agung Bezharie.

Pentingnya Mindset Agile dan Open-Minded dalam Prototyping

Guna mendukung proses prototyping yang cepat, startup juga memerlukan mindset dan framework yang mendukung, salah satunya dengan menerapkan sistem kerja yang agile. Melalui Agile ways of working, tim dapat bekerja dengan lebih cepat untuk menyelesaikan bagian-bagian kecil, serta saling terintegrasi dengan tim lain untuk mewujudkan pengembangan produk yang lebih cepat. Teknik kerja yang erat dikaitkan dengan sistem ini juga dikenal sebagai design sprint. “How you build software quickly and fast and instead of building everything upfront, you break it into smaller pieces.” ujar Mehr Vaswani saat menjelaskan tentang cara kerja yang agile.

Mindset lainnya yang juga wajib dimiliki oleh para founder adalah keterbukaan pemikiran terkait pengembangan produk. Seorang founder bisa saja memiliki ide untuk membuat aplikasi dengan kompleksitas fiturnya, akan tetapi bila hal tersebut tidak dibutuhkan oleh pengguna maka solusinya akan sia-sia dan tidak maksimal. Menurut Ivan Arie, dalam fase ini startup harus terbuka dengan pilihan berbagai opsi channel pengembangan produknya. “Keterbukaan dan open-minded dari tim co-founder itu penting banget untuk menentukan channel apa yang mau dipakai pertama kali.” jelas Ivan Arie.

Hal ini juga berkaitan dengan pemilihan bentuk prototipe yang akan digunakan. Anda bisa membuat prototipe dalam bentuk sebuah landing page, aplikasi sederhana, slide presentasi, atau bahkan dengan video penjelasan mengenai fitur yang dimiliki produk Anda. “There is no one best or only channel that is right.” ujar Ivan.

Bila menemukan kegagalan dalam proses prototyping, founder juga harus terus siap dan fokus pada perbaikan yang bisa dilakukan berdasarkan feedback dari konsumen yang didapatkan. “Kegagalan itu adalah bagian dari inovasi, kita gak bisa berinovasi tanpa kegagalan pastinya kita akan mengalami kegagalan yang besar. Yang kita mau kita bisa mengontrol bagaimana kegagalan itu terjadi.” tambah Andrew Wangsanata.

Proses prototyping ini tentunya bukan perjalanan yang mudah dan cukup dilakukan sekali saja. Feedback yang didapatkan dari konsumen, harus menjadi dorongan untuk melakukan iterasi secara terus menerus. Hal ini penting untuk dilakukan agar saat diluncurkan, platform yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan dan kemauan pengguna. “Prototype itu gak cuma terjadi sekali, it’s a constant process that you have to do over and over again inside your startup.” tutup Agung Bezharie.

Menentukan Business Model yang Tepat di Awal Perjalanan Startup

Memiliki ide bisnis yang tervalidasi dengan baik memang dapat menjadi bekal yang bagi suatu startup untuk menjalankan bisnisnya. Akan tetapi, ide bisnis tersebut akan menjadi sia-sia bila tidak dieksekusi dengan business model yang tepat. Business model merupakan aspek yang menjelaskan bagaimana startup dapat mengoperasikan dan menghasilkan value dan revenue pada bisnisnya.

Menyusun business model yang tepat di awal perjalanan startup bukan lah hal yang mudah.  Founder tidak hanya perlu memikirkan bagaimana solusinya sesuai dengan kebutuhan pengguna, tetapi juga harus memikirkan bagaimana solusi tersebut juga dapat menghasilkan pemasukan untuk keberlangsungan dan pengembangan bisnisnya. Demi mencapai hal tersebut, founder harus terus bereksperimen untuk menemukan komposisi business model yang tepat bagi startupnya.

Untuk itu, penyusunan business model ini menjadi topik dalam kegiatan mentoring program akselerasi DSLaunchpad 2.0 yang berkolaborasi dengan Amazon Web Services (AWS). Melalui topik ini, para peserta mendapatkan kesempatan untuk mempelajari pembuatan business model yang tepat bagi bisnisnya bersama Edy Sulistyo (CEO of Go-Play), Markus Liman Rahardja (VP of Investor Relation & Strategy BRI Ventures), dan Steve Patuwo (Business Development Manager of AWS).

Menyusun dan Memvisualisasikan Business Model Canvas (BMC)

Dalam membuat sebuah business model, kerangka umum yang cukup banyak digunakan oleh startup adalah business model canvas (BMC). Melalui kanvas ini, startup dapat menyusun, memvisualisasikan, serta menjelaskan elemen-elemen bisnis yang saling memiliki keterkaitan.

Founder dapat menggunakan BMC untuk mengembangkan ide atau membuat sebuah business model baru. Menyusun business model canvas dengan baik juga dapat memperlihatkan kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan kekurangan yang perlu diperbaiki dari sebuah bisnis. “Business model itu menunjukkan kemampuan kalian (startup) berelasi dengan customer dan juga bagaimana Anda mendatangkan revenue untuk bisnis Anda.” jelas Markus Liman Rahardja.

Ada sembilan elemen yang perlu dicantumkan dalam BMC, yaitu: Key Activities, Key Partners, Key Resources, Channels, Value Proposition, Customer Segments, Customer Relationships,  Revenue Streams, dan Cost Structure. “This structure enables you to basically set out what elements needed to operationalize your business, elemen-elemen ini yang penting untuk diperhatikan sebelum Anda mengeksekusi your startup.” ujar Steve Patuwo terkait penggunaan BMC.

business model startup
Business Model Canvas (strategyzer)

Business Model juga Harus Divalidasi

Di awal perjalanan bisnisnya, bukan hanya ide bisnis yang harus divalidasi oleh para startup, melainkan juga business model yang mereka usung. Pada awalnya, founder mungkin perlu sedikit melakukan eksperimen untuk berhasil menemukan formula yang tepat terkait ide dan business model startupnya. “Business model itu sebetulnya harus divalidasi juga, gak bisa kita asal asumsi karena just because competitor doing it, berarti artinya kita bisa doing it, belum tentu juga.” terang Edy Sulistyo.

Pada proses validasi ini, penting bagi startup untuk dapat melibatkan pengguna secara langsung. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh user ketika mereka menggunakan produk yang dimiliki.

“Bagaimana kita mau get our hands dirty, trying to understand from the customer directly, trying to understand apa yang benar-benar mereka butuhkan atau problem apa yang mereka punya instead of apa yang kita pikirkan mereka punya problem.” tambah Edy Sulistyo.

Terkait validasi ide dan model bisnis ini, Edy menjabarkan bahwa salah satu indikator yang dapat dilihat apabila problem yang disasar benar-benar ada dan dirasakan pengguna adalah adanya pengguna yang mau membayar untuk produk ataupun jasa yang disediakan oleh startup kita. “If the customer is actually willing to pay, then we know there is a real problem.” ujarnya.

Menerka Business Model yang Baik untuk Startup

Saat ditanya terkait seperti apa business model yang dikatakan baik untuk suatu startup, Steve Patuwo mengatakan bahwa apabila business model tersebut selaras dengan apa yang ingin dicapai oleh para founder melalui startupnya. “The one that is true to your heart, what you really want to solve, what you passionate about.” jelas Steve.

Menurut Edy, tidak ada sebuah business model yang benar dan salah, namun apakah business model tersebut tepat atau tidak untuk startup kita. Baginya, business model terbaik adalah yang memberikan keuntungan bagi setiap pihak yang terlibat. “There is no such thing as right or wrong business model, tapi sebetulnya yang jelas business model yang baik pastinya customer berasa happy, dari bisnis kita merasa customer willing to pay, and the same time secara market juga growing, I think that is the best Business Model, everybody win-win.” tutup Edy.

Dari sudut pandang investor, Markus menilai business model yang baik juga bisa dilihat dari profitabilitasnya. Hal ini juga bisa menjadi indikator apakah suatu startup dapat dikatakan gagal atau tidak, bukan dari apakah startup tersebut dapat menghadirkan produk atau tidak. “Buat saya startup yang fail itu bukan berarti startup yang tidak berhasil menciptakan produk, tapi startup yang tidak bisa menciptakan business model yang baik untuk mencapai profitability. Sehingga perlu dipikirkan masak-masak, sebelum kita mempersiapkan startup kita kepada customer.” ujar Markus.

Membuat business model memang hal yang menantang bagi para founder baru. Namun, bila seorang founder dapat menyusun dan menjelaskan business model yang dimiliki dengan baik, nantinya tidak hanya berguna untuk perkembangan perusahaan, tetapi juga dapat menarik hati para investor saat melihat startup Anda.

Menakar Pertumbuhan Aplikasi Perbankan dan Fintech di Balik Percepatan Transformasi Digital

Masa pandemi telah terbukti menjadi faktor terjadinya percepatan transformasi digital di berbagai bidang, termasuk sektor keuangan dan perbankan. Hal ini membuat peningkatan penggunaan aplikasi seluler pada sektor tersebut menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Terbatasnya interaksi secara langsung dengan konsumen menjadi peluang baru yang dimanfaatkan oleh para penyedia layanan.

Meskipun selama beberapa tahun terakhir sektor keuangan dan perbankan terdisrupsi dengan hadirnya berbagai inovasi digital baru, masa pandemi ini justru yang menjadi katalis percepatan transformasi para pelaku sektor ini dalam menyediakan akses produk dan layanannya.

Faktornya pun datang dari berbagai arah. Mulai dari meningkatnya transaksi e-commerce, penerimaan konsumen terhadap produk digital, peningkatan investasi dalam infrastruktur teknologi oleh bank besar, serta meningkatnya relevansi konsumen bagi kelompok yang lahir di era digital. Melalui artikel ini, kami akan memberikan informasi terkait peningkatan penggunaan aplikasi perbankan dan fintech secara global yang dirangkum dari Adjust’s Mobile Finance Report 2020.

Meningkatnya Penggunaan Aplikasi untuk Kegiatan Perbankan

Dampak pandemi terhadap aktivitas penggunaan aplikasi perbankan tidak bisa dianggap remeh. Aktivitas transaksi secara fisik yang dibatasi membuat banyak pelanggan melakukan kegiatan perbankan dari rumah. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan pesat pada jumlah sesi dalam aplikasi perbankan selama setengah tahun pertama di tahun 2020 ini. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sesi sebanyak 26% di tingkat global. Dua negara yang menunjukkan peningkatan paling signifikan adalah Jepang dan Turki, di mana terjadi peningkatan sesi sebesar 133% dan 119% oleh pelanggan di dua negara tersebut.

Dampak pandemi terhadap aktivitas penggunaan aplikasi perbankan tidak bisa dianggap remeh. Aktivitas transaksi secara fisik yang dibatasi membuat banyak pelanggan melakukan kegiatan perbankan dari rumah. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan pesat pada jumlah sesi dalam aplikasi perbankan selama setengah tahun pertama di tahun 2020 ini. Dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, terjadi peningkatan sesi sebanyak 26% di tingkat global. Dua negara yang menunjukkan peningkatan paling signifikan adalah Jepang dan Turki, di mana terjadi peningkatan sesi sebesar 133% dan 119% oleh pelanggan di dua negara tersebut.

Peningkatan jumlah sesi aplikasi perbankan di tingkat global
Peningkatan jumlah sesi aplikasi perbankan di tingkat global

Selain terjadi peningkatan sesi penggunaan, masa pandemi juga mendorong adanya pertumbuhan jumlah unduhan aplikasi perbankan, terutama di negara-negara berkembang. Dibandingkan negara-negara maju, banyaknya pengguna yang belum memiliki rekening bank membuat jumlah instalasi aplikasi perbankan di negara-negara berkembang meningkat secara pesat.

Pertumbuhan instalasi aplikasi perbankan di beberapa negara
Pertumbuhan instalasi aplikasi perbankan di beberapa negara

Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa layanan perbankan secara digital semakin diminati dan dibutuhkan oleh pelanggan karena keterbatasan yang terjadi selama masa pandemi ini. Selain jumlah unduhan yang meningkat, pengguna juga menghabiskan lebih banyak waktu untuk menggunakan aplikasi perbankan.

Kategori Pembayaran dan Investasi Ikut Mengalami Pertumbuhan

Selain sektor perbankan, pertumbuhan pesat juga ikut dialami penyedia layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech. Pertumbuhan ini khususnya dialami oleh platform pembayaran dan investasi. Berdasarkan data Adjust, terlihat adanya peningkatan sesi dalam aplikasi pembayaran sebesar 49% pada paruh pertama tahun ini bila dibandingkan dengan paruh pertama tahun lalu. Pertumbuhan paling besar dicapai oleh Jepang (75%) dan juga Jerman (45%).

Perbandingan jumlah sesi aplikasi pembayaran secara global
Perbandingan jumlah sesi aplikasi pembayaran secara global

Kategori fintech lainnya yang turut mengalami peningkatan adalah platform investasi. Dibandingkan kategori aplikasi keuangan lainnya, kategori investasi menunjukkan kinerja yang cukup baik. Berdasarkan data Adjust, ada pertumbuhan yang luar biasa dari jumlah instalasi serta peningkatan yang cukup pesat dari sesi penggunaan aplikasi. Tercatat ada pertumbuhan sebesar 88,14% dalam jumlah sesi rata-rata per hari pada paruh pertama tahun ini.

4

Secara umum, bila membandingkan kinerja paruh tahun ini dengan tahun 2020, jumlah sesi di tingkat global untuk aplikasi perbankan dan aplikasi pembayaran memiliki peningkatan sebesar 26%. Meski semua negara mengalami pertumbuhan, ada beberapa negara yang tampak menonjol seperti Jepang yang mengalami peningkatan sebesar 142% dan Jerman yang dengan pertumbuhan sebesar 40%.

Data pertumbuhan di atas dapat dijadikan benchmark bagi para pelaku industri keuangan, terutama dalam memperhatikan atribusi penting yang diperlukan sebagai landasan strategi pemasaran ke depannya. Pertumbuhan ini juga dapat memperlihatkan potensi-potensi baru terkait layanan keuangan dan perbankan yang dilakukan secara digital kepada konsumen.

Anda juga dapat mengetahui lebih lanjut terkait laporan pertumbuhan aplikasi perbankan dan layanan keuangan ini melalui Adjust’s Mobile Finance Report 2020 yang dapat diunduh lewat tautan berikut ini.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Adjust.

Validasi Ide: Sebuah Awal Penting bagi Startup

Melakukan validasi ide merupakan kegiatan fundamental yang penting untuk dilakukan para pelaku startup. Bahkan, dapat dikatakan fase ini merupakan fase krusial dimana founder dapat melihat apakah ide startup yang dimiliki dapat diterima oleh pasar dengan baik atau tidak.

Setiap orang bisa membuat ide bisnis. Akan tetapi, tanpa divalidasi dengan baik ide tersebut belum dapat dibuktikan skalabilitasnya. Hal ini juga yang menjadi topik pertama dalam rangkaian mentoring program akselerasi DSLaunchpad 2.0 bersama Amazon Web Services (AWS). Pada sesi mentoring yang dilakukan sebanyak dua sesi ini, DSLaunchpad 2.0 menghadirkan Pandu Sjahrir (Managing Partner of Indies Capital Partners) dan Willson Cuaca (Co-Founder of East Ventures) sebagai mentor untuk berbagi pengalaman dan pengetahuannya terkait idea validation kepada para peserta.

Dimulai dengan Memastikan Problem Statement

Salah satu unsur penting yang harus diperhatikan oleh para founder ketika melakukan validasi ide adalah memastikan problem yang ingin diselesaikan oleh ide tersebut. Setelah menentukan problemnya, founders harus dapat mem-breakdown apa yang harus diketahui dan dilakukan untuk merealisasi ide bisnis tersebut. “Pertama (untuk melakukan idea validation) kita tau dulu apa yang mau kita address, isunya apa, dari situ berapa besar marketnya, dan apa yang membuat orang pakai barang kita.” ujar Pandu Sjahrir.

Proses menentukan problem statement dalam validasi ini juga berguna untuk membantu Anda melihat beberapa hal seperti:

  • Apakah ide ini nantinya akan berguna di masyarakat,
  • Apakah ide ini dapat meningkatkan efisiensi pada suatu sistem,
  • Melakukan pembentukan formula produk di awal untuk menemukan perbedaan dengan para kompetitor; serta
  • Sebagai bahan untuk meyakinkan investor terhadap scalability.

At the end of the day, kecuali punya dana sendiri, itu pasti (penting untuk melakukan) validasi dulu karena Anda ingin menggunakan dana pihak ketiga. Dia (pihak ketiga) akan meminta apa yang membuat Anda convince dengan hipotesis (bisnis) Anda, di luar presentasi yang bagus.” tambah Pandu Sjahrir.

Interaksi dengan Konsumen untuk Dapatkan Feedback selama Validasi

Untuk melakukan validasi, tentunya sebagai founder Anda perlu berinteraksi dengan para konsumen maupun calon konsumen. Feedback dari konsumen dalam fase ini dapat menjadi acuan untuk iterasi berikutnya hingga ide tersebut benar-benar dapat menyelesaikan problem yang dimiliki oleh konsumen. Terkait hal ini, Willson Cuaca mengatakan, “Tentukan problemnya, bangun produknya, kemudian coba cocokkan apakah problem itu bisa diselesaikan, ngomong ke banyak orang, dapatkan feedback, cocokkan lagi, bener gak problemnya selesai, jadi banyak trial and error. Tapi problem statement itu harus very clear.

Di satu sisi, selain menyelesaikan masalah yang ada, bertanya ke konsumen juga merupakan hal yang krusial untuk mengetahui apakah produk yang dibuat dapat diterima atau tidak oleh pasar. “Tanya ke user apakah problem yang dimiliki bisa diselesaikan dengan baik. Itu baru ide dan validasi pertama: product-market fit, kita belum bicara tentang monetisasi dan lain-lain.” tambah Willson

Berinteraksi untuk mendapatkan feedback langsung dari pengguna juga dapat menghindarkan Anda dari founder bias, dimana para founder merasa bahwa idenya adalah ide yang terhebat, terbaik, terbaru, dan tidak ada founder lain yang dapat meniru idenya. Untuk itu, dalam proses ini sebaiknya founder juga turut mendengarkan hal-hal buruk terkait idenya, sehingga dapat melakukan iterasi dengan lebih baik. Pandu Sjahrir juga menegaskan bahwa hal ini merupakan kesalahan yang banyak dilakukan oleh para founder. “Kesalahan terbesar banyak founders adalah tidak mau mendengarkan orang dan tidak mau mendengarkan customer.” tegasnya.

Eksekusi sebagai Bagian dari Langkah Awal Memvalidasi Ide

Namun, proses validasi ide tidak berhenti sampai disitu saja. Justru hal yang paling penting dilakukan oleh para founder dalam proses ini adalah mengeksekusi ide tersebut. Dalam pembuatan ide, bisa saja seorang founder memiliki ide yang sama dengan founder lainnya. Namun yang akan membedakan ide tersebut adalah bagaimana ide tersebut dieksekusi dan siapa yang mengeksekusinya.

Menurut Willson Cuaca, langkah pertama dalam proses validasi ini adalah melakukan eksekusi. “Jadi langkah pertama dari semua itu adalah eksekusi ide kamu, jangan merasa ide itu adalah ide terbaik, (lalu) coba validasi.” Hal senada juga diutarakan oleh Pandu Sjahrir, Ia berujar bahwa pada akhirnya percuma memiliki ide yang banyak bila tidak bisa dieksekusi. “At the end of the day, bisa punya ide banyak tapi kalau gak bisa eksekusi kan what for.” ucapnya.

Kekhawatiran yang mungkin muncul ketika melakukan eksekusi adalah hasil yang kurang memuaskan atau tidak sesuai ekspektasi. Akan tetapi, dari kekurangan atau kegagalan tersebut masing-masing founder dapat melihat apa yang perlu diperbaiki dan diiterasi dari ide startupnya. “Tidak ada namanya eksekusi 100% baik, tapi yang ada itu adalah eksekusi yang efisien, yang tepat sasaran, pada waktu yang tepat, tempat yang tepat, problem yang tepat, dan mendapat feedback yang baik dari user. Feedback itu digunakan untuk (selanjutnya) melakukan eksekusi yang baik lagi.” ujar Willson terkait eksekusi kepada para peserta webinar.

Eksekusi adalah hal krusial sebagai bagian dari proses melakukan validasi ide, Willson juga berkata bahwa semakin cepat melakukan eksekusi ide, para founder bisa belajar lebih cepat untuk perbaikan di masa mendatang. “Semakin menunggu, semakin kamu telat dibanding yang lain, dengan semakin cepat mengerjakannya, bukan artinya kamu mendapat first mover advantage saja, tapi kamu bisa belajar dengan lebih cepat dari orang yang mungkin mengeksekusinya besok.” tegasnya.

Dengan melakukan validasi ide, para founder dapat segera mengidentifikasi problem sekaligus menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan problem tersebut. Selain itu, founder juga harus tetap terus memikirkan misi dan mimpi apa yang ingin mereka capai melalui ide bisnis tersebut. Akan tetapi, hal tersebut juga harus dilakukan dengan mengeksekusi ide tersebut. Dengan begitu, para founder dapat terus melakukan iterasi sampai menemukan formula yang tepat dalam penyusunan ide bisnisnya.

Adaptasi Cloud Bantu Startup Mengembangkan Inovasi Baru dengan Mudah

Pandemi COVID-19 turut mendorong transformasi digital untuk menjadi buzzword di kalangan pelaku bisnis. Meningkatnya kebutuhan sebuah entitas bisnis dalam beradaptasi secara digital, turut menjadi faktor pendorongnya. Salah satu infrastruktur teknologi yang cukup erat dikaitkan sebagai bagian dari langkah transformasi ini adalah komputasi awan atau cloud computing.

Pemanfaatan cloud dalam operasional perusahaan dapat menjadi langkah cermat bagi para pelaku bisnis. Salah satu keuntungan utamanya tentu saja efisiensi anggaran. Dengan memanfaatkan cloud, perusahaan dapat mengoptimalkan biaya infrastruktur dan pemeliharaan server on-premise dengan layanan cloud yang lebih terjangkau tanpa tambahan biaya lainnya.

Akan tetapi, keuntungan pemanfaatan cloud tidak hanya berhenti sampai situ saja. Ada beberapa keuntungan lainnya yang dapat dirasakan startup ketika mulai memanfaatkan cloud, diantaranya:

  • Kemudahan dalam pengimplementasian
  • Dapat memanfaatkan layanan cloud yang beragam
  • Produk dapat dikembangkan dengan lebih cepat
  • Kapasitas server yang tak terbatas.
  • Meningkatkan skalabilitas bisnis sesuai kebutuhan
  • Peningkatan efisiensi operasional perusahaan
  • Enkripsi dan keamanan data yang dapat diandalkan
  • Proses pengolahan data yang lebih cepat karena latency yang rendah
  • dan masih banyak keuntungan lainnya.

Berbagai keuntungan dari fleksibilitas, efisiensi, dan efektivitas penggunaan cloud ini juga berlaku untuk seluruh skala perusahaan. Baik itu perusahaan dengan skala kecil, menengah, hingga korporasi besar sekalipun. Keuntungan-keuntungan tersebut diyakini dapat membantu startup untuk menciptakan berbagai inovasi baru dengan lebih mudah.

Pengembangan Fitur Lebih Mudah, Go-To-Market Lebih Cepat

Salah satu keunggulan utama yang dapat dirasakan startup setelah melakukan adaptasi cloud adalah pengembangan fitur yang dapat dilakukan dengan lebih cepat. Mengapa? Karena salah satu bentuk kemudahan dari penggunaan cloud adalah penggunaan fiturnya yang cukup simpel, yaitu secara plug and play. Dengan begitu, tim IT tidak perlu lagi memikirkan teknis engineering internal yang kompleks dan non-essential, mereka cukup fokus dengan produk yang sedang dikembangkan.

Adroady, Startup lokal yang fokus dalam periklanan digital OOH, memanfaatkan kemudahan cloud dalam pengembangan produk-produk adtech mereka. “Kita semua server pakai kluster yang ada di AWS, menggunakan beberapa teknologi seperti virtual machine, database, bisa di deploy dalam satu sentuhan dan dapat fokus ke development produk untuk memberikan best experiences to our customer.” ujar Samuel Utama, CTO Adroady.

Selain Adroady, kemudahan dalam pengembangan fitur karena adaptasi cloud ini juga diamini oleh Jojonomic. Kepada DailySocial, CEO Jojonomic, Indrasto Budisantoso mengatakan bahwa adaptasi cloud di satu sisi juga dapat membantu Jojonomic dalam memberikan semacam concept yang meyakinkan customer bahwa mereka dapat menyelesaikan berbagai solusi, melalui inovasi yang dihadirkan lewat pemanfaatan cloud tersebut.

Salah satu contohnya, Jojonomic dapat menghadirkan produk konferensi video mereka, JojoMeet, tanpa memakan waktu lama. Hal ini dikarenakan pemanfaatan platform cloud yang membantu mereka untuk tidak perlu merancang sistem dan produk secara scratch dari nol. “Dengan adanya Amazon Chime SDK, Jojonomic tidak perlu merancang dan mengembangkan antarmuka untuk konferensi video dari awal dan memakan waktu berbulan-bulan.” tambah CTO Jojonomic, Abdul Qifli Sangadji, dalam acara media briefing bersama AWS beberapa waktu lalu.

Hal ini, dapat membuktikan bahwa selain memudahkan startup menelurkan inovasi-inovasi baru, adaptasi cloud juga dapat membantu inovasi tersebut lebih cepat dipasarkan kepada customer. Startup dapat berlari lebih cepat dengan inovasi-inovasi baru, tanpa perlu khawatir kekurangan sumber daya dan infrastruktur teknologi pendukung.

Jawab Tantangan Kebutuhan Server dan Skalabilitas Startup

Berbicara terkait infrastruktur teknologi, tantangan juga akan dihadapi oleh startup terkait kebutuhan server yang dapat mendukung skalabilitas bisnisnya. Dalam hal ini, startup akan dipertemukan pada dua pilihan, memiliki server sendiri atau menggunakan cloud sebagai pilihan servernya.

Di satu sisi, memiliki server sendiri juga dapat menjadi tantangan tersendiri bagi startup. Kepemilikan server on-premise ini tidak hanya menambah pengeluaran operasional, tetapi juga dapat mendatangkan biaya tak terduga dari pemeliharaan jaringan server tersebut. Untuk itu, adaptasi cloud dapat menjadi salah satu solusi bagi startup dalam menghadapi tantangan ini.

Di sisi lain, penggunaan cloud sebagai server juga dianggap penting dalam kebutuhan skalabilitas startup. Kebutuhan penambahan server yang fleksibel dan mudah, memungkinkan startup untuk terus fokus melakukan pengembangan traksi dan penggunaan platform-nya tanpa perlu takut terjadi crash maupun overload di waktu yang tak terduga.

Melalui pemanfaatan cloud, startup dapat memiliki kapasitas server sesuai dengan kebutuhan, sekaligus meningkatkan atau menurunkan kebutuhan server tersebut dengan mudah. Bagi Jojonomic, fleksibilitas ini juga membuat mereka tidak perlu mengkhawatirkan biaya tambahan lainnya. “Dengan adanya kapabilitas auto-scaling dari AWS, Jojonomic tidak harus pusing memikirkan biaya pemeliharaan jaringan untuk berbagai kegunaannya.” ujar Abdul, CTO Jojonomic.

Tidak hanya itu, keuntungan menggunakan cloud sebagai server juga membuat startup tidak perlu khawatir terhadap traffic penggunaan, pemeliharaan server, serta kapasitas infrastruktur yang digunakan. Menurut Samuel Utama, produk cloud yang digunakan Adroady ternyata dapat memudahkan mereka untuk mengembangkan fitur-fitur maupun inovasi baru di dalam platformnya.

“Awalnya, sampai bangun GPU server sendiri, jadi buat bisa bikin model sendiri buat pengukuran kita bikin server sendiri, sampe titik kita ketemu AWS, kita pensiunkan dulu server untuk melatih AI-nya, kita pakai service AWS SageMaker untuk kita training new model sehingga kita bisa fokus development produknya.” tambah Samuel.

AWS Turut Dukung Akselerasi Startup lewat DSLaunchpad 2.0

Selain mendorong inovasi startup lewat produk-produknya, AWS juga turut membantu startup menghadirkan inovasi-inovasi baru serta mengembangkan startupnya melalui berbagai cara, salah satunya dengan menyelenggarakan program akselerasi DSLaunchpad 2.0 bersama DailySocial.id

Memasuki minggu keduanya, program akselerasi yang diikuti oleh 118 peserta ini akan membantu peserta untuk mengembangkan startupnya pada empat kategori, yaitu idea validation, business model, prototyping, dan marketing. Melalui program akselerasi ini, peserta tidak hanya akan melihat bagaimana cloud dapat menjadi salah satu strategi yang memudahkan pengembangan inovasi dalam startupnya, tetapi juga bagaimana inovasi-inovasi yang dihadirkan tersebut dapat dengan baik diterima oleh konsumen melalui validasi ide, model bisnis, dan pendekatan marketing yang tepat.