Panasonic Luncurkan Oven Induksi Mungil Seukuran Microwave

Oven induksi yang kita tahu selama ini biasanya punya ukuran besar, tidak seperti kompor induksi yang banyak ditawarkan dalam wujud portable. Namun Panasonic berencana mengubah anggapan tersebut lewat prototipe perangkat terbarunya, Panasonic Countertop Induction Oven.

Istilah “Countertop” menandakan bahwa perangkat ini bisa diletakkan di atas meja dapur layaknya sebuah microwave, dan ukurannya pun tidak jauh berbeda dari microwave atau toaster oven pada umumnya. Terlepas dari itu, ia tetap merupakan sebuah oven induksi yang punya banyak kelebihan dibanding oven biasa.

Sekadar mengingatkan, teknologi induksi sama sekali tidak melibatkan api. Kompor maupun oven induksi mengandalkan manipulasi medan magnet untuk menciptakan energi panas, berbeda dari teknologi pemanas elektrik biasa yang menciptakan panas melalui koil berhambatan.

Alhasil, kompor maupun oven induksi seringkali tidak perlu dipanaskan terlebih dulu sebelum dipakai memasak. Hal ini berujung pada konsumsi energi listrik yang lebih efisien, dan tentu saja proses memasak yang lebih cepat. Inilah yang diunggulkan oleh Countertop Induction Oven besutan Panasonic, dengan bonus ukuran yang jauh lebih mungil ketimbang oven induksi yang sudah ada di pasaran saat ini.

Pengguna bisa memakainya untuk mengolah berbagai jenis masakan, utamanya untuk panggangan. Pelat dasarnya mempunyai zona panas yang berbeda, dimana yang terpanas adalah bagian tengahnya. Lebih lanjut, Panasonic turut membekalinya dengan mode pengaturan yang spesifik untuk jenis makanan tertentu.

Panasonic rencananya akan mulai memasarkan perangkat ini pada bulan Oktober mendatang. Harganya diperkirakan mencapai $600. Sepintas memang terdengar mahal, akan tetapi perlu diingat bahwa ia merupakan oven induksi terkecil yang bisa kita jumpai dalam waktu dekat, yang pastinya akan sangat ideal untuk penghuni apartemen yang selalu mempertimbangkan masalah ukuran.

Sumber: Engadget dan CNET.

Xiaomi Juga Punya Lampu Meja Pintar Berkonektivitas Bluetooth

Meski seluruh dunia mengenalnya sebagai pabrikan smartphone, lahan bisnis Xiaomi jauh lebih luas dari itu. Pabrikan asal Tiongkok tersebut juga memasarkan perangkat-perangkat smart home, dan salah satunya adalah lampu meja pintar bernama Xiaomi Yeelight Bedside Lamp berikut ini.

Tipikal Xiaomi, desain Yeelight tampak minimalis sekaligus elegan. Berbentuk tabung, tiga perempat bagiannya dapat menyala dalam 16 juta warna dan dengan tingkat kecerahan mencapai 300 lumen. Semua ini tentunya bisa dikontrol dengan smartphone via Bluetooth, tapi Xiaomi tak membatasinya di situ saja.

Bagian atas Yeelight dilengkapi sebuah tombol On/Off yang dikitari oleh panel sentuh. Lewat panel ini, Anda bisa menyentuh dan menggeser jari untuk mengatur tingkat kecerahan atau mengganti warnanya. Namun kalau Anda memakai aplikasi pendampingnya di smartphone, Anda bisa mengakses fitur yang lebih lengkap, sepertinya misalnya menetapkan timer supaya lampu bisa mati sendiri beberapa saat setelah Anda tertidur.

Xiaomi Yeelight Bedside Lamp

Bagian dalam Yeelight terbentuk dari 14 buah LED dan desain optik yang fungsional. Hasilnya, Yeelight punya Color Rendering Index (CRI) senilai 90+ – semakin dekat ke angka 100, semakin bagus kemampuan suatu sumber cahaya untuk membuat suatu benda terlihat di mata manusia dalam warna yang sebenarnya.

Urusan harga, Xiaomi membanderol Yeelight seharga $59. Anda bisa memesannya secara online, namun jangan lupa tambahkan $20 sebagai biaya pengiriman internasional.

Sumber: Digital Trends.

Silk Labs Sense Ingin Menjadi Mata, Telinga dan Otak dari Rumah Anda

Dunia tidak kekurangan perangkat smart home atau Internet of Things (IoT). Hanya saja, cukup jarang kita menjumpai perangkat dengan konsep “satu untuk semua”. Apalagi kalau perangkat itu punya desain yang cukup elegan untuk dijadikan dekorasi ruangan.

Meski sepintas terdengar ambisius, namun inilah misi yang tengah dituju oleh startup baru bernama Silk Labs. Meski usianya belum satu tahun, sosok-sosok di baliknya sudah punya segudang pengalaman di industri teknologi. Utamanya adalah sang pendiri, Andreas Gal, yang merupakan mantan CTO Mozilla.

Produk perdananya bernama Sense. Secara garis besar, Sense tidak jauh berbeda dari kamera pengawas macam. Namun ketimbang menjadi mata saja, ia juga ingin menjadi telinga sekaligus otak dari ekosistem rumah pintar yang telah Anda rencanakan secara merinci.

Fisik Sense sangatlah anggun untuk ukuran perangkat IoT. Sebuah kaca cekung menempel pada kotak kayu yang menjadi rumah dari seluruh komponen elektroniknya. Jantung Sense ada pada bagian tengah kaca cekung tersebut, yang merupakan kamera dengan kemampuan merekam video 1080p.

Silk Labs Sense

Namun Sense tidak akan merekam secara konstan begitu saja. Dirinya telah dibekali teknologi pengenal wajah yang dapat mendeteksi beberapa wajah sekaligus. Saat ada orang asing yang tak dikenal, ia akan segera merekam dan mengirimkan notifikasi ke smartphone Anda.

Teknologi pengenal wajah ini juga dimanfaatkan Sense untuk beradaptasi dengan kebutuhan tiap-tiap pengguna. Saat Anda baru tiba di rumah misalnya, Sense akan mengenali wajah Anda, lalu menginstruksikan speaker Sonos untuk memutar playlist lagu favorit Anda.

Ya, kekuatan utama Sense justru ada pada software-nya yang sanggup diintegrasikan dengan berbagai macam perangkat terkoneksi. Sonos hanyalah salah satu contoh, sama halnya dengan bohlam pintar Philips Hue atau Nest Thermostat; saat Anda datang, lampu akan otomatis menyala dan suhu ruangan akan disesuaikan dengan preferensi yang telah Anda tetapkan sebelumnya.

Kemampuan seperti ini biasanya mengandalkan koneksi dengan jaringan cloud. Tidak demikian untuk Sense. Semua pengolahan informasi berlangsung pada perangkat itu sendiri. Ia mengemas spesifikasi yang cukup wah, mencakup komponen seperti prosesor hexa-core dan RAM 2 GB. Soal konektivitas, ia mengandalkan Wi-Fi dan Bluetooth LE untuk berkomunikasi dengan smartphone Anda beserta perangkat lain di dalam rumah.

Sense turut dibekali dengan kemampuan mengenali perintah suara dan gesture. Fungsi-fungsi ini akan terus di-update, seiring dengan bertambahnya integrasi software Sense dengan aneka perangkat smart home.

Silk Labs Sense saat ini sudah bisa dipesan melalui Kickstarter seharga $225, belum termasuk biaya pengiriman internasional sebesar $20. Perangkat ini tentunya akan lebih menarik kalau ekosistem perangkat smart home di rumah Anda sudah cukup lengkap.

Terinspirasi Film, Engineer Google Ciptakan Perangkat Cermin Pintar

Seandainya Anda seorang engineer Google yang sangat berpengalaman, apa yang Anda lakukan ketika melihat gadget canggih di sebuah film fiksi ilmiah? Mungkin hal pertama yang Anda coba adalah berusaha membuatnya sendiri.

Itulah yang dilakukan oleh seorang engineer Google bernama Max Braun. Terinspirasi oleh suatu adegan di film The 6th Day yang dibintangi Arnold Schwarzenegger, beliau membuat sebuah prototipe cermin pintar yang dapat menampilkan berbagai informasi.

Dijelaskan secara cukup merinci pada blog-nya di Medium, cermin pintar ini dibentuk dari sejumlah komponen yang bisa didapat dengan mudah. Utamanya adalah cermin dua arah, panel display, papan controller dan perangkat sejenis Google Chromecast atau Amazon Fire TV Stick.

Smart Mirror by Max Braun

Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar, informasi yang ditampilkan sejauh ini barulah prakiraan cuaca, waktu dan tanggal, serta sejumlah headline berita terkini. Nantinya, Max berencana menambahkan informasi lain seperti kondisi lalu lintas, reminder, dan sederet info lain yang biasa kita jumpai dalam wujud kartu di Google Now.

Semua informasi ini akan di-update secara otomatis, jadi pengguna sama sekali tak perlu berinteraksi dengan cermin tersebut. Jangan bayangkan cermin pintar ini sebagai layar sentuh raksasa, ia hanyalah sebuah alat bantu berdandan yang mencoba menjadi lebih bermanfaat lagi lewat deretan informasi yang ditampilkannya.

Smart Mirror by Max Braun

Dari luar prototipe cermin pintar ini memang tampak sangat apik. Panel display-nya yang sangat tipis tersembunyi dengan baik di antara panel cermin. Tapi saat Anda buka, Anda bisa melihat sejumlah komponen yang berserakan di bagian belakangnya.

Terlepas dari itu, upaya yang dilakukan Max Braun ini patut mendapat acungan jempol setinggi-tingginya. Dengan modal sejumlah komponen, kreativitas dan ketekunan, ia bisa menyulap sebuah cermin kamar mandi biasa menjadi perangkat terkoneksi yang amat bermanfaat.

Tentunya Max tidak melontarkan rencana untuk menjual cermin pintar ini ke pasaran. Namun paling tidak pabrikan hardware lain bisa terinspirasi dan mencoba mengeksekusi idenya sendiri. Kalau satu orang dengan perlengkapan seadanya saja bisa membuat gadget sekeren ini, bagaimana jadinya satu tim riset dan pengembangan perusahaan.

Sumber: Medium.

Dyson Pilih Jakarta Sebagai Lokasi Flagship Store Pertama Mereka di Asia Tenggara

James Dyson, inventor terkenal yang memulai sebuah revolusi teknologi mengawali kiprahnya dengan memegang satu prinsip: ia percaya bahwa barang-barang harus bekerja semestinya. Setelah mencoba dan gagal sebanyak 5.127 kali, Dyson akhirnya sukses menciptakan vacuum cleaner bagless pertama di dunia. Namanya pun diabadikan di brand home appliance paling legendaris.

Hanya dalam waktu 18 bulan, penemuan Dyson menjadi mesin penghisap debu paling laris di Inggris. Kini perusahaannya diperkuat 6000 staf, dan lebih dari separuhnya ialah insinyur. Dyson melangkahkan kaki pertama kali di Asia tenggara dengan membuka toko di Jepang. Dari komentar seorang tim Dyson, alasannya karena Jepang memiliki tipe konsumen paling high-end. Dan pada tanggal 26 Januari 2016, mereka meresmikan flagship store di Jakarta.

Dyson Indonesia 09

Memilih Jakarta sebagai lokasi flagship store pertama di Asia Tenggara merupakan keputusan besar. Banyak orang tampak bersemangat, dan saya bisa merasakan antusiasme serupa dari tim Dyson. Hal selanjutnya yang mungkin membuat banyak orang penasaran adalah, apa kira-kira ekspektasi mereka? Secara tertulis, James Dyson bilang masyarakat Indonesia pasti menginginkan teknologi lebih canggih.

Dyson Indonesia 15

Dari tur singkat yang dipandu oleh general manager SEA Dyson Martyn Davies, saya mendapatkan kesan bahwa kehadiran Dyson di Indonesia adalah sebuah upaya ekspansi berani, bagian dari konsep ‘wrong-thinking‘ – cara mereka melihat dari perspektif berbeda. Saat merespons pertanyaan-pertanyaan mengenai target penjualan, Davies bilang mereka baru saja memulai, dan belum ada gambaran terlalu jauh.

Dyson Indonesia 16

Namun saya kagum dengan cara Dyson melihat ke depan. Umur mereka di Indonesia masih sangat muda, tetapi Davies tak ragu berbicara soal strategi mereka di waktu yang akan datang. Buat sekarang, Dyson membawa empat kategori produk ke nusantara, dan berencana memunculkan empat kategori lagi. Kemudian mereka turut menyampaikan agenda buat menemukan empat teknologi baru lagi di 2020.

Dyson Indonesia 13

Kita tak perlu menerewang sejauh itu. Teknologi canggih sudah bisa ditemukan dalam home appliance mereka, walaupun mayoritas belum mengusung gelar ‘pintar’. Di acara ini, Dyson memamerkan vacuum silinder, vacuum cordless (portable tanpa kabel), serta kipas angin bladeless. Mereka didesain untuk kebutuhan berbeda, tapi dari penuturan Davies, perangkat-perangkat ini memanfaatkan basis teknologi yang sama.

Dyson Indonesia 12

Dyson Indonesia 14

Membahas teknologi Dyson, kita harus mundur puluhan tahun. Saat itu akhir tahun 1974, dan James Dyson baru saja membeli vacuum cleaner. Dalam pemakaiannya, Dyson menyadari bahwa penyedot debu tersebut sangat cepat tersumbat. Bahkan setelah kantong debu dibersihkan, device tidak lagi efektif. Ide muncul di benak sang inventor ketika ia mengunjungi tempat pengolahan kayu, di mana serbuk kayu dihilangkan dengan menggunakan teknik pemisahan sentrifugal – mirip putaran angin puyuh.

Dyson Indonesia 02

Dyson Indonesia 01

Mengambil inspirasi dari sana, Dyson menciptakan purwarupa pertamanya berbekal vacuum cleaner Hoover Junior dan kardus. Sejak momen tersebut, ia terus mengembangkan teknologi cyclone – memperkecil ukuran demi mendongkrak daya hisap. Davies menyebutkan, motor digital yang mentenagai mesin penghisap debu Dyson berputar lima kali kecepatan mobil balap F1, debu dihadapkan pada gaya gravitasi ekstrem sebesar 293.000G. Manusia saja hanya sanggup menahan gaya 50G.

Dyson Indonesia 10

Dyson Indonesia 18

Saya bertanya pada Martyn Davies, apakah tenaga sebesar itu memang betul-betul diperlukan? Tentu saja semua itu ada maksudnya. Mesin dirancang untuk menangkap zat penyebab reaksi alergi, contohnya kotoran mikroskopis dan debu berukuran sampai 0,3-micron secara tuntas (99,99 persen). Davies menyampaikan, vacuum cleaner juga efektif menumpas beberapa jenis jamur dan bakteri.

Dyson Indonesia 17

Dyson Indonesia 11

Melalui demo singkat, sang GM memperlihatkan kapabilitas salah satu model cordless vacuum buat menyingkirkan campuran beberapa jenis kotoran (Davies memadukan beras, tepung dan bedak bayi). Perangkat cuma memerlukan waktu beberapa detik saja untuk membersihkan semuanya. Mengagumkan, namun pemandangan paling menarik bagi saya ialah robotic vacuum cleaner 360 Eye.

Dyson Indonesia 06

Dyson Indonesia 05

360 Eye mungkin boleh disebut sebagai robot pembersih paling mutakhir saat ini, sanggup melampaui kemampuan produk sejenis milik kompetitor. Untuk membuatnya, Dyson menggelontorkan modal kira-kira US$ 43 juta. Ia telah tersedia di Jepang, tapi sayang sekali, Dyson belum mempunyai rencana buat menghadirkannya di Indonesia.

Dyson Indonesia 07

Dyson Indonesia 19

Sedikit rangkuman dari kecanggihan 360 Eye: ia mengukur ruang berbasis formula matematika kompleks, teori probabilitas, geometri serta trigonometri; mengetahui lokasi yang sudah atau belum dibersihkan. Berdasarkan penjelasan Davies, tim teknisi masih di tahap penyempurnaan, dan baru merilis 360 Eye di lebih banyak negara termasuk Indonesia setelah ‘benar-benar merasa yakin’.

Produk-produk ramuan Dyson sebenarnya sudah dapat dibeli via Best Denki. Namun jika ingin menjajal atau mengajukan pertanyaan pada para pakar, saya menyarankan agar Anda mengunjungi concept store Dyson, berlokasi di mall Pacific Place Jakarta, lantai satu No. 30A.

Perangkat Ini Bisa Mendeteksi Kebocoran Lalu Mengirim Notifikasi ke Smartphone

Berhadapan dengan mesin cuci yang bocor itu sangatlah menyebalkan. Kalau kita ada di sana saat air mulai menetes, tidak akan jadi masalah. Tapi bagaimana jadinya kalau kebocoran terjadi ketika kita sedang pergi berbelanja dan tidak ada orang sama sekali di rumah? Kemungkinan air bisa meluber ke mana-mana dan merusak berbagai barang yang ada.

Itu masih seputar mesin cuci, padahal masih banyak penyebab kebocoran lainnya. Sederhananya, kita perlu selalu siaga terhadap kebocoran kalau tidak mau menanggung biaya kerusakan yang bisa sangat mahal. Untuk itu, kita perlu perangkat semacam yang diluncurkan Honeywell ini.

Bernama lengkap Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector, fungsi perangkat ini sudah terpampang jelas pada namanya. Ia merupakan gabungan sejumlah sensor yang dapat mendeteksi ketika ada air meluber tanpa sengaja di suatu ruangan sekaligus memberi peringatan ketika suhu di suatu ruangan mulai turun drastis – kasus yang kedua ini sepertinya mustahil terjadi di Indonesia.

Honeywell Lyric Water Leak and Freeze Detector

Perangkat ini terdiri dari dua komponen. Satu merupakan unit utama yang Anda pasangkan di tembok, sedangkan satu lagi merupakan semacam kabel extension. Unit utamanya mengemas sensor air, kelembaban dan suhu, serta sebuah speaker untuk membunyikan alarm guna memperingatkan pemilik rumah.

Tapi bagaimana jika Anda tidak ada di rumah saat alarmnya berbunyi? Di sinilah konektivitas Wi-Fi mengambil peran. Lyric Water Leak Detector akan mengirimkan notifikasi ke smartphone Anda, menyarankan Anda untuk segera kembali ke rumah guna mengecek dan mencegah kebocoran jadi bertambah parah. Semakin cepat diatasi, tentunya semakin kecil skala kerusakan yang harus ditanggung.

Namun yang tidak kalah menarik adalah bagian kabel extension-nya. Kabel ini pada dasarnya bisa disambung-sambungkan hingga sepanjang 120 meter. Jadi hanya dengan satu unit utama Lyric Water Leak Detector, Anda bisa mendapat peringatan ketika kebocoran terjadi di ruangan yang jauh dari unit utamanya, di garasi misalnya.

Perangkat ini mengambil daya dari tiga baterai AA standar, yang diperkirakan baru akan habis setelah sekitar tiga tahun. Jadi setelah memsangnya, pengguna bisa melupakannya begitu saja. Saat ada air meluber, pengguna akan segera diperingatkan.

Harga yang dipatok Honeywell adalah $80. Kemungkinan besar barangnya tidak dipasarkan di sini. Tapi kalau Anda memang tertarik dan seringkali dibuat frustasi oleh kebocoran, mungkin bisa menitip ke saudara yang tinggal di Amerika Serikat.

Sumber: Reviewed.

Smarter Hadirkan Tiga Perangkat Dapur Berkonektivitas

Tak hanya perangkat wearable atau drone saja yang bisa mengundang perhatian di ajang CES 2016 minggu kemarin, tetapi juga perabot dapur berkonektivitas. Perusahaan asal Inggris yang bergerak di bidang ini, Smarter, memperkenalkan tiga perangkat sederhana yang diharapkan bisa meng-upgrade dapur Anda.

Smarter Fridge Cam

Perangkat yang pertama ini merupakan sebuah kamera yang Anda pasangkan di dalam lemari es. Ya, di dalam, karena tugasnya menjadi pengawas dari seluruh bahan makanan yang tersimpan di dalamnya. Bukan mengawasinya dari maling, melainkan dari Anda sendiri.

Smarter Fridge Cam

Smarter beranggapan bahwa, saat kita berbelanja di supermarket misalnya, seringkali kita lupa bahan makanan apa yang stoknya menipis di dalam lemari es. Dengan Smarter Fridge Cam, pengguna tinggal membuka aplikasi di smartphone, lalu melihat keadaan di dalam lemari es secara real-time. Stok buah tinggal sedikit? Waktunya untuk beli lagi.

Smarter Mats

Perangkat yang kedua ini hanya berupa tatakan untuk botol, gelas dan sebagainya. Tentu saja bukan sembarang tatakan, melainkan yang telah ditanami sejumlah sensor untuk mengukur bobot dari botol susu atau botol saus sambal yang Anda letakkan di atasnya.

Smarter Mats

Jadi pada saat isi botol-botol tersebut tinggal sedikit, aplikasinya akan memberikan notifikasi sehingga Anda bisa segera berkunjung ke supermarket terdekat untuk membeli bahan yang baru.

Smarter Detect

Perangkat yang terakhir ini fungsinya lebih luas, merupakan sebuah sensor yang bisa ditambatkan ke berbagai perabot dapur seperti oven, lemari es sampai mesin cuci sekalipun. Fungsinya? Memberi tahu pengguna semisal oven sudah mencapai suhu yang diinginkan, pintu lemari es lupa ditutup, atau ketika mesin cuci sudah selesai bertugas.

Smarter Detect

Konsep yang ditawarkan pada dasarnya mirip seperti LG SmartThinQ Sensor. Intinya, berkat Smarter Detect, perabot elektronik tradisional bisa sedikit menyesuaikan diri dengan era Internet of Things.

Sejauh ini Smarter belum mengungkapkan banderol harga dari masing-masing perangkat baru yang mereka perkenalkan, sedangkan jadwal pemasarannya diperkirakan akan dimulai pada musim panas mendatang. Kalau cuma berupa sensor seperti Smarter Mats dan Detect, mungkin harganya tidak terlalu mahal. Yang kemungkinan bisa sampai ratusan dolar adalah Smarter Fridge Cam.

Sumber: Wareable. Sumber gambar: Smarter.

Wajan Pantelligent Pastikan Masakan Anda Tidak Gosong

Pernah menonton acara TV MasterChef? Kalau pernah, Anda pasti tahu bahwa sebagian kontestan sempat kesulitan menghidangkan masakan yang matang dengan sempurna; kadang telur dadarnya terlalu matang, atau malah ikan salmonnya masih mentah di bagian tengahnya.

Untuk mencapai tingkat kematangan yang benar-benar pas, para koki profesional biasanya selalu sedia termometer. Suhu merupakan elemen penting dalam kegiatan memasak. Jadi dengan memperhatikan suhu, sebenarnya kita bisa menyajikan steak lulur dalam yang matangnya pas, terasa juicy dan tidak kering sama sekali.

Namun selain memanfaatkan termometer, ada alternatif lain yang terasa lebih hi-tech, yaitu dengan menggunakan wajan penggorengan pintar bernama Pantelligent. Wajan ini dibekali Bluetooth, memungkinkannya untuk mengirim berbagai informasi menuju smartphone.

Lewat aplikasi pendampingnya (Android dan iOS), pengguna bisa tahu seberapa panas wajan sekaligus bahan makanan yang sedang diolah. Saat sudah waktunya membalik ikan salmon, notifikasi akan muncul di smartphone – bisa juga dalam wujud instruksi suara dari asisten virtual macam Siri.

Pantelligent

Aplikasi Pantelligent tentunya juga menyediakan sejumlah resep, lengkap beserta panduan langkah demi langkah yang bisa diikuti. Premisnya adalah, selama Anda mengikuti panduannya dengan baik, masakan Anda dijamin matang dengan sempurna tanpa perlu mengandalkan termometer sekalipun.

Secara fisik Pantelligent tidak jauh berbeda daripada wajan penggorengan biasa, lengkap dengan permukaan anti-lengket. Semua komponen elektroniknya tertanam di ujung gagangnya. Ia ditenagai oleh sepasang baterai AAA yang hanya perlu diganti sekitar setahun sekali.

Pantelligent awalnya muncul melalui situs crowdfunding Kickstarter, tapi sekarang sudah dipasarkan secara luas seharga $199.

Sumber: Mashable.

Lini Smart TV Samsung Tahun 2016 Bisa Mengontrol Perangkat Smart Home

Sebagai perangkat elektronik utama yang ditempatkan di ruang tamu, televisi sebenarnya punya potensi menjadi semacam pusat kendali atas perangkat-perangkat lain yang ada di rumah, terlebih mengingat sekarang adalah zamannya Internet of Things (IoT).

Sebelum ini, kita sudah melihat rencana LG untuk melengkapi lini smart TV-nya dengan kemampuan mengontrol perangkat smart home. Dan kini giliran Samsung yang mengambil langkah serupa. Dalam mengeksekusinya, Samsung mengajak SmartThings, perusahaan IoT yang mereka akuisisi tahun lalu.

Kerja sama tersebut hadir dalam bentuk integrasi platform SmartThings pada lini smart TV Samsung. Dikatakan bahwa seluruh lini Samsung SUHD TV yang dirilis di tahun 2016 nantinya bisa dijadikan remote control atas lebih dari 200 perangkat smart home yang kompatibel dengan platform SmartThings, mulai dari lampu, kunci pintu, thermostat, kamera pengawas, speaker, dan lain sebagainya.

Namun tentunya software saja tidak cukup guna memberikan integrasi yang sempurna. Kedua pihak nantinya bakal menyediakan aksesori bernama SmartThings Extend untuk ditancapkan ke port USB milik TV. Dengan aksesori tersebut, pengguna bahkan bisa memonitor sekaligus mengontrol perangkat smart home yang memakai protokol ZigBee dan Z-Wave.

Contoh skenario dimana integrasi ini akan terasa sangat bermanfaat adalah ketika pengguna hendak menciptakan suasana ruang menonton yang sempurna. Pengguna hanya perlu mengaktifkan fitur Cinema Mood pada aplikasi SmartThings di televisi, kemudian sistem pencahayaan sekaligus audio akan disesuaikan dengan sendirinya.

Samsung dan SmartThings rencananya akan mendemonstrasikan TV bersenjatakan integrasi smart home ini pada event CES 2016 di awal Januari mendatang.

Sumber: TechCrunch, Samsung dan SmartThings Blog.

LG HOM-BOT Turbo+ Ialah Robotic Vacuum Cleaner Berteknologi Augmented Reality

Robotic vacuum cleaner bukanlah barang baru. Brand seperti iRobot sudah beberapa tahun mendominasi pasar, namun kini LG ingin ikut meramaikan kompetisi melalui perangkat terbarunya, LG HOM-BOT Turbo+.

HOM-BOT bukan sekedar robot pembersih biasa yang bisa bergerak dengan sendirinya. Ia dilengkapi sejumlah fitur pintar, termasuk salah satunya yang memanfaatkan teknologi augmented reality, membuka peluangnya untuk bersaing melawan produk dari pabrikan lain yang sudah amat berpengalaman di bidang ini.

Fitur andalan tersebut dijuluki Home-Joy. Fitur ini pada dasarnya memungkinkan pengguna untuk menetapkan area yang perlu dibersihkan hanya dengan mengarahkan kamera smartphone, lalu menunjuk area secara spesifik. Sesaat kemudian, HOM-BOT akan langsung bergerak menuju titik yang telah ditetapkan dan mulai bersih-bersih.

LG HOM-BOT Turbo+

HOM-BOT dibekali tiga sensor kamera yang ia manfaatkan untuk mengenali kondisi di sekitarnya, memisahkan antara area yang sudah dibersihkan dan yang belum. Kamera pada bagian depannya juga berkontribusi atas dua fitur unggulan lain yakni Home-View dan Home-Guard.

Fitur Home-View sejatinya akan menampilkan pandangan sang robot secara real-time pada smartphone pengguna. Pengguna kemudian bisa ‘memperbudaknya’ dari kejauhan, memerintahnya untuk membersihkan isi rumah kapan saja ia mau dan dari mana saja.

Di sisi lain, fitur Home-Guard tidak ada sangkut-pautnya dengan kegiatan bersih-bersih. Dengan fitur ini, HOM-BOT bisa merangkap tugas sebagai kamera pengawas. Setiap kali ada gerakan yang terdeteksi, ia akan mengambil gambar dan mengirimkannya ke pengguna yang sedang berada di luar rumah.

LG HOM-BOT Turbo+

Selebihnya, HOM-BOT tidak jauh berbeda ketimbang robotic vacuum cleaner pada umumnya. Ia dirancang supaya dapat bernavigasi selagi menghindari rintangan macam tangga ataupun meja. LG menanamkan sepasang prosesor di dalam HOM-BOT supaya ia bisa membuat keputusan dengan cepat, membelok dengan sigap sebelum wajahnya mencium tembok.

LG HOM-BOT Turbo+ rencananya akan dipamerkan di ajang CES 2016 bulan depan. Harga maupun ketersediaanya mungkin baru akan dirincikan dalam kesempatan tersebut.

Sumber: SlashGear dan LG.