Potensi “Blue Economy” Besar, Inovator di ASEAN Ditantang untuk Berkontribusi

Dalam upaya menangani isu-isu lingkungan dan memperkuat ekonomi biru, ASEAN bersama dengan Jepang dan UNDP, resmi meluncurkan “ASEAN Blue Economy Innovation”.

Blue economy adalah pendekatan ekonomi yang memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif, termasuk industri seperti perikanan, pariwisata, energi terbarukan, dan transportasi maritim. Tujuannya adalah memastikan keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya laut dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Acara peluncuran yang diadakan di Sekretariat ASEAN di Jakarta ini menandai langkah maju dalam memanfaatkan potensi maritim regional yang luar biasa, yang diperkirakan mencapai nilai pasar hingga $2,5 triliun per tahun atau lima persen dari ekonomi global.

Proyek ini bertujuan untuk memfasilitasi inovasi dalam pengelolaan ekosistem laut dan air tawar, melalui tiga kegiatan utama: ASEAN Blue Innovation Challenge, Program Inkubasi, dan Temu Usaha (Business Matchmaking).

Sebanyak 60 inovator terpilih dari sepuluh negara ASEAN dan Timor Leste akan mendapatkan kesempatan untuk menerima dukungan finansial sebesar hingga $40,000.

Selain dukungan finansial, para inovator juga akan mendapat pendampingan selama enam bulan untuk mengembangkan dan mengkomersialkan solusi mereka. Proyek ini juga memberikan kesempatan bagi tim pemenang untuk mempresentasikan inovasi mereka kepada komunitas bisnis, investor, dan pemodal, yang membuka akses ke investasi di sektor ekonomi biru.

Dalam pidato pembukaannya, Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn menekankan bahwa inisiatif ini sangat strategis dalam mendukung pelaksanaan Kerangka Kerja Ekonomi Biru ASEAN.

“Ini adalah langkah maju bagi ASEAN untuk memanfaatkan ekonomi biru demi pembangunan regional yang berkelanjutan dan inklusif,” ujar Kim.

Pendaftaran untuk ASEAN Blue Innovation Challenge masih akan dibuka hingga akhir Mei 2024. Inisiatif ini tidak hanya diharapkan untuk memperkuat kerja sama regional dan integrasi ekonomi, tetapi juga untuk menjadi katalis dalam upaya konservasi laut di kawasan Asia Tenggara.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Mengenal LindungiHutan, Startup Asal Semarang yang Konsisten Melakukan Konservasi Lingkungan

Sebutan ‘paru-paru dunia’ yang kita sematkan pada hutan bukanlah tanpa alasan. Hutan memainkan peran krusial sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, penyerap karbon, sekaligus peredam dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang sedang terjadi.

Singkat cerita, sudah sepatutnya hutan dijaga dan dilestarikan sebagai salah satu pilar utama dalam kehidupan yang berkelanjutan. Salah satu pihak yang gencar melakukan upaya pelestarian hutan di Indonesia adalah LindungiHutan.

Sejak tahun 2016, startup LindungiHutan yang bermarkas di kota Semarang ini telah fokus membangun platform crowdplanting penggalangan dana online untuk konservasi hutan dan lingkungan.

CEO LindungiHutan, Miftachur Robani atau yang akrab disapa Ben, menjelaskan bahwa timnya selalu mengambil pendekatan yang adaptif dalam menjalankan misinya.

“Setiap tahunnya kami memiliki pendekatan dan cara pandang baru yang berkembang seiring dengan perkembangan zaman, dan kami akan melangkah sejalan dengan tujuan kami,” ungkap Ben dalam sebuah keterangan tertulis.

Untuk tahun 2024 misalnya, LindungiHutan menyediakan berbagai program kerja sama seperti #PilihLestari, TreeshBash, Sedekah Pohon, ESG Program, Imbangi, Rawat Bumi, UniversiTree, Jaga Hutan, Hutan Merdeka, Musim Penghijauan, hingga Harapan Hutan.

“Selain itu juga terdapat program tahunan, yaitu CorporaTree, ColaboraTree, dan Konsultasi Karbon,” imbuh Ben.

Hingga saat ini, LindungiHutan mengklaim telah menanam lebih dari 805.000 pohon di 50 lokasi penghijauan. Mereka juga telah dipercaya sebagai mitra dalam melakukan aksi keberlanjutan oleh 517 brand dan perusahaan, seperti Somethinc, Tokopedia, BFI Finance, Bussan Auto Finance (BAF), dan lainnya.

**

Untuk ulasan selengkapnya, kunjungi Solum.id. Solum.id adalah media online yang fokus menyajikan berbagai artikel tentang sektor keberlanjutan dan teknologi masa depan.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id

DBS Foundation Hibahkan Rp8,2 Miliar Bagi Empat Startup Cleantech Asal Indonesia

Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation mengumumkan empat startup asal Indonesia yang terpilih sebagai pemenang dari DBS Foundation (DBSF) Business for Impact Grant Award Programme 2023.

Keempat startup tersebut adalah Plana, Liberty Society, Nafas, dan Magalarva. Sebagai pemenang, mereka berhak mendapatkan dana hibah dengan total nilai 710 ribu dolar Singapura (setara Rp8,2 miliar), yang akan digunakan untuk mengatasi permasalahan lingkungan dan sosial.

Sedikit informasi mengenai masing-masing pemenang, Plana adalah startup yang berfokus pada pengolahan sampah plastik menjadi material baru, yaitu Plana Wood. Produk ini diproyeksikan sebagai alternatif kayu alami yang tahan lama dan dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

Liberty Society di sisi lain berfokus pada daur ulang limbah perusahaan (plastik, tekstil, kardus) menjadi merchandise B2B, sekaligus membuka kesempatan bekerja bagi komunitas yang terpinggirkan.

Nafas adalah startup yang menyediakan data kualitas udara (air quality index/AQI) untuk meningkatkan kesadaran tentang polusi udara serta mendorong perubahan kebijakan.

Magalarva menghadirkan layanan pengumpulan limbah dan mengubahnya menjadi tepung lalat tentara hitam (black soldier fly) berkualitas tinggi sebagai bahan baku pakan hewan.

***

Untuk ulasan selengkapnya, kunjungi Solum.id. Solum.id adalah media online yang fokus menyajikan berbagai artikel tentang sektor keberlanjutan dan teknologi masa depan.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id

SUN Energy Amankan Pendanaan Hijau Rp500 Miliar dari PermataBank

Tren pembiayaan hijau atau green financing terus berkembang seiring pemerintah Indonesia menargetkan pencapaian net zero emission (NZE) pada tahun 2060.

Industri perbankan di Indonesia pun dikenal aktif dalam mempromosikan upaya pembiayaan hijau melalui penyediaan kredit untuk sektor hijau, dengan tujuan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Salah satu contoh terbarunya adalah PermataBank yang mengambil langkah signifikan dengan penyaluran fasilitas pembiayaan hijau senilai Rp500 miliar kepada SUN Energy.

Sesuai profil penerimanya, fasilitas ini ditujukan untuk pengembangan proyek energi surya di Indonesia. Melalui implementasi pembiayaan hijau ini, PermataBank memainkan peran strategis dalam penyaluran fasilitas untuk proyek energi baru terbarukan (EBT).

Hal ini sejalan dengan komitmen PermataBank untuk memitigasi risiko iklim dan mengurangi emisi karbon dalam aktivitas perbankan yang dijalankan.

Chief Corporate Banking PermataBank, Evi Hiswanto, menjelaskan bahwa kerja sama dengan SUN Energy ini merupakan salah satu komitmen strategis perusahaannya dalam meningkatkan pembiayaan ramah lingkungan.

Untuk ulasan selengkapnya, kunjungi Solum.id. Solum.id adalah media online yang fokus menyajikan berbagai artikel tentang sektor keberlanjutan dan teknologi masa depan.

Disclosure: Solum.id adalah bagian dari grup DailySocial.id

 

East Ventures dan Kadin Indonesia Luncurkan “ECOVISEA”, Bantu Bisnis Hitung Emisi Gas Rumah Kaca

East Ventures dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia), hari ini (06/2) resmi meluncurkan portal ECOVISEA, yang merupakan singkatan dari Emission Calculator & Visualization Southeast Asia (Kalkulator Emisi & Visualisasi Asia Tenggara).

ECOVISEA adalah platform kalkulator emisi gas rumah kaca (GRK) global berbasis web dan dapat digunakan secara gratis oleh perusahaan untuk menghitung dan mengukur dampak lingkungannya. Dalam pengembangan layanan ini, turut menggandeng WRI Indonesia sebagai knowledge partner dan Climatiq sebagai penyedia data faktor emisi berstandar global.

“Keberlanjutan telah menjadi bagian dari DNA East Ventures sejak awal berdiri. Kami senang bisa memperkenalkan ECOVISEA, alat penghitung (kalkulator) GRK berbasis web dan gratis yang dirancang untuk bisnis dan UMKM di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara. Diluncurkan sebagai hasil kolaborasi nyata dengan KADIN Indonesia dan WRI Indonesia, ECOVISEA merupakan bukti upaya kolaboratif dalam memanfaatkan teknologi digital, keahlian spesifik industri, dan wawasan lapangan,” ujar Partner East Ventures Avina Sugiarto.

Avina melanjutkan, “Platform inovatif ini menyederhanakan proses perhitungan karbon yang sebelumnya dilakukan secara manual sekaligus memberdayakan dunia usaha untuk mendapatkan visualisasi sumber emisi GRK mereka. Para pengguna pada akhirnya dapat mengidentifikasi strategi pengurangan emisi dengan lebih baik. Bersama-sama, kami bersemangat untuk membuka jalan menuju masa depan yang berkelanjutan, memanfaatkan kekuatan teknologi, dan secara aktif berkontribusi terhadap visi net zero yang dicanangkan pemerintah.”

Diketahui, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara penghasil emisi terbesar dengan kontribusi ~1,48 GtCO2e (gigaton karbon dioksida ekuivalen) terhadap emisi GRK setiap tahunnya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya ekstra untuk memastikan kemajuan progresif dalam mencapai target Perjanjian Paris, yaitu membatasi kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius pada tahun 2050.

Penghitungan emisi oleh perusahaan terkait dampak lingkungan yang dihasilkan menjadi langkah krusial dan mendasar. Dengan melakukan hal tersebut, mereka dapat mengurangi dampak lingkungan atau membuat keputusan yang tepat untuk mencapai target keberlanjutan. Meskipun penghitungan emisi GRK bersifat krusial, banyak perusahaan di Indonesia, mulai dari usaha besar, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga startup, belum menghitung jejak karbonnya. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh kurangnya akses terhadap pengetahuan dan keahlian dalam menghitung emisi GRK.

“Inisiatif ini mencerminkan komitmen kami melalui Kadin Net Zero Hub untuk membantu perusahaan-perusahaan nasional dalam transisi menuju Net Zero Company. ECOVISEA merupakan platform yang esensial bagi perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mengukur dan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka. Kami yakin bahwa ECOVISEA akan memainkan peran penting dalam memungkinkan perusahaan-perusahaan nasional secara kolektif mencapai target pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai Emisi Nol Bersih pada tahun 2060,” sambut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Kadin Indonesia Shinta W. Kamdani.

Cara kerja ECOVISEA

ECOVISEA dirancang untuk menghitung emisi yang dihasilkan perusahaan berdasarkan tiga cakupan berikut:

  • Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikuasai perusahaan, seperti pembakaran stasioner, emisi fugitive, pembakaran bergerak, emisi proses, dll.
  • Emisi tidak langsung dari pembangkitan energi yang dibeli, seperti pembelian listrik, panas atau uap, dll.
  • Semua emisi tidak langsung lainnya dari rantai nilai perusahaan, baik dari rantai nilai hulu maupun hilir.

Dua faktor emisi di atas disediakan Climatiq, mesin penghitung karbon berstandar global dan mematuhi GHG Protocol dan ISO 14067. Untuk versi saat ini, ECOVISEA dapat mendukung para perusahaan dalam menghitung cakupan 1, 2, dan beberapa bagian dari cakupan 3. Versi lengkap akan diluncurkan pada paruh pertama tahun 2024.

ECOVISEA didesain untuk memprioritaskan kebijakan privasi data perusahaan yang diunggah ke dalam platform ini; hanya akan digunakan untuk menghitung emisi GRK perusahaan. Platform ini akan menyimpan data yang diunggah pengguna secara sementara untuk pembuatan dasbor sebagai hasil penghitungan emisi GRK perusahaan.

“Kami percaya bahwa demokratisasi pengetahuan tentang penghitungan emisi yang akurat dapat memberikan kontribusi yang signifikan  terhadap upaya dekarbonisasi industri di Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyederhanakan proses input data guna membantu perusahaan mengatasi tantangan dalam memperkirakan emisi mereka secara tepat karena penyajian data dan prosedur entri data sering kali rumit,” ujar Country Director WRI Indonesia Nirarta Samadhi.

Modalku, STACS, dan IGCN Dorong Praktik ESG ke UMKM Lewat Platform ESGpedia

Modalku, STACS, dan Indonesia Global Compact Network (IGCN) berkolaborasi mengajak pelaku UMKM Indonesia yang ingin memulai perjalanan pelaporan Environmental, Social, Governance (ESG) mereka melalui platform ESGpedia.

Platform ESGpedia menyediakan topik-topik ESG dan fitur untuk mengonversi data operasional pelaku usaha, mulai dari bahan bakar, zat pendingin, dan konsumsi listrik menjadi ESG berdasarkan metode ISO 14064-1 beserta Protokol Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia.

“ESGpedia yang dikembangkan STACS, bertujuan untuk mengatasi kesenjangan data ESG di pasar Asia Tenggara. Platform ini memberikan akses gratis ke UMKM yang ingin menyederhanakan berbagai standar dan kerangka pelaporan ESG. Khususnya di Indonesia, kami sadar beberapa institusi atau perusahaan sudah diwajibkan oleh pemerintah untuk melaporkan metrik ESG,” ungkap Founder & Managing Director STACS Benjamin Soh dalam keterangan resminya, Jumat (2/2).

Sebagai informasi, STACS adalah perusahaan solusi teknologi dan data ESG yang berkantor pusat di Singapura.

Lebih lanjut, dukungan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran terhadap praktik berkelanjutan dan pentingnya ESG dalam strategi bisnis mereka, terutama di tengah meningkatnya persyaratan dari regulator dan investor dalam menangani isu perubahan iklim.

Selain itu, dukungan edukasi ini juga dilakukan mengingat UMKM memiliki keterbatasan sumber daya dibandingkan perusahaan skala besar sehingga dapat membantu bisnis untuk lebih peka terhadap isu-isu keberlanjutan yang perlu ditangani.

Melalui pelaporan ini, UMKM dapat membuat rencana aksi terkait topik ESG yang ingin diatasi dan menyesuaikan aktivitas bisnis mereka dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB untuk memberantas kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan melindungi bumi.

Sebagaimana diketahui, sejumlah pelaku di ekosistem digital dan teknologi juga telah meluncurkan inisiatif sendiri di bidang ESG. Tahun lalu AC Ventures dan PricewaterhouseCoopers (PwC) menerbitkan Pedoman Umum Indonesia untuk Tata Kelola Perusahaan (PUGKI). Targetnya adalah startup Indonesia yang ingin mengeksplorasi pendekatan baru dan memahami tata kelola di tengah gencarnya praktik ESG.

Menurut data PwC di 2022, investor kini mulai beralih ke bisnis yang mempraktikkan metrik ESG. Hal ini diperkuat oleh risetnya yang mencatat sebanyak 80% investor berhati-hati terhadap greenwashing, sedangkan pada data 2023 sebanyak 70% konsumen cenderung memilih produk berkelanjutan.

Sementara platform penyedia SCF, Danamart mengklaim menerapkan prinsip ESG sebagai salah satu tolok ukur penilaian manajemen risiko terhadap UKM sebelum menerbitkan efek di Danamart. Pihaknya menyebut tidak akan memberikan pendanaan kepada perusahaan yang belum memiliki ESG value.

Investor dan Startup “Climate Tech” Bicara Tantangan Industri

Dalam beberapa tahun terakhir, solusi di ranah hijau yang digarap oleh perusahaan rintisan terus berkembang. Terlepas tingginya investasi VC mengalir, sektor climate tech masih terbilang baru.

Founder mungkin masih terbentur isu pendanaan dan bagaimana menyeimbangkan dampak yang dihasilkan sembari menjalankan bisnis. Sementara, VC mungkin perlu mencari cara untuk memahami penilaian investasinya.

Dalam sesi “Opportunities in climate tech investing: Bridging gap between ambition and action” terungkap bagaimana startup Arkadiah, serta East Ventures dan British International Investment menghadapi isu-isu di atas.

Memanfaatkan pendanaan campuran

Panel diskusi Indonesia PE-VC Summit 2024 terkait investasi “climate tech” / DealStreetAsia

Co-Founder & CEO Arkadiah Reuben Lai menyebut, jika tidak punya bisnis yang solid, semua yang dikerjakan selama ini akan jadi sekadar amal. Dalam perjalanan membangun bisnisnya, ia menemukan sumber pendanaan yang menjadi tantangan signifikan alih-alih bicara pengembangan teknologi baru. Justru pendanaan ini diperlukan agar startup dapat meningkatkan skalanya.

Sekadar informasi, Arkadiah mengembangkan teknologi berbasis AI untuk menghidupkan kembali lahan terdegradasi untuk mengatasi isu penggundulan hutan.

Ia mengakui pendanaan eksternal dan opsi blended finance sangat diperlukan. Tidak ada satu formula yang pakem untuk memanfaatkan keduanya. Maka itu, ia memakai dua pendekatan saat mencari investor, yakni segmen korporat dan segmen yang fokus pada proyek tertentu.

Ia mencontohkan investor berdampak fokus pada dampak lingkungan, sedangkan investor lain fokus pada imbal hasil–misalnya dari penjualan kredit karbon. Kedua pendekatan secara sinergis ini dinilai dapat menguntungkan baik startup maupun investor.

“Menyatukan kedua sumber modal ini memungkinkan kami untuk mendanai proyek-proyek dalam skala besar dan memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan. Kami melihat blended finance terjadi, memang diperlukan lebih banyak pendanaan.”

Menilai investasi berdampak

Partner East Ventures Avina Sugiarto mengomentari tentang bagaimana investor melakukan penilaian pada investasi startup climate tech mengingat sektor ini mungkin masih terbilang baru dibandingkan sektor e-commerce atau fintech.

Ia menggarisbawahi perihal langkah mitigasi yang dapat terukur, seperti pengurangan gas rumah kaca. Memang, metrik pengukuran ini di lapangan tidak semudah yang dikatakan, tetapi ia menilai hal itu masih tetap menarik minat investor, terutama startup yang mengakomodasi kebutuhan petani kecil dengan tool untuk prediksi cuaca atau potensi gagal panen karena cuaca

Terlepas dengan itu semua, ia menekankan profitabilitas tetap menjadi faktor kunci investasi climate tech, tak ada bedanya dengan sektor-sektor lain. “Saya pikir saat ini banyak pemodal ventura berbicara tentang profitabilitas, bagian dari profitabilitas dan unit ekonomi. Hal yang sama juga berlaku pada climate tech.”

Dampak dulu atau keuntungan?

Sementara itu, Rohit Anand, Regional Head (SE Asia) & Head of Infrastructure Equity Asia di British International Investment, menekankan pentingnya punya keuangan yang stabil bagi startup climate tech. Tak masalah jika itu berarti pertumbuhan perusahaan bakal melambat, atau target berdampak yang ingin dicapai kurang tercapai (contoh: pengurangan emisi).

Ia berargumen, apapun dampak lingkungan yang ingin diciptakan, bisnis harus layak dulu secara komersial agar dapat memikat investor ke depannya. Dengan begitu, bisnisnya dapat berkelanjutan dalam jangka waktu lama. Penciptaan dampak tak boleh menjadi satu-satunya alasan eksistensi mereka.

Kebijakan dan insentif terhadap kelangsungan bisnis juga sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang industri ini. Ia mencontohkan, penjualan kendaraan listrik dapat berhasil karena didukung oleh kebijakan pemerintah.

“Mungkin saja, Anda dapat pendanaan berkat sebuah ide cemerlang, tetapi Anda tidak bisa menciptakan bisnis yang berkelanjutan dari situ. Dampak pengurangan emisi karbon adalah implikasinya, tetapi tidak bisa jadi satu-satunya alasan bisnis Anda ada.”

Pelopor Industrialisasi Larva BSF, Magalarva Reduksi Sampah Organik Jadi Makanan Super untuk Hewan

Rendria Arsyan Labde tidak menyangka, terekspos dengan hal-hal berbau sustainable farming membawanya jadi pelopor larva black soldier fly (BSF) di Indonesia, lewat Magalarva. Dulu ia buta soal BSF, namun kini mampu menemukan formula yang tepat dan efisien untuk produksi larva bahkan diekspor ke berbagai negara.

Sempat ia terjun ke bisnis properti sebagai pengembang perumahan yang berkelanjutan. Setelah dijalani, ternyata dampak yang bisa eskalasi tidak semasif dari yang ia prediksi. Rendria menggali lebih jauh dimulai dari isu di perkotaan, bertemulah dengan isu sampah yang makin parah.

Gerakan kesadaran sampah yang digalakkan sejauh ini hanya berkutat pada sampah non-organik. Padahal sampah organik jumlahnya jauh lebih banyak, sekitar 70% dari data yang ia temukan. Dari serangkaian riset yang dilakukan, ia bertemu pertama kali dengan larva BSF di Jawa Tengah. Belatung jenis ini berbeda dari yang ia ketahui selama ini karena saat makan begitu geragas melahapnya.

Selanjutnya, membaca jurnal ilmiah hingga belajar ke perusahaan di luar negeri untuk mencari tahu apakah ini ada nilai ekonominya. “Saya validasi lagi ini bener scalable dan visible gak sih. Di negara maju sudah ada perusahaannya dan memang bisa. Saya percaya kalau ini ditekuni bisa jadi solusi di Indonesia,” ujar Rendria kepada DailySocial.id.

Co-founder dan CEO Magalarva Rendria Arsyan Labde / Magalarva

Sebagai catatan, Magalarva adalah satu dari perusahaan bioteknologi yang menggeluti bisnis pengolahan limbah makanan menjadi pakan ternak dan pupuk organik berbahan dasar larva BSF.

Saat berdiri di 2017, Rendria mengaku belum ada pengusaha budidaya ini yang sudah masuk tahap industrialisasi. Untuk belajar dari ahli BSF di Indonesia saja belum ada yang benar-benar kuat, beda halnya kalau mau belajar budidaya udang atau jenis ikan lainnya sudah banyak ahlinya.

Sambil menyelam minum air, tak terhitung berapa banyak penelitian dan uji coba untuk menemukan formula budidaya BSF yang tepat. Layaknya makhluk hidup, seringkali BSF atau larva atau belatung ini tidak cocok dengan suhu atau makanan tertentu, maka harus dipelajari lebih dalam agar hasilnya terbaik.

“Sekarang sudah jalan lima tahun, kita percaya bahwa kita ini terbaik di Indonesia karena bisa dapat efisiensi cost paling tinggi.”

BSF dianggap sebagai senjata paling efektif dalam mengurai volume sampah makanan. Binatang ini tidak punya mulut dan organ pencerna. Mereka hanya makan saat masih jadi larva dan hanya memakan sisa hewan atau tumbuhan yang membusuk. Satu larva BSF bisa makan empat kali dari berat badannya, waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan makanan dalam volume kakap sekitar 2-3 hari saja.

Setelah itu, larva akan mengeluarkan kotoran apa yang dimakan menjadi pupuk. Sebagian larva ada yang diternakkan hingga jadi lalat, sebagian lagi dikeringkan menjadi pakan ternak. BSF yang dikeringkan, biasanya digunakan untuk kebutuhan ekspor. Selain bisa diberikan langsung untuk hewan, belatung kering yang telah diperoses lebih lanjut menjadi tepung dan minyak dapat dijadikan sebagai pelengkap pakan.

Siklus metamorfosis dimulai dari telur lalat hingga BSF kawin memakan waktu kurang lebih 41 hari. “Kita panen hidup-hidup belatungnya. Kita proses di pabrik untuk dicuci dan dikeringkan. Hasil belatung kering ini sumber protein tinggi yang sangat dibutuhkan untuk makanan hewan, baik ikan, ayam, udang, bisa dipakai langsung atau jadi bahan campuran.”

Pada tahun pertama, Magalarva mengelola sampah sebanyak 50 kilogram dalam sehari. Kini angkanya sudah berlipat-lipat ganda jadi 200 ton dalam sebulan, semuanya diproses langsung di pabrik pengolahan limbah makanan yang berlokasi di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor.

Pabrik pengolahan Magalarva di Gunung Sindur / Magalarva

Akumulasi sampah yang telah diolah sejak 2018 hingga sekarang mencapai 5 ribu ton. Yang terpenting meningkatnya kapasitas ini mampu membuat ongkos produksi Magalarva jauh lebih efisien turun jadi 70% dan bisa menjual BSF dengan harga lebih terjangkau.

Sumber sampah diambil dari mitra perusahaan, seperti produsen susu (Cimory, Indolakto), Dinas Lingkungan Hidup, startup waste management (Rekosistem, Waste4Change), hingga pengelola pasar tradisional (Pasar Induk Kramat Jati). “Beauty-nya di sini. Instead bersaing, kita jadi solusi untuk mereka karena food waste yang dikumpulkan, kita olah. Kita menawarkan service dan value kita ke mereka.”

“Ini sesuai dengan misi kita reduksi sampah sebesar-besarnya, walau angka ini masih belum bisa berikan impact yang besar. Tapi kita sudah melakukan sesuatu yang nyata.”

Rencana perusahaan

Penjualan panen dilakukan oleh tim Magalarva dalam berbagai bentuk, baik itu B2B maupun B2C. Perusahaan bekerja sama dengan pengusaha lokal untuk menjadi distributor/reseller. Biasanya mereka adalah pemilik toko makanan hewan, entah itu untuk penghobi ikan koi, burung, dan ayam.

Di samping itu, juga sudah ekspor ke Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Rendria membidik ke depannya dapat rutin ekspor hingga dua kontainer, masing-masing berkapasitas 15 ton per kontainernya. Negara yang akan disasar, yakni Amerika Serikat, Amerika Latin, dan Asia Tenggara.

Rendria mengaku pihaknya sedang menggalang pendanaan putaran baru untuk beli alat baru dan menambah luas pabrik. “Sekarang kita kebanjiran order tapi kita butuh capital untuk tambah kapasitas karena yang sekarang sudah mentok.”

Selain tambah ekspor, perusahaan berencana untuk masuk ke industri lainnya, seperti tambak udang dan unggas agar penyerapan hasil panen dapat lebih masif. Kedua industri ini juga tak kalah besar potensi pasarnya.

Sebagai catatan, Magalarva telah didukung dengan sejumlah pendanaan dari investor. Pertama kali diperoleh pada Juni 2019 dari Innovation Factory milik Salim Group dan Gree Venture, nominal yang diterima sebesar $500 ribu. Kemudian pada akhir 2022, mendapat tambahan suntikan dari Bali Investment Club.

Pekerjaan rumah Magalarva dan teman-teman sejenisnya masih begitu besar.

Data Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) menyebutkan volume sisa makanan atau food waste mencapai 28,5 juta ton atau 40,6% dari seluruh total timbunan sampah di tanah air pada 2022. Sampah dari rumah tangga jadi penyumbang terbesar dengan persentase sebesar 38,3%.

Data pendukung lainnya dari Bappenas menyebutkan Indonesia membuang 23-48 juta ton sampah makanan per tahun sepanjang periode 2000-2019. Food waste tersebut menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp231 triliun-Rp551 triliun per tahun. Padahal secara sosial, sebetulnya kerugian ini dapat memberi makan kepada 61-215 juta orang per tahun.

Dari dampak lingkungan, sampah organik merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas metan. Gas ini memiliki potensi pemanasan global yang efeknya dahsyat, yakni mencapai 28 kali lipat lebih besar dari karbondioksida.

New Energy Nexus Suntik Investasi Tambahan Rp484 Miliar ke Tiga Startup Climate Tech

New Energy Nexus (NEX) Ventures mengumumkan pendanaan tambahan pada tiga startup climate tech Indonesia dengan total akumulasi sebesar $31 juta (sekitar Rp484,7 miliar). Ketiga startup ini antara lain SolarKita, Swap Energy, dan Synergy Efficiency Solutions.

“Terlepas adanya penurunan investasi di sektor climate tech secara global tahun lalu, ketiga startup ini telah menunjukkan resiliensi mereka dengan menutup pendanaan baru,” ungkap Managing Director NEX Ventures Yeni Tjiunardi dalam keterangan resminya.

Sekilas mengenai ketiga portoflio tersebut:

  1. SolarKita mengembangkan solusi energi surya untuk kawasan residensial sehingga memungkinkan mereka membangun basis pasar pengguna panel surya di Indonesia.
  2. Swap Energy mengembangkan teknologi tukar baterai dan memungkinkan pengendara untuk mengganti baterai yang habis. Swap Energy tercatat memiliki lebih dari 1.300 titik penukaran baterai.
  3. Synergy Efficiency Solutions (SES) menawarkan efisiensi energi di Asia Tenggara lewat berbagai solusi, seperti desain, pembiayaan, dan instalasi.

NEX Ventures melalui dana kelolaan Indonesia 1 Fund telah menyuntik pendanaan ke 7 perusahaan climate tech dan mengalokasikan 4 investasi lanjutan sejak 2020. Selain itu, Indonesia 1 Fund juga telah melakukan investasi bersama dengan Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) di
SolarKita dan dengan Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF) di SES.

Menurut laporan NEX, portofolionya telah menghasilkan kinerja baik dan berhasil menarik total $70 juta dari berbagai investor sejak disuntik dana kelolaan ini. Pihaknya mengklaim seluruh portofolio Indonesia 1 Fund telah mengurangi lebih dari 165 ribu ton emisi karbon, atau setara dengan penanaman delapan juta pohon.

Salah satu portofolionya menyatakan bahwa pendanaan tersebut akan dimanfaatkan untuk memperkuat fundamental bisnis perusahaan, mendorong kualitas produk, serta memperluas jaringan instalasi dan mitra penjualannya di Indonesia.

“Pendanaan yang kami terima dari Indonesia 1 fund dan SEEAA mendorong penetrasi kami di kawasan residensial secara signifikan. Milestone ini menandai langkah awal SolarKita pada rencana ekspansi mencapai 18MWp setara dengan instalasi PV solar 6000 rumah dalam tiga tahun ke depan,” ungkap Founder & CEO SolarKita Amarangga Lubis.

Tren global dan domestik

PwC dalam “State of Climate Tech 2023” melaporkan pendanaan climate tech dari VC dan firma ekuitas swasta mengalami penurunan hingga 40% tahun lalu. Faktor ketidakpastian ekonomi dan konflik geopolitik disebut menurunkan kepercayaan investor untuk berinvestasi.

Adapun, laporan ini dibuat berdasarkan hasil analisis pada lebih dari 8000 startup climate tech di dunia dan lebih dari 32.000 transaksi pendanaan dengan total nilai $490 miliar.

Sementara, laporan yang disusun DSInnovate lewat “Indonesia’s Startup Handbook: Funding Updates (Q1-Q3 2023)” menyoroti tren pendanaan di sektor hijau, terutama pada startup kendaraan listrik. Selama tiga kuartal di 2023, EV menjadi sektor yang memperoleh pendanaan tertinggi kedua di Indonesia.

Tiga startup pengembang ekosistem EV, yakni Swap Energy, Alva, dan Charged tercatat memperoleh pendanaan dalam beberapa tahun terakhir. Sementara, VC dan perusahaan investasi yang aktif menyalurkan modal ke sektor EV di antaranya New Energy Nexus Indonesia, Eas Ventures, AC Ventures, hingga Kejora-SBI Orbit Fund.

Kepercayaan Diri ION Mobility di Pasar EV dengan Produk yang Sepenuhnya Dikembangkan Sendiri

Geliat kendaraan listrik di Indonesia makin terasa seiring dengan penetrasi produk di tengah masyarakat. Dibandingkan dengan kendaraan konvensional, industri kendaraan listrik menjadi lebih menarik, karena Indonesia tidak hanya mentereng sebagai pasar, melainkan mulai ada inovasi yang terlahir dari inovator lokal — baik dari sisi produk kendaraannya maupun infrastruktur pendukungnya.

ION Mobility adalah salah satu startup yang fokus mengembangkan produk sepeda motor listrik/electric two‐wheel vehicles (E2w) di Indonesia. Mereka mulai membangun tim di Jakarta saat lockdown pandemi tahun 2020 lalu, dipimpin James Chan selaku founder dan CEO. Produk dan model bisnis yang dianggap solid membawa mereka menutup pendanaan awal $6,8 juta dalam dua putaran di tahun 2021 dan 2022. Dilanjutkan pendanaan seri A senilai $18,7 juta pada Februari 2023 dipimpin TVS Motor.

“Kami adalah satu-satunya pemain E2w (electric two‐wheel vehicles) yang didukung oleh industri otomotif Asia Tenggara. Selain pemimpin otomotif 2W TVS Motor, kami juga memiliki dukungan dari Martin Hartono dari GDP Venture dan Michael Sampoerna dari Sampoerna Strategic sebagai investor kami,” ujar James.

James turut memaparkan, bahwa sebagian besar dana investasi yang dikumpulkan digunakan untuk pengembangan tim, operasional, dan meningkatkan kehadiran di Indonesia. Sekarang sebagian besar tim berada di Jakarta dan Bandung, kendati demikian ION Mobility juga telah memiliki kantor di Singapura, Vietnam, dan China.

“Saat ini, kami beroperasi dari sebuah showroom kecil di Motovillage Kemang sambil bersiap-siap untuk meluncurkan experience centre unggulan kami yang berlokasi di Radio Dalam dengan 4 lantai dan luas 15.000m2. Tim kami juga sedang bekerja keras untuk menyempurnakan paket baterai dan jalur perakitan E2w kami di Karawang Timur, untuk menjaga agar kami tetap sesuai jadwal dalam memenuhi pemesanan di beberapa bulan ke depan,” imbuhnya.

Peresiman showroom ION Mobility di Jakarta / ION Mobility
Peresiman showroom ION Mobility di Jakarta / ION Mobility

Produk pertama ION Mobility

ION Mobility pertama kali memamerkan produk perdananya ION M1-S pada IMOS 2022, kala itu kondisi pandemi mulai mereda dan lockdown kembali dibuka. Bagi James dan tim, ini menjadi titik awal penting untuk memulai validasi produk di pasar Jakarta.

Upaya menemukan product-market fit terus dilakukan dengan membawa ke M1-S ke berbagai pameran, termasuk yang paling baru ke IIMS 2023 dan GIIAS 2023. Salah satu tujuannya untuk memberikan gambaran lebih jelas sekaligus mendengarkan impresi dari calon pelanggan.

“Setelah menyelesaikan rangkaian pameran selama satu tahun terakhir, ION M1-S tidak akan muncul di pameran sepeda motor lainnya hingga kami mengirimkannya kepada pelanggan pemesan awal kami nanti akhir tahun ini,” imbuh James.

ION Mobility aktif memamerkan produknya di berbagai gelaran otomotif di Indonesia / ION Mobility
ION Mobility aktif memamerkan produknya di berbagai gelaran otomotif di Indonesia / ION Mobility

ION M1-S adalah produk berstandar otomotif yang didukung secara luas oleh perangkat keras, firmware, dan perangkat lunak yang dikembangkan secara mandiri. Ukurannya setara sepeda motor 155cc pada umumnya, tetapi menawarkan daya dan kinerja sepeda motor setara 250cc dari 0-60 km/jam dengan dukungan sejumlah fitur unit yang dikembangkan.

“Kami masih menunggu dokumen konten lokal (TKDN), tetapi berharap untuk menjadi yang terdepan di industri dengan skor setidaknya 70%; jauh lebih tinggi dari semua merek motor listrik lainnya di Indonesia – ini hanya dapat dicapai karena kami tidak bergantung pada konsultan besar dan tidak pernah mengontrakan bagian dari desain dan rekayasa M1-S kepada pihak ketiga,” jelas James.

Diakui juga, bahwa ini bukan perkara gampang menyelaraskan tim berjumlah 50an orang (dengan 10 kewarganegaraan di 4 negara) sampai mencapai titik ini. Pun pihak TVS yang memiliki pengalaman 45 tahun di industri juga mengungkapkan hal tersebut.

“Dedikasi ekstrem kami untuk ‘melakukan semuanya sendiri, sendirian’, bersama dengan upaya pemasaran merek dan produk yang lebih sedikit namun lebih baik, adalah jalur yang paling jelas bagi kami untuk menciptakan sepeda motor listrik dan produk penyimpanan energi terbaik untuk pelanggan kami di Indonesia,” ujar James.

Ia melanjutkan, “Beberapa orang mengatakan, seharusnya kami membuat M1-S lebih murah dan menyatakan bahwa harga Rp49 juta (varian 72V50Ah) dan Rp56 juta (varian 72V60Ah) masih terlalu sulit dijangkau bagi kebanyakan orang Indonesia. Saya memberi tahu mereka bahwa ada satu kendala universal yang kami hadapi; Anda hanya dapat memilih 2 dari 3 faktor: lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik. Di ION, kami memilih lebih cepat dan lebih baik sebagai 2 faktor prioritas, dengan penurunan harga yang akan datang ketika kami mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi, sejalan dengan permintaan (dan pengakuan) yang lebih besar untuk produk kami,” jelas James.

Ceruk pasar ION Mobility

Tidak dimungkiri dengan harga jual yang disebutkan James di atas, ION M1-S menjadi lebih mahal (signifikan) dibandingkan dengan sepeda motor konsumer konvensional yang saat ini mendominasi pasar. Bagi James, ION M1-S dirancang untuk menjadi pelopor di segmen produknya sendiri, yakni sebuah sepeda motor listrik seharga motor 155cc, tapi bertenaga 250cc (motor listrik 5kW yang mencapai output daya 12,5kW).

Ia turut mengungkapkan, di Indonesia rata-rata penjualan sepeda motor Internal Combustion Engine (ICE) per tahunnya mencapai 6 juta – 6,5 juta unit. Segmen 155cc mewakili sekitar 16-18% dari penjualan baru atau setara 1 juta+ unit dengan 80% dibeli oleh pelanggan di kota tier-1 seperti Jakarta. Kelompok pengguna ini masih merupakan segmen pasal massal (walaupun secara spesifik masuk ke massal premium) yang memiliki preferensi dan ekspektasi lebih mendetail. Sehingga dikenal juga sebagai segmen pelanggan penentu tren yang dinantikan pasar massal lainnya. Ceruk tersebut yang nantinya juga diharapkan bisa disentuh oleh produk ION M1-S.

“Merancang M1-S dengan seluruh gaya dan substansinya agar sesuai dengan faktor bentuk sepeda motor step-through (flat-bed) setara 155cc yang dibatasi secara volumetrik berarti ada volume yang lebih sedikit (dibandingkan dengan sepeda motor step-over) untuk menampung lebih banyak baterai guna menghasilkan tenaga kuda tinggi yang dimilikinya. Itulah mengapa kami harus membangun semuanya sendiri. Sebagai tim, kami percaya untuk menghadapi tantangan terberat terlebih dulu, dan jika kami berhasil melewati proses ini, menjadi jauh lebih mudah bagi kami untuk berkembang saat kami memasuki segmen lain di masa mendatang,” ujar James.

Baterai juga menjadi komponen yang mendapatkan perhatian penting dalam inovasi ION Mobility. Pihaknya mendesain, merekayasa, merancang paket baterai motor secara mandiri dengan peralatan berstandar industri dan bahan baku dari Tiongkok. Adapun proses perancangan dan perakitan dilakukan di pabrik yang perusahaan dirikan di daerah Karawang Timur.

Paket baterai ION dilindungi oleh aluminium yang kokoh untuk pengelolaan panas dan perlindungan fisik, menggunakan sel silindris NCM dengan faktor bentuk 21700 pada sistem 72V. Mereka juga telah memperoleh sertifikasi internasional untuk paket baterai (UN R136, UN 38.3) dan telah menguji sel, proses perakitan, dan paket secara menyeluruh. ION Mobility berkomitmen untuk melanjutkan pendekatan  ketat ini guna menjaga kualitas di seluruh batch produksi.

“Pendekatan kami berbeda dengan hampir semua pemain lain yang memperoleh pak baterai E2w mereka tanpa kemampuan atau kesadaran akan pengorbanan desain dan pemilihan komponen. Dengan kata lain, mereka hanya bisa menyalahkan pemasok  saat terjadi masalah, tetapi di ION, kami memikul tanggung jawab untuk memastikan hasil yang tepat, dan memiliki kemampuan internal untuk terus meningkatkan paket baterai dan teknologi sistem manajemen kami sendiri. Itulah sebabnya kami percaya diri untuk memberikan garansi pak baterai selama 5 tahun kepada pelanggan M1-S kami,” jelas James.

Tantangan utama ION Mobility

Jajaran tim ION Mobility di Indonesia / ION Mobility

Memang, sepeda motor konvensional masih dan dinilai tetap akan mendominasi pasar Indonesia di beberapa tahun ke depan. Hal ini turut diaminkan oleh James, hanya saja ia melihat bahwa elektrifikasi kendaraan roda dua akan menjadi masa depan yang terus diupayakan berbagai pihak. Sehingga baik ekosistem motor konvensional dan pengembangan motor listrik akan berjalan berdampingan sampai 10-20 tahun mendatang.

“Tahukah Anda bahwa bahkan dengan listrik berbahan bakar batu bara, M1-S memiliki jejak karbon 2,8x hingga 3,75x lebih rendah dibandingkan sepeda motor konvensional 155cc? Ketika bumi kita terus memanas dan permukaan air laut meningkat seiring dengan tenggelamnya Jakarta dengan cepat, dorongan untuk transisi penuh ke E2w semakin besar,” ungkap James.

Kendala yang paling berat dihadapi ION Mobility adalah posisinya sebagai merek yang masih muda dan sangat baru. Ini berimplikasi pada tingkat kepercayaan pasar. Terlebih pasar Indonesia beberapa tahun belakang terus dibombardir dengan banyaknya produk sepeda listrik murah yang sebenarnya bukan tandingan sepeda motor dari sisi keandalan, bahkan masih jauh dibandingkan mesin 125cc sekalipun.

“Kami harus berupaya melawan gradien ini dan memastikan bahwa kami tidak terburu-buru dalam memberikan produk dengan segala cara, seperti yang dilakukan beberapa merek E2w Indonesia lainnya, yang kemudian akan mengecewakan para pendukung awal mereka,” lanjut James.

Tantangan selanjutnya adalah memastikan orang percaya bahwa James dan tim dapat merealisasikan visi-misinya di ION Mobility. Sempat diragukan, karena bahkan James tidak memiliki SIM sepeda motor di Singapura. Ia pun mengakui belum pernah membangun perusahaan di bidang hardware yang notabenenya membutuhkan belanja modal yang besar dan strategi matang agar bisa sampai skala industri. Apalagi di Asia Tenggara ekosistemnya juga masih minim, baik dari sisi investor hingga suplai tenaga kerjanya.

“Bagi seorang wirausaha, khususnya yang bergerak di bidang ‘teknologi keras’, kita menghadapi rintangan yang mustahil setiap hari. Menurut saya, tugas kita di tahun 2024 jauh lebih mudah, yakni konsisten meraih dan menjaga kepercayaan setiap pengendara sepeda motor Indonesia, mulai dari Jakarta,” ungkapnya.

Tahun 2024 ini, ION Mobility akan memulai milestone besarnya, yakni dengan mulai melakukan monetisasi. Selain itu proses fundraising juga tengah diupayakan untuk penggalangan putaran seri B guna mendukung pertumbuhan dan penguatan tim.

“Tahun ini akan menjadi tahun besar. Kami akhirnya akan beralih dari nol pendapatan menjadi jutaan (dolar), bahkan mungkin puluhan juta dalam pendapatan. Kami mulai berbicara dengan beberapa investor untuk pendanaan seri B guna mendukung lintasan pertumbuhan dan upaya penarikan dan retensi talenta kami. Tim saya memberi tahu saya bahwa ‘kompetitor’ E2w Indonesia kami dengan putus asa mencoba merekrut mereka tanpa hasil; kami pasti melakukan sesuatu yang benar sehingga rekan-rekan E2w kami berusaha melepaskan mereka dari kami,” ujarnya.

Selain itu ION Mobility akan mulai membuka beberapa toko dan mengumumkan jaringan layanan purnajualnya.

Kemitraan strategis

Ekosistem kendaraan listrik mulai terbangun, namun masih perlu diperkuat, salah satunya dengan kolaborasi antarstakeholder dalam industri. ION Mobility sendiri sudah cukup agresif membangun kemitraan dengan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Perinudstrian di Indonesia, sejumlah BUMN (misalnya PLN), dan lembaga pembiayaan yang dapat mendukiung upaya perusahaan menghasilkan produk lokal yang bermutu secara end-to-end.

Di Singapura, ION juga telah menjalin kemitraan dengan lengan investasi pemerintah setempat, termasuk sejumlah lembaga inovasi seperti EnterprisSG, A*STAR, dan JTC.

M1-S sendiri telah menyelesaikan pengujian pemerintah dan menerima dokumen homologasi kendaraan jalan pada November 2023. ION Mobility juga sedang dalam proses penyelesaian beberapa dokumen tambahan yang mengikuti, tetapi James yakin sepenuhnya bahwa ION M1-S juga akan memenuhi syarat untuk program subsidi pemerintah Indonesia dengan tingkat konten lokal 70% atau lebih. Pemerintah memang tengah memberikan subsidi khusus berupa potongan harga langsung untuk mendukung program konversi ke kendaraan listrik. Sejumlah merek kendaraan listrik seperti Polytron, Alva, Volta, dan beberapa lainnya sudah mulai menjalankan program ini.

“Menarik untuk dicatat bahwa pelanggan yang melakukan pemesanan di tahun lalu tidak pernah fokus pada subsidi, yang sebenarnya hanya sebagai nilai tambah. Bahkan tanpa subsidi, M1-S menawarkan total biaya kepemilikan setara atau bahkan lebih baik setelah 2 hingga 3 tahun penggunaan harian, dibandingkan dengan sepeda motor ICE 155cc,” ujar James.

ION M1-S saat diuji coba di jalanan Jakarta / ION Mobility
ION M1-S saat diuji coba di jalanan Jakarta / ION Mobility

Lantas mengapa baru akan dikirimkan ke pelanggan pada akhir tahun ini? Pada November 2022, ketika ION Mobility pertama kali memperkenalkan M1-S di IMOS, mereka memperkirakan tanggal mulai pengiriman akhir Desember 2023. Namun, setelah mendengarkan masukan pelanggan, mereka memutuskan untuk mengambil tindakan pada beberapa area untuk lebih meningkatkan M1-S, yang meliputi:

  • Pengurangan berat – M1-S sekarang lebih ringan 14kg menjadi 149kg kosong, lebih mudah manuver, dan lebih stabil daripada sebelumnya dengan pusat gravitasi yang ditingkatkan.
  • Dinamika kendaraan yang lebih baik – disetel untuk kenikmatan berkendara, dengan penanganan dan ergonomi yang ditingkatkan pada berbagai kecepatan, manuver, dan kondisi jalan.
  • Pengurangan tinggi kursi – tinggi kursi sekarang turun menjadi 765mm dari tanah, memungkinkan pengguna berkendara dengan lebih percaya diri dan nyaman.
  • Pembaruan bagian belakang – mendesain ulang bemper belakang dan lampu depan untuk desain yang lebih atletis.
  • Pengisi daya terintegrasi yang ditingkatkan dan penutup kedap air – isi daya M1-S tanpa perlu khawatir hujan merembes ke dalam kompartemen penyimpanan melalui kabel pengisian.
  • Tingkat VA pengisian yang dapat disesuaikan – pengguna dapat mengontrol seberapa banyak daya yang diambil M1-S (dari 450 hingga 2200 VA) saat pengisian.
  • TPMS Terintegrasi – semua pengendara dapat bersukacita bahwa M1-S mereka akan dilengkapi dengan TPMS (sistem pemantauan tekanan ban) untuk kedua roda.
  • Kunci kemudi – pengendara dapat mengaktifkan kunci kemudi fisik saat diparkir untuk mencegah pergerakan tidak sah dari M1-S.
  • Pengujian lebih lanjut – berhasil mencapai tingkat pengujian jangka panjang yang semakin ekstrem, termasuk di lereng bukit Gunung Tangkuban Parahu dengan uptime lebih dari 99% dan pengendara berbobot hingga 145kg, dengan pencapaian rencana jarak uji 25.000km yang dijadwalkan akan selesai dalam beberapa bulan ke depan, dan 50.000km serta lebih tinggi pada akhir tahun.

“Saya meyakini semua pelaku industri E2w seharusnya memandang perjalanan ini sebagai maraton bukan sprint. Saya pikir ini adalah ide buruk bagi perusahaan mana pun untuk berkembang terlalu cepat. Sebagai mantan pegawai di pemerintah Singapura yang bekerja di bidang pengembangan industri, kemudian menjadi venture capitalist teknologi tahap awal dan angel investor sebelum menjadi serial techpreneur, saya selalu menekankan kepada tim pentingnya ‘efisiensi modal-usaha’ saat berada dalam fase pra-pendapatan,” tegas James.