500 Southeast Asia Tetap akan Berikan Perhatian Lebih untuk Startup di Indonesia

Setelah selama 7 tahun dikenal dengan nama “500 Durians“. 500 Startups secara resmi melakukan rebranding dana kelolaan mereka untuk startup di Asia Tenggara menjadi “500 Southeast Asia”. Langkah strategis ini sengaja dilakukan setelah melihat makin matangnya ekosistem startup di kawasan tersebut.

Sebanyak 250 investasi tahap awal telah diberikan melalui 500 Durians. Bahkan beberapa di antaranya telah memiliki valuasi di atas $1 miliar dan telah mengumumkan rencana IPO. Di antaranya adalah Bukalapak (sudah IPO), Grab, Carsome, Kredivo, Carousell Group, and Prenetics.

 

Ada pula startup lainnya yang saat ini telah bernilai lebih dari $100 juta dan berkembang pesat. Di antaranya adalah Bibit, Gilmour Space Technologies, RedDoorz, BukuKas, Alodokter, Aerodyne, HappyFresh, mClinica, Vokal, eFishery, dan lainnya. Secara kolektif, para pendiri di jaringan tersebut telah mengumpulkan lebih dari $20 miliar.

“Ekosistem startup dan pemodal ventura di Asia Tenggara jelas telah berkembang jauh sejak kami memulai 500 Durians. Rebranding adalah pengakuan atas makin dewasanya kawasan dan komitmen kami yang berkelanjutan untuk terus berinvestasi dan mendukung entrepreneur di sini untuk jangka panjang,” kata Managing Partner 500 Southeast Asia Vishal Harnal kepada DailySocial.

Disinggung seperti apa rencana 500 Southeast Asia untuk pasar Indonesia ke depannya, Vishal menyebutkan Indonesia tetap menjadi fokus utama bagi 500 Southeast Asia.

“Kami memiliki sejumlah besar investasi di Indonesia dan akan terus berinvestasi dan mendukung para pendiri Indonesia. Salah satu investasi awal kami, Bukalapak, baru saja IPO di Bursa Efek Indonesia. Kami percaya bahwa ini baru permulaan untuk entrepreneur di Indonesia,” kata Vishal.

Dana 500 Durians pertama kali diluncurkan pada tahun 2013 dengan ketersediaan mencapai $10 juta yang kemudian meningkat hingga lebih dari $20 juta.

Hipotesis investasi

Saat ini telah banyak kategori startup yang mengalami pertumbuhan secara positif. Didorong oleh pandemi yang telah mengakselerasi digital lebih cepat lagi, 500 Southeast Asia melihat, ada beberapa vertikal bisnis yang akan semakin berkembang ke depannya.

Dalam situs resminya disebutkan, ekonomi digital sangat bergantung pada infrastruktur keuangan untuk menghubungkan semua. 500 Southeast Asia percaya teknologi keuangan dan embedded finance dapat mengantarkan era baru inklusi dan pengembalian keuangan. Mulai dari mengurangi volatilitas pendapatan, akses ke kredit, hingga asuransi yang penting.

Sementara layanan e-commerce dalam dekade terakhir telah berkembang menjadi “all-commerce”, konsumen menuntut untuk membeli apa saja, di mana saja (baik online atau offline), dan telah mengirimkan ke depan pintu mereka kapan saja mereka pilih.

Terkait dengan healthcare, 500 Southeast Asia melihat, sektor ini sering diabaikan dan kurang diinvestasikan. Pandemi telah membuktikan pentingnya menjaga diri sendiri. Dalam hal ini bagi 500 Southeast Asia, healthcare bukan hanya untuk tubuh saja, namun juga untuk pikiran dan jiwa.

“Kami mengambil pendekatan berbasis tesis dan tematik terhadap investasi. Saat ekosistem sudah matang, begitu juga peluang investasi dan masa depan. Saat ini, tema luas yang kami fokuskan adalah fintech untuk semua dan embedded finance, healthcare (dengan fokus pada perawatan diri), sustainable cities, digitalisasi pedesaan, ekosistem all-commerce, serta produktivitas manusia dan mesin,” tutup Vishal.

Menyimak Perjuangan Membangun Startup dari Pelaku Startup Indonesia dan Amerika Serikat

Dunia startup adalah sulit dan sarat dengan tantangan hingga kegagalan. Hal-hal tersebut ingin disampaikan dalam film dokumenter yang dibuat pembuat film asal Amerika Serikat, Cynthia Wade.

Dalam sesi penayangan film khusus yang diinisiasi 500 Startups, dihadirkan pula tiga entrepreneur Indonesia untuk berbagi pengalaman, suka duka, dan target yang masih ingin dicapai sebagai pendiri startup. Mereka adalah CEO iGrow Andreas Senjaya, Founder & CEO Happy5 Doni Priliandi, dan Founder & CEO Infonesia Ihsan Fadhlur Rahman. Venture Partner 500 Startups untuk 500 Durians Ashraf Sinclair menjadi moderator di acara ini.

Kegagalan dalam dunia startup

Mendirikan bisnis startup artinya Anda harus bisa bertahan dan menerima kegagalan saat menjalankan bisnis. Ketika ide bisnis sudah ditemukan dan tim yang solid sudah dibentuk (meskipun dalam jumlah kecil), masih banyak jalan yang harus ditempuh startup. Mulai dari pendanaan hingga target pasar dan tentunya membuktikan bahwa model bisnis yang dimiliki bakal berfungsi dengan baik.

Bagi Doni Priliandi, tidak mudah untuk bisa menjalankan bisnis startup. Dibutuhkan grit hingga dukungan yang penuh dari keluarga terdekat untuk bisa terus menjalankan bisnis.

“Saat membangun bisnis startup akan banyak penolakan yang terjadi, apakah itu dari pelanggan, investor hingga pegawai. Ketika saat-saat sulit tersebut datang, keluarga merupakan pendukung terbaik untuk Anda,” kata Donny.

Sementara menurut Andreas Senjaya, keluarga dan teman-teman terdekat bukan hanya bisa dijadikan pendukung yang ideal saat kesulitan datang, namun juga calon pelanggan yang siap untuk mencoba, membeli, dan memberikan kritik saat produk atau layanan startup siap untuk diluncurkan.

“Mereka adalah early adopter yang ideal dan tentunya sangat membantu. Bukan hanya untuk mendapatkan bantuan tapi feedback yang jujur dan peluang untuk menjadi pelanggan tetap nantinya,” kata Andreas.

Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi

Terinspirasi latar belakang pendidikan dan pengalaman saat magang di Uber, Founder & CEO Infonesia Ihsan Fadhlur Rahman tertarik untuk membangun bisnis startup Infonesia yang saat ini masih sangat belia usianya. Untuk bisa membuktikan kepada investor hingga pengguna, Ihsan dan tim harus rela menghabiskan waktu lebih untuk bekerja demi menghasilkan produk yang menarik dan berguna.

“Menurut saya endurance, hustle dan keep pushing merupakan strategi yang paling ampuh untuk menjalankan bisnis startup,” kata Ihsan.

Untuk bisa menjalankan bisnis dengan baik, dibutuhkan keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Hal tersebut yang kemudian menjadi acuan dari Andreas.

“Habiskan waktu yang cukup untuk keluarga dan pastikan Anda sebagai pemilik startup bisa menyisihkan waktu bersama keluarga. Hal tersebut penting untuk menjaga keseimbangan hidup.”

Kesimpulan yang bisa diambil dari pengalaman para pelaku startup asal Amerika Serikat dan tiga pelaku startup Indonesia tersebut adalah untuk bisa menjalankan bisnis startup dengan baik dibutuhkan kesiapan dan daya tahan yang besar untuk melalui segala tantangan dan mencari cara terbaik untuk keluar dari masalah yang datang.

Ashraf Sinclair Bergabung dengan 500 Startups sebagai Venture Partner

500 Startups mengumumkan venture partner untuk Indonesia yang berasal dari dunia hiburan, Ashraf Sinclair. Dalam rilis yang diterima DailySocial, Managing Partners 500 Startups Khailee Ng mengungkapkan penunjukkan Ashraf sebagai partner 500 Startups merupakan perekrutan pertama di Indonesia. Khailee sendiri telah berelokasi ke Indonesia selama setahun terakhir untuk menyelami lebih banyak ekosistem startup Indonesia.

Ashraf akan mengurusi 500 Durians tahap kedua, dana segar yang digunakan untuk berinvestasi di kawasan Asia Tenggara, dengan fokus negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura dan Indonesia. Fokus pendanaan utamanya adalah pada putaran seed funding untuk sekitar 200 startup dengan nilai pendanaan mulai dari $50 ribu sampai $150 ribu.

“Setelah melihat kinerja Ashraf di dunia hiburan, saya percaya dengan bergabungnya Ashraf bersama tim 500 Startups akan memberikan angin segar kepada talenta dari dunia kreatif terutama di hiburan lokal yang selama ini dikuasai oleh Ashraf,” kata Managing Partners 500 Startups Khailee Ng.

Sebelumnya Khailee telah mengenal Ashraf sebagai angel investor dari salah satu startup asal Korea Althea yang direkomendasikan Khailee.

“Saya melihat ambisi yang dimiliki oleh Ashraf terhadap talenta kreatif di dunia entertainment, bisa mendukung generasi baru di Indonesia.”

500 Startups telah aktif berinvestasi di berbagai startup Indonesia, termasuk Bukalapak, HijUp, dan Kudo. Dana 500 Durians tahap 2 bernilai total 650 miliar Rupiah.

Ashraf telah tampil mewakili 500 Startups dalam kegiatan peresmian coworking space Rework beberapa waktu lalu. Enggan untuk mengumumkan peresmian dirinya sebagai venture partner di 500 Startups, Ashraf menegaskan akan fokus ke entrepreneur muda yang memiliki startup atau bisnis dalam tahap awal.

“Indonesia saat ini sudah menjadi pasar, bukan lagi permintaan lebih untuk hiburan namun juga layanan dan produk serta solusi yang mampu diberikan oleh entrepreneur. Dengan bergabungnya saya di 500 Startups dan kepercayaan yang telah diberikan, saya harapkan bisa menjadi platform yang tepat untuk saya bekerja lebih cepat dan untuk scale,” kata Ashraf.

500 Startups Siapkan Dana “500 Durians II” Sebesar 650 Miliar Rupiah untuk Berinvestasi di Asia Tenggara

Perusahaan investasi 500 startups kembali mengumumkan ketersediaan dana kedua yang deberi nama 500 Durians II sebesar $50 juta (sekitar Rp 650 miliar). Dana segar ini akan digunakan untuk berinvestasi di kawasan Asia Tenggara, dengan fokus negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura dan Indonesia. Fokus pendanaan utamanya adalah pada putaran seed funding untuk sekitar 200 startup dengan nilai pendanaan mulai dari $50 ribu sampai $150 ribu.

Dana 500 Durians pertama kali diluncurkan pada 2013 dengan ketersediaan mencapai $10 juta yang kemudian meningkat hingga lebih dari $20 juta. Beberapa startup di Asia Tenggara yang mencicipi 500 Durians pertama di antaranya adalah Grab, Carousell, dan Bukalapak. Kini, 500 Startups, yang di Asia Tenggara dipimpin Khailee Ng, meningkatkan dana 500 Durians II dengan target pendanaan mencapai $50 juta.

Seperti halnya 500 Durians pertama, dana 500 Durians II juga didukung oleh sejumlah investor yang sama. Malaysia Venture Capital Management (MAVCAP) adalah salah satu investor yang diungkap dengan beberapa investor lainnya yang disebut Khailee berasal dari Tiongkok, Korea, Timur Tengah dan Singapura.

Tetap fokus di pendanaan seed

Di kawasan Asia Tenggara saat ini beberapa startup yang mulai dari “tahap benih” sudah mulai matang dan menerima pendanaan Seri A ke atas. Pun begitu, dalam wawancaranya dengan pihak TechCrunch, Khailee menyebutkan bahwa dana Durians baru ini akan tetap mempertahankan fokusnya pada pendanaan seed funding (tahap benih/awal) meski memiliki lebih banyak dana di kantungnya.

Khailee mengatakan, “Apa yang telah kami lakukan terbukti bekerja dan kami tidak ingin [menjadi] serakah. […] Pre-Seri A, Seri A, dan Seri B  adalah sumber uang baru yang datang saat ini, [tetapi] tidak ada yang benar-benar mengisi di tahap awal. […] Kami akan terus ‘memberi makan’ ekosistem [dengan seed funding].”

500 Startups sendiri berencana untuk menginvestasikan dana yang tersedia untuk 100-200 pendanaan awal. Sedangkan besaran pendanaan yang diberikan akan dimulai dari $50 ribu hingga $150 ribu dengan fokus industri yang lebih luas.

Dampak untuk startup Indonesia

Ketersediaan dana segar ini artinya akan ada lebih banyak dana awal yang bisa didapatkan untuk kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Para pemain startup baru bisa mencoba untuk mendapatkannya, bila memang merasa solusi yang dibangun adalah bisnis yang berkelanjutan. Jika berhasil, benefit lain yang akan terasa adalah menambah dan memperluas networking bisnis.

Beberapa portofolio investasi dari 500 Startups sendiri yang berasal dari Indonesia sejauh ini mampu bertahan dan mampu menjalani bisnis dengan baik. Perlahan, mereka juga mulai menjadi lebih matang. Di antaranya adalah Bukalapak, HijUp, Brodo, Qraved, dan juga Tees.