TWS 1More ColorBuds 2 Unggulkan ANC dan Personalisasi Profil Suara

Mencari TWS yang sempurna buat semua orang itu nyaris mustahil. Alasannya sederhana: tiap orang mempunyai kemampuan mendengar sekaligus selera yang berbeda-beda. Itulah mengapa personalisasi menjadi aspek yang esensial.

Belakangan ini di pasaran mulai banyak TWS yang menawarkan personalisasi profil suara, tidak terkecuali persembahan terbaru 1More yang bernama ColorBuds 2 ini. Berbeda dari pendahulunya, ColorBuds 2 hadir membawa teknologi SoundID rancangan SonarWorks.

SoundID bekerja dengan mengajak pengguna menjalani tes singkat (via aplikasi smartphone) untuk memahami kemampuan mendengar sekaligus preferensinya masing-masing. Setelahnya, karakter suara yang dihasilkan oleh perangkat akan di-tune sesuai dengan hasil analisis tersebut. Lebih intuitif dan komprehensif ketimbang harus mengutak-atik equalizer.

Pembaruan lainnya adalah dukungan terhadap codec aptX Adaptive yang memungkinkan perangkat untuk bekerja secara maksimal ketika memutar musik, atau menekan latensi serendah mungkin ketika dipakai untuk menonton video atau bermain game. Koneksinya pun sudah memakai versi yang terbaru, yakni Bluetooth 5.2.

Namun pembaruan yang paling signifikan mungkin adalah hadirnya active noise cancellation (ANC) di ColorBuds 2. Intensitas fitur pemblokir suara ini juga dapat diatur sesuai kebutuhan, dan 1More tentu tidak lupa menyematkan fitur kebalikannya, yakni transparency mode yang dapat diaktifkan agar suara di sekitar pengguna bisa didengar tanpa perlu melepas perangkat dari telinga.

ColorBuds 2 mengemas sepasang dynamic driver 7 mm dan empat buah mikrofon noise cancelling. Semua itu dimampatkan dalam bodi yang ringkas dengan bobot cuma 4,9 gram per earpiece, plus sisi luar yang mendukung kontrol sentuh. Fisiknya pun tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX5.

Walaupun mungil, baterai ColorBuds 2 tergolong lumayan awet, setidaknya di atas kertas. Dalam sekali pengisian, ColorBuds 2 mampu bertahan hingga 6 jam pemakaian dengan ANC, atau 8 jam tanpa ANC, sementara charging case-nya dapat mengisi ulang sampai sebanyak dua kali.

Fast charging tentu masih didukung; mendiamkan ColorBuds 2 di case-nya selama 15 menit saja sudah cukup untuk pemakaian selama 2 jam. Case-nya sendiri mendukung pengisian menggunakan Qi wireless charger, satu fitur praktis yang absen pada pendahulunya.

1More ColorBuds 2 saat ini telah dipasarkan dengan harga S$159 di Singapura, atau kurang lebih setara 2,3 jutaan rupiah. Selisih harganya cukup jauh jika dibandingkan versi pertamanya yang dibanderol kurang dari sejuta, tapi memang pembaruan yang dibawa tergolong amat drastis.

Menkominfo Persiapkan Regulasi untuk Active Network Sharing

Menkominfo Rudiantara mengungkapkan pihaknya akan segera menyiapkan Peraturan Menteri terkait rencana active network sharing. Mekanisme tersebut coba diambil dalam rangka efisiensi, keberlajutan investasi industri, dan keterjangkauan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam keterangannya Menkominfo Rudiantara mengatakan:

“Selain menyiapkan PM (Peraturan Menteri) tentang active network sharing, pada Desember 2015, saya sudah kirim surat ke Setneg untuk revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2000. Intinya, agar tidak terulang lagi kasus IM2 (Indosat Mega Media).”

Active network sharing merupakan sebuah mekanisme penggunaan infrastruktur aktif telekomunikasi antar operator di suatu negara. Saat ini ada lima model network sharing, yakni CME Sharing, Multi Operator Radio Access Network (MORAN), Multi Operator Core Network (MOCN), Roaming, dan Mobile Virtual Network Operator (MVNO).

Disampaikan Rudiantara dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Percepatan Pitalebar Indonesia yang Efisien Melalui Kebijakan Network Sharing” dibahas mengenai network sharing ini dari berbagai macam aspek, mulai dari aspek bisnis, teknologi, vendor, regulasi, persaingan usaha dan dampaknya terhadap masyarakat luas.

Ia lebih jauh juga menjelaskan bahwa para pembicara dalam FGD telah berhasil menunjukan bahwa dari segi bisnis mekanisme network sharing ini bisa membawa manfaat. Ia juga percaya bahwa network sharing bisa mendorong efisiensi industri telekomunikasi di Indonesia.

“Bagi saya yang penting adalah bagaimana membuat industri telekomunikasi makin efisien, terjangkau (affordable) dan bisa terus berinvestasi (sustainable),” ujar Rudiantara.

Meski demikian, nantinya aturan tentang network sharing itu tidak akan bersifat wajib bagi seluruh operator telekomunikasi. Aturan yang akan dikeluarkan pun nantinya bersifat membolehkan.

“Dalam penerapannya nanti, network sharing itu tidak dipaksakan atau wajib, tapi tetap B2B (Business to Business),” terang Rudiantara.

Sementara itu Telkomsel yang juga turut hadir dalam FGD tersebut, diwakili oleh Vice President Technology and System Group Telkomsel Ivan C. Permana memaparkan:

Active network sharing hanya bisa mempercepat pencapaian pitalebar jika tidak ditujukan untuk efisiensi biaya operator dan penghematan devisa, namun harus ditujukan untuk percepatan pembangunan BTS di seluruh pelosok dalam bentuk komitmen pembangunan.”

Ivan dalam kesempatan tersebut juga membeberkan data mengenai dominasi Telkomsel dalam hal pembangunan infrastruktur. Sehingga active network sharing akan dirasa tidak fair bagi Telkomsel.

“Perlu juga penyempurnaan sistem reward and punishment sehingga operator yang melebihi komitmen mendapatkan insentif lebih,” kata Ivan.

Implementasi active network sharing menurutnya tidak memberikan manfaat lebih bagi pelanggan dan operator. Yang ia khawatirkan semakin banyak ketersediaan layanan dibagi, maka berkurang kontrol terhadap kapasitas layanan yang nantinya bisa mengakibatkan penurunan kualitas layanan.

“Efisiensi yang didapatkan dari active network sharing belum tentu memberikan manfaat dalam percepatan broadband jika tidak disertai komitmen pembangunan percepatan broadband yang lebih besar. Dan implementasi ini dampaknya hanya 0,13% – 0,27% dari total impor Indonesia,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat ini masih membutuhkan pembangunan BTS yang banyak untuk bisa menyamai layanan broadband di negara maju. Hal ini karena di Indonesia pembangunan broadband masih belum merata dan seimbang.