Startup SaaS Fast8 Cetak Laba Setelah Enam Tahun Beroperasi

Investor asal negeri Paman Sam, Lead Edge Capital, dalam artikel lawas menuturkan ada empat alasan mengapa mereka menyukai startup SaaS (software-as-a-service) untuk didanai. Alasannya: (1) terdapat anuitas; (2) tingkat churn rendah dan pembaruan yang tinggi, menghasilkan konsumer bernilai tinggi; (3) Margin kotor yang tinggi sekitar 60%-80% dengan COGS (Cost of Goods Sold) utama adalah biaya kotor jaringan, pengiriman, dan personel layanan.

“Alasan keempat dan terakhir kami menyukai perusahaan SaaS karena mereka memiliki pengeluaran penelitian dan pengembangan yang jauh lebih efisien dibandingkan perusahaan perangkat lunak berlisensi tradisional,” tulisnya dalam blog perusahaan.

Alasan di atas terefleksi dalam kinerja keuangan Fast8 Group (PT Fatiha Sakti), induk perusahaan dari lima produk SaaS. Perusahaan tersebut mengaku sudah cetak untung pada 2022, selang enam tahun terhitung sejak produk pertamanya, Gadjian, hadir di 2016.

Tidak disebutkan nominal laba yang sudah diperoleh. Namun pertumbuhan pendapatan perusahaan secara keseluruhan mencapai 800% secara akumulatif sejak 2018-2022. Dibandingkan secara yoy rata-rata pendapatan naik antara dua hingga tiga kali lipat.

Revenue kami sudah jutaan dolar per tahun. Gross profit margin kami itu 80% per transaksi, sangat sehat,” ungkap Co-founder dan CEO Fast8 Afia Fitriati saat dihubungi DailySocial.id.

Fast8 sendiri memiliki lima produk SaaS, yakni:

  1. Gadjian: aplikasi pengelolaan SDM dan penggajian berbasis komputasi awan untuk perusahaan berkembang dan lean enterprises, membantu mereka mengurus tugas-tugas administrasi SDM yang rutin, seperti menghitung penggajian, perpajakan, iuran BPJS, dan rekrutmen.
  2. Hadirr: aplikasi yang membantu perusahaan dalam memonitor kehadiran dan produktivitas karyawan, baik saat bekerja dari rumah, kantor, maupun lapangan. Telah terintegrasi dengan Gadjian dan platform pengelolaan benefit karyawan Payuung. Solusinya telah digunakan di lebih dari 100 ribu karyawan di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
  3. Payuung: platform e-commerce untuk produk keuangan dan employee benefit. Sediakan aneka solusi pembiayaan, asuransi, investasi, dan produk-produk reward bagi karyawan bagi perusahaan (B2B). Juga, aplikasi mobile Payuung Pribadi yang menyediakan produk-produk keuangan dan wellness bagi konsumen individu (B2C).
  4. Baktiku: aplikasi presensi pegawai yang didesain untuk instansi pemerintah, baik pemerintahan pusat ataupun pemerintahan daerah. Aplikasi ini membantu mobilitas pegawai dalam bekerja, mulai dari pencatatan kehadiran, kunjungan dinas, tugas, hingga pengajuan reimbursement. Semua proses terdokumentasi lengkap secara digital.
  5. Pegawe: layanan penggajian dan administrasi SDM untuk karyawan outsource, juga membantu perhitungan pajak, pendaftaran BPJS beserta administrasinya, absensi kehadiran, dan konsultan SDM jika terjadi PHK.

Afia menuturkan, perusahaan dapat cetak laba karena sedari awal didukung oleh model bisnis sebagai SaaS, perusahaan software dengan gross margin yang sangat sehat mulai dari 80%. Ibaratnya, perusahaan langsung terima margin kotor sebesar 80% dari setiap paket berlangganan yang dibayarkan konsumen.

Model bisnis Fast8 seluruhnya adalah berlangganan, bentuknya ada yang bulanan dan juga langsung bundle setahun.

“Konsumen bayar di depan, sehingga sustainable tidak ada yang macet. Model ini yang buat fundamental bisnisnya pasti akan profit. Tinggal bagaimana menskalakannya. SaaS itu sangat mungkin profit. Di luar negeri banyak SaaS yang sudah decacorn, tetap private, tapi sudah profit.”

Tim Fast8 / Fast8

Tidak bakar duit

Afia mengaku dari hari pertama perusahaan beroperasi, selalu menanamkan diri pola pikir ke seluruh aspek organisasinya bahwa berbisnis itu harus profit dan tidak melakukan strategi bakar duit. Saat membuat pricing sudah ditentukan berapa angka yang jelas apabila ingin memberikan diskon.

Baginya sangat penting untuk dari awal semua tim mengetahuinya agar bisa berjalan bersama. Fasilitas gaji, benefit, dan fasilitas penunjang yang diberikan untuk karyawan Fast8 bukan tergolong kelas premium. Semua tetap diberikan secara layak, karyawan tetap dibuat nyaman saat kerja, walau kantor tidak se-fancy kantor startup kebanyakan.

“Kita justru bingung sama startup yang gila-gilaan kemarin kok bisa kayak gitu [kantor premium, gaji premium]. Startup yang banyak tutup itu menuai apa yang ditanam karena praktik-praktik seperti itu enggak sustainable.”

Dia melanjutkan, “Kantor kita biasa saja, tetap nyaman, tapi enggak berlebihan. Nyaman itu relatif kan ya. Di satu sisi, kita nemuin banyak hal yang kreatif untuk tetap bekerja produktif dan nyaman, tanpa harus bakar duit.”

Perihal penggajian, dunia startup ini begitu terkenal dengan budaya bajak membajak karyawan demi mendapatkan talenta terbaik. Menurut Afia, kebiasaan ini punya dampak yang buruk bagi perusahaan itu sendiri. Sebab, belum tentu karyawan yang bergaji premium ini memang layak mendapatkannya karena kapabilitas yang dimilikinya.

Hadirr

“Di tim kita biasakan no free lunch. Semua harus ada ROI [return of investment] dan logikanya jelas kenapa begitu. Sering ada mindset dari kandidat yang baru di-interview dan bilang bahwa dia layak digaji sekian karena sebelumnya dapat gaji segini. Padahal belum tentu kompetensinya selevel [gajinya]. Itu yang perlu di-challenge.

Dengan membawa budaya perusahaan demikian, Afia mengaku mayoritas karyawannya loyal terhadap perusahaan, sekitar 40% sudah menetap di sana antara tiga sampai enam tahun ke atas. Di dunia startup, banyak yang menganggap bekerja di satu perusahaan sampai tiga tahun itu terlalu lama. “Turnover paling tinggi itu biasanya baru gabung setahun di sini.”

Karena dari pola pikir sudah dibiasakan untuk selalu bijaksana dan disiplin setiap mengeluarkan belanja perusahaan, Afia mengaku justru pada saat pandemi ia dan tim tidak kaget kalau harus mengencangkan ikat pinggangnya.

“Kalau startup lain ketika ada yang dikurangi [benefit] pasti langsung terasa, tapi kami di masa itu karena terbiasa mengelola uang dengan disiplin cukup beradaptasi saja. Kita terbiasa untuk tidak neko-neko.”

Bisnis perusahaan ikut terasa karena terjadi dua tantangan yang berbeda sepanjang 2020-2023. Afia tidak merinci lebih lanjut secara angka. Namun ia menjelaskan, pada 2020-2021, tantangan saat baru terjadi pandemi adalah adaptasi kerja dari rumah. Saat itu banyak bisnis konsumer yang tutup.

“Tapi saat itu digitalisasi meningkat karena WFH, pengguna attendance kita meningkat, sehingga kita dapat durian runtuh.”

Kemudian pada 2022-sekarang tantangannya berbeda, pengguna absensi berkurang karena perusahaan yang awalnya menetapkan aturan WFH menganjurkan kembali ke kantor. Lalu, sekarang ada faktor ekonomi makro global yang mengakibatkan tech winter.

“Kita di laut ini pasti ikut terkena badainya [tech winter]. Konsumer yang terdampak ada yang mengeluh harus PHK dan itu ngaruh ke kita, [mereka] jadi sulit bayar langganan.”

Dia melanjutkan, “Jadi yang bisa disimpulkan, tantangan ada terus, perusahaan yang berhenti berlangganan juga bervariasi [industrinya]. Setiap masa ada tantangan tersediri, yang penting beradaptasi dan terus melihat metriks-metriks [kinerja keuangan] lebih tajam.”

Rencana berikutnya

Walau perusahaan sudah cetak laba, Afia mengaku tetap membutuhkan sokongan amunisi dari investor. Alasannya, Fast8 kini sudah berkembang dari sepenuhnya SaaS yang murni B2B menjadi SaaS enable marketplace yang target penggunanya sekarang B2B2E. Dana investor tersebut dibutuhkan untuk membesarkan model bisnis tersebut.

Namun karena metriks itu pula, pihaknya memiliki fleksibilitas kapan untuk mewujudkan rencana penggalangan dana. Bisa lebih selektif memilih investornya dan mengatur waktu penggalangannya agar momentumnya lebih tepat. “Sekarang belum aktif [fundraising], lagi persiapan untuk tahap berikutnya. Mungkin awal tahun depan.”

Mengutip dari Crunchbase, perusahaan, melalui Gadjian, mengantongi pendanaan debt pada 2022. Dua tahun sebelumnya, memperoleh bantuan non-ekuitas dari Google for Startups. Saat itu, Afia terpilih sebagai peserta dari total tujuh founder perempuan di Asia Pasifik mengikuti program bimbingan pengembangan keterampilan bernama Immersion: Women Founders.

Pada 2016, perusahaan mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures, diikuti Maloekoe Ventures.

Tips untuk founder baru

Di sela-sela diskusi, Afia menyampaikan dua tips singkat untuk founder baru dalam menyiapkan startup yang sehat secara finansial. Pertama, melihat model bisnisnya. Founder harus jujur pada diri sendiri, apakah unit economics-nya masuk akal untuk capai ke titik profit.

Hal ini ia terapkan dalam setiap peluncuran produk Fast8. Sebelum produk diresmikan, harus dipikirkan sumber pendapatannya dari mana, apakah itu masuk akal. Apakah benar ada orang yang mau bayar? Bagaimana retensinya, apakah bagus? Kalau jelek, akan berpengaruh pada biaya akuisisinya. “Jadi dari model bisnis harus benar-benar dipikirkan.”

Kedua, harus mengetahui metriks kunci untuk mencapai profit. Lalu terus monitor metriks tersebut. Adapun, metriks yang dipakai Fast8 adalah revenue lifetime value, consumer retention rate, dan biaya akuisisi. “Di vertikal mana pun metriksnya sama, itu-itu saja ujungnya,” pungkas dia.

Application Information Will Show Up Here

Benefide Berubah Nama Jadi Payuung, Perluas Cakupan Solusi “Employee Benefits”

Pergeseran manajemen kerja semenjak pandemi dari offline ke online, mendongkrak kinerja perusahaan SaaS di Indonesia. Tingginya antusiasme tersebut membuat Fast8 untuk melakukan rebranding salah satu layanan di bawahnya yakni Benefide yang kini menjadi Payuung.

Pemilihan nama Payuung dikarenakan untuk menggambarkan misi platform, yaitu membantu kesejahteraan masyarakat Indonesia dengan menyediakan aneka solusi keuangan yang terjangkau, mudah dipahami, dapat diakses dan dibeli secara digital.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial, CEO Fast8 Afia Fitriati menjelaskan Payuung pertama kali dirintis lewat uji coba untuk modul pinjaman karyawan di platform Gadjian sekitar 2018. Lalu diikuti dengan riset pasar lebih mendalam, dan iterasi pertama platform Payuung diluncurkan di awal 2020 kemarin.

Hasil dari peluncuran Payuung, mampu tumbuh melampaui produk existing di Fast8. Afia merinci bisnis SaaS perusahaan tumbuh 200% pada tahun lalu, sementara Payuung tumbuh hingga 1000%. Pertumbuhan signifikan ini terjadi karena perusahaan banyak menambah cakupan produk dan layanan, bekerja dengan berbagai lembaga jasa keuangan.

Beberapa mitra tersebut adalah KoinWorks, Capital Life, Prudential, dan Asuransi Sinarmas. Alhasil ada produk pinjaman karyawan, asuransi, jaminan pensiuan, serta investasi yang dapat diakses oleh pengguna Payuung.

Proposisi Payuung berbeda dengan kebanyakan platform employee benefits lainnya di industri SaaS. Payuung telah terintegrasi data secara otomatis dengan platform Gadjian dan Hadirr. Sehingga bagi pengguna kedua platform tersebut, memudahkan transaksi dan pengelolaan data transaksi. “Bagi para partner kami, integrasi ini membuat produk yang ditawarkan di platform bisa lebih tepat sasaran.”

Ke depannya, Payuung akan dilengkapi dengan lebih banyak aneka solusi financial wellness untuk karyawan. “Kami juga akan terus menambah varian produk keuangan yang dihadirkan di platform. Perkembangan platform inilah yang kami harap terwakili dalam pergantian nama dari Benefide menjadi Payuung.”

Terkait penggalangan dana segar seperti yang diberitakan sebelumnya, Afia hanya menuturkan bahwa proses tersebut masih berlangsung dan berhasil menarik beberapa investor. “Karena animo terhadap isu financial wellness terus meningkat di masa pandemi ini,” tutupnya.

Putaran dana segar terakhir yang diumumkan perusahaan terjadi pada 2016 lalu. Saat itu, Gadjian mendapat pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures, diikuti Maloekoe Ventures dengan nilai dirahasiakan.

Tips Mengawali Hari dari Founder Fabelio, Gadjian, dan eFishery

Selain membawa pertumbuhan untuk bisnisnya, founder startup memiliki tugas lain yang tak kalah penting, yakni selalu tampil prima sepanjang hari. Produktivitasnya selalu dituntut 100%, selain karena demi bisnis yang mereka kelola tetapi juga sebagai contoh tim yang lain. Hari yang produktif sangat dipengaruhi bagaimana pagi dilewati. Kebiasaan-kebiasaan di pagi hari yang baik tidak hanya membuat mood sepanjang hari jadi lebih baik tetapi juga dipercaya membuat hari menjadi terorganisasi dengan baik.

DailySocial mengumpulkan tips yang mungkin bisa jadi rujukan bagi para pembaca, baik sebagai founder maupun mereka yang tengah menghadapi masalah dengan manajemen waktu, dari founder Fabelio, Gadjian, dan e-Fishery.

Tips yang pertama datang dari Christian Sutardi. Salah satu pendiri Fabelio ini memiliki rutinitas pagi yang cukup unik. Ia selalu bangun pagi tanpa alarm setelah menjalani tidur berkualitas selama tujuh jam. Selanjutnya, membuka laporan KPI Fabelio hari sebelumnya sambil memesan Iced Americano tanpa gula, diikuti memeriksa pesan yang diterima tentunya dengan urutan berdasaran urgensi.

“Setelah itu saya pergi ke ruang tamu, mengambil segelas besar air dan memeriksa headline berita; biasanya berita internasional di aplikasi Bloomberg. Saya mulai dengan politik internasional, pembaruan Covid-19, pasar saham, dan berita apa pun yang disarankan Google. Preferensi berita saya ditetapkan untuk furnitur, startup, pasar saham, sepak bola, dan olahraga lainnya, ” terang Christian.

Christian “secara resmi” menjalani kerjanya mulai pukul 8.30. Untuk menjaga produktivitasnya Christian juga menerapkan sebuah framework produktivitas yang disebut dengan “eat the frog first“. Frog yang dimaksud adalah task penting atau pekerjaan yang memiliki urgensi tinggi. Secara sederhana framework tersebut berisikan instruksi, tentukan pekerjaan apa yang paling penting. Cukup satu saja. Kemudian segera kerjakan task tersebut sebagai yang pertama di pagi hari. Sebisa mungkin task tersebut harus selesai saat itu juga, sehingga esok hari bisa menyelesaikan hal penting lainnya.

Tips selanjutnya datang dari co-founder dan CEO Fast8 Group (Gadjian, Hadirr & Benefide) Afia Fitriati. Bagi Afia, tidur yang cukup adalah faktor penting dalam menjaga produktivitas. Menurutnya dengan memberikan waktu tidur yang cukup, otak bisa beristirahat setelah bekerja keras seharian, sekaligus mengendapkan proses berpikir agar tetap bisa melihat suatu masalah dengan jernih.

“Waktu sih gak akan pernah cukup, jadi kemampuan menentukan prioritas sangatlah penting bagi seorang founder atau siapa pun yang bekerja di startup. Kalau salah menentukan prioritas, kita akan membuang waktu yang sangat berharga dan tidak bisa ditarik kembali untuk melakukan aktivitas yang kurang signifikan. Jadi, tips dari saya, setiap hari kita harus menanyakan ulang: apakah yang saya lakukan hari ini hal penting atau tidak?” cerita Afia.

Tips terakhir datang dari CEO dan Founder eFishery Gibran Huzaifah. Sama seperti keduanya Gibran termasuk morning person yang selalu mengawali hari dengan sempurna. Kondisi badan dan pikiran yang masih fresh dimanfaatkan Gibran untuk berolahraga, merencanakan hari, dan mempelajari hal baru.

“Pagi adalah waktu paling cerah, bening, dan bergairah dalam hari kita, makanya saya selalu memulai dengan aktivitas yang biasanya bikin semangat: exercise, day planning. Exercise ini kadang bisa lari di sekitar rumah atau dengan 7-minute workout. Workout ini membantu menambah energi dan menjaga kesehatan mental.”

“Setelah itu, saya ada slot waktu untuk membaca atau belajar. Kalau tidak membaca, saya ikut online course di Udemy. Di hari sabtu dan minggu, saya ada slot 4 jam untuk learning activities semacam ini, pagi dan malam hari. Dan dengan adanya slot ini, saat ada role atau tasks baru, kita jadi lebih paham dan kompeten karena meluangkan waktu untuk terus belajar,” cerita Gibran.

Gibran juga percaya bahwa segala sesuai yang urgent atau big impact harus dikerjakan di pagi hari, seperti strategic thinking, planning, dan sejenisnya. Dilanjutkan dengan update internal dan membantu tim menyelesaikan masalah. Selanjutnya, jika ada project kunci atau metrik yang didelegasikan untuk orang lain, di sore hari Gibran akan meluangkan waktu untuk nudging project, problem solving atau membuat sesuatu hal yang berkaitan dengan hal terssebut.

“Bagian terpenting lainnya ada di malam hari, di mana setelah family time dan saat anak lagi mau tidur, saya melakukan retro untuk agenda hari itu, mana yang berjalan optimal, mana yang tidak. Biasanya pertanyaannya sederhana: ‘apa yang perlu saya lakukan supaya besok bisa 5–10% lebih baik dari sekarang?’. Khusus di akhir minggu, saya juga punya satu sheet untuk tracking apakah waktu yang dibuat sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Setelah itu, saya membuat improvement plan untuk pekan depan,” lanjut Gibran.

Ketiga narasumber sepakat bahwa manajemen waktu adalah kunci. Bagi Gibran, membentuk sistem kerja yang baik membantu kita mengelola pikiran, energi, dan waktu. Termasuk di dalamnya membangun rutinitas yang baik setiap harinya dan evaluasi setiap waktu.

“Mayoritas hidup kita habis untuk hal-hal yang kita lakukan di pekerjaan. Dengan menjadi lebih produktif, kita bisa melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang lebih singkat sehingga kita punya lebih banyak waktu untuk melengkapi dimensi kehidupan kita yang lain dan merealisasikan sepenuhnya potensi kita sebagai manusia, atau membuat sebanyak-banyaknya amalan dan karya yang bisa kita tinggalkan,” tutup Gibran.

Fast 8 Group Luncurkan Fitur “Contact Tracing” di Aplikasi Hadirr

Berfungsi untuk memudahkan kegiatan bekerja di rumah pegawai, platform SaaS produktivitas yang ditawarkan oleh beberapa startup mengalami pertumbuhan dan awareness yang cukup signifikan. Termasuk bagi Hadirr, platform sumber daya manusia di bawah naungan Fast 8.

Fast 8 Group sendiri membawahi empat platform SaaS produktivitas, meliputi Gadjian (layanan penggajian), Hadirr (layanan pengelola performa karyawan), Benefide (layanan pengelola fasilitas karyawan), Pegawe (layanan administrasi pegawai).

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup SaaS yang juga sajikan layanan serupa. Di antaranya platform yang bernaung di bawah Mekari.

Kepada DailySocial, Co-founder & CEO Fast 8 Group Afia Fitriati mengungkapkan, pertumbuhan pengguna di Hadirr cukup tajam selama pandemi. Bahkan perusahaan berhasil mendapatkan klien-klien dari segmen tradisional yang sebelumnya cenderung resisten atau lambat beradaptasi terhadap digitalisasi. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, perusahaan juga berniat untuk melancarkan kegiatan penggalangan dana.

“Saat ini kami juga sedang melakukan penggalangan dana untuk tahapan pre-series A, yang merupakan extension dan akan dilanjutkan dengan penggalangan dana series A,” kata Afia.

Meluncurkan fitur contact tracing

Hadirr selama ini dikenal dan telah digunakan karena memiliki fitur-fitur yang membantu perusahaan menerapkan work from home atau remote working, seperti fitur absensi dengan kapabilitas geofencing & face recognition, fitur timesheet, dan client visit untuk memonitor aktivitas kunjungan ke klien.

Dengan adanya fitur contact tracing, Hadirr juga bermanfaat bagi perusahaan yang pegawainya tetap harus bekerja di outlet, kantor, dan pabrik. Meskipun aturan PSBB dilancarkan, Hadirr dapat terus dimanfaatkan perusahaan.

“Jadi, dengan penambahan kapabilitas lacak melalui sinyal, kami dapat berkontribusi terhadap penanganan Covid-19 di Indonesia, khususnya untuk meminimalisir kasus penularan di kantor, pabrik, dan kawasan kerja lainnya,” kata Afia.

Fitur contact tracing Hadirr mengandalkan sinyal bluetooth yang dipancarkan dari ponsel untuk menemukan rekan kerja lain di sekitar. Ini memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi siapa dari tempat kerja yang mungkin telah melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi Covid-19.

Ketika seorang pegawai melaporkan diri terinfeksi Covid-19 ke departemen sumber daya manusia, sistem akan memberikan daftar karyawan lain yang berpotensi mendekati orang yang terinfeksi dalam waktu 14 hari dan memungkinkan tim SDM untuk segera mengirim peringatan paparan ke orang yang berpotensi terinfeksi.

Dengan demikian, sistem ini dapat membantu perusahaan untuk mencegah penutupan seluruh kantor, memutus rantai penularan Covid-19, dan meminimalkan risiko bisnis terkait. Fitur contact tracing yang baru diluncurkan dapat digunakan tanpa biaya tambahan bagi pelanggan Hadirr melalui kanal uji coba gratis.

Core value dari Fast-8 sebagai perusahaan induk aplikasi Gadjian dan Hadirr adalah selalu memberi nilai tambah serta membantu pertumbuhan klien. Apalagi di masa pandemi ini, kami meyakini bahwa satu-satunya cara Indonesia bisa keluar dari krisis Covid-19 ini adalah jika kita bekerja bahu membahu melawan berbagai tantangan pandemi,” kata Afia.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Inovasi dan Tantangan Platform SaaS HR

Platform manajemen sumber daya manusia (Human Resources / HR) di Indonesia bukan hal baru. Gadjian, Talenta, Jojonomic, Catapa, KaryaOne, dan Benemica adalah contoh sederet nama yang menawarkan solusi untuk perusahaan atau organisasi dalam mengelola karyawan. Solusinya bukan hanya urusan pendataan, tetapi juga integrasi dan mobilitas. Dari sanalah lahir inovasi dan kolaborasi–dua hal krusial bagi startup untuk bisa mempertahankan eksistensinya.

Gadjian dan Catapa berkenan membagikan pengalaman mereka sepanjang tahun 2019 kepada DailySocial. Bagi keduanya, memenuhi kebutuhan pasar masih menjadi hal yang utama, sembari terus mengeksplorasi teknologi terkini yang bisa diimplementasi.

Co-founder dan CEO Gadjian Afia Fitriati menceritakan, tahun 2019 merupakan tahun yang penuh akan tantangan sekaligus juga capaian. Bagi Afia dan tim, Pasar HR adalah pasar berbasis kepercayaan dan di tahun ini mereka berhasil mendapatkannya.

“Di 2 tahun awal kami beroperasi, sebagai pemain baru kami belum mendapatkan kepercayaan itu. Tapi di 2019, kami mulai dikenal sehingga mulai banyak brandbrand besar bahkan BUMN menggunakan aplikasi-aplikasi kami untuk mengelola HR,” cerita Afia.

Sementara bagi Catapa, selain tim dan produk yang semakin matang tahun ini, Catapa resmi memiliki call center dan juga berhasil menggelar Catapa Talk, sebuah ajang yang banyak memberikan masukan bagi tim Catapa untuk lebih baik ke depannya.

“Di tahun 2019 kami establish call center di 150150 guna terus meningkatkan layanan kepada customer Catapa. Dan untuk pertama kalinya di tahun 2019, Catapa mengadakan Catapa Talk yang mengundang para praktisi HR terpilih. Feedback-nya sangat baik. Kami berencana untuk mengadakan Catapa Talk selanjutnya di 2020,” terang CEO Catapa Stefanie Suanita.

Tantangan yang dihadapi

Solusi HR yang ditawarkan Gadjian dan Catapa dari awal menyasar bermacam-macam jenis organisasi. Hal yang wajib dijaga dari solusi-solusi yang ada adalah performa yang tetap stabil dan pengalaman yang membantu atau memudahkan. Belum lagi kompleksitas layanan yang ada.

Bagi Catapa, dua hal penting yang masih menjadi tantangan adalah mengedukasi pasar dan menghadapi keengganan berubah. Tradisi yang sudah lama terjaga mau tidak mau harus diperbarui dengan teknologi. Catapa yang sejak awal mencoba memperkenalkan HRIS (Human Resource Intelligent System) berusaha keras untuk mengedukasi pasar pentingnya pengelolaan HR mumpuni.

“Oleh karena itu, ada setiap kesempatan public talk atau pun pitching, Catapa berusaha menyampaikan pesan pentingnya peran HR di dalam suatu perusahaan dan dengan dukungan HRIS yang tepat perusahaan akan bergerak semakin dekat dengan tujuan perusahaan,” terang Stefanie.

Sementara bagi Gadjian, yang sudah lebih dulu berada di industri, konsistensi menjadi hal yang cukup krusial. Dalam hal ini yang menjadi fokus utama adalah menjaga layanan tersedia dan berkeja dengan baik ketika pengguna membutuhkan.

“Tantangan yang kami hadapi adalah memastikan produk dan layanan kami terus berjalan dengan baik demi menjaga kepercayaan customer. Produk-produk kami cukup kompleks dan digunakan secara rutin oleh customer sehingga tantangan ini terkadang tidak mudah. Contohnya saja aplikasi absensi kami, Hadirr, yang digunakan oleh puluhan ribu karyawan minimal dua kali sehari setiap hari, atau Gadjian yang tiap bulan diakses untuk mengelola gaji. Sedikit saja ada kesalahan, pasti customer complain,” terang Afia.

Catapa HRIS

Inovasi: Benefide dan Claudia

Baik Gadjian maupun Catapa belum selesai dengan inovasi. Kedua masih fokus pada fitur atau layanan terbaru yang disiapkan untuk memanjakan pengguna masing-masing.

Gadjian, di akhir 2019 ini memberkenalkan Benefide, sebuah platform yang akan melengkapi ekosistem layanan Gadjian yang sebelumnya diisi layanan manajemen karyawan Gadjian dan manajemen absensi Hadirr.

Di akhir 2019 kami baru saja meluncurkan inovasi terbaru kami, yaitu platform benefit karyawan Benefide. Selama ini, fokus kami lebih melayani manajemen dan bagian HR dalam manajemen SDM dengan Gadjian dan Hadirr. Dengan Benefide, kami memperluas cakupan layanan kami, bukan saja melayani perusahaan, tapi juga melayani karyawan dengan paket benefit yang lebih baik agar lebih produktif dan betah bekerja,” terang Afia.

Inovasi juga terus jadi strategi Catapa. Terbaru mereka memperkenalkan Claudia, sebuah chatbot yang bisa berperan sebagai sekretaris pribadi bagi setiap orang di perusahaan. Karena bisa membantu karyawan dalam mengajukan cuti, menyetujui permintaan cuti, dan lainnya. Ini merupakan salah satu fitur terbaru hasil dari implementasi teknologi AI.

“Selain Claudia, akan ada penawaran menarik dari partner Catapa bagi perusahaan dan karyawan yang menggunakan Catapa seperti karyawan dapat membeli asuransi perjalanan dengan harga yang lebih terjangkau,” jelas Stefanie.

Gadjian Luncurkan Aplikasi Mobile GadjianKu

Gadjian, yang selama ini dikenal sebagai startup penggajian dan pengelolaan SDM, meluncurkan aplikasi mobile yang diberi nama GadjianKu. Aplikasi ini disebut telah dirancang khusus untuk membantu para pemilik usaha dan praktisi SDM dalam mengelola karyawan milenial.

Pihak Gadjian menerangkan, aplikasi ini merupakan penyempurnaan dari dasbor karyawan Gadjian yang sebelumnya hanya bisa diakses melalui browser. Pengguna GadjianKu akan mendapatkan fitur unduh slip gaji pengajuan dan persetujuan cuti, memantau catatan kehadiran, dan memperbarui data pribadi.

GadjianKu juga dilengkapi dengan fitur seperti media sosial yang memungkinkan karyawan mengirim emoji dan ucapan kepada rekan kerja pada hari ulang tahun atau ketika cuti sakit. Pendekatan sosial inilah yang disebut sebagai pembeda GadjianKu dibanding aplikasi sejenis lainnya.

CEO Gadjian Afia Fitriati menyampaikan bahwa aplikasi GadjianKu ini disesuaikan dengan gaya hidup tenaga kerja milenial yang populasinya terus tumbuh. Mengutip data Biro Statistik Indonesia 1 dari 5 orang penduduk Indonesia yang total berjumlah 265 juta merupakan kelompok milenial. Dunia kerja pun harus menyesuaikan cara mereka dalam menjalankan bisnisnya.

Tampilan aplikasi Gadjianku
Tampilan aplikasi Gadjianku

“Tenaga kerja milenial di Indonesia sudah terbiasa menjalankan kegiatan mereka sehari-hari secara digital, mulai dari memesan transportasi hingga memesan makanan. Jadi rasanya janggal jika mereka masih harus menggunakan sistem administrasi personalia yang masih analog dan kurang fleksibel di tempat kerja. Jika kita mengubah hal tersebut, pastinya perubahan ini akan meningkatkan moral karyawan berpengaruh pada produktivitas bisnis secara keseluruhan,” imbuh Afia.

Afia lebih jauh menjelaskan bahwa Gadjian memiliki misi untuk membantu usaha berkembang di Indonesia dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Sejauh ini mereka telah melayani lebih dari 2000 perusahaan dan berhasil mengamankan pendanaan dari Golden Gate Ventures, Maloekoe Ventures, dan beberapa investor lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Startup SaaS HR Gadjian Dapatkan Pendanaan Awal

Platform human resources dan penggajian berbasis SaaS (Software as a Services) Gadjian baru saja mengumumkan perolehan pendanaan awal yang dipimpin oleh Golden Gate Ventures. Maloekoe Ventures juga terlibat dalam pendanaan ini. Nilai pendanaan yang diperoleh masih dirahasiakan.

Pendanaan ini akan difokuskan untuk memperluas tim dan distribusi pemasaran. Selain basis di Jakarta, Gadjian mengincar Bandung sebagai kota berikutnya untuk ekspansi. Kemitraannya dengan KADIN Kota Bandung tengah mulai diinisiasi untuk segera merealisasikan kebutuhan tersebut.

Gadjian sendiri diluncurkan pada Mei 2016, di bawah payung startup pengembang platform bisnis FAST-8. Layanan Gadjian didesain untuk memberikan solusi kepada UMKM mengelola fungsi administratif seperti menghitung gaji, pajak penghasilan, memusatkan data karyawan hingga melakukan analisis presensi.

Menurut pemaparan Co-Founder dan CEO Gadjian Afia Fitriati, saat ini layanan Gadjian telah digunakan oleh puluhan klien di daerah Jakarta, Bandung dan Yogyakarta, salah satunya oleh Hijup dan DiskonAja. Afia juga menerangkan bahwa Gadjian mampu dimanfaatkan untuk UMKM di berbagai kategori bisnis. Pendekatan berbasis SaaS dinilai efisien, sehingga memudahkan UMKM untuk mengadopsi layanan tersebut.

“Ketika kami meluncurkan Gadjian, pengadopsi awal kami berasal dari sektor teknologi, seperti yang diduga sebelumnya. Tapi kami cukup terkejut bahwa pengadopsi awal Gadjian juga berasal dari sektor yang lebih tradisional seperti lembaga pemerintahan dan bisnis real-estate.”

Selain dukungan pendanaan, tim Gadjian meyakini bahwa pengalaman dan jaringan Golden Gate Ventures di Silicon Valley dikombinasikan dengan jaringan pengusaha yang luas dari Maloekoe Ventures dapat mendongkrak kualitas layanan Gadjian di pasar Human Resources Information System (HRIS) di Indonesia.

“Ketika kami pertama kali melihat software Gadjian, kami sangat terkesan dengan desain, kemudahan penggunaan dan fakta bahwa aplikasi ini membantu memecahkan masalah yang sangat nyata bagi usaha berkembang di Indonesia. Kami belum pernah melihat aplikasi sekelas ini di Indonesia, jadi kami senang dapat bergabung dengan Gadjian dalam perjalanannya untuk menjadi penyedia HRIS terkemuka di negara ini,” sambut Vincent Lauria dari Golden Gate Ventures.

Managing Director Maloekoe Ventures Adrian Gheur pun memberikan kesan yang sama terhadap Gadjian. Keunggulan aplikasi dan pengalaman pengembang di bidang SDM dinilai menjadi alternatif yang tepat bagi usaha rintisan dalam mendigitalkan administrasi bisnis. Pemanfaatannya berbasis cloud turut memberikan pemecahan masalah secara efektif di internal bisnis.

Gadjian sendiri didirikan oleh Afia bersama suaminya Else Fernada. Sebelum mengembangkan Gadjian, melalui FAST-8, beberapa layanan bisnis telah dikembangkan, salah satunya HRD Helper. Berbeda dengan Gadjian, HRD Helper ditargetkan untuk perusahaan besar di Indonesia, dengan implementasi berbasis on-premise.