Agriaku Secures Series A Funding Worth of 520 Billion Rupiah

The agritech startup, Agriaku, announced a Series A funding round of $35 million (approximately 520 billion Rupiah) led by Alpha JWC Ventures. Previous investors, including MDI Growth (ARISE, Centauri, and MDI) and Go-Ventures participated in this round, along with new investors, BRI Ventures, and Mandiri Capital Indonesia.

In addition, Agriaku added the list of strategic investors, such as Gentree Fund, K3 Ventures, and public company Thai Wah, which will help the company’s international expansion in the future. Alto Partners, InnoVen Capital, and Mercy Corps Social Ventures Fund also participated in the latest round.

On the same occasion, Agriaku also welcomed two new figures in its leadership ranks, Abraham Seodjito (CSO) and Valmik Mirani (CCO). Abraham previously worked at Traveloka Thailand as Chief Product Officer of Financial Services. Meanwhile, Mirani is Assistant Vice President at Paytm and Vice President for Marketplace Strategy Office at Tokopedia. These two leaders will strengthen technology-based solutions and operational performance at Agriaku.

In an official statement, some Agriaku investors also have a statement. Alpha JWC Ventures’ partner, Eko Kurniadi said that agriculture is one of the biggest contributors to the Indonesian economy, but this sector still faces many inefficiencies, including in the supply chain.

Agriaku is best positioned to empower Toko Tani by securing a consistent supply of agricultural tools at transparent prices, expanding its supplier network, and providing the necessary financing to grow its business. “We are happy to collaborate and be a part of Agriaku’s journey,” he said, Monday (11/7).

ARISE’s Partner, Aldi Adrian Hartanto added, “It was an honor to witness the extraordinary execution by the Agriaku team from day one. We are proud to continue to support the team for the third time and beyond to empower more Toko Tani and other agricultural stakeholders across the archipelago.”

Agriaku product

Source Agriaku

Agriaku was founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in May 2021. This startup aims to increase farmers’ productivity and income backed by technology. This is because the agricultural sector in this country contributes 13.7% of GDP 2020. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with an unorganized value chain.

“The fragmented upstream agriculture industry makes it difficult for farmers, suppliers, and retailers to get what they need on time, resulting in frequent supply and price volatility. In addition, they also have problems with low manual work efficiency, inadequate logistics services, and limited access to financing,” Agriaku’s Co-founder and President, Irvan Kolonas said.

In overcoming these problems, Agriaku provides a B2B marketplace platform, connecting producers and suppliers so that they can provide farming tools directly to retailers (Toko Tani) at competitive prices. Furthermore, Toko Tani will distribute the products directly to farmers. Agriaku has two applications, Agria Aku Mitra App (to serve Farmers’ Shops) and Agriaku Seller Web (for suppliers).

It is said that Agriaku is now available in more than 500 cities in Java, Sumatra, and Sulawesi. The company is to expand services, establishing its position as a provider of comprehensive agribusiness solutions. The fresh funds will be used to expand Toko Tani’s network and its distributors, also the product and technology team, therefore, they can continue to innovate.

Irvan said AgriAku will focus on optimizing the economic unit and expanding revenue with innovation through value-added services, including logistics and financing to distributors and manufacturers to help them grow operationally with the AgriAKU platform. “We will strengthen market penetration by expanding toko tani and distributor networks, as well as business expansion to provide agricultural products.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Pertanian Agriaku Peroleh Pendanaan Seri A 520 Miliar Rupiah

Startup agritech Agriaku mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $35 juta (sekitar 520 miliar Rupiah) dipimpin Alpha JWC Ventures. Investor sebelumnya, yakni MDI Growth (ARISE, Centauri, dan MDI) dan Go-Ventures berpartisipasi dalam putaran ini, bersama investor baru, BRI Ventures dan Mandiri Capital Indonesia.

Tak hanya itu, Agriaku turut menambah kehadiran investor strategis, seperti Gentree Fund, K3 Ventures, dan perusahaan publik Thai Wah, yang ke depannya akan membantu ekspansi internasional perusahaan. Alto Partners, InnoVen Capital, dan Mercy Corps Social Ventures Fund turut serta dalam putaran terkini.

Pada saat yang bersamaan, Agriaku juga menyambut dua sosok baru dalam jajaran kepemimpinannya yakni Abraham Seodjito (CSO) dan Valmik Mirani (CCO). Abraham sebelumnya bekerja di Traveloka Thailand sebagai Chief Product Officer Financial Services. Sementara Mirani adalah Assistant Vice President di Paytm dan Vice President untuk Marketplace Strategy Office di Tokopedia. Kedua sosok ini akan memperkuat solusi berbasis teknologi dan kinerja operasional di Agriaku.

Dalam keterangan resmi, sejumlah investor Agriaku turut memberikan pernyataannya. Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi menyampaikan, pertanian adalah salah satu kontributor terbesar perekonomian Indonesia, namun sektor ini masih menghadapi banyak inefisiensi, termasuk di rantai pasoknya.

Agriaku memiliki posisi terbaik untuk memberdayakan Toko Tani dengan mengamankan pasokan alat pertanian secara konsisten dengan harga yang transparan, memperluas jaringan pemasok mereka, dan menyediakan pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan usaha mereka. “Kami senang dapat bermitra dan menjadi bagian dari perjalanan Agriaku,” ucapnya, Senin (11/7).

Partner ARISE Aldi Adrian Hartanto menambahkan, “Merupakan suatu kehormatan untuk menyaksikan eksekusi yang luar biasa oleh tim Agriaku sejak hari pertama. Kami bangga dapat terus mendukung tim untuk ketiga kalinya dan seterusnya untuk memberdayakan lebih banyak Toko Tani dan pemangku kepentingan pertanian lainnya di seluruh nusantara.”

Produk Agriaku

Sumber: AgriAku

Agriaku didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko pada Mei 2021. Startup ini memiliki misi ingin meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan bantuan teknologi. Pasalnya, sektor pertanian di negara ini kontribusinya sebesar 13,7% dari PDB 2020. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang tidak terorganisir.

“Industri hulu pertanian yang terfragmentasi mempersulit petani, pemasok, dan pengecer untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dengan tepat waktu yang mengakibatkan seringnya terjadi ketidakstabilan pasokan dan harga. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah rendahnya efisiensi kerja manual, layanan logistik yang tidak memadai, serta terbatasnya akses pembiayaan,” ucap Co-founder dan President Agriaku Irvan Kolonas.

Dalam mengatasi masalah-masalah tersebut, Agriaku menyediakan platform B2B marketplace, menghubungkan produsen dan pemasok agar dapat menyediakan langsung alat tani ke pengecer (Toko Tani) dengan harga kompetitif. Kemudian Toko Tani akan mendistribusikan langsung produk ke para petani di lapangan. Agriaku memiliki dua aplikasi, yaitu AgriaAku Mitra App (untuk melayani Toko Tani) dan AgriAku Seller Web (untuk supplier).

Diklaim, Agriaku kini telah hadir di lebih dari 500 kota di Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Perusahaan akan menambah layanannya, menjadikan posisinya sebagai penyedia solusi agribisnis yang komprehensif. Dana segar yang diperoleh juga akan dimanfaatkan untuk perluas jaringan Toko Tani dan distributornya, memperluas tim produk dan teknologi agar dapat terus berinovasi.

Menurut Irvan, AgriAku akan fokus pada optimalisasi unit ekonomi dan memperluas pendapatan dengan berinovasi dalam menawarkan layanan-layanan yang bernilai tambah, seperti logistik dan pembiayaan kepada para distributor dan produsen untuk membantu mereka berkembang dari segi operasional dengan platform AgriAku. “Kami juga akan memperkuat penetrasi pasar di perluasan toko tani dan jaringan distributor, serta ekspansi bisnis seperti penyediaan hasil pertanian.”

Application Information Will Show Up Here

Inilah Daftar Startup Agritech Indonesia yang Menjadi Solusi Petani

Startup agritech Indonesia adalah salah satu hal yang harus diketahui banyak orang. Karena bisa menjadi fondasi dasar untuk perkembangan ekonomi masyarakat Indonesia. Dilansir oleh BPS (Badan Pusat Statistik), produksi pertanian Indonesia meningkat 2,59% di kuartal keempat 2021. Maka dari itu, pertanian menjadi sumber yang paling besar perannya untuk menjadi salah satu pilar perekonomian.

Kehadiran startup digital di bidang pertanian (argitech) juga dilihat sebagai sebuah harapan baru untuk membawa industri pertanian Indonesia naik level. Dengan cara menghadirkan mekanisme dan model bisnis baru untuk efisiensi produksi sampai dengan distribusi.

Berikut ini daftar startup pertanian di Indonesia yang layak diketahui:

Agriaku

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) merupakan startup agritech Indonesia yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja, memimpin pendapatan awal oleh Arise, dana kelolaan kolaboratif MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agribisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara itu, Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. kolaborasi mereka dapat menggabungkan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan yang komprehensif kepada agro-UKM dan petani.

Dengan dana segar yang terkumpul, Agriaku berencana untuk meningkatkan jumlah petani dalam jaringannya agar berhasil menembus pasar senilai $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki mimpi untuk menjadi superapp bagi para pemain agri di Indonesia.

Crowde

Crowde adalah startup fintech didirikan oleh Yohanes Sugihtononugroho pada tahun 2015 yang berfokus pada pertanian yang memberdayakan petani Indonesia dengan teknologi dan permodalan. Ribuan petani dan investor di seluruh Indonesia telah mempercayakan Crowde dengan mencapai apa yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Ekosistem keuangan yang mudah untuk petani dapat terhubung dengan investor yang mencari hal menarik dengan petani yang mengharapkan modal untuk tumbuh, menciptakan lapangan kerja, dan membantu komunitas lokal.

Eden Farm

Eden Farm lebih fokus menyajikan produk-produk terbaik dari petani lokal hingga berbagai restoran dan warung makan di Indonesia. Startup yang didirikan pada tahun 2017 oleh David Gunawan ini memiliki tujuan agar bisnis kuliner Indonesia menggunakan bahan-bahan yang berasal dari petani lokal.

Berdasarkan informasi dari situs resminya, Eden Farm merupakan pemasok berbagai jenis sayuran dan bahan makanan seperti sayuran hidroponik, buah, dan bahan kering.

Etanee

Etanee adalah aplikasi e-commerce yang fokus pada produk pangan dan pertanian. Didesain berawal dari memulai petani dan peternak kita yang tidak mendapatkan hak ekonomi secara layak. Padahal merekalah rantai produksi dengan kerja kerasnya menghasilkan produk terbaik yang kita konsumsi.

Selain itu, rantai logistik dan pengiriman yang tidak efisien menjadi penyebab tingginya harga beli konsumen juga menjadi pemicu lahirnya Etanee yang mulai digagas sejak awal tahun 2017. Maka dari itu, Etanee dibuat sebagai solusi untuk petani dan peternak agar memiliki penghasilan yang sesuai dengan meraka.

Herry Nugraha dan Cecep Mochamad Wahyudin mendirikan Etanee pada tahun 2017 ingin berfokus pada pengembangan bisnis pertanian di Indonesia. Mereka mendapatkan dana awal sebesar 7 miliar Rupiah dari East Ventures untuk mengekspansi ke beberapa daerah di Indonesia.

Habibi Garden

Di Indonesia juga ada startup teknologi pertanian yaitu Habibi Garden. Perusahaan startup agritech Indonesia ini memiliki tujuan untuk membangun peradaban melalui pertanian internet of things (IOT). Perusahaan ini memang menghadirkan solusi perawatan tanaman berbasis IoT. Startup ini membantu menyediakan data up-to-date melalui smartphone.

Ada sensor yang digunakan untuk membantu mendapatkan data tersebut. Data yang diberikan misalnya adalah kondisi tanah dan unsur hara pada tanaman. Ini dapat membantu petani mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, dan mencegah gagal panen.

Startup agritech Indonesia yang satu ini didirikan pada tahun 2016 oleh Dian Prayogi Susanto. Pada awal pendiriannya Habibi Garden mendapatkan 8 miliar Rupiah dibantu oleh beberapa Investor pendanaan seri A.

iGrow

Startup bergerak di bidang pertanian yang memungkinkan pelaku usaha untuk bertani tanpa harus turun ke lahan pertanian sendiri untuk menanam. Cukup dengan mendaftar, memilih tanah dan jenis pohon, maka para pelaku usaha dapat menerima uang atas tanah tersebut.

Setelah lahan diolah dan dipanen, hasil pertanian bisa dijual dengan porsi 40% untuk pengguna, 20% untuk mitra pengelola perkebunan (petani), dan 20% untuk iGrow. Perusahaan yang satu ini didirikan pada tahun 2014. Kini iGrow telah diakuisisi dan masuk ke dalam grup LinkAja.

Kedai Sayur

Layanan startup ini lebih fokus pada pendistribusian produk pertanian berupa sayuran kepada konsumen. Dengan sistem mengundang pedagang sayur konvensional untuk menjadi bagian dari Kedai Sayur sebagai Mitra Sayur.

Mitra sayur ini merupakan satu-satunya layanan utama yang dihadirkan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna khususnya ibu rumah tangga yang ingin berbelanja kebutuhan sayur tanpa perlu ribet, namun tetap memiliki kualitas sayur terbaik.

Startup yang pertama kali digagas pada tahun 2016 oleh Adrian Hernanto ini telah mendapatkan dua putaran pendanaan di tahun 2019, yang keduanya dipimpin oleh East Ventures. Pendanaan pertama diperoleh pada bulan Mei sebesar $1,3 juta dan pendanaan kedua dilakukan tiga bulan kemudian yaitu pada bulan Agustus dengan nominal lebih besar yaitu 4 juta dollar AS.

Sayurbox

Didirikan pada tahun 2017, Sayurbox menggunakan konsep bisnis farm-to-table. Konsep ini mendukung konsumen untuk dapat memperoleh berbagai sayuran dan buah segar berkualitas langsung dari petani dan produsen lokal.

Sayurbox, perusahaan rintisan yang menggabungkan teknologi pangan dan bahan-bahan makanan, mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri C sebesar $120 juta atau lebih dari Rp. 1,7 triliun.

Tanihub

Startup pertanian lain yang cukup menonjol adalah TaniHub. Startup ini dikenal membangun ekosistem petani mulai dari pembiayaan, penanaman, hingga pemasaran. Dalam aplikasi ini, produk pertanian masuk ke pasar sehingga membebani petani untuk memasarkan produk tersebut.

TaniHub sendiri merupakan aplikasi yang merupakan bagian dari TaniGroup. Di dalam grup, tidak hanya ada TaniHub tetapi juga TaniFund. Juni tahun 2021 lalu Tanihub mendapatkan pendanaan seri B senilai 945 miliar Rupiah dipimpin oleh MDI Ventures.

Itulah beberapa startup agritech Indonesia yang bisa menjadi solusi bagi mereka. Perkembangan teknologi telah memberikan banyak peluang, termasuk di bidang pertanian.

Peluang dan Strategi “Hyperlocal” Agriaku Tangani Isu Agraris Bagian Hulu

Belakangan, upaya mendemokratisasi industri agrikultur semakin kencang lewat kehadiran berbagai startup agritech. Mereka ada mencoba untuk menyelesaikan bagian hulu dan hilir, mencari titik masalah yang selama ini mendera para petani dengan kapabilitas yang ada. Agriaku pun turut berpartisipasi dengan masuk ke segmen pra-panen sebagai fase awalnya.

Co-founder dan CEO Agriaku Danny Handoko membagikan pandangan dan harapannya di industri ini dalam sesi #SelasaStartup yang digelar kali ini. Agriaku hadir sebagai solusi bagi para mitra AgriAku (trader dan pemilik toko pertanian) untuk mendapatkan saprotan (sarana produksi pertanian) dengan harga yang terjangkau. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut rangkumannya:

Selesaikan isu di bagian hulu

Danny menjelaskan, dalam sistem rantai pasok di industri agrikultur, terdiri atas pra-panen, produksi, pasca-panen, dan pengolahan, sampai akhirnya sampai ke tangan konsumen. Solusi yang disediakan oleh pemain agritech sejauh ini pun beragam, ada yang fokus dengan menyediakan solusi e-commerce untuk konsumen, finansial untuk bantu petani beli pupuk, dan sebagainya. Namun, solusi di hulu tepatnya di pra-panen belum banyak yang melirik.

Adapun solusi di pra-panen itu, bagaimana barang-barang pertanian dari prinsipal dapat memiliki rantai pasok yang transparan dan sampai merata di seluruh toko tani yang ada di Indonesia. Toko tani itu sendiri adalah unsur terdekat yang ada di petani yang menghubungkan petani dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Semakin baik rantai pasok distribusi barang, maka memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

“Toko tani ini sudah lama ada di Indonesia, jumlah sekitar 200 ribu toko di seluruh Indonesia. Karena sudah lama, maka sudah terbangun kepercayaan dengan para petani,” kata Danny.

Dengan latar belakang demikian, maka Agriaku menyediakan platform e-commerce yang menyediakan saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

Diklaim saat ini Agriaku telah menggaet puluhan ribu toko tani untuk memakai aplikasi Agriaku dengan average revenue per user tembus di angka puluhan juta. Para penggunanya tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan beberapa titik di Sulawesi. Pencapaian terus akan ditingkatkan demi mewujudkan ambisi Agriaku menjadi pemain yang dominan di segmen ini.

Pendekatan terlokalisasi

Salah satu poin menarik yang disampaikan Danny adalah di industri agri ini tidak bisa serta merta mencaplok solusi yang ada di global langsung diterapkan di Indonesia. Di global sudah mengenal mekanisasi dengan menggunakan perangkat drone untuk meningkatkan presisi operasional para petani.

Namun, solusi tersebut tidak 100% tidak bisa diimplementasikan di Indonesia karena di sini para petani rata-rata memiliki lahan sekitar dua hingga tiga hektar. Sedangkan di negara maju, satu petani bisa mengelola ribuan hektar lahan. Untuk membawa solusi global ke Indonesia, maka implementasinya harus hyperlocal.

Terlebih, infrastruktur koneksi internet di sini masih banyak blind spot sehingga seluruh proses bisnis tidak bisa dipaksakan sepenuhnya online. Alhasil, pendiri startup perlu menyeimbangkan operasional di online dan offline, agar tetap efisien.

“Ini tantangan menarik bagi tech player, di negara maju yang penetrasi internetnya baik, pasti lebih mudah adopsinya ketika diperkenalkan solusi baru. Tapi di Indonesia keterbatasan ini menjadi tantangan tersendiri.”

Bagi Agriaku, agar menjadi hyperlocal maka pendekatan di lapangan punya peranan yang cukup krusial. Tim perlu memperkenalkan aplikasinya ke para pemilik toko tani untuk menarik kepercayaan dan mau digunakan. Fungsi aplikasi tidak hanya permudah mereka mendapatkan produk pertanian terbaik, juga meningkatkan pundi-pundi pendapatan mereka karena dapat harga yang lebih hemat.

Go-Ventures Leads 86 Billion Rupiah Pre Series A Funding for Agritech Startup AgriAku

Agritech startup focused on supply chain solutions, AgriAku, announced a Pre-Series A funding of $6 million or more than 86 billion Rupiah led by Go-Ventures. The previous investor, MDI Arise also participated, followed by MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, and several business angels.

The company plans to use this fresh fund on three purposes; Hiring more talents in the operations, supply chain, product and technology areas; Strengthen the penetration of agri-supply B2B marketplaces across the country; and Growing innovation and capability of the product ecosystem to improve the agricultural value chain in Indonesia.

Indonesia’s agricultural industry is considered to have a significant contribution to the economy, around 13.5% of GDP. However, the upstream agricultural market is highly fragmented with unorganized value chains for agricultural supplies such as seeds, fertilizers and chemicals. Farmers, suppliers and retailers are facing the same problems – supply and price instability, inefficient manual workflows, and limited access to formal finance.

“AgriAku’s B2B input market platform is ideally positioned to increase price transparency and market access for all stakeholders in the agricultural input sector. Over time, we hope that AgriAku can significantly increase farmer productivity and improve farmers’ standard of living,” Go-Ventures’ Partner , Aditya Kamath said.

AgriAku, founded by Irvan Kolonas and Danny Handoko in 2021, holds a mission to create a transparent network between all stakeholders in the agricultural product supply chain system. They’re using an approach that builds a market called “Toko Tani”, directlu connected with first-tier producers or distributors. This method is claimed to allow farmers have a complete catalog of agricultural products at a much more affordable price.

In late February 2022, the company officially introduced an update for the AgriAku untuk Mitra app on the Google Play Store. This platform provides the most complete range of agricultural products compared to the common farmer shops, ranging from seeds, medicines and nutrients, fertilizers and agricultural tools. With Agriaku’s reporting and cash register system, agents can also make accurate digital records to simplify work and accelerate business development.

Agri Aku is not the first agritech funded by the Gojek’s investment arm. Previously, Go-Ventures also led the follow-on funding of Segari online grocery and several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli. This strategic action has proven Gojek’s mission to strengthen the online grocery line.

Indonesia’s agritech startups

For hundreds of years, Indonesia has been known as an agricultural region and has exported many commodities and foodstuffs around the world. However, the agricultural industry is still considered not to provide a fair opportunity for farmers to improve their quality of life and business to date. As the world’s population increases to 8 billion, with Indonesia contributing around 280 million, the role of the agricultural sector will be even greater to meet the growing human needs.

In a publication entitled “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise highlighted four main pain points in the agricultural value chain. These are limited access to capital, fragmented and inefficient supply chains, lack of access to technology, and price uncertainty due to climate change.

While this sector held enormous potential, its value could exceed $500 billion of global GDP by 2030. Asia Pacific alone is projected to contribute 8.2% of the total value. On this trend, investment for Argitech continues to increase from year to year worldwide. In 2020, there were approximately 834 funding deals, accounting for more than $6.7 billion.

Some of the agritech players are getting more popular in this country and getting listed as a soonicorn, including Tanihub, Eden Farm, Aruna, and eFishery. The newcomer, Semaai has also secured fresh funding from Surge and Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Pra Seri A 86 Miliar Rupiah untuk Startup Agritech AgriAku

Startup agrikultur yang fokus pada solusi rantai pasok, AgriAku, mengumumkan perolehan pendanaan Pra-Seri A senilai $6 juta atau lebih dari 86 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Investor sebelumnya, MDI Arise juga turut berpartisipasi, diikuti MDI Centauri, Mercy Corps Social Venture Fund, dan beberapa angel investor.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk tiga hal; Mengembangkan tim secara agresif di bidang operasional, supply chain, produk dan teknologi; Memperkuat penetrasi marketplace B2B agri-pasok di seluruh penjuru negeri; serta Memperkaya inovasi dan kapabilitas dari ekosistem produk demi meningkatkan rantai nilai agrikultur di Indonesia.

Industri pertanian Indonesia dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian, sekitar 13,5% dari PDB. Namun, pasar pertanian hulu sangat terfragmentasi dengan rantai nilai yang masih belum tertata untuk pasokan pertanian seperti benih, pupuk, dan bahan kimia. Baik petani, pemasok, maupun pengecer menghadapi masalah yang sama – ketidakstabilan pasokan dan harga, alur kerja manual yang tidak efisien, serta akses terbatas ke pembiayaan formal.

“Platform pasar input B2B AgriAku diposisikan secara ideal untuk meningkatkan transparansi harga dan akses pasar bagi semua pemangku kepentingan di sektor input pertanian. Seiring berjalannya waktu, kami berharap AgriAku dapat meningkatkan produktivitas petani secara signifikan dan meningkatkan taraf hidup petani,” ungkap Partner Go-Ventures Aditya Kamath.

AgriAku, yang didirikan oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko di tahun 2021,  memiliki misi menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem rantai pasok produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Di akhir bulan Februari lalu, perusahaan resmi memperkenalkan pembaruan aplikasi AgriAku untuk Mitra di Google Play Store. Platform ini menyediakan rangkaian saprotan terlengkap dibanding toko tani biasa, mulai dari benih, obat-obatan dan nutrisi, pupuk dan juga alat pertanian. Dengan sistem pencatatan dan kasir AgriAku, agen juga dapat membuat rekaman digital akurat sehingga bisa mempermudah pekerjaan dan mempercepat perkembangan bisnis.

AgriAku bukanlah startup agrikultur pertama yang didanai unit investasi Gojek ini. Sebelumnya, Go-Ventures juga memimpin pendanaan lanjutan startup online grocery Segari dan beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli. Aksi strategis ini memantapkan usaha Gojek untuk memperkuat lini online grocery.

Startup agrikultur di Indonesia

Selama ratusan tahun, Indonesia dikenal sebagai wilayah agraris dan telah mengekspor banyak komoditas dan bahan makanan ke seluruh dunia. Namun, hingga saat ini, industri agrikultur masih dianggap tidak memberikan kesempatan yang adil bagi para petani untuk meningkatkan kualitas hidup dan bisnis mereka. Seiring populasi dunia yang meningkat hingga 8 miliar, dengan Indonesia menyumbang sekitar 280 juta, peran sektor pertanian akan semakin besar untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus berkembang.

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Beberapa pemain agritech yang namanya sudah populer di tengah masyarakat Indonesia dan jadi soonicorn termasuk Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery. Pemain baru Semaai juga bulan lalu membukukan dana segar dari Surge dan Beenext.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise
Application Information Will Show Up Here

Agriaku Dapat Pendanaan dari Arise, Selesaikan Isu Rantai Pasok Produk Pertanian

PT Agriaku Digital Indonesia (Agriaku) adalah startup argitech yang menyediakan berbagai perlengkapan dan kebutuhan untuk para petani melalui sistem keagenan atau social commerce. Mereka baru saja membukukan pendanaan awal yang dipimpin oleh Arise, sebuah dana kelolaan kolaboratif dari MDI Ventures dan Finch Capital.

Agriaku didirikan pada Mei 2021 oleh Irvan Kolonas dan Danny Handoko. Ivan memang memiliki pengalaman sebagai pengusaha di bidang agrobisnis, saat ini juga menjabat sebagai CEO Vasham. Sementara Danny adalah mantan Co-Founder & CEO Airy Indonesia. Diharapkan kolaborasi keduanya dapat memadukan keahlian di bidang pertanian dan teknologi untuk memberikan layanan komprehensif kepada UMKM agro dan petani.

Dengan dana segar yang didapat, Agriaku berencana menambah jumlah petani di jaringannya agar berhasil menembus pasar $17 miliar di Indonesia. Sejak awal, Agriaku telah memberdayakan lebih dari 6 ribu mitra dan ribuan petani kecil di seluruh Indonesia melalui teknologi. Agriaku memiliki cita-cita untuk menjadi superapp untuk pemain agri di Indonesia.

“Kemampuan Agriaku untuk memberdayakan petani melalui Toko Tani secara terukur melalui teknologi mengubah bisnis yang sangat tradisional di Indonesia. Kami bangga bermitra dengan tim Agriaku dan bersemangat untuk melihat hal-hal hebat di masa depan,” ujar Partner Arise Aldi Adrian Hartanto.

Selesaikan isu rantai pasok

Di fase awalnya, Agriaku masih fokus untuk meningkatkan jumlah mitra mereka. Model kemitraan ini dianggap lebih efektif ketimbang melakukan penjualan daring langsung ke petani, hal ini ditengarai tidak banyak petani yang cukup digital savvy untuk melakukan pembelanjaan kebutuhan produktivitasnya secara online.

Produk pertanian biasanya menjadi lebih mahal ketika sampai ke petani. Karena dalam proses rantai pasokannya harus melalui prinsipal, distributor, peritel, lalu konsumen akhir. Di sisi lain, kurangnya wawasan dan data untuk pengambilan keputusan pada distribusi produk pertanian juga kadang menimbulkan kesenjangan tersendiri, misalnya kelangkaan produk tertentu, yang mengakibatkan produktivitas petani terganggu.

Lewat layanannya, Agriaku ingin menciptakan sebuah jaringan yang transparan antara semua pemangku kepentingan dalam sistem supply chain produk pertanian. Salah satu pendekatannya, mereka membangun pasar yang disebut sebagai “Toko Tani”, terhubung dengan produsen atau distributor tingkat pertama. Cara ini diklaim memungkinkan petani mendapatkan katalog produk pertanian yang lengkap dengan harga yang jauh lebih terjangkau.

Sehingga kendati membeli ke mitra terdekat, yang mungkin adalah tetangganya sendiri, para petani juga tetap bisa mendapatkan penawaran menarik untuk produk-produk pertanian yang mereka butuhkan.

“Kami percaya bahwa pendekatan kami dalam memberdayakan Toko Tani lokal sebagai last mile agent untuk mendistribusikan setumpuk produk dan layanan bagi petani kecil di Indonesia berpotensi mendemokratisasi industri yang sejauh ini resisten terhadap perubahan”, kata Irvan.

Hipotesis investasi startup agri

Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti  empat pain points utama dalam value chain pertanian. Yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, dan ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di tahun 2030 mendatang. Asia Pasifik sendiri berpotensi menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan – termasuk beberapa yang sudah jadi soonicorn seperti Tanihub, Eden Farm, Aruna, dan eFishery—tim Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital. Salah satunya terkait B2B marketpalce yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya mereka juga akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Ekosistem solusi digital untuk sektor pertanian / Arise

Di kancah global, beberapa startup argitech berhasil membukukan traksi luar biasa, termasuk kaitannya dengan investasi yang dibukukan. Belum lama ini DeHaat, sebuah startup asal India yang memiliki model bisnis serupa dengan Agriaku, baru saja mengumpulkan dana seri D senilai $115 juta dari Lightrock, Sequoia Capital India, dan Temasek Holdings, dll.

Application Information Will Show Up Here