Antler Suntik Investasi Rp19 Miliar untuk 10 Startup Indonesia

VC tahap awal dan startup builder Antler menyuntik investasi awal sebesar $1,25 juta (sekitar Rp19,5 miliar) untuk sepuluh startup di Indonesia. Mereka antara lain Alter, Club Kyta, Hazana, Kamoo, Katalis, Loop, Plans, Safelog.AI, Sqouts, dan startup yang berstatus “stealth“.

Dalam keterangan resminya, nilai investasi tersebut termasuk putaran investasi dari total alokasi di Indonesia sebesar $5 juta untuk dikucurkan ke 40 startup. Penambahan dana ini menunjukkan komitmen Antler untuk memperkuat portofolio di Indonesia dan mendukung para founder dengan ide bisnis potensial, serta latar belakang dan pengalaman beragam.

Antler hadir di Indonesia pada 2021, dan saat ini memiliki 33 portofolio (belum termasuk tambahan 10 startup) mengacu pada data di situs resminya. Secara total, Antler telah berinvestasi ke lebih dari 900 startup dari berbagai sektor. Targetnya, Antler ingin mendukung sebanyak 6.000 startup pada 2030.

“Untuk menghadapi dinamika pasar yang menantang di 2024, kami melihat ini sebagai peluang untuk para pendiri yang berbakat dan menciptakan dampak positif bisnis di Indonesia,” ungkap Partner Antler Indonesia Agung Bezharie Hadinegoro.

Agung melanjutkan, posisi Antler sebagai investor dan penyedia program yang mendalam, bukan hanya menawarkan peluang ke calon pendiri, tetapi juga hadir dalam perjalanan intensif mereka, mengasah visi, dan menguji konsep bisnisnya secara cermat sebelum meluncurkan startup.

Sekilas mengenai beberapa portofolionya; (1) Alter adalah platform jejaring sosial dan kolaborasi bagi para gamer, (2) Plans adalah platform untuk layanan kesuburan dan perencanaan keluarga, dan (3) Sqouts adalah platform perekrutan talenta berbasis AI berbentuk percakapan.

Investor dalam mode ‘wait and see’

Berdasarkan laporan terbaru AC Ventures dan Bain & Company, tren investasi VC di Indonesia menunjukkan pertumbuhan stagnan (YoY) dengan total pendanaan sebesar $3,6 miliar pada 2023. Menurut laporan, stagnasi ini dipicu oleh kehati-hatian investor di tengah ketidakpastian ekonomi makro global.

Kendati demikian, laporan ini mengungkap pendanaan awal dengan kisaran investasi tak sampai $10 juta justru masih menunjukkan pertumbuhan sehat, dan mendominasi total kesepakatan pendanaan yang terjadi di sepanjang 2023.

Sumber: AC Ventures dan Bain & Company

Adapun, tren perlambatan investasi diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2024, terutama didorong oleh faktor Pemilihan Umum (Pemilu). Investor diprediksi memilih untuk lebih berhati-hati sebelum memutuskan investasi.

Laporan Warung Pintar: Solusi dan Tantangan pada Digitalisasi Warung

Mengutip data Euromonitor, tercatat ada sebanyak 3,61 juta bisnis ritel di Indonesia. Angka tersebut mencakup ekosistem bisnis warung yang sudah ada sejak lama dan sangat dekat dengan orang Indonesia. Menurut survei internal Warung Pintar, sebanyak 9 dari 10 orang Indonesia memenuhi kebutuhan hariannya di warung, mulai dari kebutuhan pokok hingga makanan siap santap. Tak heran, nilai penjualan ritel tradisional tembus Rp6 triliun setiap harinya.

Di balik potensi warung yang sangat besar, masih tersimpan banyak tantangan oleh pemilik warung. Salah satu pengguna Warung Pintar, Esih menyampaikan, sebelumnya untuk dapat terus memenuhi kebutuhan stok barang dagangannya, ia harus menyetok barang sendiri dengan belanja langsung ke agen. Setidaknya, ia harus mendatangi dua sampai tiga agen terdekat karena tidak semua kebutuhan warungnya dapat dipenuhi oleh satu agen saja.

Satu agen rata-rata dapat memenuhi 30% dari dari total kebutuhan barang dagangan. Saat berbelanja pun, kerap kali Esih harus mengantre untuk mendapatkan stok barang favorit oleh banyak pemilik warung lainnya. Hal tersebut membuat ia setidaknya menghabiskan waktu di luar rumah antara dua hingga empat jam. Risiko lainnya, seperti kecelakaan di jalan, barang hilang, atau rusak.

“Kalau belanja di agen, saya harus menghabiskan waktu untuk memilih barang dagangan, kemudian antre, dan juga membawa barang belanjaan sendiri,” ujar Esih.

Risiko lainnya yang sering tidak disadari saat belanja offline di grosir adalah biaya operasional yang harus dikeluarkan, yakni sebesar Rp20 ribu sampai Rp30 ribu untuk satu kali belanja, atau hampir Rp500 ribu untuk satu bulan. Biaya operasional ini terdiri atas biaya bensin, uang rokok, jajan anak, uang parkir, dan tips angkut. Jika diakumulasi, biaya operasional tersebut setara dengan 15% dari total pendapatan rumah tangga.

Dalam proses pemenuhan stok barang, Esih pun tidak mendapat visibilitas harga pasaran sebenarnya yang ditetapkan oleh produsen. Hal tersebut dikarenakan semuanya diserahkan oleh mekanisme harga pasar. Dampaknya, Esih kerap kali mendapatkan harga barang yang lebih mahal antara 5%-10% dari harga seharusnya. Tak sedikit pemilik warung yang pada akhirnya bertanya soal harga beli dan harga jual di forum komunitasnya di Facebook dan WhatsApp.

Permasalahan di atas ini tak hanya dihadapi Esih, tapi juga jutaan warung lainnya saat menyetok barang dagangan. Kegiatan stok barang, yang mayoritas produk FMCG ini, menjadi penting karena lebih dari 90% penjualan warung berasal dari penjualan barang fisik. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa warung sebagai usaha mikro sangat sulit untuk berkembang.

Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menuturkan, pihaknya melihat tantangan di atas sebagai peluang yang sepenuhnya dimanfaatkan oleh pemimpin pasar FMCG. Oleh karenanya, perusahaan hadir sebagai jembatan bagi warung dan perusahaan FMCG agar dapat saling terhubung melalui alur distribusi yang lebih transparan.

“Warung Pintar menyediakan rantai pasok distribusi yang mengintegrasikan teknologi dalam alur distribusi, operasional, sampai optimalisasi potensi usaha. Pada akhirnya, kami mengoptimalisasi peran dan kolaborasi para aktor yang terlibat dalam rantai pasok ritel tradisional,” kata Agung.

Perusahaan menyediakan aplikasi yang dapat digunakan pemilik warung untuk belanja kulakan, yang menyediakan berbagai pilihan pemasok baik dari pemilik merek besar hingga Grosir Pintar. Sistem belanja ini dapat menyesuaikan kebutuhan warung baik dari jenis barang, jumlah kulakan, aksesibillitas jalan, lama pengiriman, dan fleksibilitas pembayaran. Di sisi lain, dengan sistem belanja lewat aplikasi, warung tidak memerlukan usaha, waktu, dan biaya lebih untuk aktivitas kulakan.

Di satu sisi, bagi brand, prinsipal, dan distributor, mereka dapat terhubung dengan warung dan grosir secara langsung lewat Distributor pintar untuk menjadi pemasok langsung bagi warung. Mereka juga dapat monitoring performa penjualan, pergerakan barang dan harga, dan performa kompetitor. Transparansi data juga dapat dijadikan sebagai bahan strategi bisnis ke depannya.

Salah satu brand prinsipal yang memanfaatkan solusi ini adalah PT ABC President Indonesia. Melalui penjualan lini minuman berkemasan yang mereka produksi, yakni Nu Yogurt Tea, Nu Teh Tarik, dan Nu Milk Tea, terlihat performa penjualan yang meningkat hingga 50% setiap bulannya. Terhitung sejak Juli hingga September 2022, jumlah warung yang membeli produk dari perusahaan tersebut naik 90%. Kenaikan ini juga berimbas pada pangsa pasar produk minuman kemasan dan mie instan milik PT ABC President Indonesia yang mencapai 61%.

“Ke depannya kami akan menjalin lebih banyak kemitraan dengan pemimpin industri FMCG untuk memastikan stok yang serba ada dengan harga yang lebih pasti. Kami juga akan terus memperbaharui aplikasi Warung Pintar agar tetap relevan dengan kebutuhan juragan seiring berjalannya waktu. Seluruh upaya kami kerahkan untuk memberdayakan warung agar bisa terus berkembang di tengah segala kondisi ekonomi,” pungkas Agung.

Lanskap pemain sejenis

Selain Warung Pintar, sudah ada beberapa pemain sejenis yang memfokuskan solusinya pada digitalisasi rantai pasok warung. Mereka ialah:

1.Mitra Bukalapak
Mitra Bukalapak saat ini menyediakan lebih dari 40 SKU termasuk pembayaran tagihan listrik dan telepon, pulsa, voucher game, asuransi, tiket, voucher game, e-
wallet, pengiriman uang, investasi emas hingga kesempatan untuk mendapatkan penghasilan lebih dengan menjadi agen logistik.

Di kuartal ketiga tahun ini, Mitra Bukalapak berkontribusi terhadap 48% Total Processing Value (TPV) Bukalapak. Pada akhir September 2022, sebanyak 15.2 juta pemilik warung dan UMKM lainnya dari seluruh Indonesia terdaftar sebagai Mitra Bukalapak, yang merupakan peningkatan dari 11.8 juta pada akhir Desember 2021.

Perusahaan pun mulai menduplikasi potensi bisnis warung dengan ekspansi ke Filipina melalui brand SmartSari.

2.Ula
Ula memungkinkan pemilik warung untuk memesan berbagai macam produk, mulai dari kebutuhan harian, makanan segar dan sembako, dan pakaian, dan mengirimkannya langsung ke toko mereka. Dalam data yang dipublikasi, mayoritas pengguna Ula berasal dari kota lapis dua hingga empat yang masih kekurangan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur logistik.

Per 30 November 2022, perusahaan mengumumkan PHK terhadap 134 karyawannya atau sekitar 23% dari total karyawan Ula yang tersebar di tiga negara. Perusahaan berdalih keputusan diambil karena mendapat tantangan besar semenjak pandemi, seperti turbulensi pasar, volatilitas harga komoditas, kekurangan pasokan, perubahan peraturan, dan kenaikan harga minyak mentah. Oleh karenanya, langkah efisiensi dari berbagai sisi harus ditempuh sembari menyusun strategi bisnis baru.

3.GudangAda
GudangAda memosisikan diri sebagai platform e-commerce B2B bagi produsen, pedagang, grosir, dan pedagang eceran, agar saling terintegrasi dengan seluruh rantai pasok. Diklaim aplikasi GudangAda saat ini telah digunakan oleh lebih dari 1 juta pengguna dan lebih dari 200 brand prinsipal telah bergabung di dalam ekosistem.

Terdapat tiga layanan yang ditawarkan, yakni GudangAda tempat jual-beli para pedagang, GudangAda Logistik yang merupakan layanan pengiriman pesanan mudah, aman dan dapat diandalkan, serta GudangAda Solusi yang merupakan aplikasi kasir dan manajemen stok toko untuk para pedagang.

4.Dagangan
Startup ini menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, bahan makanan segar/beku, hingga produk fesyen, dengan layanan pengantaran di hari yang sama dan esok hari. Model bisnis yang dipakai adalah berbelanja langsung melalui platform Dagangan, reseller, dan pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusahaan.

Sejak tiga tahun berdiri, Dagangan mengklaim telah tumbuh lima kali lipat secara year-on-year di semester pertama 2022. Selain itu, tercatat 60% kenaikan pendapatan untuk pelaku UMKM di desa jangkauan Dagangan. Saat ini, Dagangan memiliki lebih dari 30 ribu pengguna aktif dengan lebih dari 500 ribu transaksi belanja bulanan melalui aplikasi dan situs web.

Misi Warung Pintar Group Perkuat Ekosistem Bisnis Warung

Startup binaan East Ventures, Warung Pintar, kini telah bertransformasi menjadi startup yang mengedepankan konsep new retail dengan memperkuat posisi di pasar e-commerce B2B.

Setelah mengakuisisi Bizzy awal tahun ini dengan nilai mencapai $45 juta atau sekitar Rp633 miliar, masih banyak rencana dan target yang ingin dicapai perusahaan. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie mengungkapkan beberapa poin penting dan rencana perusahaan yang telah bervaluasi centaur (lebih dari $100 juta) ini ke depannya.

Menjawab permasalahan di ekosistem

Co-Founder & CEO Warung Pintar Agung Bezharie saat kegiatan / Warung Pintar

Berdiri di tahun 2017, Warung Pintar menawarkan solusi untuk permasalahan yang dihadapi pelaku usaha mikro yang selama ini menjadi fondasi perekonomian Indonesia. Pengembangan produk yang terjadi di dalam Warung Pintar Group saat ini diklaim merupakan hasil pemahaman mendalam.

“Setiap eksperimen, diskusi-diskusi yang terjadi dengan berbagai stakeholder di dalam ekosistem general trade, dan juga berbagai perspektif yang terus bersinggungan dari tim Warung Pintar mempertajam solusi yang kami coba hadirkan untuk terus memberikan nilai lebih di dalam proses distribusi di bisnis warung di Indonesia,” kata Agung.

Untuk dapat menghadirkan solusi, ide sederhana yang menjadi langkah awal Warung Pintar perlu terus berevolusi agar tetap relevan dan dapat menjawab permasalahan setiap pelaku industri di ekosistem.

“Hari ini Warung Pintar Group memiliki solusi paling lengkap untuk setiap stakeholder di dalam ekosistem bisnis warung. Mulai dari solusi untuk pemilik warung, pedagang grosir, distributor kecil hingga besar, dan juga para pemilik brand. Kami mendigitalisasi dan mengintegrasikan setiap stakeholder dengan sistem supply chain kami sehingga menciptakan transparansi dan efisiensi yang lebih baik.”

Dengan mengedepankan teknologi di awal, Warung Pintar mencoba untuk menggarap semua hal yang paling relevan di ekosistem. Langkah tersebut banyak dilakukan para pemain industri yang melihat permasalahan kompleks di berbagai sisi.

Ekspansi area layanan

COO Warung Pintar Harya Putra dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro di Banyuwangi

Saat ini makin banyak startup yang menyasar kota-kota di tier 2 dan 3.  Agung memastikan Warung Pintar tidak hanya fokus pada ekspansi di kota-kota tier 1.

Banyuwangi menjadi langkah awal persebaran mereka di luar kota besar dan menjadi blue print dalam menentukan strategi yang tepat sesuai kebutuhan kotanya. Perusahaan dan Pemkab Banyuwangi menerapkan strategi hyperlocal, berupa pemberdayaan UMKM setempat untuk berjualan di Warung Pintar dan menjadikan unit Warung Pintar sebagai pusat informasi pariwisata.

Perusahaan mengklaim telah berhasil memperbanyak active transacting user hingga lebih dari 100.000 warung. Per hari ini Warung Pintar Group telah berada di lebih dari 150 kota dan kabupaten di Indonesia. 52 warehouse milik Warung Pintar Group bekerja sama dengan lebih dari 350 Grosir dan Distributor di Indonesia memungkinkan perusahaan untuk merambah lebih banyak kota dalam waktu yang lebih singkat.

Positioning Warung Pintar Group hari ini adalah solusi terlengkap untuk setiap stakeholder dalam ekosistem bisnis warung di Indonesia,” klaim Agung.

Warung Pintar juga aktif menjalin kerja sama strategis dengan startup dan perusahaan teknologi. Salah satunya adalah dengan pengembang aplikasi pengelola arus kas pengusaha mikro BukuWarung tahun 2020 lalu. Masing-masing startup yang merupakan portofolio East Ventures ingin mengakomodasi kebutuhan khusus para pelaku UMKM di Indonesia, seperti warung-warung kecil.

Tahun 2020 lalu Warung Pintar juga meresmikan kolaborasi dengan Grab dalam rangka mempermudah konsumen Grab berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui warung milik Juragan Warung Pintar (sebutan pemilik warung) di dalam opsi GrabMart. Kerja sama ini sudah terjalin sejak akhir Juni 2020. Ditargetkan melalui kerja sama tersebut sampai akhir tahun 2020 setidaknya dapat menambah 400 warung ke dalam GrabMart yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya.

Selama pandemi, Grab telah mendigitalisasi lebih dari 185 ribu UKM dan 32 ribu pedagang tradisional di ratusan kota di Indonesia ke dalam ekosistem digitalnya.

Rencana usai akuisisi Bizzy

Warung Pintar dan Bizzy bersinergi di pasar retailer dan B2B / East Ventures
Warung Pintar dan Bizzy bersinergi di pasar retailer dan B2B / East Ventures

Pasca akuisisi Bizzy, solusi yang ditawarkan perusahaan menjadi semakin lengkap, termasuk untuk pemilik warung, pedagang grosir, distributor, hingga brand atau manufacturer. Akuisisi ini menggabungkan dua perusahaan (yang kebetulan merupakan portofolio East Ventures) yang telah bekerja sama dengan 600 merek dan melayani 230 ribu retailer di 65 kota seluruh Indonesia.

Bizzy tetap menjadi entitas yang akan fokus menjembatani sinergi kedua perusahaan dengan brand dan distributor, serta memungkinkan mereka untuk menjadi ekosistem pengecer digital. Warung Pintar lebih fokus pada upaya digitalisasi para retailer-nya, sedangkan Bizzy fokus dalam melayani para mitra brand dan distributor.

“Sejak awal hingga hari ini visi Warung Pintar tetap sama, yaitu mendigitalisasi channel distribusi terbesar di Indonesia yaitu warung, serta komunitas yang ada di sekitarnya, sehingga mereka siap menjadi masa depan kemajuan ekonomi Indonesia,” tutup Agung.

Application Information Will Show Up Here

Warung Pintar Is Now a Part of GrabMart Merchants

Warung Pintar announces a collaboration with Grab in order to make it easier for Grab consumers to shop for their daily needs through warung by Juragan Warung Pintar (as the shop owner is called) through GrabMart. This collaboration has been established since the end of June 2020 and there are dozens of stalls in Jakarta and its surroundings registered as partners.

In fact, Grab already has its own unit to manage the shop, GrabKios. It is a service formed through its acquisition of Kudo. Meanwhile, Kudo and Warung Pintar have been East Ventures’ portfolios since their debut.

Warung Pintar’s Co-Founder and CEO Agung Bezharie Hadinegoro explained that soft drinks, food groceries, household items, and personal care are some of the categories most people sought after at the shop.

“With the shifting trend, where people feel safer when shopping online, we are trying to reach users and fulfill their needs digitally through GrabMart,” he said in an official statement, Wednesday (9/16).

This initiation was first taken after seeing the fact that at the beginning of this pandemic as many as 93% of Juragan had experienced a decrease in income by 28%. However, after entering GrabMart, their income is claimed to increase by 50% with a value of more than IDR50 million per month.

“Aside from that, each shop has experienced an increase in the number of subscribers between 200-800 customers per month.”

GrabMart alone is an expansion of GrabFood service amid pandemic for merchants who want to expand their business by selling fresh products, raw food, snacks, frozen food, to personal needs. For delivery using the GrabBike driver fleet. Compete directly with Gojek’s GoMart.

“We hope that this collaboration with Warung Pintar will help drive the digitalization of traditional businesses that will accelerate economic recovery during the pandemic and ensure more people can benefit from the digital economy,” Grab Indonesia GrabFood’s Head of Marketing, Hadi Surya Koe said.

In acquiring merchants, Grab does not only engage micro-entrepreneurs but also enterprise groceries and online startups. During the pandemic, Grab has digitized more than 185 thousand SMEs and 32 thousand traditional traders in hundreds of cities in Indonesia into its digital ecosystem.

Agung expects, by the end of this year, at least 400 more stalls can be added to GrabMart, located in Jabodetabek, Bandung, and Surabaya. Currently, Warung Pintar has 47 thousand stalls that are incorporated into its network.

“Since the beginning, stalls have always been proven to support Indonesia’s economy and hopefully the stalls can grow as we grow together with warungs. In times like these, our solidarity is encouraged and the solution is to proudly use products and services made in Indonesia,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Warung Pintar Kini Masuk sebagai Merchant GrabMart

Warung Pintar meresmikan kolaborasi dengan Grab dalam rangka mempermudah konsumen Grab berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui warung milik Juragan Warung Pintar (sebutan pemilik warung) di dalam opsi GrabMart. Kerja sama ini sudah terjalin sejak akhir Juni 2020 dan tercatat ada belasan warung di Jakarta dan sekitarnya yang terdaftar sebagai mitra.

Sebenarnya Grab sudah memiliki unit sendiri yang mengelola warung, yakni GrabKios. Merupakan layanan hasil akuisisinya atas Kudo. Sementara Kudo dan Warung Pintar merupakan portofolio East Ventures sejak awal debutnya.

Co-Founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menjelaskan minuman ringan, bahan makanan, perlengkapan rumah tangga, dan perawatan pribadi merupakan beberapa komoditas utama yang paling banyak dicari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hariannya di warung.

“Dengan adanya perubahan tren, di mana orang-orang merasa lebih aman bila berbelanja online, kami mencoba menjangkau para pengguna dan memenuhi kebutuhannya secara digital melalui GrabMart,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (16/9).

Inisiasi ini awalnya diambil setelah melihat fakta bahwa pada awal pandemi ini sebanyak 93% Juragan sempat mengalami penurunan pendapatan hingga 28%. Namun setelah masuk ke dalam GrabMart, pendapatan mereka diklaim naik hingga 50% dengan nilai lebih dari Rp50 juta per bulan.

“Tidak hanya itu, di masing-masing warung pun mengalami peningkatan jumlah pelanggan antara 200-800 pelanggan per bulannya.”

GrabMart itu sendiri adalah perluasan layanan dari GrabFood di tengah pandemi untuk merchant yang ingin melebarkan usaha dengan menjual produk-produk segar, makanan mentah, makanan ringan, makanan beku, hingga barang kebutuhan pribadi. Untuk pengirimannya menggunakan armada pengemudi GrabBike. Bersaing langsung dengan GoMart milik Gojek.

“Kerja sama dengan Warung Pintar kami harap dapat membantu mendorong digitalisasi usaha tradisional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi dan memastikan lebih banyak masyarakat dapat mengambil manfaat dari ekonomi digital,” tambah Head of Marketing GrabFood Grab Indonesia Hadi Surya Koe.

Dalam menjaring merchant, Grab tidak hanya menggaet pelaku usaha mikro namun juga enterprise dan startup online groceries. Selama pandemi, Grab telah mendigitalisasi lebih dari 185 ribu UKM dan 32 ribu pedagang tradisional di ratusan kota di Indonesia ke dalam ekosistem digitalnya.

Agung menargetkan, sampai akhir tahun ini setidaknya dapat menambah 400 warung ke dalam GrabMart yang berlokasi di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Saat ini Warung Pintar memiliki 47 ribu warung yang tergabung ke dalam jaringannya.

“Dari dulu, warung terbukti selalu menjadi penyokong ekonomi Indonesia dan harapannya warung dapat bertumbuh sebagaimana kita tumbuh bersama warung. Di masa-masa seperti inilah solidaritas kita dipacu dan solusinya adalah dengan bangga menggunakan produk maupun layanan buatan Indonesia,” pungkasnya.

Pandangan Bukalapak, Warung Pintar, dan Ralali tentang Konsep “Full Remote Working” Permanen

Sejak Juni lalu, perusahaan di Indonesia memulai adaptasi terhadap situasi new normal. Sejumlah perusahaan sudah mulai membuka kembali kantornya dengan mematuhi protokol kesehatan, namun masih banyak perusahaan yang tetap menerapkan kebijakan Work From Home (WFH).

Bagi sejumlah perusahaan, penerapan WFH menjadi tantangan besar untuk mengelola sumber daya dan produktivitas yang sama seperti bekerja di kantor. Padahal situasi ini kemungkinan bakal terus berlanjut, bahkan menjadi permanen.

Muncul konsep baru, yang sedikit berbeda dengan WFH, yang disebut Full Remote Working (FRW). Laporan Gartner per Maret 2020 yang menyurvei 317 senior finance leader menyebutkan sebanyak 74 persen responden berencana shifting untuk menerapkan FRW secara permanen selama dan pasca pandemi Covid-19.

Apakah FRW menjadi jawaban bagi tren bekerja ke depan?

FRW vs WFH

Secara umum, baik FRW maupun WFH memampukan para pekerja profesional untuk bekerja di luar lingkungan perkantoran. Kedua term ini seringkali dianggap sebagai konsep kerja yang sama. Sesungguhnya keduanya memiliki perbedaan mendasar, yakni lokasi dan jam kerja.

WFH secara harafiah dapat berarti bekerja dari tempat tinggal mereka, baik itu rumah, apartemen, atau residensi lain. Model kerja ini kian familiar pasca-pemerintah menetapkan kebijakan kerja dari rumah dan pembatasan sosial empat bulan lalu.

Sebaliknya, FRW banyak diadopsi full time freelancer yang jam kerjanya tidak terikat waktu dan dapat dilakukan di mana saja. FRW juga populer di kalangan industri startup sebagai salah satu cara mereka untuk mendorong agility pada pengembangan produk/inovasi.

Seiring berkembangnya teknologi digital, pandangan terhadap konsep FRW dan WFH semakin kabur. Hal ini karena semakin banyak kehadiran platform digital yang mendukung produktivitas bekerja WFH dan FRW, misalnya Google Meet, Zoom, Slack, dan Asana.

Di sesi “Life After COVID-19: Indonesian Startup Adapts to Full Remote Work Permanently”, CEO Campaign.com William Gondokusumo menilai perbedaan kedua model kerja ini tidak sebatas pada lokasi dan jam kerja. Misalnya jam kerja WFH terikat jam kantor, kegiatan meeting WFH umumnya dilakukan secara lisan melalui video call, dan pengenalan tim/proyek juga memakan waktu lalu karena perlu ada briefing.

Sementara FRW fokus pada kualitas kerja dengan jam kerja yang disesuaikan dengan waktu masing-masing sesuai kebijakan kantor (termasuk apabila jika ada perbedaan zona waktu). Proses rekrutmen pun dilakukan sepenuhnya secara remote.

Perbedaan mencolok lainnya adalah kegiatan meeting dapat dilakukan secara tertulis menggunakan Slack atau Google Docs. Bahkan meeting dapat diikuti semua orang secara online meskipun berada di tempat yang sama.

Kendati FRW menawarkan banyak nilai tambah, William menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen kuat dan kesiapan infrastruktur yang matang. FRW juga dinilai tidak bisa diaplikasikan begitu saja bagi sejumlah sektor bisnis.

We should not bring office to home. Ketika bekerja, kita sudah mengganti pola pikir. FRW itu orientasinya sudah sepenuhnya kerja berbasis online. Makanya, FRW menjadi sebuah komitmen besar,” ungkapnya.

Pada kesempatan sama, HR Podcaster askHRlah Monica Anggar menilai WFH menawarkan nilai tambah karena karyawan karena mengurangi biaya transportasi dan menekan stres akibat macet di perjalanan.

Namun, WFH memiliki kekurangan karena perusahaan belum siap mengeluarkan aset (komputer, kamera, dan lain0lain) ke luar kantor dalam jangka waktu lama, adanya pengeluaran biaya lebih (pulsa telepon dan paket data), dan kesulitan menghasilkan output kerja yang sama dengan bekerja di kantor.

Komunikasi paling utama

Sejumlah perusahaan, baik korporasi maupun startup, sama-sama menerapkan WFH atau FRW sebagai bentuk penyesuaian terhadap situasi pembatasan sosial. Bagaimana startup Indonesia merefleksi penerapan WFH?

CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, saat ini pihaknya masih menerapkan kebijakan WFH/FRW dan bekerja dari kantor dengan ketentuan protokol new-normal. Sebelum pandemi, operasional Bukalapak dijalankan melalui kantor. Kebijakan bekerja dari kantor saat itu dinilai  dapat menambah efektivitas kinerja dan efisiensi komunikasi, mengingat kantor Bukalapak sempat berada di 28 titik berbeda.

Selama WFH/FRW, pihaknya fokus membantu lebih banyak lagi UMKM untuk onboard, dan melengkapi SKU–baik itu barang maupun jasa. Kehadiran platform/aplikasi digital sangat bermanfaat untuk berkomunikasi saat WFH/FRW maupun membuat perencanaan dan evaluasi rutin meski tidak bertemu tatap muka dalam bekerja.

“Kami menyadari bahwa melakukan komunikasi secara intensif dan optimistis baik kepada para pelapak, mitra maupun karyawan Bukalapak merupakan salah satu upaya kami dalam menjaga performa bisnis,” ujarnya kepada DailySocial.

Pada pengalaman Warung Pintar, perusahaan telah menerapkan kebijakan remote working pada level senior di divisi Engineering dan Product sejak lama. Dengan catatan, karyawan harus tetap berkoordinasi selama Work From Anywhere (WFA) dan remote working. Sekitar 10 persen dari total 109 karyawan di Engineering dan Product telah menjalankan remote working sebelum pandemi karena infrastruktur pendukung sudah siap.

Selama periode tersebut, CEO & Co-Founder Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro juga menyoroti pentingnya komunikasi terhadap keberlangsungan WFH/FRW. Ia menilai terlalu banyak komunikasi lebih baik daripada tidak ada sama sekali.

Pada awal penerapan WFH/FRW di divisi non-operasional, tantangannya lebih banyak terasa karena ada penyesuaian terhadap pola kerja karyawan. Contoh paling banyak ditemui adalah ruang kerja dan koneksi yang kurang mumpuni, menghambat komunikasi. Ada juga masalah pendekatan ke user bagi tim yang tidak biasa turun ke lapangan.

Sementara CEO Ralali Josep Aditya juga menyoroti bagaimana mengatur ekspektasi bersama selama masa pandemi. Ekspektasi ini untuk memaksimalkan KPI dengan tolok ukur yang lebih result-driven. Artinya, perusahaan tidak lagi berkutat pada aspek kehadiran sehingga kegiatan meeting menjadi lebih efisien.

Selain itu, Joseph juga melihat bagaimana kegiatan bisnis belum terbiasa dengan distance culture. Pada aktivitas yang berkaitan dengan legal, seperti tanda tangan nota kesepakatan, interaksi tatap muka sangat diutamakan.

“Demikian halnya dengan investor. Untuk mencapai decision making, biasanya beberapa investor dari negara Asia masih mengutamakan tatap muka. Dengan kondisi pandemi, kami harus lakukan penyesuaian,” ungkap Joseph.

Ralali telah menerapkan remote working untuk divisi Tech. Namun, kebijakan ini baru diberlakukan untuk divisi lain selama periode Maret-Mei. Sekarang, semua karyawan bekerja di kantor dengan protokol kesehatan.

Tren FRW bagi pelaku startup

Menurut Bukalapak, tren FRW bisa saja diterapkan asalkan menggunakan metode parsial. Artinya, perusahaan memberikan opsi untuk bekerja di rumah atau kantor apabila dibutuhkan. Rachmat mengungkap, metode ini dapat menjadi satu solusi untuk mengombinasikan model kerja terbaik, terutama di situasi semacam ini.

Menurutnya, model ini sangat memungkinkan bagi perusahaan mengingat Bukalapak kini telah memiliki kurang lebih 2.000 karyawan. Dengan kata lain, karyawan memiliki kesempatan bekerja remote secara terbatas.

“Selama empat bulan terakhir ini kami telah beradaptasi dan melakukan pembelajaran dalam melakukan remote working. Ada dampak positif terhadap  karyawan. Tapi kami sadar mereka juga butuh interaksi sosial. Jadi kami memberikan kesempatan face to face meeting, dengan memperhatikan protokol kesehatan dan kebersihan di kantor,” jelas Rachmat.

Bagi Warung Pintar, Agung mengaku tak menutup kemungkinan tren bekerja bakal bergeser ke depannya. Menurutnya, tren ini dapat dirangkul selama perubahan tersebut bisa  berdampak positif bagi perusahaan, kesejahteraan Juragan, dan produktivitas karyawan. Itupun dengan catatan adaptasinya tidak berdasar pada satu skenario saja, tetapi juga beragam skenario yang tidak dapat dikontrol.

Menurutnya, perusahaan perlu adaptif, relevan, dan efisien demi menunjang produktivitas dan pertumbuhan bisnis. “Bagi kami, komunikasi lisan maupun tertulis, masih menjadi kunci utama terciptanya kondisi kerja yang ideal, terlepas WFH/FRW atau tidak. Dengan sistem squad dan tribe yang telah kami miliki, koordinasi proyek menjadi lebih cepat tanpa perlu ada centralized order,” pungkasnya.

Joseph menilai bahwa penerapan FRW membutuhkan komitmen besar dari setiap divisi/departemen untuk mempersiapkan infrastruktur dan proses bisnis. Meskipun demikian, konsep FRW berpotensi untuk dijalankan mengingat penyesuaian sangat diperlukan sesuai kondisi pekerjaan dan tuntutan zaman.

“Dalam satu hingga dua tahun ke depan, kami masih menggali dan belajar apakah sistem [remote working] ini relevan dengan berbagai role dan fungsi pekerjaan terkait,” papar Joseph.

Pengalaman Mengembangkan Diri Para Founder Startup

Sebagai sebuah bisnis, startup diwajibkan untuk tetap bergerak maju. Menggenjot pertumbuhan adalah hal yang dipikirkan sehari-hari. Banyak kejadian baru yang memaksa orang-orang di dalamnya turut hanyut dalam laju perkembangan. Ketika bisnis meroket, orang-orang di dalamnya kenyang dengan pengalaman dan keterampilan.

Bagi seorang founder, CEO, atau orang-orang yang bertanggung jawab memikirkan arah pergerakan bisnis, gerak cepat bisnis harus dibarengi dengan laju pengembangan diri. Itulah mengapa founder startup membutuhkan mentor atau sumber belajar lainnya. Di era serba mudah, di mana mencari tahu informasi hanya dibatas mau atau tidak mau, media belajar kini banyak bentuknya. Buku, audio, video, dan semacamnya sudah gampang ditemui. Tinggal bagaimana preferensi kita terhadap hal itu.

DailySocial mewawancarai sejumlah founder startup tentang bagaimana kebiasaan mereka dalam mengembangkan diri. Hasilnya beragam. Judul buku yang mereka baca, orang-orang yang mereka temui, dan mentor-mentor dalam jaringan mereka berperan dalam setiap perkembangan diri mereka.

Ada yang suka mengambil inspirasi dari buku yang mereka baca. Misalnya Irzan Raditya, CEO Kata.ai. Ia menyebutkan kalau dia akan membaca buku untuk topik-topik yang ingin dia kuasai, misalnya soal human resource atau penjualan. Ia juga tak segan untuk lari mencari online course yang sekiranya bisa membuka wawasannya tentang sebuah topik yang berguna saat menjalankan bisnisnya.

“Jadi pada dasarnya ketika kita mendirikan startup atau menjadi pegawai startup paling penting adalah growth mindset,” cerita Irzan.

Sementara bagi Founder Wahyoo Peter Shearer, proses pengembangan diri juga bisa didapatkan dari co-founder yang lain. Selain bisa menjadi partner dalam mengembangkan bisnis, co-founder bisa jadi salah satu cara untuk membuka wawasan, terutama untuk bidang-bidang krusial. Sedangkan untuk buku, Peter merekomendasikan sebuah buku karya Tony Hsieh.

“Saya suka buku Delivering Happiness yang ditulis oleh Tony Hsieh. Bagaimana dia meneritakan proses dia membangun Zappos sehingga bisa sukses dibeli oleh Microsoft sebesar 265 juta dollar,” ujarnya.

Membaca buku juga menjadi cara pengembangan diri favorit Co-Founder WarungPintar Agung Bezharie Hadinegoro dan Co-Founder TaniHub Michael Jovan.

Bagi Agung, salah satu hal utama dalam pengembangan diri adalah dengan stay curious. Perasaan ingin tahu akan mendorong individu tetap berkembang. Di samping itu, mendengarkan pengguna juga menjadi salah satu cara terbaik bagi Agung mendapatkan masukan tentang bisnis yang dijalaninya.

Agung juga termasuk dalam salah satu founder yang menjadikan buku sumber untuk upgrade diri. Salah satu buku yang dibaca Agung adalah The Art of Happiness dari Dalai Lama. Buku itu disebut Agung selalu menjadi pegangan dan selalu direkomendasikan kepada rekan-rekannya yang membutuhkan wawasan dalam pengembangan diri. Menurutnya, di dalam buku itu kita bisa memahami soal mengutamakan kebaikan, kasih sayang dan toleransi. Lengkap dengan implementasi dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja.

“Bagian dari buku ​The Art of Happiness yang tidak kalah menarik adalah bagian di mana kita diarahkan untuk memandang pekerjaan kita sebagai suatu panggilan, sehingga kita tetap berpegang teguh pada alasan awal mengapa kita terjun ke pekerjaan tersebut dan tidak mudah menyerah. It would give you a greater sense of purpose and resolve,” kisah Agung.

Sementara bagi Jovan, insipirasi dan ide bisa datang dari mana saja dan dalam bentu apa saja, baik langsung maupun tidak lagnsung. Itulah mengapa Jovan mempelajari banyak hal dari berbagai macam hal, seperti membaca, menonton film, hingga mengamati sebuah pertandingan sepakbola.

Hal-hal tersebut bisa memicunya untuk mencari tahu sesuatu lebih jauh lagi dengan mengetikkan kata kunci di mesin pencari atau membaca buku.

Jovan mengaku baru menyukai buku dalam tiga tahun terakhir ini. Buku-buku bertema peperangan, seperti Sun Tzu’s The Art of War dan Swordless Samurai termasuk daftar yang sudah ia tamatkan. Menurut pengakuannya, yang paling berkesan adalah Outliers yang ditulis oleh Malcolm Gladwell.

“Namun inti dari semuanya adalah saya selalu melebarkan wawasan saya dengan cara yang fun dan random. Dari cara ini seringkali menemuan berbagai benang merah dari berbagai informasi sebelumnya. Setelah mendapatkan insight ini, baru kemudian saya mencari buku yang relevan untuk memperdalam ilmunya,” papar Jovan.

Selain buku, semuanya sepakat bahwa “mendengarkan” adalah cara terbaik dalam proses mengembangkan diri. Mendengarkan ini bisa berarti mencari atau berbincang dengan para mentor, berdiskusi dengan sesama pelaku wirausaha, atau mendengar pengalaman mereka yang lebih dulu sukses.

Setidaknya hal itu yang dilakukan Rama Raditya selama menjalankan Qlue. Bukan buku atau kelas online, ia mengaku terinspirasi dari beberapa rekan sesama pendiri startup, salah satunya adalah Nadiem Makarim, pendiri Gojek. Ia juga cukup aktif mendengarkan arahan dari Martin Hartono dan Arya Setiadharma sebagai mentornya.

“Belajar itu kunci utama kalau kita menjalankan startup sih. Jadi kalau kita terlalu sibuk hanya untuk menjalankan bisnis as usual tanpa mengasah diri kita sendiri itu juga hasilnya tidak efektif, tidak efisien. Prinsip saya sih, dibanding kita harus menebang kayu dengan kapak yang sama selama 6 jam, lebih baik kita spend waktu untuk mengasah kapak sehingga bisa memotong kayu lebih cepat. Yang paling bahaya adalah ketika perusahaan kita lebih besar dari kita sendiri,” sambung Irzan.

Bagi mereka yang ingin mengembangkan diri melalui online course, DailySocial merangkum beberapa kelas yang bisa bermanfaat jika diikuti. Tak hanya soal teknologi, kelas-kelas dalam daftar juga berisi berbagai macam tema yang bisa dimanfaatkan seorang pendiri startup. Berikut ini daftarnya:

Mom-and-Pop Stores Potential for Innovation This Year

In 2019, there are some specific solutions targeting mom-and-pop stores or warung in Indonesia, either food or supply chain segment. Names such as Wahyoo, Warung Pintar, Bukalapak, Tokopedia, and Grab are involved in the development of warung. Not only in terms of digitization, but also to improve the quality of the small businesses.

In the list of names mentioned, Wahyoo and Warung Pintar are quite different. Wahyoo, founded in 2017, aimed specifically at the food stall.

Using technology, Wahyoo delivers a solution for stall owners to have easy access to FMCG brands. Until the end of 2019, they’ve accommodated 13,050 food stalls.

Another one is Warung Pintar that provides solutions for mom-and-pop stores or personal retail. Modified the space with the latest trend, such as power outlets, wifi, TV, and many more.

Aside from Jabodetabek, Warung Pintar is expanding to Banyuwangi. Per 2019, Warung Pintar team is said to acquire 1,500 productive talents to gate the warung.

Meanwhile, Tokopedia, Bukalapak, and Grab are helping warung to grow in a particular way. Tokopedia with Mitra Tokopedia, Bukalapak with Mitra Bukalapak, and Grab with Grab Kios by Kudo. Those three have similar approach in terms of helping the warung business grow.

They provide warung’s owners with a special app, for the owners to have access also provide consumer’s needs through the app, such as balance top-up, data package, PPOB bills, and others.

2019 is the beginning, 2020 is for validation

What the tech-company did with solutions to the warung business is kind of innovative. In fact, it’s very potential to grow big. With tons of investment and 2019’s achievement, this year is going to be the stage for their solutions that is not only innovative but also comes with positive impact.

Wahyoo‘s CEO, Peter Shearer talked to DailySocial that they will be focused on product innovation and developing more features in the app.

“In 2020, we’re to focus on product innovation, developing more in-app features to answer their [warung’s owners] demand, build a strong relationship with strategic partners, such as Telco, financial institution, online transportation, supply chain startups, and many others,” he said.

Warung Pintar’s Co-founder and CEO, Agung Bezajrie Hadinegoro shared a similar response. After two years of listening to and learn from Warung Pintar’s merchant owners, he made a commitment to make a serious improvement in their services.

“This year’s innovation will be focused on providing high-quality services for warung’s owners. These past 2 years we’ve been learning from the owners, we’ve come to the conclusion that the grass-root community has been aware of the technology. It’s a matter of how the industry players create products in line with their needs and behavior. This year, we also aimed to expand to a broader area,” he continued.

For Tokopedia, Bukalapak, and Grab, the chance for warung’s prosperity is huge, considering those three are the giants that do not only create solutions but also grow the ecosystem. There are two things might happen to warung business, become the financial inclusion agent and the last supply chain distribution before it comes to consumers.

The e-money development with other digital payments is very likely to be integrated with warung and its position as the closer ones to the communities. In general, warung’s consumers are those in the neighborhood. The demand for warung that is used to be daily supply, such as rice, soaps, and others, can expand to financial needs, such as money transfer, disbursement, and others.

On the other side, to create a distribution chain with promising offers can make more benefits for warung business. Also, the various scheme of payments is to grow the warung business even bigger.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Potensi Inovasi Warung Tahun Ini

Di tahun 2019 lalu ada beberapa solusi yang spesifik menyasar warung, baik warung makan maupun toko kelontong. Nama-nama seperti Wahyoo, Warung Pintar, Bukalapak, Tokopedia, dan Grab tercatat sebagai perusahan teknologi yang ambil bagian di dalamnya. Tidak hanya soal digitalisasi, tetapi juga mengupayakan bisnis warung menjadi lebih baik.

Dalam daftar nama yang disebutkan di atas, Wahyoo dan Warung Pintar sedikit berbeda. Wahyoo yang didirikan pada tahun 2017 secara spesifik menargetkan warung makan.

Dengan teknologi, Wahyoo berupaya membawa solusi untuk memudahkan para pemilik warung mendapatkan produk dari brand FMCG.  Hingga akhir tahun 2019 kemarin, Wahyoo sudah berhasil mengajak 13.050 warung makan.

Kemudian ada Warung Pintar yang menyediakan solusi yang mentransformasikan toko kelontong atau personal retail. Mengemas ulang tampilan warung lengkap dengan fasilitas kekinian, seperti colokan listrik, wifi, televisi, dan lain sebagainya.

Selain Jabodetabek, Warung Pintar mulai tersedia di Banyuwangi. Per 2019 kemarin, pihak Warung Pintar mengklaim berhasil menyerap 1.500 tenaga kerja produktif untuk menjadi penjaga warung.

Sementara itu Tokopedia, Bukalapak, dan Grab membantu warung untuk tumbuh dengan program masing-masing. Tokopedia punya Mitra Tokopedia, Bukalapak ada Mitra Bukalapak, dan Grab memiliki Grab Kios by Kudo. Ketiganya memiliki pendekatan yang serupa dalam hal membantu pemilik warung berkembang.

Ketiganya hadir dengan menyediakan aplikasi khusus bagi para pemilik warung. Melalui aplikasi tersebut pemilik warung dapat mengakses dan melayani kebutuhan beberapa kebutuhan finansial para pembeli, seperti pulsa, paket data, pembayaran tagihan PPOB, dan lain-lain.

2019 adalah awal, 2020 adalah pembuktian

Apa yang dilakukan para perusahaan teknologi dengan solusinya terhadap warung cukup inovatif. Hanya saja potensi untuk jadi lebih besar terbuka sangat lebar. Dengan sejumlah investasi dan capaian yang ada di tahun 2019, tahun ini akan menjadi ajang pembuktian bahwa solusi mereka selain inovatif tapi juga memberikan dampak yang positif.

CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial menyebutkan bahwa mereka akan fokus pada inovasi produk dan memperkaya fitur di dalamnya.

“Karena ini di tahun 2020, fokus kami lebih ke inovasi produk, memperkaya fitur yang ada di dalam aplikasi sesuai dengan kebutuhan mereka [pemilik warung], memperkuat partnership dengan mitra yang strategis seperti perusahaan Telko, institusi finansial, transportasi online, startup penyuplai bahan baku, dan lain-lain,” terang Peter.

Hal senada juga disampaikan Co-founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezahrie Hadinegoro. Setelah dua tahun mendengar dan belajar dari pemilik warung Warung Pintar berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan mereka.

“Inovasi di tahun ini akan fokus dalam memberikan quality service yang terbaik untuk juragan warung. Setelah 2 tahun kami belajar bersama para juragan, kami percaya masyarakat akar rumput telah cakap dengan teknologi. Tinggal bagaimana para pemain di industri ini menciptakan produk yang sesuai dengan needs dan behavior pemilik warung. Tahun ini juga fokus kami untuk ekspansi ke berbagai wilayah yang lebih luas,” jelas Agung.

Bagi Tokopedia, Bukalapak, dan Grab, peluang untuk menyejahterakan warung terbuka lebar, mengingat ketiganya adalah “raksasa” perusahaan teknologi yang tidak hanya membangun solusi juga menumbuhkan ekosistem. Ada dua hal yang mungkin bakal terjadi pada warung, menjadi agen inklusi keuangan dan juga sebagai mata rantai terakhir distribusi sebelum sampai ke pengguna.

Pertumbuhan e-money dan juga pembayaran digital lainnya sangat mungkin dikombinasikan dengan warung dan posisinya sebagai agen yang paling dekat dengan masyarakat. Pada umumnya warung memiliki pelanggan yang hidup di sekitarnya. Kebutuhan terhadap warung yang awalnya hanya soal barang seperti beras, sabun, dan lainnya bisa ditingkatkan menjadi kebutuhan untuk tranfer uang, mencairkan uang, dan kegiatan finansial semacamnya.

Di sisi lain, membangun rantai distribusi dengan penawaran yang menjanjikan bisa membuat warung semakin diuntungkan. Belum lagi skema pembayaran beragam akan membuat bisnis warung semakin hidup.

Resmikan Akuisisi, Limakilo Siap Suplai Produk Makanan Pokok untuk Mitra Warung Pintar

Startup mikro ritel Warung Pintar meresmikan akuisisi terhadap Limakilo dengan nilai yang tidak disebutkan. Para pendiri Limakilo akan tetap berada di dalam perusahaan, meskipun susunan manajemen baru belum bisa dipublikasikan.

Co-Founder dan CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro menerangkan, aksi korporasi dilakukan lantaran kedua belah pihak memiliki visi dan misi yang saling bersilangan satu sama lain, sehingga perlu dilekatkan agar tetap berkesinambungan. Melalui akuisisi ini, suplai produk makanan pokok mitra Warung Pintar bisa diperoleh langsung dari para petani Limakilo.

“Kalau lewat partnership saja, takutnya akan berbeda [visi misinya] di ujung jalannya. Lewat akuisisi ini kita mau perbanyak kekuatan, bagaimana Warung Pintar bisa jauh berkembang. Kita juga banyak belajar dari Limakilo karena mereka sudah jauh lebih lama dari kita,” ucap Agung, Rabu (27/2).

Konsep win win solution ini diharapkan akan memperluas pasokan produk yang dapat dijual mitra Warung Pintar. Produk yang dijual pun akan semakin beragam sebagai faktor pendukung dalam meningkatkan pendapatan pemilik warung. Disebutkan komoditas utama yang paling banyak diproduksi adalah beras.

“Limakilo menyerap pasokan makanan pokok dengan harga terbaik, sedangkan Warung Pintar bertujuan untuk menjangkau konsumen dengan menyediakan produk lengkap dalam penjualan. Dengan sinergi baru ini, kami berharap dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan pemilik warung kami.”

Dengan teknologi yang disediakan Limakilo, para mitra Warung Pintar dapat langsung memantau dan memprediksi kapan inventori mereka dapat terisi. Pengiriman logistik ke tempat mitra juga akan lebih cepat dengan bantuan Warung Pintar.

“Kami sangat senang bisa bermitra dengan Warung Pintar untuk mentransformasikan bisnis mikro di Indonesia. Dengan akuisisi ini, kami menargetkan peningkatan pasokan beras dari perusahaan bumi desa menjadi 1000 ton pada tahun ini, naik 48 ton dari tahun sebelumnya,” tambah Co-Founder dan CEO Limakilo Walesa Danto.

Limakilo memiliki sekitar 1000 mitra warung yang siap menjual hasil produk dari 800 petaninya. Lokasinya tersebar di Banyuwangi, Sragen, Brebes, Karawang,  dan lainnya.

Rencana Warung Pintar

Akuisisi ini selaras dengan upaya perusahaan yang ingin menjadi supply chain untuk pemilik warung. Saat ini Warung Pintar mengoperasikan lebih dari 1.200 warung di Jakarta, Tangerang, Depok, dan Banyuwangi. Direncanakan tahun ini perusahaan berencana membuka lima ribu warung baru yang tersebar di seluruh Jawa.

Tak hanya fokus memperkuat supply chain, Agung mengungkapkan rencana Warung Pintar untuk menyediakan layanan finansial bersama Ovo. Layanan ini ditujukan untuk para mitra yang ingin mendapatkan layanan finansial yang tepat untuk kebutuhan masing-masing. Dia memastikan layanan ini akan segera hadir dalam beberapa bulan ke depan.

Ovo merupakan salah satu investor yang turut berpartisipasi dalam putaran pendanaan seri B yang direngkuh Warung Pintar senilai US$27,5 juta (setara Rp390 miliar).

“Saat bicara dengan user, bukan cuma sekadar butuh kapital saja, tapi bagaimana menentukan produk finansial yang tepat. Ambil contoh saja apakah perlu ambil produk syariah atau konvensional, bagaimana mengatur tenor dan bunga, karena dalam bisnis warung itu harus dipastikan bisa bayar bunganya,” pungkas Agung.