Bukit Vista to Help with Management of Accommodation and Property Players

Exploring the potential of the accommodation business around tourist attractions in Indonesia, Bukit Vista is to help lodging business owners to promote and improve their business. Founded by Jing Cho Yang, Bukit Vista first launched in Bali in 2012, which is a favorite tourist spot for domestic and foreign tourists.

In particular, Bukit Vista platform provides technology-based management tools to accommodation business owners. Starting from homes, villas, and resorts which are then managed professionally on behalf of the property owner by the Bukit Vista team. With the objective of strengthening their exposure on major travel booking sites, especially Airbnb.

The founder with experience working at Airbnb sees considerable potential in Indonesia to later take advantage of the platform and technology presented by Bukit Vista.

“Bukit Vista was founded on the opportunities we saw in the market. Very few hosts received a number of bookings. Most of the properties have good locations, good hardware but management is not available,” Bukit Vista’s CEO Jing Cho Yang said.

Bukit Vista applies a subscription-based business model. The company does not take any income unless the property is booked. The business-driven is profit sharing that has been stated in a certain percentage and agreed by both parties.

With many other platforms offering hospitality-related services, Bukit Vista claims to be the only platform in Indonesia that improves management to be technology-based and always innovates in its processes and systems. In accordance with the company’s dream of becoming the most innovative hospitality company.

The pandemic effect

Currently, partners who have joined Bukit Vista can access web-based services directly. Bukit Vista provides guest arrival lists, automatic income reports, staff management, and more. Bukit vista has more than 180 properties that are managed exclusively in the regions of Bali, Yogyakarta, and Nusa Penida. The company also plans to expand markets outside Indonesia and throughout the world.

Regarding Bukit Vista business growth during the Covid-19 pandemic, as it presents services for accommodation, Bukit Vista experiencing the direct impact of the pandemic. However, the business manages to keep running, with some strategies launched by the company.

“Bukit Vista was directly affected by this pandemic due to the closure of access in and out of Bali and the drastic reduction in the number of tourists during this pandemic. However, there are still opportunities for us to overcome this problem, namely by utilizing trapped tourists and offering discounts for long stays,” Jing said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bukit Vista Bantu Kelola Manajemen Pemilik Usaha Akomodasi dan Properti

Memanfaatkan potensi bisnis akomodasi yang tersebar di tempat wisata di Indonesia, Bukit Vista hadir untuk membantu pemilik usaha penginapan untuk mempromosikan dan meningkatkan bisnis mereka. Didirikan oleh Jing Cho Yang, Bukit Vista meluncur pertama kali di Bali tahun 2012 lalu, yang merupakan lokasi wisata favorit bagi wisatawan domestik hingga mancanegara.

Secara khusus platform Bukit Vista menyediakan alat manajemen berbasis teknologi kepada pemilik usaha akomodasi. Mulai dari rumah, villa, dan resor yang kemudian dikelola secara profesional atas nama pemilik properti oleh tim Bukit Vista. Dengan tujuan memperkuat eksposur mereka di situs pemesanan perjalanan utama, terutama Airbnb.

Sang pendiri yang pernah memiliki pengalaman bekerja di Airbnb, melihat potensi yang cukup besar di Indonesia untuk kemudian memanfaatkan platform dan teknologi yang dihadirkan oleh Bukit Vista.

“Bukit Vista didirikan berdasarkan peluang yang kami lihat di pasar. Sangat sedikit tuan rumah (host) yang mendapatkan jumlah pemesanan. Sebagian besar properti memiliki lokasi yang baik, hardware yang baik tetapi manajemennya tidak ada,” kata CEO Bukit Vista Jing Cho Yang.

Model bisnis Bukit Vista adalah berbasis berlangganan (subscription). Perusahaan tidak mengambil pendapatan apa pun kecuali properti dipesan. Motor bisnis perusahaan adalah bagi hasil yang telah dinyatakan dalam jumlah persentase tertentu dan disetujui oleh kedua belah pihak.

Meskipun saat ini sudah banyak platform lain yang menawarkan layanan terkait hospitality, namun Bukit Vista mengklaim sebagai satu-satunya platform di Indonesia yang meningkatkan manajemen untuk menjadi berbasis teknologi dan selalu berinovasi dalam proses dan sistem yang dimiliki. Sesuai dengan impian perusahaan yaitu menjadi perusahaan perhotelan paling inovatif.

Dampak pandemi

Saat ini mitra yang telah bergabung dengan Bukit Vista bisa mengakses langsung layanan yang berbasis web. Bukit Vista menyediakan daftar kedatangan tamu, laporan pendapatan otomatis, manajemen staf, dan lainnya. Bukit vista telah memiliki 180 lebih properti yang dikelola secara eksklusif di kawasan Bali, Yogyakarta, dan Nusa Penida. Perusahaan juga memiliki rencana untuk memperluas pasar tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia.

Disinggung seperti apa pertumbuhan bisnis Bukit Vista saat pandemi virus Covid-19 berlangsung saat ini, disebutkan karena menghadirkan layanan untuk akomodasi, secara langsung Bukit Vista mengalami impact dari pandemi. Namun demikian agar bisnis bisa terus berjalan, terdapat strategi yang kemudian dilancarkan oleh perusahaan.

“Bukit Vista terkena dampak langsung dari pandemi ini dikarenakan tutupnya akses keluar masuk Bali dan berkurangnya jumlah wisatawan secara drastis selama pandemi ini. Namun, masih ada peluang untuk kami mengatasi masalah ini, yaitu dengan memanfaatkan wisatawan yang terjebak dan menawarkan potongan harga untuk long stay,” kata Jing.

Airbnb Online Experiences Tawarkan Beragam Aktivitas Menarik yang Bisa Diikuti dari Kediaman Masing-Masing

Diluncurkan di tahun 2016, Airbnb Experiences merupakan sekumpulan aktivitas menarik yang digelar oleh penduduk lokal di berbagai negara. Namun berhubung dunia sedang dilanda pandemi, program ini harus ditutup untuk sementara waktu.

Namun situasi yang tidak ideal seperti ini rupanya tidak bisa mencegah kreativitas para host. Sejak masyarakat di berbagai belahan dunia dianjurkan untuk membatasi kegiatan di luar rumah, sejumlah host mulai menggelar aktivitas secara online, yang pada akhirnya menginspirasi Airbnb untuk meluncurkan Online Experiences.

Airbnb Online Experiences

Seperti Airbnb Experiences, Airbnb Online Experiences juga menawarkan sederet aktivitas unik dari komunitas host Airbnb. Bedanya, aktivitasnya berlangsung lewat platform video conference Zoom ketimbang bertatap muka secara langsung.

Sejauh ini sudah ada lebih dari 50 aktivitas menarik yang tercantum pada katalog Airbnb Online Experiences yang digelar oleh host di lebih dari 30 negara. Tarifnya cukup beragam, mulai $1 sampai $40, dan durasi setiap aktivitasnya juga bervariasi.

Beberapa contoh Online Experiences yang tersedia mencakup meditasi bersama seorang biksu, tur ke Chernobyl bersama anjing-anjing liar di sana, konsultasi bersama atlet Olimpiade, workshop sound effect film-film Hollywood, sampai yang sesimpel diskusi dengan seorang pencinta kopi.

Airbnb Online Experiences

Sebelum memesan, konsumen bisa melihat lebih dulu jadwal yang tersedia dan menyesuaikan dengan waktu luangnya masing-masing. Konsumen juga bisa melihat barang-barang apa saja yang perlu disediakan (kalau ada) agar aktivitasnya bisa berjalan semenarik mungkin.

Airbnb menjanjikan bakal ada ribuan aktivitas online menarik dalam beberapa bulan ke depan. Seandainya Anda punya ide seputar aktivitas menarik yang bisa dilangsungkan secara online via Zoom dan tertarik menjadi salah satu host, silakan langsung kunjungi situs Airbnb.

Sumber: Observer dan Airbnb.

Ministry of Tourism Sets Five Points of Airbnb Restrictions in Indonesia

Ministry of Tourism, Arief Yahya, allows Airbnb and similar accommodation marketplace services to operate in Indonesia by five-point restrictions.

“Airbnb is all around the world, and each countries welcome it well,” Yahya said, quoted from CNN Indonesia.

He said the rise of this services is inevitable in hotel business transformation. In the meantime, hoteliers need to think of ways to deal with it.

Ministry of Tourism has prepared five-points restrictions. Firstly, related to territorial coverage, this regulation will apply throughout Indonesia. Secondly, regarding the length of stay (LoS) limits. Ministry of Tourism gives two types of LoS limits to the accommodator who use service providers like Airbnb.

Maximum time of 360 days (a year) for the accommodator using services of player in area with fewer inns, otherwise the more hospitable area has maximum time of 180 days (9 months). Furthermore, minimum length of stay is set, should be more than a day.

“It has to be more than a day. In Singapore, Airbnb home rentals cannot be less than three months.”

Third, is the point about taxation. Ministry of Tourism is leaving accommodators tax-free. He said, accommodators and other similar companies are small and medium business entrepreneurs.

Forth, for business licensing. Ministry of Tourism is not requiring business license for those operating in tourist destination with fewer inns. The regulation is applied otherwise for those in the area with lots of inns.

Lastly, it is about homestay service standards. In the area with fewer inns, the accommodator must have a hotel service standard. It is applied otherwise.

Compete with Airbnb?

To compete Airbnb with local experience, Ministry of Tourism and PHRI are preparing to launch BookingINA platform. It is yet to operate.

This platform’s business model is to list various hotels and restaurants incorporate under PHRI to cooperate in selling and applying sharing economy concept.

“I can guarantee it will be more affordable than foreign OTA. Hopefully, we can finish it in a month,” said PHRI’s Vice Chairman, Rainier H Daulay.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menteri Pariwisata Siapkan Lima Poin Pembatasan Operasional Airbnb di Indonesia

Menteri Pariwisata Arief Yahya memperbolehkan marketplace akomodasi Airbnb dan layanan sejenisnya untuk beroperasi di Indonesia, namun dengan sejumlah batasan yang terbagi menjadi lima poin.

“Di seluruh dunia menghadapi Airbnb. Tapi semua negara, setidaknya di catatan saa, menerima kehadirannya,” kata Arief, dikutip dari CNN Indonesia.

Menurut Arief, kehadiran layanan seperti merupakan suatu keniscayaan dalam transformasi di bisnis perhotelan. Sekarang tinggal memikirkan bagaimana cara pelaku bisnis perhotelan menghadapinya.

Kemenpar menyiapkan lima poin batasan. Pertama soal cakupan wilayah, aturan soal layanan akomodasi ini akan berlaku di seluruh Indonesia. Kedua, batasan waktu menginap. Pemilik akomodasi yang menggunakan jasa penyedia seperti Airbnb, Kemenpar memberikan dua jenis batasan waktu menginap.

Maksimal 360 hari (satu tahun) untuk pemilik akomodasi yang menggunakan jasa pemain akomodasi di wilayah yang hanya memiliki beberapa penginapan. Sementara, daerah yang ramah tempat penginapan, batas maksimal menginap adalah 180 hari (9 bulan). Selain itu, waktu minimal menginap juga dibatasi, harus lebih dari satu hari.

“Jadi tidak boleh dipesan hanya untuk satu hari. Di Singapura, penyewaan rumah di Airbnb tidak boleh kurang dari tiga bulan.”

Ketiga, soal perpajakan. Kemenpar membebaskan pemilik akomodasi dari pungutan pajak. Arief beralasan, pemilik akomodasi dan perusahaan sejenis adalah pelaku usaha kecil dan menengah.

Keempat, soal perizinan usaha. Kemenpar membebaskan perizinan usaha untuk daerah destinasi wisata dengan jumlah penginapan yang minim. Aturan berlaku sebaliknya untuk daerah dengan lokasi penginapan yang banyak.

Terakhir, soal standar pelayanan homestay. Di daerah dengan jumlah penginapan sedikit, pemilik akomodasi harus memiliki standar pelayanan layaknya hotel. Berlaku juga sebaliknya.

Tandingi Airbnb?

Seolah ingin menandingi Airbnb dengan nuansa lokal, Kemenpar bersama PHRI sedang mempersiapkan peluncuran platform BookingINA. Sejauh ini, platform tersebut belum beroperasi.

Model bisnisnya, platform ini mengumpulkan berbagai hotel dan restoran gabungan yang tergabung di bawah PHRI untuk sama-sama berjualan dan menerapkan konsep ekonomi berbagi (sharing economy).

“Saya jamin lebih murah dari OTA asing. Doakan paling lambat satu bulan ke depan [selesai],” terang Wakil Ketua PHRI Rainier H Daulay.

Airbnb Bereksperimen dengan VR dan AR Demi Tingkatkan Kepuasan Konsumen

Terlepas dari berbagai kontroversi yang diciptakannya, Airbnb berhasil mengubah ide kita akan bisnis pariwisata. Mencari tempat menginap selagi berlibur tidak pernah semudah di zaman Airbnb belum eksis. Namun tentu saja perusahaan yang bermarkas di kota San Francisco itu masih belum mau berhenti berinovasi.

Baru-baru ini, Airbnb mengumumkan bahwa mereka sedang bereksperimen dengan teknologi virtual reality (VR) dan augmented reality (AR). Keduanya bukan lagi tren yang asing di industri pariwisata, dan Airbnb punya visinya sendiri terhadap penerapan VR dan AR dalam platform-nya.

Visi mereka dipecah menjadi dua: VR untuk sebelum kunjungan, dan AR untuk selama kunjungan. VR, dalam kasus ini foto 360 derajat dan hasil scan 3D, bakal menjadi pelengkap foto rumah, apartemen atau kamar yang disewakan, sehingga konsumen pada dasarnya bisa langsung menempatkan dirinya secara virtual pada lokasi yang hendak disewanya.

Foto merupakan elemen penting dalam Airbnb, bahkan terkadang jauh lebih krusial ketimbang deskripsi yang diberikan seorang host. Ketika konsumen bisa mendapatkan gambaran yang lebih jelas akan kediaman yang hendak disewanya selama beberapa hari ke depan, semestinya tingkat kepuasan bisa jadi lebih terjamin.

Airbnb VR & AR experiment

Selanjutnya, selagi berlibur dan menempati kediaman yang disewanya, konsumen bisa mengakses informasi yang lebih lengkap dan jelas berkat penerapan AR. Selagi berada di lokasi, mereka tinggal mengarahkan kamera ponselnya untuk mengenal fasilitas yang disediakan oleh sang pemilik kediaman.

Mulai dari yang sesederhana mengetahui letak cangkir kopi di dalam kabinet dapur, sampai yang lebih kompleks seperti cara mengoperasikan termostat yang semua instruksinya dalam bahasa Jerman (lengkap dengan terjemahan instannya), AR bisa menjadi medium informasi yang sangat efektif bagi konsumen Airbnb.

Sebelum ini, ada seorang developer bernama Isil Uzum yang memamerkan konsep fitur AR dalam aplikasi Airbnb. Entah Airbnb terinspirasi oleh imajinasi seorang developer ini atau tidak, tapi yang pasti arah mereka sudah benar dengan rencananya bereksperimen dengan AR sekaligus VR.

Untuk sekarang belum ada rencana pasti terkait kapan Airbnb bakal mengimplementasikan VR dan AR ke dalam aplikasinya. Mereka masih memerlukan waktu untuk bereksperimen dengan sejumlah prototipe sebelum berani merilisnya secara final kepada konsumen.

Sumber: Quartz dan Airbnb.

Triprockets Hadirkan Marketplace Kegiatan Wisata di Indonesia dan Mancanegara

Tren dan popularitas marketplace di Indonesia hingga saat ini masih belum menunjukkan penurunan, dari sisi penyedia hingga pelanggan. Mulai dari produk elektronik, busana, jasa hingga pembayaran, saat ini semua pilihan tersebut bisa dinikmati oleh pengguna. Salah satu layanan marketplace yang mencoba untuk menghadirkan marketplace aktivitas, kegiatan, dan tempat wisata yang unik adalah Triprockets.

Startup yang didirikan Raymond Iskandar selaku CMO ini menerapkan cara yang sama dilakukan oleh Airbnb, yaitu sharing economy atau ekonomi berbagi antar pengguna. Triprockets disebutkan didirikan demi memberikan alternatif pilihan kegiatan wisata yang unik baik di Indonesia maupun negara lainnya.

“Konsep usaha kami sangatlah sederhana yaitu sebuah jenis platform perjalanan baru berbasis online yang menjembatani jarak antara travelers dengan penduduk lokal, yang juga merupakan bagian dari ekonomi bersama yang sedang berkembang pesat.”

Konsep peer-to-peer community marketplace yang mempertemukan travelers dari seluruh dunia dengan penduduk lokal daerah yang dikunjungi, memungkinkan pengguna berkeliling kota dengan orang-orang yang benar-benar tinggal dan hidup di kota yang dikunjungi.

“Intinya Triprockets memberikan kesempatan unik untuk mengalami dan menikmati kota langsung melalui mata penduduk lokal setempat, belajar tentang budaya lokal, berbagi ide dan menemukan teman baru setiap hari,” kata Raymond.

Menjaring host (tuan rumah) dan pengguna

Saat ini Triprockets baru bisa diakses via situs namun rencananya akan dirilis aplikasi Android dan iOS untuk memudahkan pengguna. Untuk menambah pilihan aktivitas dan kegiatan wisata, Triprockets masih terus melakukan perekrutan host sekaligus pengguna.

“Konsep usaha yang kami tawarkan adalah sebuah konsep usaha yang baru terutama di Indonesia, di mana konsep usaha jenis ini kurang populer dibandingkan membuat marketplace seperti Bukalapak atau Tokopedia. Jadi seperti halnya Go-Jek waktu pertama beroperasi, kami akan terus berusaha untuk mendapatkan banyak host terutama di Indonesia,” kata Raymond

Kebanyakan host atau pemandu lokal yang telah bergabung berasal dari Australia, Belanda dan Jepang. Untuk memperbanyak jumlah host Indonesia, Tripcrockets sedang menjalankan program “We’re on the Hunt for 10,000 travel-entrepreneur” di Indonesia dan di Singapura melalui media sosial.

“Target kami pada saat peluncuran bulan Agustus nanti, kami memiliki lebih dari 100 aktivitas dari seluruh Indonesia, diluar dari aktivitas yang ditawarkan host dari negara lain.”

Strategi monetisasi dan pilihan pembayaran

Proses pendaftaran yang diterapkan oleh Triprockets terbilang mudah, sementara itu untuk pilihan pembayaran yang dikenakan kepada pengguna saat ini hanya melalui PayPal dan kartu kredit. Selanjutnya Triprockets juga akan menambah integrasi pembayaran melalui bank transfer dan dengan pihak ketiga.

Untuk strategi monetisasi yang dilancarkan, Triprockets mengambil 10% komisi atas setiap pemesanan yang dilakukan oleh pengguna dan akan dipotong langsung dari host.

“Sebagai contoh, jika sebuah aktivitas harganya Rp 100 ribu, kami akan mengambil Rp 10 ribu komisi dan akan kami potong langsung dari host, sehingga pada hari pembayaran host hanya menerima Rp 90 ribu. Selanjutnya kami akan membuat program kerja sama whitelabel atau API integration ke agen travel, untuk menjadi distribusi channel alternatif kami lainnya,” kata Raymond.

Target Triprockets tahun 2017

Bertujuan untuk membantu meningkatkan wirausaha lokal di kota-kota melalui kesempatan untuk menjadi tuan rumah dan membantu menggulirkan industri pariwisata lokal setempat, Triprockets masih memiliki beberapa rencana dan target sepanjang tahun 2017. Masih menjalankan bisnis secara bootstrap, selanjutnya Triprockets berencana untuk melakukan fundraising.

“Target kami di tahun 2017 adalah melakukan launching di pertengahan bulan Agustus dan dua bulan kemudian meluncurkan aplikasi Android dan iOS. Selain itu kami juga sedang berusaha untuk mendapatkan seed round investor untuk menambah promosi dan infrastruktur teknologi kami,” tutup Raymond.

Mempelajari Cara Menjadi Besar dari AirBnB

Salah satu cara terbaik untuk menghindari kesalahan dan mengakselerasi bisnis adalah belajar dari pengalaman. Bisa dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Salah satu yang cukup menarik dari startup kelas dunia adalah AirBnB. Startup yang membantu penggunanya menemukan kamar untuk menginap ini memiliki banyak momen jatuh bangun. Kisah dan strateginya bisa menjadi salah satu contoh bagi bisnis yang masih di level awal.

Memantau komunitas dengan seksama

Salah satu kekuatan AirBnB yang saat ini sudah menjangkau beberapa negara di berbagai belahan dunia adalah komunitas. Tampaknya AirBnB sadar betul komunitas merupakan hal paling mendasar dalam membangun kepercayaan dan basis pengguna. Untuk mengelola ini AirBnB bahkan mengeluarkan standar. Tujuannya tentu, menjaga kualitas layanannya. AirBnB memadupadankan komunitas ini dengan modal bisnis yang membuatnya bisa dihargai seperti sekarang.

Memastikan pengguna mengetahui apa yang mereka dapat

Tidak ada yang lebih menyesakkan dari pada realitas yang di luar ekspektasi. Beberapa iklan di televisi atau aslinya terkadang terlalu melebih-lebihkan sehingga melambungkan ekspektasi calon penggunanya. AirBnB dengan sistemnya menampilkan secara detil apa yang kiranya akan didapat pengguna ketika menginap di sana. Lengkap dengan informasi fasilitas dan kebijakan masing-masing tempat. Ini berpengaruh pada kepuasan pelanggan.

Konsep ini sepertinya jika diadopsi ke ranah bisnis e-commerce berkaitan dengan kualitas gambar dan detil informasi barang. Jangan sampai pengguna “membeli kucing dalam karung” yang tidak ada kejelasan apa yang akan mereka dapat.

Tes, tes, dan lebih banyak lagi tes

Ini mungkin menjadi bagian paling dasar dan mungkin tidak hanya dilakukan oleh AirBnB, tetapi juga banyak bisnis lain. Tes secara berkala. Ini termasuk bagian dari bagaimana bisnis berimprovisasi. Memanfaatkan data yang ada harusnya bisnis bisa mengolahnya dan menghasilkan ide-ide menarik. Dalam proses itu tentunya tes akan banyak dilakukan. Tepatnya tes dan validasi.

Keberanian mengganggu industri

Sudah menjadi rahasia umum jika AirBnB bersama dengan startup internasional lainnya berangkat dari sektor yang sudah matang. Industri hotel, transportasi, dan ritel merupakan beberapa industri yang sedang diguncang oleh pendatang baru dengan senjata bernama “inovasi teknologi”. Tidak ada sebuah keberhasilan jika tidak ada keberanian untuk mengambil risiko, termasuk bersaing dengan para pemain industri yang sudah matang.

Cerita Airbnb tentang Analisis Penyelesaian Masalah Pelanggan dengan Teknologi

Permasalahan yang terlihat mudah namun sebenarnya akan memberikan kompleksitas, jika tidak mampu diselesaikan dengan gesit dan cepat, berkaitan dengan pelanggan. Kendati rata-rata pergerakannya fluktuatif, startup yang sudah memiliki layanan terpercaya umumnya tetap akan membukukan jumlah pengguna dengan angka yang fantastis. Cerita tentang bagaimana tim engineer dan data Airbnb mengelola pelanggan mereka dengan teknologi menjadi hal menarik untuk dicermati, sebagai sebuah strategi pintar untuk mengakomodasi pelayanan konsumen yang masuk ke dalam sistem.

Ketika ada pertanyaan terkait penanganan data, jawabannya biasanya: “Tentu saja kami memiliki basis data khusus yang digunakan untuk menyimpan isu yang disampaikan konsumen, namun kami belum memiliki cara untuk menjawab isu tersebut (secara sistematis).”

Pada umumnya data seperti keluhan pelanggan memang hanya akan sekedar disimpan, atau mungkin menjadi sebuah to-do list yang harus satu-persatu dikelola oleh divisi customer services. Namun sayangnya tidak banyak yang mampu memetakan permasalahan tersebut berdasarkan tren, terlebih untuk melihat dominasi permasalahan secara real time. Sementara itu untuk penanganan masalah kadang diperlukan urutan prioritas. Kondisi tersebut juga sempat dialami tim Airbnb dalam urusan penanganan pelanggan.

Airbnb saat ini telah menangani 80 juta pelanggan dan terus bertumbuh dengan cepat mengikuti ekspansi yang terus digalakkan. Dengan pelanggan seperti itu, mereka memahami bahwa salah satu cara untuk mengefektifkan pelayanan terhadap pelanggan yakni harus mampu memahami/memproses data (tiket) pelanggan dengan jumlah besar sembari mendeteksi tren masalah secara real time, bahkan memprediksikannya. Lalu apa yang tim Airbnb kembangkan?

Sistem pengelompokan, analisis, dan visualisasi konten

Untuk memberikan efektivitas terhadap pekerjaan tersebut, sebuah layanan berbasis web yang mampu menghitung tren di semua tiket layanan pelanggan dikembangkan. Visualisasi dihadirkan untuk memudahkan pembacaan data, termasuk memetakan jenis masalah, peramban yang digunakan, negara pengguna, subyek permasalahan, dan beberapa atribut lainnya. Sistem tersebut oleh Airbnb difasilitasi dengan aplikasi berbasis Note.js dengan antar muka dibangun dengan React.

Realisasi sistem tersebut memerlukan peranan beragam komponen, termasuk di dalamnya infrastruktur fisik untuk menjadi sebuah data store penyimpanan tiket yang akan dianalisis. Sebuah teknologi oper sourceElasticsearch” digunakan dalam pengembangan ini. Semua tiket didata pada cluster Elasticsearch secara real-time.

Data yang masuk dihitung dalam interval tertentu untuk mengetahui tren yang ada. Menurut tim pengembang, Elasticsearch memudahkan untuk kebutuhan skalabilitas dan melakukan query aggregate di set data yang masuk.

Ilustrasinya sebagai berikut:

Gambar 1

Tren ditemukan dengan menjalankan multi-search query ke Elasticsearch untuk mendapatkan setiap atribut tiket yang telah didefinisikan. Sebuah model scoring diterapkan untuk setiap seri waktu, urutan hasil, dan mengembalikan tren atribut pada batas minimum. Setelah itu diperlukan beberapa aktivitas termasuk menyesuaikan periodisitas, menghilangkan noise data, menyesuaikan visualisasi, dan menghitung jika ada lonjakan data.

Menggambarkan tren periodik dipilih penggunaan domain frekuensi menggunakan transformasi Fourier, ketimbang menggunakan grafis. Alasannya untuk memudahkan sistem menemukan frekuensi puncak dan memberikan laporan periodik yang berurutan dari jumlah tiket pelayanan pelanggan yang masuk. Hasil akhir dapat merepresentasikan perubahan nilai maksimum serta volume tiket tertentu dari waktu ke waktu. Perhitungan data dilakukan di Redis, untuk memberikan kecepatan ekstra ketika data divisualisasikan dalam UI web.

Gambar 2

Mendefinisikan dan memprioritaskan masalah dengan cepat

Selanjutnya sebuah dashboard disiapkan untuk penggunaannya. Dari sana tren lonjakan terdefinisikan dengan baik, petugas dapat melihat apa saja yang menjadi permasalahan umum yang terjadi. Misal ada lonjakan pengguna baru yang memiliki masalah pencarian pada penggunaan aplikasi di platform tertentu. Sebelum lonjakan ini menjadi masalah yang besar, jika trennya eksponensial meningkat maka tim dapat memutuskan untuk gerak cepat melakukan follow-up perbaikan.

Gambar 3

Penggunaan sistem tersebut sudah berjalan sekurangnya enam bulan dalam tubuh Airbnb saat ini. Salah satu yang diuntungkan dengan adanya sistem ini, tim teknis khususnya dapat menangkap lebih banyak hal, mulai dari bugs yang berpotensi menjadi besar, hingga memudahkan tim dalam mendapatkan prioritas penyelesaian masalah, terlebih yang membutuhkan pembaruan salinan kode dalam aplikasi.

Application Information Will Show Up Here

Koolva Ingin Jadi Marketplace Wisata Lokal Favorit Wisatawan Mancanegara

Bertujuan untuk menghadirkan paket wisata yang lengkap dan terpercaya di Indonesia, marketplace Koolva didirikan Founder dan CEO Benny Batara. Koolva mengklaim telah berhasil menjadi salah satu platform favorit bagi wisatawan mancanegara yang melakukan kunjungan wisata ke Indonesia. Masih kurangnya layanan paket wisata yang aman dan terpercaya di Indonesia merupakan alasan utama pada akhirnya Benny mendirikan Koolva.

“Koolva didirikan berdasarkan kepercayaan kami bahwa setiap wisatawan mancanegara berhak untuk mendapatkan pengalaman berpetualang di Indonesia, secara aman, terjangkau dan menyenangkan. Hari ini, Koolva secara aktif terus menggali kerja sama dengan penggerak pariwisata lokal, untuk terus mengembangkan dunia pariwisata Indonesia dan membawanya ke pentas dunia,” kata Benny.

Dengan pilihan harga yang terjangkau dan paket wisata yang terpercaya, Koolva ingin memberikan pengalaman terbaik kepada wisatawan asing yang semakin banyak mengunjungi Indonesia. Koolva mengklaim hingga kini pengguna Koolva sudah hampir mencapai 1 juta orang dengan demografi pengguna dari english speaking countries mencapai 45% (Amerika Serikat, Britania Raya, dan Australia), 30% dari Russia dan Eropa, lalu sisanya sekitar 25% berasal dari Asia Pasifik (Vietnam, Jepang, Singapore, Malaysia).

Koolva adalah sebuah platform pengalaman dimana turis asing dapat melakukan transaksi pembelian paket wisata yang diinginkannya. Setiap transaksi yang dilakukan melalui payment gateway koolva akan mendapatkan perlindungan 100% moneyback guarantee, sehingga turis asing juga dapat merasa aman dan terjamin dari aksi penipuan,” kata Benny.

Proses kurasi seller

Untuk memastikan seller, dalam hal ini adalah adalah para pelaku usaha pariwisata di Indonesia (Hotel, Tour Guide, Travel Agent, Yacht Operator, Dive Center), Koolva melakukan proses kurasi yang cukup ketat. Untuk bergabung menjadi seller syaratnya adalah pelaku usaha sudah berpengalaman menjalankan tour untuk orang asing, mampu berbahasa asing, dan lolos seleksi oleh tim kurasi koolva. Keuntungan terbesar menjadi seller koolva diantaranya adalah mendapatkan akses secara global.

“Koolva menerima pembayaran dari 201 negara di dunia mulai dari mata uang negara Albania sampai Zimbabwe. Jadi buyer tidak usah repot mencari Money Changer dan seller juga tidak usah pusing menerima pembayaran, karena nanti mereka akan otomatis menerima transfer dalam bentuk rupiah,” kata Benny.

Menjadi seller di Koolva tidak dipungut biaya apapun, namun setiap transaksinya baru akan dikenakan biaya administrasi senilai 10% dari transaksi yang terjadi. Biaya 10% tersebut baru akan dipotong bila ada produk yang terjual, dan sudah all-inclusive yaitu sudah termasuk biaya perbankan dan lainnya (Mastercard, Visa, JCB, American Express).  Saat ini sudah lebih dari 1300 mitra koolva baik dari dalam dan luar negeri.

Melancarkan kemitraan dengan AirBnB dan Uber

Selain melancarkan kemitraan dengan mitra lokal, Koolva juga secara aktif gencar menjalin kemitraan dengan perusahaan asing seperti AirBnB dan Uber. Kerja sama tersebut dilakukan untuk memudahkan wisatawan asing yang telah terbiasa menggunakan aplikasi tersebut di negara asal dan tentunya Indonesia.

“Kita tahu AirBnb menyediakan kamar bagi wisatawan dunia, dan Uber menyediakan moda transportasi. Maka, kami berfikir mengapa tidak mengkombinasikannya saja, jadi misalkan nginapnya cari di AirBnB, jalan-jalannya dengan Koolva, perginya naik Uber As simple as that. Jadi seller Koolva mendapatkan exposure lebih banyak,” kata Benny.

Dalam waktu dekat Koolva juga rencananya akan melancarkan kerja sama dengan market leader dari Tiongkok yaitu Alibaba dan Wanda. Hal tersebut dilakukan karena Koolva mau mencoba masuk dengan bentuk kerja sama agar setiap seller yang terdaftar di Koolva akan otomatis terdaftar juga di portal pariwisata milik Alibaba dan Wanda Group.

Disinggung tentang siapa investor Koolva saat ini, Benny enggan untuk menyebutkan, secara khusus Benny menegaskan sepanjang kemitraan dengan para investor bisa menghasilkan kolaborasi yang positif, Koolva akan menerima dengan baik penawaran dari investor. Benny menambahkan hingga kini Koolva telah menolak sedikitnya dua investor asing yang tertarik untuk menjadi investor Koolva.

“Kami hanya mau melakukan kerja sama bila itu dapat memberikan keuntungan dan nilai tambah bagi para Seller Koolva. Deal yang mungkin paling dekat akan kami lakukan adalah investasi dari perusahaan telekomunikasi terbesar di Asia Tenggara,” kata Benny.

Diharapkan hingga akhir tahun 2017 mendatang Koolva menargetkan bisa melayani lebih dari 5 juta wisatawan asing dan Koolva juga tersedia dalam Bahasa Jepang dan Rusia.