Alfamart Manfaatkan Aplikasi WhatsApp, Rambah Omnichannel

Alfamart mengumumkan dalam waktu dekat masyarakat dapat berkomunikasi dan melakukan pemesanan secara langsung melalui WhatsApp. Konsumen dapat menjelajahi katalog produk secara online, menambah item ke dalam keranjang, sebelum melanjutkan ke sistem pembayaran Alfamart.

Semua pembelian dan pembayaran nantinya diselesaikan di luar WhatsApp pada sistem pembayaran eksternal yang dikelola dan dimiliki Alfamart. Setelahnya, pesanan akan diantarkan ke alamat konsumen dari gerai Alfamart terdekat. Pengalaman ini akan tersedia dalam beberapa bulan mendatang.

Informasi ini disampaikan di sela-sela konferensi pertama WhatsApp Business Summit yang digelar di Jakarta pada hari ini (1/11), dihadiri oleh lebih dari 1.500 peserta, terdiri dari pengusaha kecil, perusahaan, dan developer.

“Alfamart telah berhasil memanfaatkan WhatsApp secara efektif untuk memudahkan para pelanggan kami dalam mengakses program loyalitas kami. Saat ini, kami merasa sangat antusias dalam menggunakan WhatsApp untuk menghadirkan pengalaman online-to-offline yang sederhana dan dapat diandalkan bagi konsumen kami,” ujar Chief Commercial Officer Alfagift, Alfamart Linda Valentin dalam keterangan resmi.

Pengalaman Alfamart di WhatsApp / WhatsApp

Inisiatif Alfamart untuk masuk ke omnichannel sudah dimulai sejak pandemi. WhatsApp juga jadi alat Alfamart untuk berkomunikasi dengan konsumen. Akan tetapi, alurnya sedikit berbeda dengan rencana teranyar yang diumumkan perusahaan pada hari ini.

Berdasarkan pantuan DailySocial.id, akun bisnis Alfamart di WhatsApp menjadi gerbang awal untuk belanja online. Dengan instruksi pesan “Belanja”, Alfamart akan mengarahkan konsumen ke laman situs Alfagift untuk berbelanja dari katalog yang tersedia. Pengiriman ke alamat tujuan akan dilakukan dari toko terdekat.

Untuk pengalaman omnichannel, ditawarkan melalui aplikasi Alfagit. Alurnya sama, konsumen memilih barang dari katalog yang tersedia. Namun konsumen dapat memilih metode pengirimannya: Ambil di Toko atau Kirim ke Rumah.

“Masyarakat Indonesia menyukai dan menggunakan WhatsApp untuk mengirim pesan kepada teman, keluarga, dan ke semakin banyak bisnis karena sederhana, aman, dan pribadi. Sejak tahun 2022, percakapan sehari-hari antara individu dan bisnis di WhatsApp di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat, dan kami bertekad untuk terus mendukung perkembangan ekosistem digital di Indonesia,” kata Country Director Meta Indonesia Pieter Lydian.

Country Director, Meta Indonesia Pieter Lydian / WhatsApp

Dipaparkan, saat ini sebanyak satu miliar orang di seluruh dunia mengirimkan pesan bisnis setiap minggunya melalui aplikasi pesan Meta. Perilaku ini berkembang semakin pesat di seluruh dunia, salah satunya Indonesia yang menjadi negara terdepan dalam implementasinya.

Mengutip dari Business Messaging Usage Research by Kantar pada March 2023, diungkapkan setidaknya 9 dari 10 orang di Indonesia mengatakan jika mereka mengirim pesan bisnis setidaknya sekali seminggu. Data internal Meta 2023 juga menunjukkan, bahwa percakapan harian antara pelanggan dan pelaku bisnis meningkat hampir dua kali lipat di Indonesia dibandingkan tahun lalu.

Inovasi WhatsApp

Dalam kesempatan tersebut, Peter juga memperkenalkan fitur baru, Flows. Fitur ini memberikan kemampuan kepada bisnis unutk menyediakan beragam pengalaman, seperti memilih kursi pesawat dengan cepat atau membuat janji pertemuan. Semuanya dilakukan tanpa harus meninggalan chat.

“Dengan Flows, bisnis dapat menyediakan berbagai pilihan menu yang lengkap serta formulir yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang bermacam-macam. Fitur WhatsApp Flows kini tersedia secara global bagi bisnis yang menggunakan platform WhatsApp Business.”

Pengalaman Chat yang Lebih Cepat dengan Flows / WhatsApp

Selain itu, WhatsApp Business juga menyediakan Verifikasi Meta untuk bisnis. Langkah ini untuk meyakinkan pelanggan bahwa mereka sedang berinteraksi dengan akun bisnis yang resmi. Untuk mendapatkan verifikasi, bisnis dapat menunjukkan keasliannya kepada Meta. Setelahnya, bisnis tersebut akan mendapatkan lencana terverifikasi, dukungan akun yang ditingkatkan, dan perlindungan dari peniruan.

Verifikasi ini akan hadir dengan fitur premium tambahan. Kemampuan lainnya yang ditambahkan, yakni kemampuan untuk membuat halaman WhatsApp khusus yang nantinya mudah ditemukan melalui pencarian web dan dukungan multi perangkat agar beberapa karyawan dapat menanggapi pelanggan.

“Kami akan melakukan ujicoba Verifikasi Meta terlebih dahulu dengan bisnis skala kecil yang menggunakan aplikasi WhatsApp Business, sebelum memperkenalkannya kepada binsis di Platform WhatsApp Business di masa mendatang.”

Bisnis yang Diverifikasi Meta di WhatsApp / WhatsApp

Dalam waktu dekat, WhatsApp akan mendukung para pelaku bisnis dalam meningkatkan mutu dan kecepatan layanan yang mereka berikan kepada pelanggan melalui penggunaan solusi kecerdasan buatan (AI). Saat ini, masih dalam tahap menguji AI yang dirancang secara khusus untuk keperluan bisnis, agar setiap bisnis dapat memiliki AI yang mampu berinteraksi dengan pelanggan guna melakukan penjualan dan memberikan layanan dukungan.

Application Information Will Show Up Here

Dyota Marsudi: Ekosistem “Offline” Jadi Kunci Rangkul Segmen “Unbanked” dan “Underbanked”

Dalam wawancara perdana DailySocial, Presiden Direktur PT Bank Aladin Syariah Tbk (IDX: BANK) Dyota Marsudi bercerita gagasan dan strateginya menjangkau masyarakat unbanked dan underbanked di Indonesia dengan pendekatan sederhana, yakni menyentuh aspek yang lekat dengan keseharian mereka.

Sebagai langkah awal, Bank Aladin bersinergi dengan salah satu raksasa modern retail PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (IDX: AMRT). Jaringan luas Alfamart menjadi strategi kunci Bank Aladin untuk men-deliver layanannya dengan cara yang efisien dan accessible. Sinergi ini semakin solid kala Alfamart resmi menggenggam sekitar 2,2% saham Bank Aladin.

Bank Aladin sebelumnya bernama Bank Net Indonesia Syariah. Perusahaan resmi berganti identitas pada Juni 2021. Selain Alfamart, perusahaan insurtech asal Tiongkok ZA Tech Global juga masuk menjadi investor Bank Aladin pada April 2022.

Berikut petikan wawancara kami untuk memahami lebih lanjut strategi omnichannel Bank Aladin dalam memperkuat posisinya di industri bank digital.

Ceritakan proses transformasi awal menjadi Bank Aladin?

Jawab: That was a very difficult thing to do. Sebetulnya, kami sudah punya lisensi syariah meski target pasar yang diincar sekarang berbeda. Untuk membangun perusahaan dengan pemilik dan manajemen baru, ada dua hal yang dapat dilakukan. Pertama, menjalankan dua bisnis secara paralel. Bisnis legacy tetap berjalan, but don’t put too much effort. Wind down secara bertahap, dalam 2-5 tahun akan mengecil.

Kedua, membangun dari nol. Bagi bank, membangun hal baru cukup sulit. Kalau harus menjalankan dua bank sekaligus, baik legacy maupun bank digital, tentu sulit karena bisnis, sistem, dan timnya berbeda. Nah, kami punya tim baru dengan tim yang menjalankan bisnis dan teknologi sebelumnya.

What we did adalah putuskan semuanya dengan cepat. Istilahnya rip the bandage off. Ini terjadi sebelum saya masuk. Saat itu, pemegang saham pengendali (PSP) dan tim mengambil sejumlah tindakan, yakni mencari buyer untuk take over aset, melihat kembali liabilitas, dan hentikan renew sistem. Ada beberapa orang di-let go, tetapi kami minta mereka reapply lagi supaya kami bisa assess.

Apa hipotesis Anda mengenai target pasar dan strategi Bank Aladin?

J: Sedikit kilas balik, sebelum berganti nama, Bank Net Syariah bermain di segmen korporasi, syndicated loan, yang di-drive oleh Maybank Malaysia. Saat itu mereka ingin mengembalikan license [syariah], tetapi OJK memberi kesempatan bagi mereka yang ingin berinvestasi di sini.

Pemegang saham pengendali (PSP) membuat tesis—nah, saat itu saya belum bergabung—yang kebetulan sama dengan yang saya pelajari saat bekerja di Vertex Ventures. Membangun tech company berarti ada dua hal yang bisa dilakukan, yakni (1) membuat existing market lebih efisien dan (2) membuka market baru.

Kami melihat segmen corporate atau ultra high network sudah overserved di sektor perbankan, khususnya layanan keuangan. Sudah ada aplikasi dan produk khusus. Banyak wholesale yang memberikan loan. Jadi segmen ini sudah afluent dan relatif nyaman.

Justru segmen terbesar yang perlu menjadi perhatian adalah middle income dan below. Kami sebut sebagai unbanked dan underbanked yang populasinya mencapai 77%. Ada yang punya rekening, tapi belum dipakai sepenuhnya. Ada juga yang akunnya dormant. Mereka tidak punya akses ke layanan keuangan resmi atau formal.

Alasan mereka tidak punya akses ke layanan keuangan adalah mereka butuh simple product, bukan sophisticated atau produk yang strukturnya rumit. Kemudian, soal akses. Sebelum bank digital ada, buka rekening harus ke bank di mana tidak semua lokasi ada dan tidak buka seharian. Terakhir, dalam sebuah survei, syariah menjadi faktor kedua terpenting saat nasabah menentukan bank. Ini tiga hal utama yang menjadi landasan membangun Aladin.

Simple product dan akses tercermin dari produk. Turunannya adalah partner kami. Saat kami bangun Bank Aladin, partner yang kami ajak kerja sama harus punya kontribusi signifikan terhadap tesis tersebut. Nah, Alfamart paling cocok dengan segmen yang kami incar. Setiap bulan puluhan juta orang datang ke Alfamart. Mereka bertransaksi dalam volume kecil. Selain itu, Alfamart punya 17.000 lokasi gerai di Indonesia. Mereka sudah punya trust terhadap Alfamart dan telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat setempat. Bagi segmen yang kami incar, interaksi itu penting. Mereka bisa berinteraksi nyaman.

Akses, trust, dan simple product sudah kami dapatkan. Yang kami lakukan selanjutnya adalah amplify those things. We try and make product as simple and accessible sehingga kami bisa menarik 77% ini, termasuk UMKM, yang belum punya akses ke layanan keuangan dan pinjaman.

Bagaimana transformasi teknologi dan pengembangan produk Bank Aladin?

J: Di awal 2021, tim kami baru 30 orang. Lalu, jumlahnya mencapai 200 orang di akhir 2021. Sekitar 50%-60% dari total headcount kami adalah product engineer. Kalau benchmarking bank secara umum, porsi product engineer bisa sepuluh kali lipat. Namun, kami adalah bank. Everything we do harus di-assess dengan baik. Kami harus compy dengan regulasi.

We run a very nimble company. We start simple. We build things as we go. Bukan [menggunakan model] waterfall di mana harus lengkap dulu baru launch. Kami start pengembangan fitur dari kebutuhan yang paling core, seperti aplikasi untuk onboarding dan fitur transfer. Lalu, kami launch [aplikasi] di awal 2022 setelah mendapat lisensi dari OJK dan BI. Artinya, kami membangun bank digital in less than six months. Everything we build is from scratch, with no legacy issues.

Kami bangun semua teknologi sendiri, kecuali core. Dulu kami pakai Silverlake untuk core banking system. Lalu, kami ganti ke Mambu, which is a cloud-based core banking systemWe are culturally more similar to tech company daripada bank, tetapi operationally we are bank. Kami bukan fintech, P2P, atau multifinance.

Bagaimana penerimaan pasar terhadap aplikasi Bank Aladin?

J: Jumlah nasabah kami yang sudah melewati KYC di Dukcapil dan dijamin LPSini akun aktif, bukan download, phone number, atau emailhampir 700 ribu. Dengan catatan, kami belum push marketing kencang, baru di semester II ini.

Produk funding sudah setengah triliun Rupiah, ini liabilities ya. Sementara, produk financing kami baru mulai. Sudah [salurkan] beberapa ratus miliar, tetapi belum optimal. Primarily, produk financing kami untuk supplier Alfamart, sedangkan funding untuk pengguna retail. Sebagian besar nasabah kami adalah retail.

Kami dapat masukan dari nasabah kami. Ternyata, masih ada yang mengira kami pinjol, which is not good for us. When we go down to tier 2 or 3 cities di mana ada cakupan Alfamart, awareness Aladin belum terserap dengan sempurna. That’s why we’re going to push marketing in second half and establish Bank Aladin‘s name even better. We plan a lot of products, hopefully we get it right. Semoga brand awareness kami lebih kuat dan tidak diasosiasikan dengan pinjol. Siapa tahu, 700 ribu nasabah kami dapat berkembang menjadi tujuh juta.

Apakah Bank Aladin akan go cardless?

J: Kami akan tetap pakai kartu. Kami berikan masyarakat opsi untuk memiliki kartu atau tidak saat registrasi.

Kita bisa merasa optimistis dengan teknologi. Perkembangannya cepat sekali. Lihat saja sekarang banyak tech company besar, bahkan ada yang sudah IPO.  Namun, will everything be cardless or cashless in the next 5 or 10 years? Mungkin in unpopular opinion, menurutku ini belum diketahui. Lalu, what do we need to do? We need to be able to serve the customer today. Kita tidak bisa tunggu 5-10 tahun supaya [adopsi teknologi] mereka siap. Ini mengapa kami approach dengan model omnichannel.

Jaringan omnichannel yang kami miliki, with all due respect, at least from the offline side should be the strongest dari [yang dimiliki] bank digital saat ini. Kami bermitra dengan Alfamart untuk tarik-setor tunai. We have access to over 17,000 location. Ekosistem Alfamart besar dan primarly offline. Digitalisasi online ada di Bank Aladin.

Apakah kami tidak berkolaborasi dengan online platform, seperti e-commerce, ride-hailing, atau travelThe answer is yes, but we believe the offline element is more important now considering the target market is unbanked and underbanked. Saat [ekosistem] offline sudah terbentuk, kami bisa mulai fokus ke online. Kami bisa saja full online, nothing stopping us. Namun, the reason we go offline adalah we know our target segment. We know their behavior. We know what they need. Jadi ini adalah go-to market strategy, bukan capabilities issue.

Apakah ada sinergi pembukaan rekening di gerai Alfamart?

J: Pembuatan rekening butuh KYC. Ini sangat regulated karena ada risk assessment. We don’t plan to do onboarding nasabah di gerai Alfamart karena itu akan menjadi cabang, less-efficient, proses ribet, dan investasi tinggi.

Yang kami lakukan lewat sinergi ini adalah kasir di Alfamart dapat membantu mengarahkan calon nasabah untuk mengunduh aplikasi Bank Aladin dan go through e-KYC process sendiri. Artinya, kami ingin membuat calon nasabah merasa nyaman dengan menggunakan pendekatan Alfamart. Kami membangun aset sendiri yang dapat menjadi complimentary bagi aset yang dimiliki partner.

Apa saja fokus Bank Aladin di tahun ini?

J: Fitur yang kami push sejak awal adalah tarik-setor tunai di gerai Alfamart. Kalau hanya opsi transfer saja, bagaimana tariknya? Sementara, segmen unbanked dan underbanked rata-rata belum punya rekening.

Kami coba buka akses yang simple dan tidak ribet, yakni Alfamart. Nasabah bisa menabung atau tarik tunai di kasir apabila tidak ada ATM. Tech integration is done sehingga kami bisa scale dengan cepat. Kasarnya, tinggal dinyalakan saja. Jadi nasabah bisa lakukan di semua Alfamart di Indonesia. Kami juga akan dorong promosi di Alfamart untuk meningkatkan transaksi dan memahami behavior mereka.

Kami juga ingin fokus untuk financing, to make sure our liabilities is productive. In the next semester, we’ll build financing product untuk UMKM karena we can assess UMKM better than retail. Kami adalah bank, bukan P2P atau multifinance. NPL kami betul-betul diawasi investor.

Mengapa bersinergi dengan ZA Tech? Apa saja produk kolaborasinya?

J: Belum banyak yang tahu bahwa perusahaan insurtech ZA Tech Global punya bank digital dan number one di Hong Kong. They have actually built a winning bank. Belajar dari mereka sangat excitingFor us, insurance seems to be a logical next step. Insurance adalah core product mereka dan kami ada pipeline ke sana, baik itu micro insurance, loan insurance, apapun itu.

Saat ini, kami belum bisa diclose dari sinergi ini. Perlu diketahui, semua produk yang kami bangun hanya untuk segmen kita saja, yakni unbanked, underbanked, dan SME. Kami harus disiplin, apakah [yang dibangun] sesuai dengan kacamata unbanked dan underbanked. Jadi, kami tidak akan bikin [produk] yang kompleks. We always try to make decisions based on data we collect.

Partnership tidak mudah karena chemistry, strategi, dan aspek lain harus cocok. Kita sudah align semua dan hanya masalah timeline saja. Jadi, when we find a good partner, we’ll pull the trigger. 

Application Information Will Show Up Here

Celebrating Its First Anniversary, Segari Announces Series A Funding Worth of 227.6 Billion Rupiah Led by Go-Ventures

After 12 months of operation, Segari online grocery startup announced Series A follow-on funding. The value reached $16 million or equivalent to 227.6 billion Rupiah. This round was led by Go-Ventures with the participation of SIG, Alfamart, Gunung Sewu Group, and Intrinity Capital.

Participated also in this round the previous investors, including Beenext, AC Ventures, and Saison Capital. In total, according to our source, Segari has scored an investment fund of around $18 million.

The company will use the fresh funds to strengthen infrastructure, ensuring a more efficient process from farmers to consumers. In addition, they also plan to buckle up and hire more talents in various fields, including operations, technology, and marketing.

Through its solutions, Segari is committed to simplifying complex distribution chains by leveraging technology and empowering communities as partners in more efficient sales and distribution.

“The agricultural distribution chain is one of the most complex problems in Indonesia. There are still many layers from farmers to agricultural products to consumers,” Yosua Setiawan, Co-Founder & CEO of Segari said.

He continued, “We expect to have a positive impact where consumers can receive quality food ingredients faster and at lower costs. On the farmer’s side, we also help them to receive a fair price for the products they sell.”

Through the application or website, users can order fruit, vegetable, meat and other primary food products. Within only 15 hours, fresh food products will reach consumers from farmers. Most of the products are sourced directly from partner farmers in Java and Sumatra.

With a decentralized approach to warehouses and a network of sales partners, Segari claims to be able to provide faster delivery times, better product quality, and lower costs for customers.

Agro startup in Go-Ventures

Segari is Go-Ventures’ 16th portfolio. Previously, the Gojek-owned venture capitalist also invested in several startups with similar business models, including eFishery (Fresh), FoodMarketHub, and KitaBeli.

Through the GoMart feature, Gojek is indeed trying to tighten its online grocery vertical. Its capabilities provide ordering systems, payment infrastructure, and delivery services. In terms of products, Gojek has collaborated with several companies and startups, including Alfamart and Sayurbox. Segari’s entrance clearly has integration potential into GoMart.

Regarding the Segari investment, Go-Ventures’ Partner, Aditya Kamath said, “The pandemic has become a catalyst for the growth of the online market (e-grocery) in Indonesia. More consumers are shifting to online purchases, especially for daily needs. During last year, Joshua, Farand Anugerah (COO) and Farandy Ramadhana (CTO) have shown outstanding execution, Segari is growing very fast and still maintaining the best economic unit in the sector.”

Indonesia’s online grocery

Social restrictions due to pandemic have become a separate momentum for online grocery players in Indonesia. In addition to new players keep arising, old players and superapps are also strengthening its coverage in this market.

According to the Asia Pacific IGD analysis, as of 2019 the overall grocery market size has reached $140.2 billion. It is projected to grow to $169.4 billion by 2020 at a CAGR of 5.2% in two years — making the country the 13th largest grocery market in the world. Online grocery alone is considered to have an increasing percentage. Indeed, there are dozens of digital players trying their luck to acquire the market.

However, the digital platform is still at a very early stage. Regarding the coverage, almost all services are still focused on tier-1 cities. The biggest players like HappyFresh still cover the Greater Jakarta area, Surabaya, and several other big cities. Meanwhile, Segari as a newcommmer still serves a limited area in Jadetabek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Satu Tahun Beroperasi, Segari Dapatkan Pendanaan Seri A 227,6 Miliar Rupiah Dipimpin Go-Ventures

Setelah 12 bulan beroperasi, startup online grocery Segari mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan dalam putaran seri A. Nilainya mencapai $16 juta atau setara 227,6 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Go-Ventures dengan partisipasi SIG, Alfamart, Gunung Sewu Group, dan Intrinity Capital.

Investor di tahap sebelumnya turut berpartisipasi, meliputi Beenext, AC Ventures, dan Saison Capital. Secara total, dari sumber informasi yang kami dapat, Segari telah membukukan dana investasi sekitar $18 juta.

Perusahaan akan menggunakan dana segar untuk memperkuat infrastruktur, memastikan proses lebih efisien dari petani ke konsumen. Selain itu mereka juga berencana memperkuat dan menambah tim di berbagai bidang, termasuk operasional, teknologi, dan pemasaran.

Melalui solusi yang ditawarkan, Segari berkomitmen menyederhanakan rantai distribusi yang kompleks dengan memanfaatkan teknologi dan memberdayakan komunitas sebagai mitra dalam penjualan dan distribusi yang lebih efisien.

“Rantai distribusi pertanian adalah salah satu masalah paling kompleks di Indonesia. Masih terdapat banyak lapisan dari petani hingga produk pertanian sampai ke tangan konsumen,” ujar Co-Founder & CEO Segari Yosua Setiawan.

Ia melanjutkan, “Kami berharap dapat memberikan dampak positif di mana konsumen bisa menerima bahan makanan berkualitas dengan lebih cepat dan biaya yang lebih murah. Di sisi petani, kami juga membantu mereka untuk menerima harga yang adil dari produk yang mereka jual.”

Melalui aplikasi atau situs web, pengguna dapat memesan produk buah, sayur, daging, dan makanan pokok lainnya. Hanya dalam waktu 15 jam saja produk makanan segar akan sampai ke tangan konsumen dari petani. Sebagian besar sumber produk didapatkan langsung dari para mitra petani di Jawa dan Sumatera.

Dengan pendekatan desentralisasi gudang dan jaringan mitra penjualan, Segari mengklaim bisa menyuguhkan waktu pengiriman yang lebih cepat, kualitas produk yang lebih baik, dan biaya yang lebih rendah yang bisa dinikmati pelanggan.

Startup agro di Go-Ventures

Segari menjadi portofolio ke-16 bagi Go-Ventures. Sebelumnya, pemodal ventura milik Gojek tersebut juga berinvestasi ke beberapa startup yang memiliki model bisnis serupa, termasuk eFishery (Fresh), FoodMarketHub, dan KitaBeli.

Melalui fitur GoMart, Gojek memang sedang berupaya untuk memperkuat lini online grocery. Kapabilitas mereka menyajikan sistem pemesanan, infrastruktur pembayaran, dan layanan pengantaran. Sementara untuk produk, sejauh ini Gojek menggandeng beberapa perusahaan dan startup, termasuk Alfamart dan Sayurbox. Masuknya Segari jelas memiliki potensi integrasi ke GoMart.

Lalu terkait investasinya ke Segari, Partner Go-Ventures Aditya Kamath menyampaikan, “Pandemi telah menjadi katalis bagi pertumbuhan pasar online (e-grocery) di Indonesia. Semakin banyak konsumen yang beralih ke pembelian online, terutama belanja kebutuhan sehari-hari mereka. Selama satu tahun terakhir, Yosua, Farand Anugerah (COO), dan Farandy Ramadhana (CTO) telah menunjukkan eksekusi yang luar biasa, Segari tumbuh dengan sangat cepat dan tetap mempertahankan unit ekonomi terbaik pada sektor ini.”

Online grocery di Indonesia

Pembatasan sosial yang disebabkan akibat pandemi menjadi momentum tersendiri bagi pemain online grocery di Indonesia. Selain pemain baru yang terus berdatangan, pemain lama dan superapp juga makin menguatkan jangkauannya di pasar tersebut.

Daftar pemain online grocery di Indonesia / DailySocial.id

Menurut analisis IGD Asia Pasifik, per tahun 2019 ukuran pasar grocery secara keseluruhan telah mencapai $140,2 miliar. Diproyeksikan bertumbuh menjadi $169,4 miliar pada 2020 dengan CAGR 5,2% dalam dua tahun — menjadikan negara ini menjadi pasar grocery terbesar ke-13 di dunia. Online grocery sendiri dinilai akan memiliki porsi yang terus meningkat di sini. Tak ayal, kini ada puluhan pemain digital yang mencoba peruntungan untuk mengakuisisi pasar.

Namun demikian, apa yang dilakukan platform digital masih di tahap yang sangat awal. Mengenai cakupan sendiri, hampir semua layanan masih fokus di kota tier-1. Pemain terbesar seperti HappyFresh masih mencakup kawasan Jabodetabek, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya. Sementara pendatang baru seperti Segari masih melayani area terbatas di Jadetabek.

Application Information Will Show Up Here

Oy! Raises 653 Billion Rupiah Funding, Soon to be Centaur

Afintech platform providing transfer service, Oy! reportedly raises series A funding worth of $45 million or equivalent to 653.4 billion Rupiah. Softbank Ventures Asia and MDI Ventures led the round with some investors including Pavilion Capital, AC Ventures, Alfamart, Central Capital Ventura, Wavemaker Partners.

Apart from already registered with the regulator, parties that involves in this agreement confirmed the new round. The total funding is said to take the company’s valuation to $108 million. AC Ventures entrance also brought one of its founding partners, Pandu Sjahrir, to the ranks of Oy!’s board members.

Oy!’s seed round has been raised from 2017 to 2020, several investors involved including MDI Ventures, Wavemaker Partners, Pavilion Capital, and Central Capital Ventures.

Oy! Indonesia offers several services, both for consumers and business. On the B2C sector, they have the Oy! Indonesia app to accommodate fund transfer between banks. Its capabilities also include remittances, enabling transfers between countries.

In terms of business, they provide API services to facilitate transactions, both for sending and receiving funds. Based on our observation, with the development of existing features, Oy! Indonesia seems more serious in working on the B2B segment. The open finance service potential is really impressive as business are transforming and trying to provide efficiency in the financial transaction process on its platform.

In the interbank transfer feature for consumers, Oy! is in close competition with the Flip app. We have specifically conducted an analysis of the two platforms. The market share is quite large for this service, based on BI data throughout 2019, the volume of domestic transactions was recorded at more than 218.89 million with a nominal value of Rp84.47 trillion. The remittance business alone recorded 37.7 million transactions with a value of Rp90.67 trillion.

This service is also available to resolve the interbank transfer fees issue.  Alfamart entrance as a strategic partner shows interesting indication, regarding the potential of Oy! to enter the online-to-offline (O2O) model in selling its services. This is in line with one of fintech’s visions to serve the underbanked, which still a big number in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Oy! Kumpulkan Pendanaan 653 Miliar Rupiah, Jadi Centaur Selanjutnya

Platform fintech penyedia layanan transfer dana Oy! dikabarkan berhasil mengumpulkan pendanaan seri A dengan total hingga $45 juta atau setara 653,4 miliar Rupiah. Softbank Ventures Asia dan MDI Ventures memimpin putaran ini didukung sejumlah investor termasuk Pavilion Capital, AC Ventures, Alfamart, Central Capital Ventura, Wavemaker Partners.

Selain sudah tercatat di regulator, beberapa pihak yang dekat dengan kesepakatan ini mengonfirmasi adanya putaran baru tersebut. Akumulasi dari total pendanaan ditaksirkan membawa valuasi perusahaan di angka $108 juta. Masuknya AC Ventures juga membawa salah satu founding partner mereka Pandu Sjahrir di jajaran board member Oy!.

Sebelumnya putaran seed Oy! digalang sejak taun 2017 s/d 2020, beberapa investor yang terlibat termasuk MDI Ventures, Wavemaker Partners, Pavilion Capital, dan Central Capital Ventura.

Oy! Indonesia memiliki beberapa layanan, baik untuk konsumer maupun pebisnis. Di kancah B2C, mereka memiliki aplikasi Oy! Indonesia untuk membantu pengguna melakukan transfer dana antarbank. Kapabilitas mereka juga sudah mencakup remitansi, memungkinkan dilakukannya transfer antarnegara.

Kemudian untuk bisnis, mereka menyediakan layanan API untuk memudahkan transaksi, baik untuk pengiriman maupun penerimaan dana. Dari pengamatan kami, dengan melihat laju pengembangan fitur yang ada, Oy! Indonesia tampak lebih serius untuk menggarap segmen B2B ini. Potensinya layanan open finance memang begitu mengesankan di saat para pebisnis melakukan transformasi dan berusaha memberikan efisiensi proses transaksi finansial di platformnya.

Di fitur transfer antarbank untuk konsumen, Oy! berhadapan langsung dengan aplikasi Flip. Secara spesifik kami pernah melakukan analisis terkait kedua platform tersebut. Pangsa pasarnya cukup besar untuk layanan tersebut, menurut data BI sepanjang tahun 2019 volume transaksi domestik tercatat ada lebih dari 218,89 juta dengan nominal Rp84,47 triliun. Bisnis remitansi sendiri mencatat 37,7 juta transaksi dengan nilai Rp90,67 triliun.

Layanan tersebut juga hadir untuk menyelesaikan isu biaya transfer antarbank. Masuknya Alfamart sebagai mitra strategis juga menjadi indikasi menarik, khususnya terkait potensi Oy! masuk ke model online-to-offline (O2O) dalam menjajakan layanannya. Hal ini sejalan dengan salah satu visi fintech untuk melayani kalangan underbanked yang jumlahnya masih banyak di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Sambut Ramadhan, Alfamart, Alfamidi, dan ShopeePay Tawarkan Promo MURMER Hingga 70%

Bulan suci Ramadhan sudah di depan mata, kendati pandemi belum usai masyarakat Indonesia tampak antusias menyambut bulan mulia tersebut. Lebaran tahun 2021 ini pun maysarakat Indonesia untuk kedua kalinya merayakan hari kemenangan dari rumah.

Continue reading Sambut Ramadhan, Alfamart, Alfamidi, dan ShopeePay Tawarkan Promo MURMER Hingga 70%

Layanan Paylater Kredivo Bisa Dipakai di Alfamart, Penetrasi Fintech ke O2O Makin Kuat

Kredivo, platform pembayaran digital, mengumumkan kerja sama dengan jaringan minimarket Alfamart. Kini pengguna Kredivo dapat menggunakan limit kreditnya untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di 15 ribu gerai Alfamart dengan bunga 0% dan tenor 30 hari.

General Manager Kredivo Lily Suriani mengatakan, kerja sama ini diharapkan dapat memperluas akses kredit lebih luas ke seluruh masyarakat Indonesia. Sekaligus, bagian dari strategi Kredivo yang ingin hadir di setiap aktivitas dan ekonomi masyarakat dengan memberikan fasilitas paylater dalam 30 hari tanpa bunga.

“Di tengah penetrasi kredit yang masih rendah, kami berharap kerja sama dan inovasi yang kami hadirkan bersama Alfamart dapat menjadi stimulus bagi roda perekonomian Indonesia,” ujar Lily dalam keterangan resmi, Senin (21/12).

Managing Director Alfamart Ryan Alfons Kaloh menambahkan, perusahaan berkomitmen selalu menghadirkan berbagai inovasi berbelanja, juga mendukung upaya pemulihan ekonomi nasional bersama pemerintah. “Kami bangga dapat bekerja sama dengan Kredivo yang telah hadirkan berbagai inovasi pembayaran bagi masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh akses kredit,” kata dia.

Lily melanjutkan, dalam data internal perusahaan menunjukkan selama pandemi khususnya di kuartal ketiga tahun ini, ditemukan permintaan meningkat hingga 20% untuk produk-produk keseharian dibandingkan kuartal sebelumnya. Oleh karenanya, kerja sama strategis Kredivo dan Alfamart dapat menjangkau lebih banyak pengguna. Kredivo sendiri menargetkan dapat melayani 10 juta konsumen dalam beberapa tahun mendatang.

Pada tahap awal, Kredivo dapat digunakan sebagai alternatif metode pembayaran di 15 ribu gerai Alfamart di seluruh Indonesia. Untuk memanfaatkan limit Kredivo di Alfamart, pengguna cukup menggunakan menu ‘Barcode’ yang ada di aplikasi Kredivo, lalu memilih merchant Alfamart.

Berikutnya, memasukkan PIN serta voucher diskon, barcode akan muncul selama lima menit dan dapat dipindai oleh kasir Alfamart untuk menyelesaikan transaksi. Selain mempermudah masyarakat pengguna Alfamart untuk mengatur cashflow belanja kebutuhan sehari-harinya, kerja sama ini diharapkan dapat membantu merchant dalam meningkatkan rata-rata nilai pembelian.

Alfamart menambah rangkaian merchant offline yang kini menerima pembayaran dengan limit Kredivo. Sebelumnya, sudah bekerja sama dengan merchant yang datang dari bisnis ritel, elektronik, dan F&B, seperti Electronic City, Erafone, Okeshop, Gramedia, Wakai, 20Fit, McDonald’s, Solaria, dan masih banyak lagi.

Kerja sama O2O lainnya

Luasnya jaringan peritel seperti Alfamart atau Indomaret membawa potensi bisnis yang besar buat banyak perusahaan untuk menjangkau lebih banyak basis pengguna. Makanya, banyak perusahaan ramai-ramai melakukan kerja sama dari berbagai hal tanpa harus membuka kantor sendiri.

Khusus di perusahaan teknologi saja, salah satu yang bisa diangkat adalah kerja sama Blibli dengan Alfamart untuk layanan Click and Connect. Dalam layanan ini memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan karena mereka bisa langsung mengambil ke gerainya.

Dari sisi kerja sama untuk kemudahan pembayaran, sebelumnya baik Alfamart ataupun Indomaret aktif bekerja sama dengan pemain uang elektronik seperti Gopay, OVO, dan ShopeePay. Bahkan, pemain e-commerce juga menyediakan pembayaran via gerai minimarket untuk menjangkau konsumen yang belum sepenuhnya memanfaatkan aplikasi pembayaran, seperti Tokopedia, Shopee, dan Bukalapak.

Application Information Will Show Up Here

Prixa Hadirkan Platform Pengelolaan Kesehatan Terpadu Berbasis “Artificial Intelligence”

Masih rendahnya penerapan teknologi di dalam sektor kesehatan menjadi salah satu alasan mengapa Prixa didirikan. Resmi meluncur tahun ini, perusahaan mencoba menerapkan teknologi, seperti artificial intelligence (AI) dan natural language processing (NLP), untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat umum berbentuk platform pengelolaan kesehatan terpadu berbasis AI.

Kepada DailySocial, CEO James Roring menyebutkan, bidang kesehatan belum banyak mengalami disrupsi teknologi, sementara inovasi teknologi bisa memberikan dampak positif dalam penyediaan manajemen kesehatan terpadu. Berangkat dari alasan itu, James bersama salah satu kelompok rumah sakit terkemuka di Indonesia dan perusahaan teknologi terkemuka di bidang NLP berkolaborasi membentuk Prixa.

“Sistem ini kami bangun untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata. Kami menata ulang proses berpikir dokter dalam menganalisis penyakit ke dalam sebuah sistem yang memanfaatkan teknologi AI dan NLP untuk mengenali keluhan pasien dalam Bahasa Indonesia.”

Tidak berbeda jauh dengan konsultasi langsung dengan dokter umum, usai semua data diri dikumpulkan dan keluhan penyakit disampaikan, platform akan melakukan diagnosis untuk menentukan penyakit yang diderita. Prixa mengklaim semua berada dalam pengawasan dokter langsung, bukan robot percakapan atau chatbot.

“Di Prixa kami percaya bahwa teknologi tidak akan pernah menggantikan dokter, secanggih apapun itu, karena akan selalu ada kebutuhan atas interaksi tatap muka langsung antara dokter dan pasien,” kata James.

Membuka kemitraan dan strategi monetisasi

CEO Prixa James Roring saat penandatanganan kerja sama dengan Alfamart dan DAV
CEO Prixa James Roring saat penandatanganan kerja sama dengan Alfamart dan DAV

Untuk memperluas layanan dan teknologi yang dimiliki, Prixa meresmikan kolaborasi strategis melalui penandatanganan nota perjanjian bersama Alfamart dan Digital Avatar (DAV), perusahaan media placement luar ruang yang menawarkan media placement multifungsi dua arah.

Kolaborasi ketiga perusahaan ini berupa akses pelayanan kesehatan melalui sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI, yang merupakan salah satu pilar platform manajemen kesehatan terpadu Prixa, di perangkat interaktif pintar DAV yang tersebar di berbagai gerai Alfamart di Indonesia. Tahun depan Prixa berharap sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI-nya dapat tersedia di 10.000 gerai Alfamart di seluruh Indonesia.

“Prixa senang dapat bermitra dengan Alfamart dan DAV dan langkah ini diyakini merupakan bagian signifikan dalam membantu menutup kesenjangan dengan menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata melalui sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa. Sistem kami menata ulang berbagai keahlian dan pengalaman tim dokter dari berbagai disiplin ilmu kedokteran dan menyusun segenap keahlian yang berharga itu menjadi sebuah sistem yang terpadu dan terukur,” kata James.

Saat ini Prixa telah memiliki sekitar 2000 orang yang mengakses sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI. Disinggung seperti apa strategi monetisasi yang dilancarkan, James menegaskan untuk saat ini fokus Prixa masih di penyediaan akses pelayanan kesehatan yang merata. Perusahaan juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana dalam waktu dekat.

“Fokus pada pengembangan fitur sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa, sejalan dengan tujuan kami untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan yang merata. Saat ini kami hanya bisa diakses melalui situs, namun tidak menutup kemungkinan sistem periksa kesehatan tepat berbasis AI Prixa akan dapat diakses di aplikasi ke depannya,” tutup James.

Blibli Perkuat Konsep O2O Melalui Fitur Click&Collect

Blibli meresmikan fitur Click&Collect, memungkinkan konsumen untuk berbelanja online di Blibli tanpa harus menunggu kurir mengantarkan pesanan ke alamat tujuan. Ini adalah fitur kedua dengan konsep O2O yang diperkenalkan setelah Blibli Instore sejak 2,5 tahun lalu.

SVP Trade Partnership Consumer Electronic Group Blibli Wisnu Iskandar menjelaskan, fitur teranyar ini hadir karena didasari berbedanya cara konsumen saat belanja. Konsumen online menggunakan platform karena untuk membandingkan harga, cari promosi, dan fitur. Di sisi lain, konsumen offline berbelanja karena ingin lihat barang, trial, dan memegang barang yang akan dibeli.

Tren e-commerce saat ini disebut sudah masuk ke titik 4.0. Di era ini, terjadi kolaborasi antara peritel online dan offline untuk mengembangkan strategi omnichannel, di dalamnya mencakup cara penjualan O2O. Alhasil, para konsumen yang menggunakan platform online karena ingin juga merasakan pengalaman saat berbelanja offline.

“Blibli menjawab kebutuhan tersebut melalui fitur Click&Collect. Konsumen bisa belanja di situs Blibli, memanfaatkan sistem pembayaran yang kami sediakan beserta ragam penawaran khusus. Kemudian, mereka mengambil belanjaan di toko offline untuk memastikan kecocokan produk,” terangnya, Rabu (26/6).

Secara konsep, Click&Collect ini diharapkan dapat menguntungkan konsumen dan merchant partner. Konsumen dapat memegang langsung barang yang mereka beli, bertanya langsung untuk solusi lainnya. Di satu sisi, peritel punya kesempatan untuk cross dan upselling, yang pada akhirnya meningkatkan omzet bisnis dan memberikan diferensiasi.

Setelah konsumen berbelanja melalui Click&Collect, merchant akan mempersiapkan pesanan dalam kurun waktu dua jam. Maksimal dalam tujuh hari barang harus diambil konsumen. Kkhusus Click&Collect tidak disediakan layanan retur.

“Di dalam email, konsumen akan terima notifikasi status pesanan. Apabila barang sudah siap diambil, konsumen bisa langsung datang. Dua jam itu adalah waktu normal untuk merchant dalam memproses suatu pesanan.”

Dua merchant yang sudah kerja sama strategis untuk fitur ini adalah Alfamart dan Fujishopid. Sistem backend antara kedua perusahaan ini sudah terintegrasi penuh dengan Blibli, sehingga seluruh stok secara real time bisa dilihat lewat aplikasi.

Pada tahap awal, 2.900 gerai Alfamart di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Bali terhubung dari total 14 ribu gerai di seluruh Indonesia.

“Kehadiran offline kami cukup kuat di Indonesia, begitupun Blibli di e-commerce. Artinya, dengan fitur ini kami mendapat pasar baru dari online yang bisa digarap secara offline,” tambah Head of Digital Business Alfamart Viendra Primadia.

Bakal tutup Blibli Instore

Pengalaman yang ditawarkan oleh Click&Collect ini sebenarnya mirip dengan Blibli Instore. Konsumen bisa belanja online dari perangkat yang disediakan Blibli di toko offline dan telah menjadi merchant resmi.

Keuntungan yang konsumen terima dari fitur ini adalah fasilitas dari Blibli, seperti cicilan 0%, metode pembayaran yang fleksibel, program loyalitas, dan customer care 24/7.

Long term [Blibli Instore] akan akan dihilangkan saat Click&Collect sudah meluas jangkauannya. Sebab journey-nya itu hampir mirip. Tapi konsumen punya fleksibilitas lebih tinggi [di Click&Collect], tantangannya bagaimana sistem kami bisa terintegrasi dengan partner,” kata Wisnu.

Dia menerangkan fitur ini sudah diperkenalkan sejak 2,5 tahun lalu dan telah ada lima ribu gerai yang memanfaatkannya. Bila digabungkan dengan Click&Connect, transaksi O2O di Blibli diklaim sudah menyumbang 15% secara keseluruhan.

Untuk Click&Collect saja, sejak Januari hingga Juni 2019 disebutkan telah memproses 250 ribu transaksi. Total merchant ada 31 peritel, dengan total lebih dari tiga ribu gerai. Kategori yang diakomodasi masih terbatas, seperti grocery, elektronik, dan gadget.

Tahun ini perusahaan akan memperluas jangkauan Click&Connect ke seluruh Jawa dan Bali. Ditargetkan pihaknya bisa merangkul 12 ribu gerai dan menghasilkan 1,5 juta transaksi.

“Blibli punya 15 kategori, namun ada kategori yang tidak bisa masuk ke Click&Collect seperti travel. Secara konsep semua barang yang punya bentuk fisik akan kami tambahkan ke fitur ini,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here