Perjalanan Olsera Menuju “Superapp” untuk UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian negara. Pandemi yang terjadi tahun 2020 sempat menghantam sektor ini. Namun di sisi lain turut mendorong digitalisasi di dalamnya. Berdasarkan data yang dihimpun MSME Empowerment Report 2022, terdapat 83,8% pelaku UMKM yang melakukan digitalisasi atau memanfaatkan teknologi untuk mendukung operasional bisnis mereka.

Angka ini merupakan pasar yang sangat besar bagi para penyedia layanan digitalisasi UMKM, salah satunya Olsera. Berawal dari menyediakan layanan Point-of-Sales bagi UMKM, Olsera (sebelumnya OlseraPOS) kini telah berkembang menyediakan solusi end-to-end untuk bisnis di Indonesia.

Didirikan pada tahun 2015, Olsera memiliki objektif untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan UMKM agar dapat berkembang dan meningkatkan produktivitas mereka.

Dalam interview eksklusif bersama DailySocial.id, Co-Founder Olsera Ali Tjin menceritakan awal mula didirikannya startup tersebut. Kala itu UMKM sudah mulai menjamur, tetapi operasional bisnisnya masih belum efisien.

“Untuk bisa mengadopsi teknologi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pada saat itu kita ingin mengembangkan layanan POS, tetapi alat-alatnya kebanyakan mahal.”

Meskipun begitu, perkembangan teknologi melahirkan alat-alat canggih seperti smartphone, tablet, dan lain-lain yang lebih terjangkau bagi para pebisnis. Berangkat dari situ, mereka berusaha mengembangkan teknologi yang bisa memfasilitasi manajemen bisnis dengan solusi yang lebih fleksibel dan tersedia dalam perangkat yang mereka gunakan sehari-hari.

Co-Founder & CEO Olsera Novendy Chen yang juga hadir dalam wawancara virtual ini menambahkan bahwa ketika mendirikan Olsera, timnya melihat dari sisi kebutuhan para UMKM. Semakin banyak UMKM yang semakin bertumbuh, tuntutan mereka untuk lebih produktif dan efisien juga semakin tinggi.

“Di sisi lain, kita lihat kemajuan teknologi dapat banyak membantu untuk tujuan tersebut. Namun, kebanyakan kita hanya menjadi konsumen terhadap teknologi. Ini yang menjadi inspirasi juga. Kenapa ada alat-alat canggih tetapi tidak digunakan dengan maksimal. Saat itu kita mulai dari POS,” ujarnya.

Berkembang seiring pertumbuhan mitra

Seiring pertumbuhan bisnisnya, layanan Olsera semakin berkembang menjadi manajemen bisnis all-in-one yang mendukung setiap aspek operasional. Sistem ini memungkinkan UMKM untuk merampingkan dan memaksimalkan efisiensi demi percepatan bisnisnya. Olsera juga mengungkap ambisinya untuk bisa menjadi superapp untuk UMKM Indonesia.

Layanan yang ditawarkan Olsera yang saling terintegrasi

Novendy menambahkan, “kami memiliki filosofi untuk bertumbuh bersama UMKM. Kesuksesan bisnis kita itu diukur dari seberapa banyak UMKM yang sudah kita bantu. Tanpa mereka tidak ada kami. Kata kuncinya adalah untuk melayani UMKM,”

Filosofi ini juga tertuang dalam logo Olsera yang adalah balon udara. “Kami ingin bisa membantu UMKM untuk elevate their business. Kami juga memiliki core value yang customer-centric. Apa yang kita kembangkan, itu sesuai dengan feedback mitra. Solusi yang kita telurkan juga fokus untuk mendorong para pebisnis untuk bisa lebih produktif, kompetitif, dan efisien secara waktu dan biaya. Selain itu juga lebih efektif secara pemasaran,” tambahnya.

Jika POS menjadi pintu gerbang digitalisasi UMKM, seiring pertumbuhan bisnis kebutuhan mereka pun bertambah, seperti manajemen inventori dan accounting. Olsera sendiri juga tidak ingin terpaku pada layanan POS.

Ketika pandemi melanda, banyak bisnis yang terpaksa harus menutup toko dan mulai membuka pemesanan online. Atas kondisi tersebut, Olsera menghadirkan solusi omnichannel.

Beberapa fitur utama yang ditawarkan meliputi manajemen inventori dan rantai pasok, solusi pemasaran, manajemen karyawan, toko online, solusi  omnichannel, serta program loyalitas. Selain itu Olsera juga terus menambah metode pembayaran di platformnya. Saat ini sudah ada 11 metode pembayaran, termasuk ShopeePay, OVO, DANA, GOPAY, DOKU, Akulaku, Kredivo, dan lainnya.

Untuk segmentasi pasar yang disasar, Olsera mengaku melihat masing-masing bisnis memiliki unique operational-nya sendiri. Meskipun kebanyakan merchant datang dari ritel dan F&B, mereka mengaku beruntung mampu mengembangkan layanan yang cukup fleksibel dan bisa tap-in di bisnis yang sifatnya layanan atau produk. Belum lama ini, perusahaan juga sudah masuk ke ranah korporasi.

Merchant Olsera datang dari beragam lini bisnis seperti F&B, ritel, wellness, fesyen & kecantikan, layanan (barbershop dan laundry), dan lainnya. Untuk klien korporasi yang sudah bekerja sama, termasuk TMII (Taman Mini Indonesia Indah), Grup Ciputra, dan Martha Tillaar. Untuk ticketing, Olsera telah bekerja sama dengan PRSU (Pekan Raya Sumatra Utara).

“Jadi segmentasi kita ini sekarang sudah semakin luas dan itu menjadi integrated, beberapa brand ternama maupun korporasi yang memiliki sebuah kawasan, di dalamnya ada ritel, usaha layanan, hospitality, kita bisa digitalisasi secara bersamaan dalam menggunakan ekosistem kita,” tambah Novendy.

Terkait monetisasi, Olsera menawarkan model bisnis subscription dalam 3 tier, yaitu Basic (Rp158 ribu/bulan), Premium (Rp248 ribu/bulan), dan Pro (Rp328 ribu/bulan). Dalam beberapa kasus khusus, Olsera juga mengambil fee/transaksi. Hingga saat ini, perusahaan mengklaim telah berhasil memproses transaksi sebanyak Rp2,5 triliun per bulannya.

Pada awal pengembangannya, bisnis Olsera berbasis di Batam. Setelah beberapa bulan beroperasi, timnya melihat bahwa permintaan dari luar Batam semakin banyak. Di tahun ke-2 beroperasi, layanan ini sudah memiliki representatif di beberapa kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

“Batam, layaknya kota-kota lain, terus berkembang dari sisi teknologi. Begitu pula adopsi teknologi yang semakin tinggi. Namun, pada saat itu, permintaan lebih tinggi datang dari Jabodetabek. Selain itu, kita juga ingin menjangkau area yang sudah siap dan memiliki kesadaran atau awareness terhadap pemakaian teknologi serupa di hal yang lebih produktif. Hingga saat ini, kita sudah hadir di 500 kota di Indonesia.” ungkap Novendy.

Presentase kategori merchant yang memanfaatkan layanan Olsera

Eskalasi bisnis jadi fokus selanjutnya

Ketidakpastian kondisi ekonomi ketika pandemi yang masih berlanjut hingga saat ini telah memicu kesadaran akan pentingnya membangun fundamental yang kuat dalam berbisnis. Olsera sendiri mengaku sudah menyadari hal ini sebelum mereka memulai bisnis.

“Sejak 2015 kita cukup efisien dalam operasional bisnis. Di 6 bulan pertama kita masih bleeding. Namun, untungnya tim tetap solid. Masuk bulan ke-7 kita sudah bisa mencatatkan laporan keuangan yang positif. Hal ini membuat kami merasa cukup dengan cash flow yang ada hingga Covid-19 melanda Indonesia.”

Novendy mengaku bahwa ketika itu timnya tidak tahu kondisi tersebut akan berjalan berapa lama. Secara eksternal, mereka coba menghadapi isu ini dengan memberi kelonggaran kepada merchant yang usahanya terpaksa tutup di masa lockdown. Olsera juga meluncurkan layanan baru seperti dine-in dan takeaway untuk membantu merchant F&B tetap bisa berjualan.

Secara internal, tentunya kita tidak lepas dari potensi efisiensi, tetapi manajemen berusaha untuk tidak menempuh jalur itu. Secara penjualan, perusahaan menyadari bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan. Maka dari itu, mereka fokus in-touch untuk memelihara kepuasan dan kesetiaan merchant. Di sisi lain juga mengembangkan layanan baru untuk tetap optimistis.

“Saat itu, kita mulai memikirkan pendanaan eksternal. Kami mulai menjajaki potensi pendanaan dengan investor. Hingga pada Januari 2022, kita putuskan untuk menerima pendanaan dari Kejora Capital. Sampai saat ini, mereka jadi investor satu-satunya di Olsera,” jelas Novendy.

Post-funding, Olsera mulai eksplor ide-ide baru. “Ada yang berhasil, ada yang tidak. Kita fokus pada yang berhasil. Nafas kami di Olsera adalah when we do the business, we want to do it right. Sebelum sustainability startup jadi isu, kita sudah punya path to profitability. Jadi di tahun ke 2 ini, kita sudah kembali ke jalur menuju profit. Next quarter kita akan kembali mencatatkan profit,” tegasnya.

Perusahaan juga mengaku akan segera merencanakan pendanaan selanjutnya. Namun, Novendy mengungkapkan bahwa objektifnya akan berbeda dari yang sebelumnya.

Our next fundraising goal bukan bicara untuk menutup operasional. It’s not only about the cash, tapi untuk scale-up our business. The future fundraise will be purely to speed up our roadmap development dan akselerasi akuisisi selanjutnya, bukan karena kondisi kita bleeding. Sehingga kita bisa berfokus pada hal yang kreatif dan produktif, bukan sibuk memadamkan api,” pungkasnya.

Untuk target ke depannya, Olsera, melalui data-data yang mereka punya, juga ingin membantu influence dan memberi insights bagi para merchant supaya bisa lebih berkembang. “Kita akan lebih fokus untuk utilize the data. Kita juga akan masuk ke ranah machine learning dan AI namun tetap sejalan dengan kebutuhan merchant kita. Kita akan tetap fokus pada core business,” tambah Ali.

“Di samping itu, the next big thing yang kita akan lakukan adalah membawa pelanggan baru bagi para merchant, termasuk menjembatani mereka dengan merek/korporasi yang memiliki satu kesamaan visi/misi supaya bisnis UMKM bisa tumbuh lebih baik lagi. Secara roadmap kembali ke how we are going to improve efisiensi dan produktivitas dari mitra,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

POS Startup Olsera Bags 35.8 Billion Rupiah Seed Funding from Kejora-SBI Orbit Fund

The Point-of-sales (POS) platform, Olsera, announced a seed funding today (1/7) worth of $2.5 million or equivalent to 35.8 billion Rupiah from Kejora-SBI Orbit Fund — a joint managed fund between Kejora Capital (Indonesia) and SBI Holdings (Japan).

Using this fresh fund, Olsera will continue to strengthen its technology infrastructure, recruit more talent, and help digitize the MSME business players in more than 200 other cities in Indonesia.

Founded in 2014, Olsera is said to have served more than 10,000 MSMEs in 300 cities in Indonesia to digitize their business. The Olser’s POS solution is not only limited to recording transactions, users are also assisted with ERP features which include inventory management, accounting, marketing, personnel, services, and other functions.

“As fellow entrepreneurs, we understand very well that building and maintaining a business in this current situation is not an easy matter. Since 2015, we ourselves have continued to learn and focus on one thing, how Olsera can help other entrepreneurs to grow bigger by implementing technology to simplify business management,” Olsera’s Co-founder & CEO, Novendy Chen said.

Product variants as value proposition

In terms of developing POS services, Olsera directly competes with many players. Some of those are Moka, Qasir, majoo, Pawoon, Youtap, iSeller, and several others. Therefore, it is important for each player to focus on emphasizing its value proposition.

For Olsera, product innovation is the key to providing added value to its users. In 2020, the company launched the Zenwel service to make it easier for business players in the service sector to manage online reservations. Recently, they introduced the Olsera Store e-commerce enabler to help MSMEs manage online sales.

“During the pandemic, we observe some MSMEs are negatively affected by sales as they’re doing offline businesses. We launched Olsera Store for offline businesses can shift into online, therefore, they can continue run the business,” Olsera’s Co-founder & CTO, Ali Tjin said.

Ali continued, “At the same time, business players in the service sector suffer losses related to the implementation of social distancing. We wanted to help them, in order for Zenwel to grow. Specifically designed for the service business, Zenwel is equipped with calendar scheduling features, online reservations, CRM and loyalty programs to support their customer acquisition and retention.”

Tight competition in POS market

The global POS market size has reached $10.39 billion in 2021, projected to grow 9.5% from 2021 to 2028. This is indeed a very large market. In Indonesia alone, MSME ecosystem channels quite a big potential and becomes an important component in the national economy.

Kemenkop UKM data shows that around 64.2 million MSMEs have contributed to the country’s economy by 61.07 percent or Rp. 8,573.89 trillion. The government has set an ambitious target to bring 30 million MSMEs into the digital economy by 2024. As of September 2021, the Indonesian E-Commerce Association (idEA) recorder around 16.4 million (25%) had entered the digital ecosystem; almost doubled during the pandemic.

This potential encourages innovators to present the most relevant POS services, especially in the MSME segment. In our observation, some POS players have also received support from investors, even two of them have exited through acquisitions and IPOs, below is the list:

Platform Latest Funding Details
Moka AcquiredA  Acquired by Gojek at $130 million
Qasir Series A Undisclosed
Majoo Seed Funding Collecting $8,5 juta in total from two seed round
Pawoon Series A 30% shares acquired by DIVA
Youtap It’s a joint ventures of Salim Group and Youtap Global
iSeller Pre-Series B $8 million
Cashlez IPO The market cap has reached Rp354,92 billion
Olsera Seed Funding $2,5 million

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Application Information Will Show Up Here

Startup POS Olsera Terima Pendanaan Awal 35,8 Miliar Rupiah dari Kejora-SBI Orbit Fund

Startup pengembang platform point-of-sales (POS) Olsera hari ini (07/1) mengumumkan perolehan pendanaan awal $2,5 juta atau setara 35,8 miliar Rupiah dari Kejora-SBI Orbit Fund — dana kelolaan hasil kerja sama antara Kejora Capital (Indonesia) dan SBI Holdings (Jepang).

Dengan dana segar ini, Olsera akan terus memperkuat infrastruktur teknologi, merekrut lebih banyak talenta, dan membantu digitalisasi usaha para pelaku UMKM di lebih dari 200 kota lainnya di Indonesia.

Didirikan sejak 2014, Olsera mengklaim telah melayani lebih dari 10.000 UMKM di 300 kota di Indonesia untuk mendigitalkan bisnis mereka. Solusi yang dihadirkan POS Olsera bukan hanya sebatas pencatatan transaksi saja, pengguna juga dibantu dengan fitur ERP yang mencakup pengelolaan inventori, akuntansi, pemasaran, personalia, pelayanan, dan fungsi lainnya.

“Sebagai sesama pengusaha, kami sangat memahami bahwa membangun dan mempertahankan bisnis di masa seperti ini bukanlah hal yang mudah. Sejak 2015, kami sendiri terus belajar dan berfokus pada satu hal, bagaimana Olsera dapat membantu para pengusaha lainnya untuk semakin bertumbuh dengan menerapkan teknologi yang memudahkan pengelolaan usaha mereka,” ungkap Co-founder & CEO Olsera Novendy Chen.

Variasi produk jadi proposisi nilai

Tidak dimungkiri di ranah pengembangan layanan POS Olsera berhadapan langsung dengan banyak kompetitor. Sebut saja Moka, Qasir, majoo, Pawoon, Youtap, iSeller, dan masih banyak lainnya. Untuk itu, penting bagi masing-masing pemain untuk fokus menekankan proposisi nilai mereka.

Bagi Olsera, inovasi produk dijadikan kunci untuk memberikan nilai lebih kepada penggunaannya. Pada 2020 lalu, mereka meluncurkan layanan Zenwel untuk memudahkan pelaku usaha di bidang jasa untuk kelola reservasi secara online. Baru-baru ini, mereka perkenalkan layanan e-commerce enabler Olsera Store untuk membantu UMKM untuk bisa mengelola jualan secara online.

“Selama pandemi berlangsung, kami melihat cukup banyak UMKM yang terkena dampak di penjualan karena bisnis yang dimilikinya masih offline. Kami meluncurkan Olsera Store sehingga para pebisnis dapat mengubah toko offline mereka menjadi online agar dapat terus menjalankan bisnisnya,” ujar Co-founder & CTO Olsera Ali Tjin.

Ali melanjutkan, “Di saat yang sama, para pelaku usaha di bidang jasa menderita kerugian terkait penerapan social distancing. Kami ingin membantu mereka, dan dikembangkanlah Zenwel. Didesain khusus untuk lini usaha jasa, Zenwel dilengkapi dengan fitur penjadwalan kalender, reservasi online, CRM dan program loyalty untuk mendukung akuisisi dan retensi pelanggan mereka.”

Riuh kompetisi pemain POS

Secara global, ukuran pasar layanan POS secara global telah mencapai $10,39 miliar pada tahun 2021, diproyeksikan akan bertumbuh 9.5% dari 2021 sampai 2028 mendatang. Tentu ini pasar yang sangat besar, pun demikian di Indonesia, potensi datang dari ekosistem UMKM yang sangat besar dan menjadi komponen penting dalam perekonomian nasional.

Data KemenkopUKM menunjukkan sekitar 64,2 juta UMKM memiliki kontribusi terhadap perekonomian negara sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun. Pemerintah sendiri memasang target ambisius, yakni membawa 30 juta UMKM untuk masuk ke dalam ekonomi digital di tahun 2024. Per September 2021, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat sekitar 16,4 juta (25%) sudah masuk ke dalam ekosistem digital; bertumbuh hampir 2 kali lipat semasa pandemi.

Potensi tersebut mendorong para inovator untuk menghadirkan layanan POS paling relevan, khususnya di segmen UMKM. Dari catatan kami, sejumlah pemain POS juga telah mendapatkan dukungan dari investor, bahkan dua di antaranya sudah exit melalui akuisisi dan IPO, berikut daftarnya:

Platform Pendanaan Terakhir Keterangan
Moka Diakuisisi Diakuisisi Gojek senilai $130 juta
Qasir Seri A Tidak disebutkan
Majoo Pendanaan Awal Total dana yang dikumpulkan dalam 2 putaran seed $8,5 juta
Pawoon Seri A 30% saham diakuisisi DIVA
Youtap Merupakan hasil joint ventures Salim Group dan Youtap Global
iSeller Pra-Seri B $8 juta
Cashlez IPO Kapitalisasi pasarnya telah mencapai Rp354,92 miliar
Olsera Pendanaan Awal $2,5 juta
Application Information Will Show Up Here