From Social Commerce to Online Grocery, Pasarnow Scored 47 Billion Rupiah Seed Funding

Starting from a social commerce platform, startup Jamannow has established the online grocery service “Pasarnow”. This business model shifting (pivot) was welcomed by investors with the announcement of a seed funding of $3.3 million or equivalent to 47 billion Rupiah. This round was led by East Ventures with the participation of SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and several angel investors.

The startup was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. Its currently focus on simplifying the supply chain in the fresh grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform. The multi-channel approach allows them to embrace the B2B and B2C sectors at the same time. Each channel offers different prices, promotions, and key features to meet specific customer needs.

“Ensuring the freshness of products when they arrive at customers is a big challenge for businesses in the fresh food sector. Food products such as fruits, vegetables, and frozen meats are perishable, therefore, requiring fast delivery with well-controlled temperatures, and ultimately causing high logistics costs,” Pasarnow’s Co-founder & CEO, James Rijanto said.

“That’s why Pasarnow is investing heavily in technology and operational infrastructure to solve this problem. Moreover, Pasarnow’s multi-channel platform helps us achieve faster economies of scale and create greater efficiencies in our operations,” he added.

In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, more than 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules. That way, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients.

Currently, Pasarnow operates in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 daily workers and driver partners.

Pasarnow will use the fresh funds to expand into new cities, recruit talent, improve its data and technology infrastructure and build micro warehouses, Frontline Mini Hubs (FMH). In order to complement the 10 hubs that are currently availbale across Jabodetabek, FMH will be built in densely populated areas and equipped with special storage devices for fresh and frozen foodstuffs.

Online grocery investment keeps pouring

On the same day (07/9), another online grocery startup, Segari, also announced funding in the Series A round, led by a venture arm owned by Gojek. This adds to the long list of startups in related fields receiving funding since the pandemic. Based on DailySocial.id’s data, since Q2 2020 [the early period of the pandemic] until now, there have been 10 investments, including:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Changes in consumer shopping behavior due to the pandemic pose new challenges in the grocery industry. Customers demand fresh and high-quality products every day amid complex grocery supply chains. Pasarnow is here to address these challenges by eliminating inefficiencies through a data-driven business model. With heavy growth since last year, we believe that the Pasarnow team can accelerate their operational capacity building and business development,” East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said.

It is said that the retail market value of foodstuffs in Indonesia was estimated to have reached $108 billion in 2019, but online grocery only contributed less than 1%. Under current conditions, the size of the online grocery market is expected to increase by around $13 billion by 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dari Social Commerce Menjadi Online Grocery, Pasarnow Bukukan Pendanaan Awal 47 Miliar Rupiah

Berawal dari platform social commerce, startup Jamannow kini mantapkan layanan online grocery “Pasarnow”. Peralihan model bisnis (pivot) ini disambut baik investor dengan diumumkannya pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 47 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin East Ventures dengan partisipasi SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Kini fokus utama mereka menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan segar dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel. Pendekatan multi-channel memungkinkan mereka merangkul sektor B2B dan B2C sekaligus. Setiap channel menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan.

“Memastikan kesegaran produk saat sampai di pelanggan merupakan sebuah tantangan besar bagi pelaku bisnis di sektor bahan makanan segar. Produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik,” ujar Co-founder & CEO Pasarnow James Rijanto.

“Itu sebabnya Pasarnow banyak berinvestasi di teknologi dan infrastruktur operasional untuk memecahkan masalah ini. Selain itu, platform multi-channel Pasarnow membantu kami mencapai skala ekonomis yang lebih cepat dan menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam operasional kami,” imbuhnya.

Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik. Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang.

Saat ini Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Dana segar yang didapat akan dimanfaatkan Pasarnow ekspansi ke kota-kotabaru, merekrut talenta, meningkatkan infrastruktur data dan teknologinya serta membangun gudang mikro, Frontline Mini Hubs (FMH). Untuk melengkapi 10 hub yang saat ini sudah tersebar di Jabodetabek, FMH akan dibangun di daerah padat penduduk dan dilengkapi dengan alat penyimpanan khusus bahan makanan segar dan beku.

Investasi startup online grocery terus mengalir

Di hari yang sama (07/9), startup online grocery lain yakni Segari juga mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A. dipimpin lengan ventura milik Gojek. Ini menambah panjang daftar startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan sejak masa pandemi. Dari catatan DailySocial.id, sejak Q2 2020 [masa awal pandemi] hingga sekarang, ada 10 investasi yang dibukukan, meliputi:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Perubahan perilaku belanja konsumen akibat pandemi memberikan tantangan baru di industri bahan makanan. Pelanggan menuntut produk segar dan berkualitas tinggi setiap hari di tengah rantai pasok bahan makanan yang kompleks. Pasarnow hadir untuk mengatasi tantangan tersebut dengan menghilangkan inefisiensi lewat model bisnis berbasis data. Dengan pertumbuhan yang kuat sejak tahun lalu, kami percaya bahwa tim Pasarnow dapat mempercepat peningkatan kapasitas operasional dan pengembangan bisnis mereka,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Turut disampaikan, nilai pasar ritel bahan makanan di Indonesia diperkirakan telah mencapai $108 miliar pada tahun 2019, namun online grocery baru berkontribusi kurang dari 1%. Dengan kondisi yang ada sekarang, ukuran pasar online grocery diperkirakan akan meningkat sekitar $13 miliar pada tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Hypefast Dikabarkan Mendapat Pendanaan Seri A Senilai 203,5 Miliar Rupiah (UPDATED)

*Pembaruan per 23 July 2021: Pihak Hypefast mengoreksi bahwa perusahaannya mengakuisisi startup “Digital & E-commerce Native Brands” alih-alih “Direct to Consumer”. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal distribusi brand produk, yakni melalui e-commerce dan kanal sendiri.

Hypefast dikabarkan telah membukukan pendanaan seri A senilai $14 juta atau setara 203,5 miliar Rupiah. Dari data yang kami peroleh, putaran ini dipimpin oleh Monk’s Hill Ventures dengan partisipasi Jungle Ventures, Strive, dan Amand Ventures.

Ketika dihubungi, Founder & CEO Hypefast Achmad Alkatiri memilih tidak memberikan komentar terkait pendanaan ini.

Ia menyampaikan, saat ini perusahaannya sedang fokus untuk menumbuhkan merek yang ada dalam portofolionya. Sampai saat ini, sudah ada lebih dari 20 brand yang ada dalam jaringannya, mengelola lebih dari 150 tim di seluruh Asia Tenggara. Dengan model bisnis yang dijalankan, Hypefast juga mengaku sudah profitable sejak tahun pertamanya.

Seperti diketahui, Hypefast berinvestasi dan mengakuisisi startup “Digital & E-commerce Native Brands” yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi brand global. Selain dukungan kapital, di dalamnya pemilik merek juga mendapatkan banyak dukungan mulai dari pemasaran, produksi dan operasi, hingga pemanfaatan data untuk membantu analisis bisnis.

Brand yang diakuisisi seperti pengembang produk busana, makanan, perawatan tubuh, dan lain sebagainya — yang diproduksi, dipasarkan, dan dijual secara langsung ke konsumen melalui berbagai kanal, khususnya online marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dll. Dua contoh startupnya adalah Boonles dan NOORE Sport Hijab.

D2C mendapat momentum

Startup D2C atau new economy memang tengah menjadi perhatian di tengah perkembangan digital saat ini.  Di Indonesia juga mulai ada beberapa investor yang mulai menjamah secara serius startup D2C, di antaranya East Ventures, Alpha JWC Ventures, ANGIN, BRI Ventures, dan Salt Ventures.

Di kancah global, khususnya Amerika Serikat, putaran investasi ke startup D2C sudah cukup kencang sejak beberapa tahun terakhir. Kendati demikian, menurut data CBInsights, secara global performanya menurun di tahun 2020, salah satunya diakibatkan oleh pandemi.

Di Indonesia D2C justru seperti tengah mendapatkan momentum di tengah kehadiran [yang cukup marak] generasi entrepreneur baru. Faktor penting yang menjadi penyokong adalah tingginya minat konsumen dalam berbelanja di platform online marketplace – setiap tahun trennya mengalami pertumbuhan pesat membukukan GMV yang signifikan. Data terbaru dari Google, Temasek, dan Bain&Company per tahun 2020 GMV e-commerce Indonesia mencapai $32 miliar, terbesar di regional.

Kreativitas pemasaran melalui kanal digital, seperti media sosial, membuat para pengembang brand mendapat perhatian dan meraup untung dari pasar lokal. Strateginya bermacam-macam, ada yang berkolaborasi untuk menghadirkan produk limited bersama influencer ternama, membuat strategi pemasaran viral, dan lain-lain.

Di samping itu menurut survei yang dilakukan Facebook, ada kecenderungan konsumen di Indonesia untuk membeli produk dari banyak brand. Ini menjadikan kompetisi pasar menjadi lebih dinamis, dibanding dengan basis konsumen yang loyal terhadap produk tertentu saja.

Raksasa digital di Indonesia juga memiliki perhatian khusus ke startup D2C. Misalnya yang dilakukan decacorn Gojek, mereka memanfaatkan program akselerator Xcelerate untuk menjaring startup D2C lokal untuk dibina dan dibantu melalui kekuatan di ekosistem layanannya.

Kevin Aluwi and Some VCs Participate in GoTrade’s Seed Funding

Last Friday (6/25) Singapore-based equity investment platform Gotrade announced a $7 million seed funding led by LocalGlobe. In this round, Gojek’s Co-Founder & CEO, Kevin Aluwi participated as an angel investor.

Some local venture capitalists were involved, including Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and Brama One Ventures. Also, a Surabaya-based venture capitalist who has invested in a number of startups, including Ayoconnect, Halodoc, NalaGenetics, and others.

Gotrade offers a seamless experience of trading from the United States stock exchange. Currently, this service has been accessible for users in Indonesia on a limited basis. Since its launch, until now, it’s still using the invitation model for new users.

The model requires potential users to first get an invitation from the previous user. It is due to the early stage of the application. Gotrade’s statistic have shown more than 100 thousand users 13 weeks since the application’s launch.

This startup was founded in 2019 by David Grant, Norman Wanto, and Rohit Mulani. They are currently participating in the Y Combinator accelerator program [YC being one of the initial investors].

One of the value propositions Gotrade offers is to break down geographic restrictions for investments, by not charging commissions and removing the minimum deposit size. Users from 150 countries can buy fractional shares in the Dow Jones, S&P 500, and NASDAQ starting at $1.

Investment platforms or wealthtech are getting quite popular in Indonesia, along with increasing young people (millennials and Gen Z) interest to start investing. Several local startups developing related services received lots of support from investors. For example, Ajaib just completed the series A funding round last March 2021 with a total value of 1.3 trillion Rupiah. It is after Sequoia’s announcement of IDR 938 billion additional funding in May 2021.

Apart from that, there are many other platforms offering investment services with various instruments. Those that also provide access to the US stock exchange are Pluang – limited to the S&P 500; they are also supported by Go-Ventures as investors and currently integrated in the Gojek service ecosystem.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kevin Aluwi dan Sejumlah VC Lokal Turut Terlibat dalam Pendanaan Awal Gotrade

Jumat (25/6) lalu platform investasi saham asal Singapura, Gotrade, mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $7 juta yang dipimpin oleh LocalGlobe. Di putaran tersebut, Co-Founder & CEO Gojek Kevin Aluwi turut serta menjadi angel investor.

Sejumlah pemodal ventura lokal juga terlibat di dalamnya, di antaranya Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Brama One Ventures. Yang terakhir adalah pemodal ventura berbasis di Surabaya yang telah berinvestasi di sejumlah startup, termasuk Ayoconnect, Halodoc, NalaGenetics, dan lain-lain.

Gotrade sendiri hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Saat ini layanan tersebut juga sudah bisa diakses oleh pengguna di Indonesia secara terbatas. Sejak diluncurkan, hingga saat ini, mereka masih menjalankan model undangan bagi pengguna barunya.

Model tersebut mengharuskan calon pengguna untuk terlebih dulu mendapatkan undangan dari pengguna sebelumnya. Hal ini dilakukan lantaran aplikasi memang masih di tahap awal. Statistik yang disampaikan Gotrade telah menggaet lebih dari 100 ribu pengguna sejak 13 minggu aplikasi diluncurkan.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh David Grant, Norman Wanto, dan Rohit Mulani. Mereka juga tengah bergabung dalam program akselerator Y Combinator [YC menjadi salah satu investor tahap awalnya].

Salah satu proposisi nilai yang coba ditawarkan Gotrade, mereka meleburkan batasan geografis untuk investasi, dengan tidak memungut komisi dan menghapus ukuran setoran minimum. Pengguna dari 150 negara dapat membeli saham pecahan di Dow Jones, S&P 500, dan NASDAQ mulai dari $1.

Platform investasi atau wealthtech memang cukup berkembang di Indonesia, seiring meningkatkan kemauan kalangan muda (milenial dan gen Z) untuk mulai berinvestasi sejak dini. Beberapa startup lokal yang mengembangkan layanan terkait juga mendapatkan dukungan yang cukup baik dari investor. Misalnya Ajaib, bulan Maret 2021 lalu mereka baru merampungkan putaran pendanaan seri A dengan total nilai mencapai 1,3 triliun Rupiah. Setelah Sequoia juga mengumumkan pendanaan lanjutan 938 miliar Rupiah pada Mei 2021.

Di luar itu, juga masih banyak platform lain yang tawarkan layanan investasi dengan berbagai instrumen. Adapun yang juga memberikan akses ke bursa saham AS adalah Pluang – baru terbatas S&P 500; mereka juga didukung Go-Ventures sebagai investor, saat ini juga terintegrasi di ekosistem layanan Gojek.

Application Information Will Show Up Here

The Used Car Sales Platform TiinTiin.id Secures Seed Funding Worth of 36 Billion Rupiah

TiinTiin.id.id, began its journey by introducing an online platform for used cars and motorcycles on sale. It uses the auction system, allowing registered agents to bid on desired vehicles at the best price.

In its debut, the company secured US$ 2.5 million funding or equivalent to 36 billion Rupiah. The first round was led by their own CEO Rolf Monteiro, supported by Amand Ventures and PT Luminary Media Nusantara.

Currently, TiinTiin.id applied Consumer to Business (C2B) as a business model, however, they will start adding B2B2C models after this funding, particularly for motorcycle. The plan is to be realized in Q4 this year.

They are quite optimistic about business growth, as the research showed, the used vehicle sales market in Southeast Asia will reach US$ 32 billion. On that reason, TiinTiin.id is quite ambitious for regional expansion in 2021.

TiinTiin.id was founded by Rolf X. Monteiro, a Dutch-Indonesian businessman. Previously, he was known as the founder and CEO of BeliMobilGue, a portal that offers a similar business concept. He “exit” 26 months after the business started, after the majority of shares were acquired by the OLX group. Recently, BeliMobilGue also announced a rebranding to OLX Autos as a result of the corporate action. Aside from TiinTiin.id, he also serves as CEO of SEAuto Group.

Rolf Monteiro
TiinTiin.id’s CEO, Rolf Monteiro / TiinTiin

To date, TiinTiin.id has a retail network in the Greater Jakarta area. Since it was launched at the Q2 2020, they claim to have collected nearly US$ 7 million GMV.

“Covid-19 forced buyers to reconsider buying a new car, while the used car market surged. Some people decided not to use public transportation, others might need to switch their vehicles. This led to a surge in used car sales this year. This is in line with the world trend, used car sales rose 106% in the period May to April, and 13.3% year-on-year,” Monteiro said.

In 2018, the DSResearch team presented interesting survey results related to digital platforms for vehicle purchases titled  Car Marketplace Survey 2018 report. As many as 96.02% of respondents said using a digital platform to search, buy or sell their cars. While BeliMobilGue (44.24%), CarSome (24.52%), and Carro (20.71) became the most popular platforms for selling cars.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Penjualan Kendaraan Bekas TiinTiin.id Bukukan Pendanaan Awal 36 Miliar Rupiah

TiinTiin.id.id, mulai debut dengan memperkenalkan platform online untuk penjualan mobil dan motor bekas. Mereka menerapkan sistem lelang, memungkinkan para agen yang tergabung di dalamnya untuk menawar kendaraan yang hendak dijual pengguna dengan harga terbaiknya.

Di fase awalnya, mereka baru membukukan pendanaan awal senilai US$2,5 juta atau setara 36 miliar Rupiah. Putaran pertama pendanaan ini dipimpin oleh CEO mereka sendiri Rolf Monteiro, didukung oleh Amand Venturs dan PT Luminary Media Nusantara.

Saat ini model bisnis yang diterapkan TiinTiin.id adalah Consumer to Business (C2B), namun setelah pendanaan ini mereka akan mulai menambah model B2B2C khususnya untuk penjualan sepeda motor. Ditargetkan rencana tersebut akan terealisasi pada Q4 tahun ini.

Mereka cukup optimis dengan pertumbuhan bisnis, karena menurut hasil riset yang disampaikan, pasar penjualan kendaraan bekas di Asia Tenggara akan mencapai US$32 miliar. Untuk itu, TiinTiin.id pun cukup ambisius canangkan misi untuk lakukan ekspansi regional di tahun 2021 mendatang.

TiinTiin.id didirikan oleh Rolf X. Monteiro, seorang pengusaha berkebangsaan Belanda-Indonesia. Sebelumnya ia dikenal sebagai pendiri dan CEO BeliMobilGue, sebuah portal yang tawarkan konsep bisnis serupa. Ia “exit” 26 bulan setelah bisnis berjalan, pasca mayoritas saham diakuisisi grup OLX. Kemarin, BeliMobilGue juga baru umumkan rebranding menjadi OLX Autos sebagai buah dari aksi korporasi tersebut. Selain di TiinTiin.id, ia juga menjabat sebagai CEO SEAuto Group.

Rolf Monteiro
CEO TiinTiin Rolf Monteiro / TiinTiin

Saat ini TiinTiin.id telah memiliki jaringan ritel di kawasan Jabodetabek. Sejak diperkenalkan awal Q2 2020, mereka mengklaim sudah mengumpulkan GMV hingga US$7 juta.

“Covid-19 membuat pembeli mobil baru mempertimbangkan kembali, sementara pasar mobil bekas melonjak. Beberapa kalangan masyarakat memutuskan untuk tidak menggunakan transportasi umum, yang lain mungkin perlu menukar kendaraan mereka. Ini menyebabkan lonjakan penjualan mobil bekas tahun ini. Ini selaras dengan tren di seluruh dunia, penjualan mobil bekas naik 106% di periode Mei hingga April, dan 13,3% tahun-ke-tahun” ujar Monteiro.

Sebelumnya dalam laporan Car Marketplace Survey 2018, tim DSResearch memaparkan hasil survei menarik terkait platform digital untuk pembelian kendaraan. Sebanyak 96,02% responden mengatakan menggunakan platform digital utnuk mencari, membeli, atau menjual mobilnya. Sementara BeliMobilGue (44,24%), CarSome (24,52%), dan Carro (20,71) jadi platform paling populer untuk menjual mobil.

Dapat Pendanaan Pra-Seri A, Qontak Mantapkan Diri sebagai Platform “Social CRM”

Qontak yang dulu sempat dikenal sebagai penyedia informasi kontak bisnis, kini makin perkuat lini bisnis ke ranah B2B dengan menghadirkan solusi berupa platform “Social CRM”. Kepada DailySocial, CEO Qontak Brendan Rakphongphairoj menyebut mereka sebagai “The First Social CRM in Indonesia and Southeast Asia”. Mereka juga baru saja mengamankan pendanaan pra-seri A yang akan digunakan untuk memperkuat posisinya di pasar.

Putaran tersebut dipimpin oleh Azure Ventures, dengan keterlibatan Amand Ventures dan SeaCap Venture. Investornya di tahap awal juga turut terlibat, yakni Indonusa Dwitama. Mengenai detail nominal, pihak Qontak enggan untuk menginformasikan.

“Social CRM menghubungkan bisnis lebih dekat dengan klien, prospek, dan tim melalui solusi pelacakan dan automasi. Basis klien kami telah berkembang dan jumlah industri yang kami layani sangat luas. Solusi kami mendukung UKM, Fortune 500 dan BUMN,” terang Brendan.

Qontak mengklaim saat ini mereka sudah membantu lebih dari 100 bisnis di bidang distribusi, teknologi, asuransi, dan masih banyak lagi. Pihaknya cukup optimis bisa terus berkembang dan menjadi perusahaan penyedia Social CRM yang mampu membantu klien tumbuh dan berkembang.

“Qontak bertujuan untuk menyediakan solusi teknologi penjualan yang terjangkau untuk semua bisnis di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara,” ujar Brendan ketika ditanya rencananya setelah mendapatkan pendanaan.

Sebagai penyedia solusi B2B, mereka memiliki beberapa solusi utama seperti CRM, HR Tracking, KPI Tracking, sistem pemesanan dan pembelian, integrasi percakapan aplikasi pesan, solusi call center, dan omni-channel untuk saluran e-commerce.

Application Information Will Show Up Here

Pomona Receives Over 41 Billion Rupiah Series A Funding

The platform developer for omnichannel and marketing solution “Pomona”, today announced Series A funding. It touches $3 million or equivalent to 41.8 billion Rupiah, led by Vynn Capital supported by Ventech China, Amand Ventures, Stellar Kapital, and Central Capital Ventura. It consists of two stages, the first one closed last year.

“This round we called series A-2 because it consists of two rounds. We already closed for the first round last year (undisclosed), then the next round this year. We closed a new round due to the acceleration of new product development,” Pomona’s Founder & CEO, Budiman to DailySocial.

The funding is to be allocated to the penetration of its new service, including to accelerate product development and new staff recruitment. As previously known, the company has shifted focus before on solution to help FMCG (fast-moving consumer goods) business and CPG (consumer packaged goods) to improve sales conversion for the product campaign through the end-to-end solution.

In terms of users, Pomona is currently offered cashback for various products consumer’s bought from minimarket or supermarket. Users just have to upload the bills to the platform. Whether any related products having promos, cashback will directly be sent into their account.

“By offering cashback and intensive discount, we can get the consumers to connect with brands while making an equal financial benefit to the people,” Benz said.

Developing a consumer analysis service

In helping the brand to maximize product penetration, Pomona provides a series of services. One is the analytics tools for measuring consumer’s involvement level, offline sales conversion, and marketing campaign effectivity.

They also develop a solution based on “white label”. It allows certain brands to deliver presents directly to consumers, as part of the loyalty program. They also gain revenue from analytics tools subscription and fee from the verified transactions.

Since it was founded by Benz Budiman (CEO) and Ari Suwendi (CTO) on May 2016, Pomona runs a B2B2C model. Some FMCG and CPG companies are currently using its services, such as Unilever, Japfa, ABC President, Sosro, Frisian Flag, and others.

We have plans to improve the analysis capability to help brands measuring effectivity for market penetration. It includes improving the connection of the company with producers and distributors, for more transparent business.

“For most of the customer’s interaction with the product happened offline, brands have difficulty in measuring the coverage and engagement in the market. FMCG and CPG companies can get related insights on consumer behavior and adjust their strategy through our solution,” he added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Pomona Dapatkan Pendanaan Seri A Lebih dari 41 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform omni-channel dan solusi pemasaran “Pomona” hari ini (24/7) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A. Nilainya mencapai $3 juta atau setara 41,8 miliar Rupiah, dipimpin oleh Vynn Capital dengan dukungan Ventech China, Amand Ventures, Stellar Kapital, dan Central Capital Ventura. Pendanaan ini terbagi ke dalam dua tahapan, fase pertama diselesaikan pada tahun lalu.

“Pendanaan ini kami sebut series A-2, karena kami dapatkan dalam dua putaran. Kami menutup putaran seri A pertama tahun lalu (undisclosed), lalu putaran berikutnya di tahun ini. Kita closed round baru karena kebutuhan untuk mengakselerasi pengembangan produk baru,” ujar Founder & CEO Pomona Benz Budiman kepada DailySocial.

Pendanaan ini akan difokuskan untuk peningkatan penetrasi layanan baru Pomona, termasuk mengakselerasi pengembangan produk dan perekrutan staf baru. Seperti diketahui sebelumnya, perusahaan sempat melakukan perubahan fokus bisnis pada solusi yang membantu bisnis FMCG (fast moving consumer goods) dan CPG (consumer packaged goods) meningkatkan sales conversion pada kampanye produk mereka melalui solusi end-to-end.

Sejauh ini, dari sisi pengguna, layanan Pomona memungkinkan pengguna mendapatkan cashback untuk berbagai produk yang dibeli konsumen dari minimarket atau sueprmarket. Caranya pengguna hanya perlu mengunggah struk belanja ke platform. Nantinya jika ada produk terkait yang tengah melakukan promo, saldo cashback akan dimasukkan ke akun pengguna di aplikasi Pomona.

“Dengan menawarkan cashback dan intensif potongan harga, kami dapat mendorong konsumen untuk terhubung dengan brand, sembari memberikan manfaat finansial yang nyata pada masyarakat,” terang Benz.

Kembangkan layanan analisis konsumen

Untuk membantu brand memaksimalkan penetrasi produk, Pomona hadirkan serangkaian layanan. Salah satunya berupa alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keterlibatan konsumen, konversi penjualan offline, dan efektivitas kampanye pemasaran.

Mereka juga kembangkan solusi berbasis “white label”. Mungkinkan brand tertentu berikan hadiah keanggotaan secara langsung kepada konsumen, sebagai bagian dari program loyalitas. Pomona sendiri dapatkan pendapatan melalui sistem berlangganan alat analisis dan komisi dari transaksi yang telah diverifikasi.

Sejak didirikan pada tahun Mei 2016 oleh Benz Budiman (CEO) dan Ari Suwendi (CTO), Pomona menjalankan model B2B2C. Saat ini beberapa perusahaan pengusung produk FMCG dan CPG sudah memanfaatkan layanannya, di antaranya Unilever, Japfa, ABC President, Sosro, Frisian Flag, dan lainnya.

Rencana ke depan, mereka akan tingkatkan kapabilitas analisis untuk dapat membantu brand bisa mengukur efektivitas strategi penetrasi pasar. Termasuk untuk meningkatkan hubungan perusahaan dengan pemasok dan pengecer, demi proses bisnis yang lebih transparan.

“Karena sebagian besar interaksi konsumen dengan produk terjadi di ruang offline, brand merasa sangat sulit untuk mengukur efektivitas jangkauan dan keterlibatan di pasar. Melalui solusi kami, perusahaan FMCG dan CPG dapat memperoleh pemahaman yang baik tentang perilaku konsumen dan menyesuaikan strategi mereka,” tutup Benz.

Application Information Will Show Up Here