Jungle Ventures Tutup Dana Kelolaan Keempat Senilai 8,8 Triliun Rupiah

Jungle Ventures menutup dana kelolaan keempat (Fund IV) senilai $600 juta atau sekitar 8,8 triliun Rupiah. Pendanaan ini membawa total Aset Under Management (AUM) yang dikelola Jungle Ventures melampaui $1 miliar atau 14,6 triliun Rupiah.

Berdasarkan keterangan resminya, Fund IV disebut mengalami permintaan berlebih (oversubscribe) dari target awal senilai $350 juta. Lebih dari 50% pendanaan disuntik oleh investor existing, termasuk Temasek, International Finance Corporation, FMO, DEG, serta investor global baru, seperti StepStone Group.

Adapun, dari total pendanaan yang diperoleh, sebesar $450 juta merupakan investasi utama, sedangkan sisanya $150 juta masuk ke dalam komitmen tambahan.

Catatkan pertumbuhan AUM 100x

Jungle Ventures didirikan oleh Amit Anand dan Anurag Srivastava pada 2012 dengan pendanaan awal senilai $10 juta. Sejak itu, Jungle Ventures mencatat pertumbuhan AUM 100 kali dalam 10 tahun dengan berpegang pada visi “build to last.

Jungle Ventures berupaya mendorong pelaku usaha di India dan Asia Tenggara yang tangguh teruji waktu, terukur, dan konsisten. Pihaknya menyebut portofolionya memiliki enterprise value lebih dari $12 miliar dengan hanya menginvestasikan sebesar $250 juta dan rasio kerugian kurang dari 5%.

Jungle Ventures telah menanamkan investasi di sejumlah vertikal bisnis, mulai dari digital bank, social commerce, Web3, hingga SaaS. Tesis investasinya adalah ide bisnis berbasis teknologi yang capital-efficient yang dapat mengakomodasi kebutuhan konsumen dan UMKM. Pihaknya juga membidik perusahaan yang berdiri di Asia dan ingin berkembang ke skala global.

Beberapa portofolio Jungle Ventures di Indonesia mencakup Kredivo, Sociolla, Evermos, Hypefast, dan Waresix. Kredivo termasuk salah satu portofolio yang menerima pendanaan tahap awal (seed) dari Jungle Ventures hingga mencapai status unicorn.

Fokus investasi

Founding Partner Jungle Ventures Amit Anand mengatakan pihaknya telah membantu portofolio dalam mencapai pertumbuhan dan regionalisasi bisnis untuk memimpin pasar konsumen yang luas dan berkembang cepat di dunia.

“Dengan Fund IV, Jungle Ventures bertujuan memperkuat posisi ini sambil melanjutkan pendekatan membangun ‘portofolio yang terkonsentrasi’, dengan membuat proyeksi 15-18 investasi di India dan Asia Tenggara,” ungkap Anand.

Untuk merealisasikan target ini, Jungle Ventures terus mengembangkan talenta-talent yang dimilikinya. Baru-baru ini, Jungle Ventures telah mempromosikan Yash Sankrityayan, Sandeep Uberoi, dan Manpreet Ratia sebagai Managing Partner di perusahaan, bergabung dengan jajaran kepemimpinan Jungle, yang terdiri dari David Gowdey, dan Founding Partners Amit Anand dan Anurag Srivastava.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id di 2020, Amit Anand mengungkap melakukan pendekatan investasi portofolio yang terkonsolidasi dengan agenda membantu pengembangan kepemimpinan secara langsung, memberikan modal jangka panjang, sekaligus membantu penataan neraca keuangan, berinvestasi bersama, dan kemitraan strategis.

“Kami percaya bahwa teknologi dapat menghubungkan manusia antarkota dan negara dengan tetap beradaptasi dengan budayanya. Kami berinvestasi pada founder yang memiliki visi sama dalam menghubungkan ekonomi digital ini untuk mengatasi keterbatasan dalam model bisnis dan pangsa pasar.” Ungkapnya kala itu.

Jungle Ventures Jelaskan tentang Filosofi dan Target Investasinya

Jungle Ventures adalah salah satu pemodal ventura yang memiliki fokus investasi di Asia Tenggara. Baru-baru ini mereka sampaikan capaian melalui dana kelolaannya yang mencapai $352 juta. Selama lima tahun, 35 startup telah diinvestasi — beberapa di antaranya berbasis di Indonesia, seperti Sweet Escape, Kredivo, RedDoorz, Sociolla, dan Waresix.

Menariknya, banyak dari portofolionya tersebut mendapatkan laju bisnis yang cukup signifikan di tengah pandemi. Ambil contoh, Waresix yang telah capai nilai di atas $100 juta melalui pendanaan seri B. Juga Sociolla yang berhasil bukukan pendanaan $58 kita dalam putaran seri E mereka. Untuk itu, Founding Partners Jungle Ventures Amit Anand menegaskan tekadnya untuk terus mendalami kerja samanya dengan ekosistem startup di Indonesia.

DailySocial berkesempatan untuk berbincang dengan Amit mengenai beberapa rencananya di Indonesia.

Filosofi investasi

Cakupan investasi Jungle Ventures cukup merata, dari startup di tahap awal (early stage) hingga tahap lanjut (growth stage). Mengawali obrolan, kami menyuguhkan pertanyaan yang mungkin cukup “retoris” tapi penting untuk memahami dasar mereka dalam berinvestasi. “Apakah Anda berinvestasi pada founder atau model bisnis?”

Tanpa ragu Amit mengatakan, bahwa mereka selalu mengutamakan founder. “Kami berinvestasi pada pemimpin masa depan yang mampu membangun bisnis berkelanjutan. Jadi terlepas dari unit ekonomi, ukuran pasar, dan jalur profitabilitas, komitmen waktu dan modal kami bernar-benar pada ada pada founder itu sendiri,” tegasnya.

“Built to Last” menjadi filosofi yang dipegang erat oleh Jungle Ventures. Landasan prinsipil tersebut memungkinkan mereka untuk membangun portofolio melalui startup unggulan di setiap kategori. Misalnya mereka memilih fokus pada Kredivo untuk layanan keuangan, Pomelo untuk fesyen, Reddoorz untuk perjalanan, Waresix untuk logistik, dan sebagainya.

Jungle Ventures melakukan pendekatan investasi portofolio yang terkonsolidasi. Dilakukan melalui beberapa agenda termasuk membantu pengembangan kepemimpinan secara langsung, memberikan modal jangka panjang, sekaligus membantu penataan neraca keuangan, berinvestasi bersama, dan kemitraan strategis.

“Kami juga percaya akan pentingnya menarik dan mempertahankan talenta terbaik, sehingga startup dapat meningkatkan pertumbuhan [..] (Melalui pendekatan itu) saat ini, portofolio startup Jungle Ventures dihargai lebih dari $4 miliar, tumbuh hampir 4,5x lipat sejak dimulai, dan masih terus berkembang,” imbuh Amit.

Ia melanjutkan, “Kami percaya bahwa teknologi dapat menghubungkan manusia antarkota dan negara dengan tetap beradaptasi dengan budayanya. Kami berinvestasi pada founder yang memiliki visi sama dalam menghubungkan ekonomi digital ini untuk mengatasi keterbatasan dalam model bisnis dan pangsa pasar.”

Target investasi

Secara spesifik Amit menyebutkan, bahwa akan menggulirkan 5-6 investasi setiap tahunnya, terlepas dari kondisi krisis atau tidak. Setiap tahun ada beberapa tema yang difokuskan, misalnya terkait consumer tech, digitalisasi UKM, dan SaaS. Potensi pasar yang ada di Indonesia jelas menjadi pertimbangan penting. Ia juga menekankan, pentingnya bekerja sama dengan founder Indonesia dengan ambisi regional dan global yang melebihi pasar domestiknya.

Pertumbuhan bisnis menjadi upaya yang ingin dilakukan bersama. “Founder sering kali dilatih untuk membuat langkah gila menuju pertumbuhan pendapatan sebagai cara satu-satunya untuk sukses. Mencoba memaksa perusahaan $1 juta menjadi $100 juta sebelum siap, maka pasti akan gagal. Di Jungle, pendekatan kami untuk membangun bisnis adalah dengan memprioritaskan pertumbuhan berkelanjutan daripada pertumbuhan yang dipercepat,” jelas Amit.

Poinnya, komitmen mereka untuk berinvestasi jangka panjang maka berimplikasi pada pemikiran dan kemitraan jangka panjang pula. “Kami ingin membangun Microsoft atau Google berikutnya di Asia dan kami tahu bahwa ini tidak dapat dilakukan hanya dalam beberapa tahun. Lebih dari sebelumnya, kami yakin bahwa hanya bisnis yang merencanakan ketidakpastian dan mampu berpikir jangka panjang yang akan sukses ke depannya.”

Penyesuaian pandemi

Covid-19 jelas membuat pemodal ventura berbagai hal secara berbeda. Berbagai keterbatasan yang diakibatkan pandemi menggerakkan konsumen untuk mengadopsi layanan online secara lebih cepat. Amit dan tim juga melihat peningkatan transformasi digital luar biasa yang terjadi tahun ini, dibandingkan lima tahun terakhir, terutama di pasar ritel Indonesia. Diproyeksi pada Q4 nanti akan melampaui besaran di India.

“Kami melihat dampak positif di beberapa startup teknologi. Misalnya, salah satu perusahaan portofolio kami Builder.ai (platform yang memungkinkan Anda membuat dan mendesain aplikasi seluler secara mandiri) telah melihat minat konsumen yang signifikan dan pertumbuhan secara keseluruhan. Builder.ai telah berubah dari 45 hari menjadi hanya 48 jam untuk menutup kesepakatan,” imbuh Amit.

Ia juga meyakini, sepuluh tahun ke depan wilayah Asia Tenggara sebagian besar akan menjadi ekonomi digital dengan tingkat digitalisasi yang masif seperti China saat ini, dengan ritel online berkontribusi hampir sepertiga.

Namun beberapa startup di lanskap tertentu mendapatkan dampak yang kurang baik. Nasihat yang selalu disampaikan ke portofolio adalah berpegang teguh pada filosofi Build to Last. “Kami percaya bahwa kesuksesan perusahaan sangat terletak pada kemampuan pendirinya untuk belajar, beradaptasi, dan membimbing tim melalui manajemen perubahan. Mereka yang mampu melakukannya akan bisa melewati ketidakpastian, bukan hanya pandemi ini.”