Bonza Big Data Startup Provides Companies Analysis Based Decision Making

Bonza big data startup officially launched after announcing the seed funding from East Ventures with undisclosed value. The fresh money will be used to develop technology and products, and support the company’s expansion.

This startup was founded by Elsa Chandra and Philip Thomas. The two met while working at Traveloka. Elsa manages Traveloka’s investment, while Philip leads one of the data science teams tasked with implementing the big data model for product development and improvement.

Bonza’s Co-Founder Elsa Chandra said the startup was built out of a belief that there was a significant gap between leading-edge research of machine learning and AI and its implementation in the field. The company can be a bridge to close the gap.

“Our mission is to help companies translate the data they have from various sources, both structured and not, integrate the data, then use artificial intelligence and machine learning solutions to help them make decisions at an optimal scale,” he explained in an official statement yesterday ( 5/26).

Bonza,’s solution, he continued, can be used for everyone in the company, from data analysts who need products to simplify data processing, company leaders, and frontlines in need of data to make decisions.

In addition, the company is claimed to be able to improve data quality and integrate data from various sources into a single source of truth. This ensures there is no anticardiographic information barrier and provides management with a 360-degree view of all company data. “This solution is not provided by most data analysis companies.”

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner Willson Cuaca added, the team has captured Bonza because there were problems that occurred within the company. Decision making and calculating the impact based on different sources of unstructured and not sequential information is very difficult. This is a challenge in every industry sector.

“Through this investment, Bonza is expected to be able to build a platform that facilitates decision making and monitors the results of these decisions by presenting insights, which result from processing unstructured data,” he said.

Yesterday (5/26) another big data startup, Delman, has announced funding of 23.6 billion Rupiah from Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, and Qlue. The company offers similar service, trying to provide convenience to various groups in implementing big data.

Monitoring the spread of Covid-19

Bonza also uses big data to monitor the rate of Covid-19 infection. They introduced and adapted the Effective Production Number (Rt) model to monitor the spread of Covid-19 in each region. Rt is an epidemiological parameter used to measure the rate of growth of virus transmission.

This model shows the infection rate in each province moving with varying speed and trends. The following insights can be a reference for policymakers to plan strategies and measure the effectiveness of Covid-19 pandemic control measures such as large-scale social restrictions (PSBB).

Elsa said the number of cases and deaths, which had been reported so far, did not adequately reflect the level of actual spread of Covid-19 because it did not calculate daily fluctuations due to changes in a test capacity, differences in social policy restrictions between regions, and variations in community behavior.

Bonza updates Rt Data in every province in Indonesia on a daily basis and the dashboard is free to access.

“The government is reportedly planning to open several economic sectors by June. Indonesia needs data as a reference for the decision made on the spread rate of the Covid-19 virus in the country. It is expected that the dashboard can provide additional information and act as a comparison,” Willson said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Big Data Bonza Bantu Perusahaan Ambil Keputusan Berbasis Analisis

Startup big data Bonza resmikan kehadirannya pasca mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal dari East Ventures dengan nominal dirahasiakan. Dana segar ini akan digunakan untuk mengembangkan teknologi dan produk, serta mendukung ekspansi perusahaan.

Startup ini didirikan oleh Elsa Chandra dan Philip Thomas. Keduanya bertemu saat bekerja di Traveloka. Elsa mengelola investasi Traveloka, sementara Philip memimpin salah satu tim data science yang bertugas mengimplementasikan model big data untuk pengembangan dan penyempurnaan produk.

Co-Founder Bonza Elsa Chandra mengatakan, startupnya berdiri karena ada keyakinan kesenjangan yang signifikan antara riset terdepan di dalam bidang machine learning dan AI dengan implementasinya di lapangan. Perusahaan dapat menjadi jembatan untuk menutup kesenjangan tersebut.

“Misi kami adalah membantu perusahaan menerjemahkan data yang mereka punya dari berbagai sumber, baik terstruktur maupun tidak, mengintegrasikan data tersebut, kemudian menggunakan solusi artificial intelligence dan machine learning untuk membantu mereka mengambil keputusan dalam skala yang optimal,” terangnya dalam keterangan resmi, kemarin (26/5).

Solusi yang dihadirkan Bonza, sambungnya, dapat digunakan untuk semua orang di perusahaan, mulai dari analis data yang membutuhkan produk untuk menyederhanakan proses pengolahan data, hingga pemimpin perusahaan dan frontline yang membutuhkan data dalam mengambil langkah yang tepat.

Selain itu, perusahaan diklaim mampu meningkatkan kualitas data dan mengintegrasikan data dari berbagai sumber menjadi single source of truth. Hal ini memastikan tidak ada sekat informasi antardivisi dan memberikan manajemen sudut pandang 360 derajat ke seluruh data perusahaan. “Solusi ini tidak disediakan oleh kebanyakan perusahaan analisis data.”

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pihaknya tertarik untuk berinvestasi di Bonza, lantaran ada masalah yang terjadi di dalam perusahaan. Pengambilan keputusan dan menghitung dampak dari keputusan berdasarkan sumber informasi yang berbeda-beda, tidak terstruktur, dan tidak berurutan sangat sulit sekali. Hal ini menjadi tantangan di setiap sektor industri.

“Melalui investasi ini, Bonza diharapkan bisa membangun satu platform yang memudahkan pengambilan keputsan dan memonitor hasil keputusan tersebut dengan menyajikan insight, yang dihasilkan dari pemrosesan unstructured data,” ujarnya.

Kemarin (26/5) startup big data lain, Delman, juga baru umumkan pendanaan senilai 23,6 miliar Rupiah dari Intudo Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Qlue. Misi layanannya serupa, mencoba memberikan kemudahan berbagai kalangan dalam mengimplementasikan big data.

Pantau laju infeksi Covid-19

Pemanfaatan big data juga dimanfaatkan Bonza untuk memantau laju infeksi Covid-19. Bonza memperkenalkan dan mengadaptasi model Effective Production Number (Rt) untuk memantau laju penyebaran Covid-19 di tiap wilayah. Rt adalah paramater epidemiologi yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan penularan virus.

Model ini menunjukkan laju infeksi di tiap provinsi bergerak dengan kecepatan dan tren yang variatif. Insight yang dihasilkan dapat menjadi acuan bagi pengambil kebijakan untuk merencanakan strategi dan menakar efektivitas langkah pengendalian pandemi Covid-19 seperti pembatasan sosial skala besar (PSBB).

Elsa menuturkan jumlah kasus dan kematian, yang selama ini dilaporkan, kurang menggambarkan tingkat penyebaran Covid-19 yang aktual karena tidak memperhitungkan fluktuasi harian akibat perubahan kapasitas tes, perbedaan kebijakan pembatasan sosial antarwilayah, dan variasi perilaku masyarakat.

Bonza memperbarui Data Rt di tiap provinsi di Indonesia secara harian dan dashboard ini dapat diakses secara gratis.

“Pemerintah dikabarkan berencana membuka aktivitas beberapa sektor ekonomi pada Juni ini. Indonesia membutuhkan data yang bisa menjadi acuan dampak keputusan tersebut terhadap laju penyebaran virus Covid-19 di masyarakat. Diharapkan dashboard yang dibangun bisa menjadi informasi tambahan dan sebagai pembanding,” tutup Willson.

Bayes Esports Solutions Dapat Hak Distribusi Data Turnamen LoL, Apa Dampaknya ke Komunitas?

Bayes Esports Solutions, perusahaan joint venture buatan Sportradar dan DOJO Madness, mendapatkan hak atas distribusi data dari turnamen League of Legends.

Saat ini, mereka punya hak distribusi data dari tiga turnamen yaitu LCK yang diadakan di Korea, LEC di Eropa dan LCS di Amerika Utara, League of Legends World Championship, dan Mid-Season Invitational.

Meskipun begitu, ke depan, tidak tertutup kemungkinan mereka akan bisa mendapatkan hak atas data dari turnamen-turnamen di kawasan lainnya.

Melalui kerja sama antara Bayes dengan Riot sebagai developer dan publisher League of Legends ini, media dan caster akan bisa mendapatkan akses ke data selama pertandingan. Tidak hanya itu, mereka juga dapat mengakses data sebelum dan saat pertandingan berlangsung.

“Bersama Sportradar, Bayes ingin membantu esports League of Legends untuk memperkuat ekosistem mereka dengan menciptakan nilai tambah untuk mempertahankan keberlangsungan olahraga ini,” kata Managing Director, Bayes Esports Solutions, Martin Dachselt.

Pada akhir Juli lalu, Riot juga mengumumkan kerja sama terpisah dengan Sportradar. Tujuan kerja sama tersebut adalah untuk mencegah taruhan ilegal dan juga match fixing. Riot melakukan ini setelah muncul skandal di League of Legends Pro League (LPL).

Pada Juni, salah satu pemain LGD Gaming, Xiang “Condi” Ren-Jie diketahui melakukan taruhan ilegal. Tidak hanya itu, dia dikabarkan terlibat dalam match fixing dan sengaja membuat timnya kalah.

Xiang mendapatkan hukuman berupa larangan bermain selama 18 bulan sementara sang manager, Song “Hesitate” Zi-Yang mendapatkan sangsi berupa larangan bekerja di semua liga LoL yang berlaku permanen.

“Integritas dari turnamen esports kami sangat penting bagi Riot Games. Seiring dengan semakin berkembangnya turnamen esports, penting bagi kami untuk memonitor tren yang tumbuh dan melakukan semua yang kami bisa untuk menyesuaikan diri dengan perubahan di industri,” kata Head of Esports Insights, Riot Games Doug Watson, dikutip dari Esports Observer.

Sama seperti industri lain, sekarang, esports juga mulai memanfaatkan big data. Misalnya, penggunaan software analitik oleh tim esports profesional untuk menganalisa pertandingan dan meningkatkan performa mereka. Ini dilakukan oleh Team Liquid, yang bekerja sama dengan SAP.

“Di esports, ada permintaan tinggi akan software analitik dan data,” kata Co-CEO Team Liquid, Victor Goossens, seperti dikutip dari situs resmi SAP. “Bagi Team Liquid, performa kompetitif sangat penting — dan teknologi serta data memberikan alat bagi kami untuk menganalisa permainan dan berkembang.”

Sementara Sabina Hemmi, Co-founder DotaBuff mengatakan, terkadang, memahami konteks data yang didapat dari banyak pertandingan itu sangat penting. Untungnya, mendapatkan data kini jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan beberapa waktu lalu.

“Dulu, jika Anda tidak menghadiri acara esports langsung, sulit bagi Anda untuk menemukan video dari turnamen itu atau file demo atau file replay,” kata Hemmi, dikutip dari Kotaku.

“Anda harus mengenal orang dalam atau menggantungkan diri pada artikel yang ditulis oleh wartawan, yang mungkin hanya berupa nilai akhir pertandingan.”

Sumber: Esports Insider, Esports Observer, Kotaku

InMobi Luncurkan Platform Remarketing untuk Bantu Optimalkan Pemasaran Mobile

Teknologi big data dan analisis kini termasuk dalam bagian penting kegiatan marketing. Dalam rangka ingin membawa kekuatan analisis big data ini InMobi, penyedia platform pencarian dan periklanan mobile meluncurkan platform remarketing yang akan didukung oleh Miip, platform modern advertising dari InMobi. Platform remarketing ini nantinya diharapkan mampu menghadirkan pengalaman berbelanja yang telah dipersonalisasi memanfaatkan analisis big data, desain kreatif dan back end yang terintegrasi.

Dalam rilisnya, InMobi menguraikan betapa besar potensi Indonesia di ranah mobile ads. Mengutip laporan dari Euromonitor yang dirilis pada Maret silam mengenai pertumbuhan e-commerce dan juga penggunaan perangkat mobile sebagai media aksesnya InMobi melihat kesempatan besar dalam mengembangkan platform remarketing. Mereka juga optimis platform mereka bisa membantu para e-commerce mendorong peningkatan penggunanya.

Solusi remarketing InMobi, yang rencananya akan disokong oleh teknologi dari Miip ini, diklaim akan mampu membantu pengiklan untuk melakukan promosi produk kepada pengguna saat  mereka menggunakan aplikasi mobile lain. Faktor utama klaim ini adalah Software Development Kit (SDK) InMobi disebutkan mampu terintegrasi secara langsung dengan banyak aplikasi mobile.

Salah satu yang dicontohkan adalah bentuk integrasi yang memungkinkan kontrol secara penuh untuk iklan in-app native yang diklaim bisa menghadirkan pengalaman penggunaan layaknya model store front.

“Platform remarketing akan menjadi bagian penting yang memungkinkan bisnis e-commerce di Indonesia untuk tumbuh lebih dari sekedar meningkatkan brand awareness dan pemasangan aplikasi mobile, namun juga dapat meningkatkan penjualan dan transaksi melalui mobile advertising. InMobi telah menjangkau ke lebih dari 66 juta pengguna perangkat mobile di Indonesia melalui kemitraan yang kuat, yang digabungkan dengan kekuatan platform remarketing, adalah dorongan yang dibutuhkan untuk pemain e-commerce di Indonesia untuk terus tumbuh dan berkembang,” ujar Co-founder dan Chief Revenue Officer InMobi Abhay Singhal.