Cerita Perjalanan Bisnis Andi Boediman: Ketika Passion Mengendalikan Rasa Cemas dengan Integritas

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Serial entrepreneur itu langka. Terutama ketika seseorang berhasil mengubah passion menjadi sesuatu yang menghasilkan uang. Andi Boediman sangat beruntung menjadi bagian dari klan spesial ini. Saat ini ia sedang sangat antusias dengan hasratnya dalam industri film sembari menjalankan bisnis investasi, Digital College, serta Digital Marketing Agency.

Setelah mengampu pendidikan di US, tujuan awalnya adalah menjadi seorang desainer. Dalam perjalanannya, ia membangun karir sebagai orang yang kreatif, memulai sebuah perusahaan desain yang berubah menjadi agensi pemasaran. Semangatnya terhadap pendidikan mendorongnya untuk membangun sekolah teknologi dan kreatif bernama IDS Digital College.

Aksi debutnya di industri digital adalah ketika ia mendirikan Plasa.com, sebuah perusahaan e-commerce di bawah grup Telkom. Andi mencicipi pahit manisnya dunia entrepreneurship untuk mendirikan perusahaan dari bawah hingga berhasil menjalin kemitraan dengan eBay.

Ia mendirikan Ideosource sebagai modal ventura untuk menanamkan modal di perusahaan tahap awal (startup) dan dalam 9 tahun terakhir telah berinvestasi di 27 perusahaan teknologi.

Saat ini, ia menjabat sebagai CEO di Ideosource Entertainment, kini telah berinvestasi dalam 15 film, dan akan terus bertambah. Selain itu, ia juga duduk sebagai Komisaris di Bhinneka.com, salah satu e-commerce B2B terkemuka di Indonesia. Ia juga seorang pendiri dari IDS Digital College, sebuah sekolah teknologi & kreatif.

Andi Boediman akan memasuki usia emasnya di tahun ini. Ia telah ditempa selama lebih dari 20 tahun dan bersedia berbagi beberapa pengalaman berharga melalui sesi ini.

Dimulai dari kapan Anda pertama kali mengalami ketertarikan dengan industri kreatif atau film secara spesifik?

Saya pernah belajar film di New York pada tahun 1999. Ketika saya kembali ke Indonesia, hampir tidak ada industri film lokal yang berjaya. Setelah berpetualang di industri kreatif, saya memulai Ideosource Venture Capital bersama Edward pada tahun 2011, kami mpraktis menjadi dana kelolaan pada tahun 2014. Sekitar tahun 2017, ketika seluruh dana telah didistribusikan, kami memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya?

Pada 2016, saya menonton film Cek Toko Sebelah dan sangat menyukainya. Lalu, ketika saya menonton film Kartini, karya itu solah-olah berbicara kepada saya. “Seseorang disebut pahlawan, bukan karena perjalanan hidupnya, namun ditentukan oleh satu momen”. Kartini, misalnya, adalah ketika ia mengorbankan dirinya untuk menikah agar dapat membangun sekolah bagi anak perempuan. Saya sangat terinspirasi oleh sudut dan perspektif film ini.

Pada 2017 saya memutuskan untuk kembali menoleh pada hasrat saya dalam film dengan mempelajari industrinya. Saya menyadari bahwa saya harus memanfaatkan pengalaman saya dalam investasi untuk bisa memasuki industri film. Pendekatan yang kita gunakan adalah manajemen risiko, tidak jauh berbeda dengan konsep Modal Ventura.

Ideosource Entertainment
Ideosource Entertainment

Dengan pendekatan yang didorong oleh passion disisipkan sejumlah perhitungan dan logika yang sesuai, kami sekarang telah berinvestasi dalam 15 film secara total. Dengan beberapa film terkenal seperti Keluarga Cemara & Gundala, dana pertama ini sebenarnya dapat dikatakan investasi ramah tamah. Saat ini kami tengah menggalang dana untuk berinvestasi dalam film & serial untuk beberapa kekayaan intelektual (intellectual property) terbaik di Indonesia.

Dari sisi venture capital, apa yang mendorong Anda mendirikan Ideosource? Ada cerita apa dibalik didirikannya modal ventura ini?

Pada tahun 2009, saya direkrut untuk memulai startup di Telkom. Saya mengatur Plasa.com sebagai situs web e-niaga dan membawa eBay menjadi mitra. Kontrak berakhir pada 2011 dan saya memutuskan untuk tidak melanjutkan. Bersama dengan mitra saya Edward Chamdani, saya bertemu dengan pendiri ekuitas swasta Northstar dan pendiri Trikomsel.

Mereka berbagi wawasan yang bijaksana. Dengan lansekap ekonomi saat ini, pertumbuhan teknologi dan populasi Indonesia berjalan sepanjang waktu itu, itu adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi dalam startup melalui modal ventura.

Kami mulai dengan model inkubasi. Satu perusahaan yang menunjukkan hasil positif adalah Touchten, itu dikalikan 7 kali lipat. Setelah keluar dari beberapa ekuitas kami, kami memulai struktur dana yang tepat pada tahun 2014. Kami bertemu dengan Sinarmas Group dan mereka menjadi LP eksternal dan mitra pertama kami. Hingga saat ini, kami telah tumbuh hingga USD $ 15 juta.

Plasa.com launching
Launching Plasa.com

Dalam menentukan portfolio, apa yang menjadi metrik Anda dalam menilai sebuah perusahaan layak untuk di-invest?

Ketika Anda melakukan investasi, Anda berinvestasi dalam dua hal. Pendiri dan masalahnya. Pertama, apakah Anda percaya pendiri adalah seseorang yang mampu menyelesaikan masalah? Kedua, seberapa besar masalahnya? Ketika Anda yakin masalahnya cukup besar dan ini adalah pendiri yang baik, maka Anda memberinya sumber daya tanpa batas. Model ini bekerja terutama dalam investasi benih.

Sebagai contoh, salah satu portofolio kami adalah eFishery. Kami hampir tidak mengerti tentang industri perikanan. Kami melihat bahwa pendiri adalah pendiri yang kuat dan benar-benar memahami masalahnya. Kami memutuskan untuk berinvestasi bersama dengan modal ventura lain yang memahami industri akuakultur, sementara kami berkontribusi untuk membuka jaringan lokal. Dengan semakin masuk ke dalam rantai nilai industri perikanan, perusahaan tumbuh secara signifikan dan sekarang bernilai 20 kali lipat dari saat kita masuk ke perusahaan.

Dalam industri film, kami berinvestasi pada produser, yang bertanggung jawab untuk memproduksi film dan menjalankan bisnis. Dia mempekerjakan sutradara film. Kami berinvestasi pada produsen berpengalaman dengan kemampuan yang telah terbukti dalam merilis dan mendistribusikan film komersial.

Masalahnya dengan produsen baru ke industri, seseorang dapat membuat produk tetapi tidak menjamin kesuksesan komersial. Hanya ada segelintir direktur yang dapat menarik perhatian orang melalui kreasi mereka. Setelah melihat angka industri, kekuatannya terletak pada film berbasis IP dengan produser berpengalaman.

 

Anda akan segera memasuki usia emas tahun ini. Selama mengarungi perjalanan sebagai seorang serial entrepreneur lebih dari 20 tahun, bagaimana Anda mengetahui bahwa sudah berada di jalur yang tepat?

Saya tidak pernah memutuskan sesuatu secara instan dengan mengetahui itu adalah keputusan yang tepat. Kebanyakan keputusan besar yang saya buat melibatkan insecurity. Misalnya, ketika saya menerima tawaran Telkom pada tahun 2009, pekerjaan itu membuat saya sangat tidak aman karena saya tidak pernah membangun bisnis e-commerce sebelumnya. Namun, saya mengerahkan semua upaya, waktu, dan sumber daya dalam mengerjakan segala sesuatunya. Hal ini kembali terjadi ketika saya pertama kali mendirikan VC atau memasuki industri film. Saya menempatkan diri dalam sebuah hal yang penuh tantangan lalu berusaha yang terbaik dalam menjalankannya.

International Young Design Entrepreneur Award
International Young Design Entrepreneur Award

Selama pandemi, bagaimana masa krisis ini berdampak pada bisnis dan investasi Anda?

Kita kerap kali berhenti berinvestasi di saat krisis. Pelajaran hidup mengajarkan saya bahwa investasi di masa krisis memiliki kemungkinan untuk berdampak besar. Keputusan ini dibuat untuk bertahan hidup, melawan segala rintangan. Kami berinvestasi di GoPlay, dan menciptakan sinergi dengan Cinepoint, aplikasi pemeringkat film box office yang sebelumnya juga kami investasikan.

Kami membangun beberapa model bisnis baru selama pandemi. Kami membuat distribusi film. Selanjutnya, memugar beberapa hak cipta dari IP lama untuk mengubahnya menjadi film. Selama pandemi, kami memiliki waktu luang untuk finalisasi beberapa model bisnis. Satu hal mengenai krisis, naluri bertahan hidup menjadi lebih tajam ketika Anda memiliki tekanan besar.

Menurut Anda, apa pengalaman berharga selama menjadi serial entrepreneur yang bisa menjad contoh untuk orang-orang di sekitar?

Menurut saya, untuk bisa berhasil, seseorang tidak bisa hanya mencontoh perbuatan orang lain,  namun pembelajaran terjadi ketika kita memiliki wawasan dan pola pikir yang tepat guna. Apa yang telah saya pelajari sepanjang perjalanan ini adalah memiliki pola pikir yang scalable. Jika kita hanya berpikir untuk menggandakan ukuran bisnis kita saat ini, biasanya kita berpikir untuk menggandakan usaha. Tetapi jika kita memiliki objektif 10 kali lipat dari skala saat ini, kita akan bisa menganalisis rantai nilai, model bisnis dan mengeksplorasi inovasi lainnya. Kemudian, cobalah untuk mencapai objektif ini dalam waktu 5 tahun.

from mind to market

Apakah Anda merasa bahagia dengan pencapaian saat ini? Apa yang menjadi target selanjutnya?

Saya bercita-cita untuk pensiun sebagai filmmaker. Di sini, saya berkesempatan untuk membuat sejumlah film. Jadi, jika ditanya bagaimana perasaan saya, tentu hal ini membuat saya bahagia.

Saya belum bisa menjawab apa yang ingin saya capai selanjutnya, tetapi paling tidak hal itu harus bisa berdampak 10 kali lebih baik dari apa yang saya lakukan saat ini.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Andi Boediman’s Story: When Passion Beats Insecurity Through Integrity

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

A serial entrepreneur is a rare breed. Especially when one gets to turn his passion into something that makes money. Andi Boediman is very lucky to be part of the special breed. He is recently working on his passion for the film industry while also running the investment business, a Digital College, and a Digital Marketing Agency.

After studying in the US, his initial goal was to be a designer. Along the way, he built his career as a creative person, started a design company that turned into a marketing agency. His passion towards education encouraged him to build a technology and creative school named IDS Digital College.

His forays into the digital industry was when he set up Plasa.com, an ecommerce company under Telkom group. He learned the hard way to set up the company from ground up and initiate the partnership with eBay.

He set up Ideosource as a venture capital to invest in startups and within the past 9 years, he invested in 27 tech companies.

He is now the CEO at Ideosource Entertainment, already invested in 15 films, and still counting. He also sits as a Commissioner in Bhinneka.com, one of the leading B2B e-commerce in Indonesia. And he founded IDS Digital College, a technology & creative school.

Andi Boediman is to hit the golden age this year. It is worth over 20 years of experience and he’s willing to share some through this session.

Let’s start from when you first catch interest in the creative industry or specifically film/filmmaking?

I used to study film in New York in 1999. When I went back to Indonesia, there was barely any local film industry. After an adventure in the creative industry, I started Ideosource Venture Capital with Edward in 2011, we practically became a fund in 2014. Around 2017 the money has been deployed, and we were thinking on what’s next?

In 2016, I watched the movie Cek Toko Sebelah and I love it. And when I saw the movie Kartini, it really speaks to me. “A hero becomes one, not because of the whole life journey, but determined by one particular moment”. Kartini, for example, is when she sacrificed herself and got married to be able to build a school for girls. I was very inspired by the angle and perspective of this film.

In 2017 I decided to revisit my previous passion in film by studying the industry. I realized that I have to use my experience in the investment to enter the film industry. We should use the risk management approach, similar to the Venture Capital model.

Ideosource Entertainment
Ideosource Entertainment

With a passion-driven approach supported by a little math and appropriate logic, we have now invested in 15 films. With some film hits like Keluarga Cemara & Gundala, the first fund is actually more like a friendly investment. We’re currently fundraising to invest in film & series for some of the biggest intellectual property in Indonesia.

In terms of venture capital, what makes you think Ideosource is a good idea? Tell me the story behind its creation.

In 2009, I was recruited to initiate a startup inside Telkom. I set up Plasa.com as an ecommerce website and brought eBay to be the partner. The contract ended in 2011 and I decided not to continue. Together with my partner Edward Chamdani, I met the founder of Northstar private equity and the founder of Trikomsel.

They shared a thoughtful insight. With the current economic landscape, technology growth and Indonesian population run along that time, it was the right time to invest in startups through venture capital.

We started with the incubation model. One company that shows the positive result is Touchten, it multiplied 7 fold. After exiting some of our equity, we started a proper fund structure in 2014. We met with Sinarmas Group and they became our first external LP and partner. To date, we have already grown to USD$15 million.

Plasa.com launching
Plasa.com launching

In terms of portfolio, what do you see in a company that makes you want to invest? Please reveal the metrics.

When you make an investment, you invest in two things. The founder and the problem. First, do you believe the founder is someone who is capable of solving the problem? Second, how big is the problem? When you believe the problem is big enough and this is a good founder, then you give him unlimited resources. This model works particularly in seed investment.

As an example, one of our portfolios is eFishery. We hardly understand about the fishing industry. We see that the founder is a strong founder and really understands the problem. We decided to co-invest with the other venture capital that understands the aquaculture industry, while we contribute to open the local network. By getting deeper into the value chain of the fishing industry, the company grows significantly and now is valued 20 times than when we get into the company.

In the film industry, we invest in the producer, who is responsible for producing the film and running the business. He hires the film director. We invest in experienced producers with a proven capability in releasing and distributing a commercial film.

The thing with a new-to-industry producer, one can make a product but doesn’t guarantee commercial success. There are only less than a handful directors who can attract people by their creation. After looking at the industry numbers, the power lies in IP based movies with experienced producers.

You are to reach the golden age this year, you’ve been a serial entrepreneur for over 20 years. How do you know you’ve made the right decision?

I never decided something instantly knowing it’s the right decision. Most of my biggest decisions make me very insecure. For example, when I accepted Telkom’s offer in 2009, the job made me very insecure since I never built an ecommerce business before. Yet, I put all my effort, time, and resource into it. It is also what happened when I first set up a VC or entered the film industry. I put myself up to the challenge and just do it.

International Young Design Entrepreneur Award
International Young Design Entrepreneur Award

Also, during this pandemic, how the crisis impacts your business and investment?

We often stopped investing in times of crisis. My life lesson told me that investment in a time of a crisis is most likely to turn out very impactful. It was a survival decision, against all odds. We invest in GoPlay, and create a synergy with Cinepoint, a film box office rating app that we previously invested as well.

We established a few new business models during the pandemic. We create a film distribution. Next, Also, clearing some rights from old IPs to turn it into films. During the pandemic season, we got spare time to settle up some business models. That’s the thing with a crisis, the survival instinct gets sharper when you had the biggest pressure.

What do you think people could learn from your experience?

I don’t think people should follow from what other people did, but we definitely can learn from the insight and mindset. What I have learned throughout this journey is to have a scalable mindset. If we only think to double the current size of our business, usually we think of doubling the effort. But if we think 10 times the current size, we will analyze the value chain, business model and explore other innovations. And try to achieve this goal within 5 years.

from mind to market

Are you happy with what you have now? What’s next?

My plan for my retirement was to be a filmmaker. Here I am making a number of movies. So I am happy now.

I can’t answer what I want to achieve next, but it should be 10 times the impact of what I am doing now.

Skema “Project Financing” untuk Pengembang Game di Indonesia

Belum lama ini startup fintech yang fokus pada pembiayaan proyek (project financing) mengumumkan dukungannya untuk Touchten dalam pengembangan game bernama “Capsa Susun”. Game tersebut rencananya dirilis pada 31 Mei 2020 secara serentak untuk di Indonesia dan Vietnam melalui platform Hago; dan akan dipasarkan di seluruh Asia Tenggara.

Founder & CEO Likuid Projects Kenneth Tali mengatakan, mekanisme project financing untuk proyek game seperti ini menjadi pertama kalinya di Indonesia (dengan platform lokal). Menurutnya, pengembang game tanah air saat ini sebagian besar masih mengandalkan modal dari bootstrapping atau institusi saja.

Seperti diketahui sebelumnya, platform Likuid Projects memungkinkan masyarakat dapat turut berkontribusi pada pembiayaan sebuah proyek – atau dikenal dengan istilah crowdfunding. Model serupa sebenarnya sudah berjalan dengan cukup mulus di platform internasional seperti Kickstarter.

Dana total yang ditargetkan untuk proyek Touchten senilai 780 juta Rupiah. Hingga tulisan ini diterbitkan, sudah terkumpul sekitar 309 juta Rupiah dari 32 pemberi dana, atau yang disebut dengan “kolaborator”.

Co-Founder & CEO Touchten Rokimas Soeharyo mengungkapkan, “Permainan kartu Capsa Susun ini sudah tidak asing lagi bagi orang Indonesia dan juga masyarakat Vietnam, Malaysia, serta  Singapura. Oleh karena itu kami yakin untuk mengajak publik berkolaborasi di proyek ini dan mewujudkan mobile game asli buatan anak Indonesia ini.”

Mekanisme bagi hasil

Kampanye pembiayaan akan dibuka dalam waktu 60 hari atau dua bulan. Apabila dana yang ditargetkan tidak terkumpul, Likuid Projects akan mengembalikan 100% dana yang sudah masuk kepada kolaborator.  Adapun sumber revenue bagi kolaborator adalah 30% pendapatan Touchten dari in-app purchase dan pemasangan iklan.

Porsi ini kemudian setara dengan 15% imbal hasil pembiayaan per tahun. Kolaborator berhak mendapatkan revenue hingga satu tahun ke depan setelah kampanye pembiayaan ditutup, dengan periode pembagian revenue setiap tiga bulan sekali. Selain kesempatan ROI, para kolaborator juga akan mendapatkan konten eksklusif dan berbagai promo – menyesuaikan besaran investasi yang diberikan.

Dana yang terkumpul nantinya juga akan dialokasikan untuk 3 hal, yakni pengembangan game (10%), pemasaran (20%), dan iterasi pemeliharaan selama satu tahun (70%).

Pengembang game indie cukup akrab dengan konsep tersebut

Dari data yang dikumpulkan Imanitas Game, setidaknya dari tahun 2013 hingga awal tahun 2020 ini sudah ada sekitar 21 proyek game pengembang lokal yang didanai melalui crowdfunding, khususnya di Kickstarter (17) dan Indiegogo (4). Total dana yang dikumpulkan mencapai 7,1 miliar Rupiah dengan pendanaan tertinggi mencapai 860 juta Rupiah ditorehkan Semisoft melalui “Legrand Legacy” pada tahun 2017 lalu.

Jumlah proyek crowdfuniding yang dilakukan studio game lokal di Kickstarter dan Indiegogo / Imanitasgame
Jumlah proyek crowdfuniding yang dilakukan studio game lokal di Kickstarter dan Indiegogo / Imanitasgame

Model seperti ini memang menjadi angin segar, khususnya bagi para pengembang game indie, alih-alih model pendanaan melalui angel investor atau venture capital yang melibatkan entitas perusahaan secara penuh. Apalagi jika ada platform lokal, tentu akan jauh lebih memudahkan.

Namun pertanyaannya mungkin bakalan soal: “apakah penikmat game di Indonesia bisa mengapresiasi karya dengan cara itu?”, “apakah model investasi seperti ini bisa diterima di sini?”.

Kami menghubungi Everidea Interactive sebagai salah satu pengembang game lokal lulusan “Google Indie Games Accelerator 2018“. CEO Hendra Araji menyampaikan opininya, model project financing ini sangat cocok untuk validasi produk. Ketika pengembang memasang sebuah kampanye dengan “pitching” yang dibuat, pengguna akan mendapatkan akses awal dari game tersebut.

“Jadi memang yang utama tujuan utamanya, selain mendapatkan uang, adalah mendapatkan validasi pasar. Nah hasilnya udah di-build nih, pasar udah ada; mereka akan melakukan crowdfunding, nyumbang buat publisher buat mengembangkan game itu. Namun sejujurnya banyak pengembang yang emang punya problem mengenai dana yang dibutuhkan (ternyata lebih besar) ataupun bagaimana mengelola dana yang sudah didapat dari crowdfunding,” ujarnya.

Hendra mengungkapkan, di Indonesia sebenarnya sudah ada beberapa contoh sukses menggalang melalui platform crowdfunding. Namun satu tahun terakhir sudah lebih jarang studio yang melakukannya, menurutnya mereka mulai tertarik untuk galang investasi dari perusahaan (venture capital). Terkait adanya platform penggalangan dana lokal ia juga mengapresiasi, karena akan lebih mempermudah dari sisi pembayaran, pemberlakuan aturan (misal pajak), dan lain-lain.

“Sekarang kan industri game lagi naik banget karena pandemi ini, jadi seharusnya para platform crowdfunding lokal bisa melihat peluang ini. Menjadikan ini jadi kesempatan untuk bisa menjalin kerja sama dengan indie game developer. Terutama mungkin memang yang sudah terbukti itu kebanyakan indie game yang memang merilis gamenya untuk pasar luar negeri ya, dibandingkan pasar market Indonesia,” imbuh Hendra.

Juga dilakukan institusi ventura

Sebelumnya mekanisme project financing di Indonesia juga sudah berjalan untuk industri kreatif lain, salah satunya perfilman. Ideosource Entertainment menjadi salah satu pemodal ventura yang sudah mempraktikkan skema tersebut. Kebetulan Ideosource juga merupakan salah satu investor di balik Touchten.

Kepada DailySocial, Managing Partner Ideosource Andi Boediman berpendapat, model tersebut sangat mungkin direplikasi untuk pembiayaan proyek game di Indonesia. Karena model bisnisnya hampir serupa dengan konten kreatif lain seperti film. Pihaknya pun mengaku, punya ketertarikan untuk berinvestasi ke berbagai proyek-proyek game. Rencana ini paling cepat direalisasikan tahun depan, menanti pandemi Covid-19 berlalu.

Silent Move of Angel Investor in the Indonesian Startup Ecosystem

Based on DSResearch data, there are 113 startup funding in 2019 announced to the public. As further analyzed, only 10 of the total funding involved angel investors. As we dig deeper, there might be more yet not published.

Startup Stage (2019)
Sampingan Pre-Series A
Clodeo Seed Funding
Feedloop Seed Funding
Stockbit Series A
Titipku Seed Funding
Talkabot Seed Funding
Infradigital Seed Funding
Ngampooz Pre-Series A
Fore Coffee Series A
TemanBisnis Seed Funding

In fact, angel investor is an individual that pours money to startup from his/her own pocket. As the current trends, most of them involved in pre-seed, seed funding, or pre-series A. Although, there also angel (a group to be exact) involved in the series A with venture capital.

Helping startup to validate

As it’s first established and launched its debut product, not much could be harvested from the startup business. In order to gain traction, profit is often ruled out. They come to investors to ask for capital assistance, in order to accelerate the plans.

Not all business plans can run smoothly, especially under the weak-judgment founders. The technology products might be very sophisticated, but sometimes the market says otherwise, they don’t need that as a solution – it’s reluctant to use, even less paying for it. It’s risks like this that investors thought before actually channeling funds.

“Angel investors are entrepreneurs who dare to take risks by investing in new startups. Angel investors usually provide capital, but can also be non-capital,” Ideosource’s Managing Partner Andi Boediman said once.

Regarding the value, it is quite varied and depends on startup needs. However, we’ve been informed that the average value is between tens of millions to 1 billion Rupiah – mostly hundreds of millions Rupiah. In Indonesia, the angel consists of entrepreneurs who are indeed an expert in the business. Therefore, it is true what Andi said, sometimes angel can provide non-capital assistance as a mentor for the founder.

Profit after growth

The business growth will also benefit angel investor, they sometimes took part as a mentor / Freepik
The business growth will also benefit angel investor, they sometimes took part as a mentor / Freepik

The existence of startups that turns into the big players in Indonesia can’t be separated with angel investor as it’s entering the seed phase, including Gojek and Tokopedia.

“… I then learned the concept to build a business with capital from angel investor to venture capital. I know no venture capital anywhere, then I turn to the only conglomerate I know, my current boss,” Tokopedia’s Co-Founder & CEO, William Tanuwijaya told us the early phase of its company.

There are several aspects that can affect angel’s consideration when investing in a startup. Michael Tampi told DailySocial that trusting the founder has been his main thesis. In addition, other things such as market opportunities, business plans, to the intellectual property also remain a consideration.

Some things that angel investors saw in evaluating the founding team included (1) whether they have passion and experience in related fields, (2) whether they had the right composition in forming a team, and (3) how they build the vision towards the business.

Even though investing in high-risk businesses, angel investors can also gain profits once the related startups succeed in achieving growth. The realization comes when the startup succeeded in raising larger funding round – then, ownership (shares) became more valuable.

“The advantage of being an angel investor is that if a startup succeeds in funding series A, B or later, we can see a significant increase in value seed investment. However, the success of one startup is uncertain and mostly shut down before the next funding,” GDP Venture’s Chief Marketing Officer Danny Oei Wirianto said, who is also an angel investor for more than 30 startups.

As the catalyst to the startup ecosystem

DailySocial monitored, there are various new startups launch every month. They intend to offer a solution to specific problems – of all sectors. Sometimes, the innovation offered is quite advanced, such as developing artificial intelligence for specific purpose.

It’s another challenge to the founder to convince venture capitalist. It’s another story when they finally meet people of one mind. As it’s said in a writing, angel investor also invests to fulfill their desire. It’s when they really into the business sector, captivated by the developed technology, or they see the future of the service.

Clearly, angel investor turns into a very crucial role to develop the startup ecosystem, accompany those growing founders into the sustainable business. Particularly, the Indonesian market that is projected to be the hub in this region. Lots of young souls have dreams to build a successful startup – as seen from the tight business competition with new and unique digital creations.

Angel investor mechanism

Some angel investors invest money in terms of loans, some are gain ownerships / Freepik (dooder)
Some angel investors invest money in terms of loans, some are gain ownerships / Freepik (dooder)

Unfortunately, unlike venture capital with clear identity as an investor, angel investors sometimes just seem like ordinary people or entrepreneurs who are running their business. In order to discover, the founder must improve his business network, both directly through meetings and online through channels such as LinkedIn, AngelList and so on. Though, believe me, some of our informants revealed that finding, negotiating, equating vision, to closing funding with angel investors is not easy peasy. Once you succeed, it could be a way of your startup growth.

Regarding investment mechanisms, there are two of the most popular models, through equity stake or convertible note. In terms of shares, investors will exchange the cash they provide for ownership in the company. The amount will depend on mutual agreement. The calculation can also be as simple as if the current startup is worth US$1,000,000 (founders and investors agree), angel will invest at US$200,000, then they will get 20%.

However, calculations about company value or valuation sometimes get complicated. Founders are usually ambitious, wanting companies to have the highest value possible. Therefore, the second mechanism is often the choice. A convertible note allows both parties to determine the value of the company ahead, usually until the next round of investment. The note is made as a loan to the company, and it has a deadline

The process goes, for example, angel investors agree on a note by including a capital fund of US $ 200,000, it is at the company’s debt. However, when due, investors can choose whether to get their money back with the agreed interest or convert the money into company stock.

Once approved, the next process is to make the term sheet (either by investors or startups). The point of this document is as a sign of ties, including outlining every detail related to the agreement made. Usually, it requires a legal team to take care of this matter, which can take a while.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gerak Sunyi “Angel Investor” di Ekosistem Startup Indonesia

Berdasarkan data yang dikumpulkan DSResearch, tahun 2019 ada 113 pendanaan startup yang diumumkan ke publik. Menelisik lebih dalam, dari jumlah tersebut hanya pendanaan 10 startup yang melibatkan angel investor. Menurut analisis kami, jumlahnya bisa saja lebih banyak, hanya saja transaksi pendanaan tersebut tidak dipublikasikan.

Startup Tahapan (2019)
Sampingan Pre-Series A
Clodeo Seed Funding
Feedloop Seed Funding
Stockbit Series A
Titipku Seed Funding
Talkabot Seed Funding
Infradigital Seed Funding
Ngampooz Pre-Series A
Fore Coffee Series A
TemanBisnis Seed Funding

Seperti diketahui, angel investor adalah orang yang menyuntikkan dana ke startup dari kantongnya sendiri. Dari tren yang ada sejauh ini, kebanyakan mereka terlibat dalam pendanaan pre-seed, seed funding atau pre-series A. Kendati jarang, juga ditemukan angel (persisnya sekumpulan) yang terlibat dalam putaran pendanaan series A bersama venture capital.

Membantu startup memvalidasi

Ketika baru didirikan dan meluncurkan produk perdananya, belum banyak yang bisa dituai dari bisnis startup. Untuk mendapatkan traksi, potensi untung pun tak jarang dikorbankan terlebih dulu. Mereka datang ke investor untuk meminta bantuan modal, guna melakukan percepatan dari rencana yang sudah disusun.

Tidak semua rencana bisnis bisa berjalan mulus, terlebih di tangan founder yang kurang perhitungan. Bisa saja produk teknologi yang dihasilkan sangat canggih, namun kadang pasar berkata lain, mereka tidak membutuhkan itu sebagai solusi – alih-alih membayar, menggunakan pun enggan. Risiko seperti ini yang selalu dipikirkan investor sebelum benar-benar memberikan dana.

Angel investor adalah entrepreneur yang berani mengambil risiko dengan berinvestasi di startup yang baru beroperasi. Angel investor biasanya memberikan modal, tapi bisa juga non-modal,” ujar Managing Partner Ideosource Andi Boediman dalam sebuah kesempatan.

Terkait nilainya, cukup variatif dan bergantung kebutuhan startup. Namun dari informasi yang kami dapat, rata-rata nilainya antara puluhan juta sampai 1 miliar Rupiah – kebanyakan di angka ratusan juta Rupiah. Di Indonesia, kalangan angel diisi oleh pengusaha yang memang sudah malang-melintang dalam bisnis. Sehingga benar yang dikatakan Andi, kadang angel juga memberikan bantuan non-modal sebagai mentor bagi si founder.

Baru untung jika startup capai growth

Pertumbuhan bisnis juga akan menguntungkan angel investor, kadang mereka juga bertindak sebagai mentor / Freepik (dooder)
Pertumbuhan bisnis juga akan menguntungkan angel investor, kadang mereka juga bertindak sebagai mentor / Freepik (dooder)

Kehadiran startup yang kini sudah menjadi pemain besar di Indonesia juga tidak terlepas dari keterlibatan angel investor di fase awalnya, termasuk Gojek dan Tokopedia.

“…saya kemudian belajar konsep memulai bisnis dengan mencari permodalan dari angel investor hingga venture capital. Saya tidak kenal venture capital manapun, lantas saya datang ke orang kaya satu-satunya yang saya kenal, atasan tempat saya bekerja saat itu,” ujar Co-Founder & CEO Tokopedia William Tanuwijaya menceritakan fase awal perusahaannya berdiri.

Ada beberapa aspek yang mempengaruhi pertimbangan angel saat berinvestasi di startup. Kepada DailySocial, Michael Tampi mengatakan kepercayaan kepada founder menjadi tesis utamanya. Selain itu, hal lain seperti peluang pasar, rencana bisnis, hingga intelektual properti juga tetap menjadi pertimbangan.

Beberapa hal yang dilihat angel investor dalam menilai tim pendiri meliputi (1) apakah memiliki passion dan pengalaman di bidang terkait, (2) apakah memiliki komposisi yang tepat dalam membentuk tim, dan (3) bagaimana visi mereka terhadap bisnis yang dibuat.

Kendati berinvestasi pada bisnis yang berisiko tinggi, angel investor juga bisa mendulang untung jika startup terkait berhasil mencapai growth. Realisasinya ketika startup berhasil menggalang putaran pendanaan yang lebih besar – sehingga kepemilikan (saham) menjadi lebih bernilai.

“Keuntungan menjadi angel investor adalah apabila sebuah startup berhasil ke pendanaan seri A, B atau selanjutnya, kita bisa melihat kenaikan yang signifikan dari value seed investment. Namun, keberhasilan dari satu startup belum pasti dan kebanyakan mati sebelum pendanaan berikutnya,” ujar Danny Oei Wirianto, Chief Marketing Officer GDP Venture yang juga jadi angel investor untuk lebih dari 30 startup.

Sebagai katalisator ekosistem startup

DailySocial memantau, setiap bulan ada berbagai startup baru yang memperkenalkan diri. Mereka mencoba menghadirkan solusi dari permasalahan spesifik yang ditemui – untuk berbagai bidang. Kadang inovasi yang dihadirkan pun cukup baru, misalnya mengembangkan teknologi kecerdasan buatan untuk tujuan tertentu.

Menjadi tantangan tersendiri bagi founder untuk bisa meyakinkan kepada pemodal ventura. Namun beda cerita saat mereka menemukan orang yang memiliki padangan selaras. Dalam sebuah tulisan bahkan dikatakan, angel investor berinvestasi juga untuk memenuhi hasrat kesenangan. Mereka gemar di bidang bisnis tersebut, mereka tertarik dengan teknologi yang dikembangkan, atau mereka melihat masa depan dari layanan tersebut.

Jadi jelas, peran angel investor sangat krusial untuk menghidupkan ekosistem startup, untuk menemani inovator-inovator merangkak maju menuju bisnis berkelanjutan. Apalagi di Indonesia, yang kini terus digadang-gadang sebagai pusat pertumbuhan startup di regional. Tak sedikit anak muda yang bermimpi mendirikan startup sukses – lihat saja di setiap kompetisi bisnis yang penuh dengan kreasi-kreasi digital baru dan unik.

Mekanisme angel investor

Sebagian angel investor memberikan dana dalam bentuk pinjaman, sebagian lagi ditukar dengan saham / Freepik
Sebagian angel investor memberikan dana dalam bentuk pinjaman, sebagian lagi ditukar dengan saham / Freepik (dooder)

Sayangnya tidak seperti venture capital yang memiliki identitas jelas sebagai investor, angel investor kadang hanya tampak seperti orang biasa atau pengusaha yang sedang menjalankan bisnisnya. Sehingga untuk menemukannya, founder memang harus meningkatkan jaringan bisnisnya, baik secara langsung melalui pertemuan maupun secara online melalui kanal seperti LinkedIn, AngelList dan sebagainya. Tapi percayalah, beberapa narasumber kami mengungkapkan bahwa menemukan, bernegosiasi, menyamakan visi, hingga menutup pendanaan dengan angel investor bukan perkara yang mudah. Namun ketika dapat, bisa jadi itu menjadi jalan pertumbuhan startup yang tengah diinisiasi.

Terkait mekanisme investasi, ada dua model yang paling populer, yakni melalui kepemilikan saham (equity stake) atau convertible note. Untuk saham, investor akan menukar uang tunai yang mereka berikan dengan kepemilikan di perusahaan. Jumlahnya akan tergantung pada kesepakatan bersama. Hitungannya juga bisa jadi sesederhana: jika startup saat ini bernilai US$1.000.000 (founder dan investor setuju), lalu angel memasukkan dana US$200.000, maka mereka akan mendapatkan 20%.

Namun perhitungan tentang nilai perusahaan alias valuasi kadang jadi rumit. Founder biasanya ambisius, menginginkan perusahaan memiliki nilai setinggi mungkin. Maka mekanisme kedua sering menjadi pilihan. Convertible note memungkinkan kedua belah pihak menetapkan nilai perusahaan di kemudian haru, biasanya sampai putaran investasi selanjutnya. Note tersebut dibuat sebagai pinjaman kepada perusahaan, sehingga punya tenggat waktu

Prosesnya seperti ini, misalnya angel investor menyepakati note dengan menyertakan dana modal US$200.000, posisinya adalah utang perusahaan. Namun di saat jatuh tempo, investor dapat memilih apakah mendapatkan uangnya kembali disertai bunga yang disepakati atau mengubah uang tersebut menjadi saham perusahaan.

Setelah disetujui, proses selanjutnya adalah membuat term sheet (bisa dibuat investor atau startup). Intinya dokumen ini sebagai tanda ikatan, termasuk menguraikan tiap detail terkait kesepakatan yang dilakukan. Biasanya membutuhkan jasa tim legal untuk mengurus tahap ini, bisa memakan waktu cukup lama juga.

Ingin Dukung Industri Film, NFC Indonesia Berinvestasi di Ideosource Entertainment

Bertujuan untuk memperkuat value chain di lanskap digital dan hiburan, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), entitas dari PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), mengumumkan rencananya untuk berinvestasi di Ideosource Entertainment (IDEO). Nantinya investasi akan berfokus pada pembiayaan portofolio yang beragam.

Tidak disebutkan lebih lanjut berapa jumlah investasi yang digelontorkan, namun melalui kerja sama dengan berbagai produser Indonesia yang sukses secara komersial, investasi dikucurkan untuk portofolio film yang terkurasi, khususnya untuk layar lebar dan serial untuk layanan streaming digital.

“NFCX terus membangun disruptive platforms di berbagai area, termasuk media dan periklanan. Namun, kami percaya bahwa platform yang kuat harus juga didukung dengan konten yang kuat. Hal tersebut akan menciptakan magnet alami bagi platform tersebut. Kami juga melihat bahwa IDEO film dan media analytic platform juga dapat memperkuat infrastruktur programmatic and deep-learning and advertising kami. Dengan dukungan finansial dan ekosistem digital luas dari NFCX, kami dapat membantu IDEO untuk berkembang lebih cepat dan lebih besar,” kata CEO NFCX Abraham Theofilus.

Fokus IDEO untuk produksi film Indonesia

Didirikan oleh Andi Boediman pada tahun 2011 lalu, hingga kini Ideosource Venture Capital telah mendanai 27 startup mulai dari e-commerce, digital media, games, IoT (internet of things) yang mendapat kucuran dana dari Ideosource. Andi kini menjabat sebagai Managing Partner Ideosource Venture Capital.

Sejak tahun 2017, Ideosource mulai merambah dunia film dan menyalurkan investasinya melalui Ideosource Film Fund (IFF).  Melihat potensi yang cukup besar di industri film Indonesia serta latar belakang pendidikannya pernah belajar film di Amerika, CEO IDEO Andi Boediman mengungkapkan, IDEO memiliki beragam portofolio film fitur Indonesia. Ia mengklaim ‘Keluarga Cemara’ merupakan investasi film paling sukses dengan penonton yang menembus angka 1,7 juta penonton serta pendapatan lain-lain dari sponsor dan hak digital.

“IDEO juga berinvestasi di deretan film Screenplay Bumilangit, salah satunya adalah ‘Gundala’, pahlawan super komik asli Indonesia karya (alm) Hasmi. Disutradarai oleh Joko Anwar, film ini menceritakan tentang asal usul dari si pahlawan super tersebut, dan menjadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu tahun ini.”

Terdapat empat bisnis model yang nantinya akan diterapkan oleh IDEO, di antaranya adalah investasi film & media, produksi film & media, film & media analytic platform dan digital marketing agency. Dalam memutuskan investasi, Andi memiliki beberapa kriteria. Pertama, ia melihat rekam jejak produser dan sutradaranya. Rumah produksinya sudah pernah mengeluarkan karya-karya apa saja. Rekam jejak ini penting untuk keberhasilan investasinya.

“Setelah itu, saya melihat dari segi proyeknya. Film itu dilihat dari paketnya. Apakah dia menggunakan intellectual property, cast, story yang bagus, dan revenue model, kita jadi tertarik. Kalau di depan, itunya saja tidak menarik, ya, bagaimana kita bisa tertarik,” kata Andi.

Totalitas Pendiri Startup Menentukan Keberhasilan Startup

Pendiri startup harus bisa sepenuhnya memberikan totalitas yang besar terhadap startup yang dimiliki, jika dijalankan tidak sempurna akan menyulitkan untuk startup bergerak maju hingga berakhir dengan kegagalan. Poin penting tersebut diungkapkan oleh Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman di acara konferensi Tech in Asia Jakarta 2015, Rabu, 11 November.

Business model yang baik adalah jika diterapkan dengan fokus dan totalitas, jangan jadikan startup Anda menjadi kerja sambilan atau side job saja. Pendiri startup yang baik harus secara total memperhatikan perkembangan startup.”

Berbicara di hadapan para pendiri startup, developer, investor, media dan pengunjung lainnya, Managing Director of Mountain SEA Ventures Andy Zain juga mengingatkan pendiri startup harus memiliki rasa percaya diri yang tinggi saat mulai melakukan penggalangan dana. Sebagai pendiri startup Anda bertanggung jawab untuk menjadi ambasador perusahaan yang bertugas untuk melakukan networking dengan investor dan VC.

“Tumbuhkan rasa percaya diri yang besar saat mulai melakukan penggalangan dana, dengan begitu investor yang Anda temui bisa melihat seberapa besar passion Anda untuk mengembangkan startup,” kata Andy Zain.

Jika diperlukan apakah bijak seorang pendiri startup atau investor menyebutkan jumlah dana yang didapatkan? Menurut Andy Zain, hal tersebut sepenuhnya diserahkan kepada pihak investor atau VC terkait. Anda sebagai pendiri startup wajib untuk merahasiakan jumlah pendanaan tersebut.

“Biasanya pihak investor atau VC yang akan menyebutkan kepada media berapa jumlah uang yang sudah diinvestasikan, jika jumlah kecil akan disebutkan namun tidak demikian jika jumlah yang dinvestasikan besar angkanya,” kata Andy Zain.

Lakukan sendiri proses perekrutan

Poin selanjutnya yang juga ditekankan, baik oleh Andi Boediman maupun Andy Zain, adalah proses perekrutan merupakan hal yang penting dan wajib diperhatikan oleh pendiri startup. Bagi Andi Boediman, adalah penting bagi pendiri startup untuk mencari secara langsung anggota tim yang yang dibutuhkan.

“Upayakan semua proses perekrutan dilakukan sendiri sejak awal hingga proses akhir tanpa bantuan dari HR. Hal ini penting untuk bisa menyelaraskan visi dan misi pemimpin perusahaan dan secara langsung  bisa melihat seperti apa karakter pegawai yang direkrut.”

Salah satu cara yang bisa dilakukan startup untuk merekrut orang-orang yang tepat dan memiliki ketertarikan yang besar untuk bergabung adalah menciptakan pasar atau peluang yang menjanjikan di perusahaan, sehingga sulit untuk dihiraukan, seperti yang ditegaskan Andy Zain.

“Mulailah cari calon-calon pegawai baru di tempat yang tidak biasa, misalnya ke STMIK, sekolah tinggi ilmu komputer di Purwakarta atau Bogor, penting juga untuk startup melakukan give back kepada masyarakat dengan menggelar ragam seminar, pelatihan, workshop di luar Jakarta,” kata Andy Zain.

Jika diperlukan, mencampur tenaga kerja asing dengan lokal juga bisa dilakukan untuk menciptakan kompetisi yang positif serta lebih banyak kreativitas untuk startup.

8WOOD Peroleh Seed Funding dari Ideosource

8WOOD galang seed funding untuk tingkatkan sisi kompetitif / DailySocial

Layanan e-commerce fashion 8WOOD mengumumkan perolehan seed funding dengan jumlah yang tidak disebutkan dari Ideosource. Pendanaan akan digunakan untuk perekrutan, pemasaran, dan pengembangan produk. 8WOOD didirikan oleh pasangan suami istri Alvin Yodhapatria (DJ dan event organizer) dan Alice Norin (aktris).

Continue reading 8WOOD Peroleh Seed Funding dari Ideosource

Ini yang Dicari Investor dari Startup Indonesia

Investor lokal dan asing bicara terbuka tentang ekosistem startup Indonesia
Investor lokal dan asing bicara terbuka tentang ekosistem startup Indonesia

Dilihat dari segala metrik saat ini Indonesia sangat menarik dan menjanjikan untuk mendirikan startup. Investasi pun mulai banyak masuk, mendanai startup dari dalam hingga luar negeri. Managing Partner 500 Startup Khailee Ng, Co-founder East Venture Wilson Cuaca, Partner Monk’s Hill Ventures, Founding General Partner Takeshi Ebihara, dan Managing Partner Ideosource Andi Boediman bicara tentang alasan dan tantangan investasi startup di Indonesia sebagai bagian dari Echelon Jakarta 2015.

Continue reading Ini yang Dicari Investor dari Startup Indonesia

Ideosource opens audition for potential local startup investments

 

Apparently finding a good decent startup is not an easy task. Ask Ideosource, an investment firm led by former e-commerce giant Plasa exec Andi Boediman.

Continue reading Ideosource opens audition for potential local startup investments