Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup (Bagian 2)

Tulisan ini menjadi lanjutan dari artikel di tahun 2015 berjudul “Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup”. Kala itu kami mewawancara tiga orang yang terlibat langsung dalam sebuah bisnis startup, dari sisi investor, pengembang bisnis dan juga developer. Dalam artikel tersebut dijabarkan beberapa hal teknis terkait keterlibatan perempuan dalam sebuah bisnis teknologi.

Dalam sebuah kesempatan, pada pagelaran Women in Tech yang diinisiasi oleh ADITIF (Asosiasi Digital Kreatif), sebuah diskusi terkait peran perempuan dalam industri teknologi dibahas. Kali ini fokus pada kultur kerja dan juga lingkungan yang berkorelasi dengan kenyamanan pekerja perempuan dalam bisnis teknologi, khususnya dalam ukuran startup.

Dalam kesempatan tersebut hadir GKR Hayu sebagai penanggung jawab TIK di Keraton Yogyakarta, Founder & CEO Fitinline Istofani Api Diany, Co-Founder & CEO JakPat Anggit Tut Pinilih dan CEO WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng.

Salah satu yang melatarbelakangi diskusi ini adalah hasil survei Harvard Business Review (HBR) yang mengemukakan fakta untuk dalam industri teknologi. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 tersebut, dituliskan perbandingan keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam industri teknologi adalah dua banding delapan. Hanya 9 persen dari total entrepreneur adalah perempuan.

Di sisi investasi pun juga angkanya sangat signifikan jaraknya. Data dari Entrepreneur.com mengemukakan 89 persen investor adalah laki-laki dan mereka berinvestasi pada (kebanyakan) perusahaan yang dikelola oleh laki-laki. Hanya 7 persen founder perempuan yang mendapatkan suntikan investasi dari venture capital.

Kultur yang menahun dianggap sebagai sebuah kepastian

Mengawali pemaparannya Hayu menceritakan pengalamannya masuk menjadi tim IT sebuah perusahaan perbankan diteruskan menjadi manajer produk di sebuah perusahaan pengembang game. Berbicara dari sisi kemampuan teknis, anggapan miring seputar kompetensi pekerja perempuan sudah sangat akrab ia terima. Hayu mengatakan masih sering menemui kebiasaan yang memposisikan perempuan selalu harus berada di role pekerjaan yang non-teknis. Itu jika berbicara dari sisi kapabilitas dan di lingkungan kerja menurutnya ada hal lebih mendasar yang justru mengganggu kemajuan karier perempuan di industri teknologi, yaitu lingkungan pekerjaan.

“Kantor di perusahaan IT sering kali kurang memberikan kenyamanan kepada perempuan. Hal ini terbangun secara alamiah karena umumnya perusahaan IT didominasi laki-laki. Sementara itu perempuan memiliki sifat kurang merasa aman ketika harus di lingkungan seperti itu,” ujar Hayu membuka diskusi.

Sebagai CEO, Anggit mengonfirmasi keadaan yang disebutkan dalam riset HBR di atas. Beberapa kali ia ketemu investor, tidak jarang yang menyampaikan sikap acuh dan underestimate. Namun jika dalam perspektif lingkungan kerja, karena di startup yang ia pimpin porsi jumlah perempuan dan laki-laki hampir seimbang, proses bisnis justru bisa saling melengkapi.

“Sering kali terjadi perbedaan pendapat terutama ketika mengembangkan produk. Karena tim pengembang laki-laki sering kali memfokuskan pada fitur, sedangkan perempuan lebih banyak mengulas tentang detail dan sudut pandang dari calon pengguna. Namun dari situ malah saling melengkapi,” ungkap Anggit menceritakan kultur kerja di kantornya.

Diskusi tentang Women in Tech dari Aditif

Edukasi perlu dilakukan dari sudut pandang laki-laki

CEO portal pernikahan WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng atau akrab disapa Ajeng memberikan pendapat bahwa untuk meningkatkan awareness tentang kesetaraan ini, perlu dilakukan banyak kegiatan edukasi di sisi laki-laki. Kepekaan mereka dan mindset untuk bisa terbuka dinilai akan memberikan dampak signifikan pada meningkatnya persentase perempuan yang terjun dalam bisnis digital.

Istofani mengomentari hal yang sama. Kaitannya dengan kultur yang sudah terlanjur dianggap menjadi sebuah kebenaran, bahwa perempuan kurang pas jika harus berjibaku dengan urusan yang sangat teknis. Sulit untuk diubah, namun dengan memberikan role model yang banyak sedikit demi sedikit pandangan ini akan terkikis.

“Menariknya 90 persen customer Fitinline, yang banyak dinilai sebagai startup yang cewek banget, justru laki-laki. Ketika berhadapan dengan customer laki-laki so far tidak ada masalah. Justru ketika mereka mengetahui bahwa kita adalah perempuan, mereka dapat bersikap lebih lembut,” papar Istofani.

Pada akhirnya diskusi tersebut menyimpulkan bahwa dengan penempatan pada lingkungan yang baik (dalam startup teknologi) perempuan akan dapat berpartisipasi besar dalam proses pengembangan produk, khususnya pada bagian teknis. Kendati jumlahnya masih sangat sedikit, mengingat demand mahasiswi di bidang TIK juga tidak banyak, tantangan saat ini adalah menunjukkan panutan sebanyak- banyaknya tentang kisah sukses perempuan yang berkiprah di industri atau startup teknologi.

Event: RotiFreSh Goes To Jogja, Dengan Tema “Dari Mimpi Menjadi Kenyataan”

Tidak seperti biasanya, komunitas sharing tentang internet dan dunia kreatif dari kota Semarang ini yaitu RotiFreSh, akan mengadakan meetup di Yogyakarta. Kali ini RotiFreSh bersama dengan Lenovo mengadakan meetup-nya yang ke 23 dengan tema “Dari Mimpi Menjadi Kenyataan”. Di acara ini pihak Lenovo sendiri menantang para penikmat (peserta) RotiFreSh untuk mewujudkan ide-ide mereka dalam kompetisi Lenovo Do Network.

Pembicara pada meetup ini adalah dua pemilik startup yang berbasis di Yogyakarta serta pastinya, dari pihak Lenovo sendiri. Mereka adalah Anggit Tut Pinilih (Founder MbakDiskon.com), Agus Supriadi (Founder YogYes.com), dan Nurdin Nurdiansyah (peneliti dari LIPI – Mentor Lenovo Do Network).

Meetup kali ini akan diselenggarakan pada hari Minggu, tanggal 18 Desember 2011, pukul 18.00 s/d selesai, bertempat di Dixie Easy Dinning, lantai 2 – Jl. Gejayan No. 40b, Yogyakarta. Meetup kali ini gratis alias tidak dipungut biaya, namun tempat terbatas.

Bagi para pembaca setia DailySocial yang berdomisili di Yogyakarta dan ingin mengikuti acara ini, bisa menuju tautan ini untuk melihat informasi lengkap.

Interview: MbakDiskon’s Strategy for The Future

On Wednesday I had the opportunity to meet  the founder of one local daily deals services in Yogyakarta, MbakDiskon.com. Her name is Anggit Tut Pinilih (@anggitut), S2 student who is completing her thesis at one of the top universities in Yogyakarta.

MbakDiskon is the first daily deals service in Jogjakarta and is still very new. The startup was launched in March and is still much to be repaired by MbakDiskon, both in terms of online and offline. For the payment system similar to other daily deals service is by using the account of BCA or Bank Mandiri, use the T-Cash service from Telkomsel and for offline payment can be done at Swaragama FM Radio’s office.

Continue reading Interview: MbakDiskon’s Strategy for The Future

Wawancara: Strategi MbakDiskon Ke Depan

Hari Rabu kemarin saya berkesempatan bertemu dengan Founder salah satu layanan daily deals lokal di Yogyakarta yaitu MbakDiskon.com. Beliau adalah Anggit Tut Pinilih (@anggitut), mahasiswa S2 yang sedang menyelesaikan tesisnya disalah satu universitas ternama di Yogyakarta. Kali ini saya berkesempatan berbincang-bincang tentang layanan daily deals miliknya tersebut.

MbakDiskon adalah layanan daily deals lokal pertama yang ada di kawasan Yogyakarta dan masih sangat baru. Bulan Maret yang lalu startup ini diluncurkan, dan masih banyak yang harus dibenahi dari MbakDiskon, baik segi online maupun offline nya. Untuk sistem pembayaran hampir sama dengan layanan daily deals lainnya yaitu melalui rekening Bank Mandiri/ Bank BCA, melalui layanan T-Cash dari Telkomsel, dan pembayaran offline dapat melalui kantor Radio Swaragama FM.

Continue reading Wawancara: Strategi MbakDiskon Ke Depan