Slice Group Tutup Pendanaan Awal 9,6 Miliar Rupiah Dipimpin Intudo dan Arise [Updated]

Pengembang platform digital untuk creator management Slice Group menutup pendanaan awal sebesar $645 ribu (sekitar Rp9,6 miliar) dalam skema financing, yang dipimpin oleh Intudo Ventures dan Arise. Pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk membantu pemilik merek mengelola hubungan dengan para kreator di Indonesia.

Disampaikan dalam keterangan resminya, Slice Group adalah pengembang marketing CRM yang membantu pemilik merek dan agensi mengelola hubungan dengan influencer dan kreator konten. Solusi ini memungkinkan mereka untuk bekerja lebih cepat, lebih efisien, dan mampu membangun hubungan jangka panjang.

Solusi CRM ini terdiri dari berbagai fitur yang dapat menjangkau target pasar yang luas, dan dirancang untuk membuka potensi kerja sama dengan lebih banyak kreator tanpa perlu menambah jumlah karyawan. Tool ini berfungsi untuk mengelola, mengukur sebuah kampanye, hingga melakukan pembayaran ke kreator.

Co-Founder & CEO Slice Group Jesse Bouman mengungkap rencananya untuk menyempurnakan produk, mengembangkan platform, mendorong penjualan, dan menambah jumlah timnya lewat pendanaan ini. Selain itu, Slice Group juga akan mengembangkan fitur embedded finance di platform bagi pemilik merek/agensi dan kreator konten.

Fitur keuangan ini termasuk opsi pembiayaan bagi agensi sehingga mereka dapat mengelola arus kas dan membantu kreator mendapatkan bayaran lebih cepat, hingga dompet digital untuk memfasilitasi pembayaran dan melacak riwayat transaksi keuangan.

Dihubungi secara terpisah, Bouman menargetkan produk keuangan ini bakal meluncur pada kuartal III 2023. Pihaknya tengah melakukan pengembangan, baik pada tim engineering maupun desain, sembari melakukan iterasi dengan cepat berdasarkan feedback penggunanya.

“Indonesia dan Asia Tenggara sedang mendigitasi layanan keuangan dengan cepat, tetapi semua modelnya masih one-size fits all model. Padahal, kreator konten dan agensi yang menggunakan solusi kami memiliki kebutuhan keuangan yang berbeda. Kami rasa mengintegrasikan layanan keuangan dan pembayaran dalam satu platform adalah area di mana bisa kami akselerasi pada arus keuangan. Dengan begitu, agensi dan kreator konten bisa mendorong bisnisnya,” paparnya kepada DailySocial.id.

Saat ini, strategi utamanya untuk go-to market adalah membantu agensi pada influencer marketing report. Slice Group juga tengah tertarik mengeksplorasi sektor lifestyle, FMCG, dan fintech yang memanfaatkan banyak influencer. Sementara, kategori kreator yang diincar adalah kreator dengan follower hingga 100 ribu.

Menurut Bouman, sebagian besar platform sejenis lebih fokus pada kreator sebagai nilai tambah utama mereka. Namun, platform CRM Slice disebut dapat membantu pemilik merek dan agensi mengumpulkan data kinerja influencer untuk campaign report, hingga mengolah data sehingga mereka dapat menentukan kreator potensial untuk kerja sama jangka panjang.

Proses masih manual

Selama ini, pihaknya melihat terjadi inefisiensi di industri kreator ekonomi. Meski pemilik merek mengucurkan biaya besar ke kreator dan influencer, masih banyak pemasar yang mengandalkan proses manual, yang mana setara dengan biaya yang dikucurkan pemilik merek ke sejumlah influencer besar yang sama.

“Kami mendirikan Slice Group dengan mempertimbangkan kebutuhan pemilik merek dan kreator untuk membantu mereka membangun hubungan yang berkelanjutan dan bekerja lebih efisien pada kampanye influencer,” kata Bouman.

Maka itu, tool ini diharapkan dapat meringkas kegiatan operasional serta membantu pemilik merek dan kreator dalam membuat keputusan yang lebih tepat dengan dukungan data terverifikasi.

Di masa depan, kami percaya calon pengusaha akan memulai sebagai kreator konten dan memanfaatkan audiens mereka untuk memperkenalkan usaha barunya. Kami ingin memperkuat transisi kreator ini di seluruh Asia dengan menstabilkan pendapatan mereka dan memungkinkan mereka menjadi kreator full time.” tambahnya.

Sementara, bagi kreator konten, solusi ini diklaim dapat membuka peluang kolaborasi dengan pemilik merek, akses terhadap analitik, dan kit media. Dengan begitu, mereka dapat bertransisi menjadi kreator konten full time dengan pemasukan yang stabil dan berulang.

Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan mengatakan marketing influencer kini telah banyak digunakan pemilik merek untuk terlibat dengan konsumennya di dunia. “Pasar yang berbeda membutuhkan pengetahuan lokal tentang kondisi dan kebiasaan unik kreator dan audiensnya. Dengan pemahaman mereka yang mendalam tentang ekonomi kreator Indonesia, kami yakin Slice Group dapat memberikan nilai luar biasa bagi merek dan kreator.”

Potensi layanan manajemen talenta kreatif dan influencer ini memang cukup menggairahkan. Dengan model bisnis yang unik, sejumlah pemain juga mencoba mendemokratisasi sektor ini, misalnya yang dilakukan Partipost, Tiptip, Anymind, Raena, dan beberapa lainnya.

Startup Agritech “Beleaf” Raih Pendanaan Awal 30 Miliar Rupiah Dipimpin Alpha JWC Ventures

Berdasarkan data Startup Report 2021 dan Q1 2022 oleh DSInnovate, industri agritech masih mencatatkan pertumbuhan positif yang diperkirakan meningkat sampai tahun 2023. Hal ini juga ditunjukkan oleh kehadiran pemain baru dan pendanaan yang tidak surut untuk menopang industri ini.

Beleaf, solusi pintar untuk pertanian di Indonesia baru saja mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal sebesar $2 juta atau lebih dari 30 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures. Dana kelolaan BRI Ventures ‘Sembrani Nusantara‘, dana kelolaan MDI-Finch Capital ‘Arise’, dan beberapa investor angel turut terlibat dalam pendanaan ini.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Amrit Lakhiani, Beleaf mengawali bisnis sebagai merek hidroponik premium yang menawarkan berbagai jenis sayuran dan buah-buahan. Seiring pertumbuhan bisnis dan pengalaman mengelola pertanian mereka sendiri, perusahaan mulai mengembangkan produknya ke manajemen pertanian yang didukung teknologi.

Solusi Beleaf menawarkan layanan end-to-end ‘Farming as a Service’ yang menyeluruh, mulai dari operasional, distribusi, dan offtaking – menghubungkan pertanian, distributor, dan pengecer dalam satu ekosistem terintegrasi. Sistem  ini didukung oleh teknologi big data dan IoT untuk memungkinkan pertanian lokal yang presisi, Beleaf saat ini berfokus pada tiga fitur utama: kontrol, otomatisasi, dan manajemen.

Founder dan CEO Beleaf Amrit Lakhiani menjelaskan bahwa sistem yang dimaksud adalah Beleaf Operating System (OS), platform yang menghubungkan perangkat IoT, pengumpulan data, pemantauan, logistik, penjadwalan, dan peramalan. Sistem operasi ini bertujuan untuk meningkatkan performa operasional pertanian.

Platform ini bisa digunakan untuk memantau pembibitan, suhu, nutrisi, posisi, aliran udara, kelembaban, irigasi, dan pengemasan di dalam pertanian. Semua data yang dikumpulkan dari proses ini kemudian akan mendukung pembelajaran mesinnya untuk pertanian dan peningkatan berkelanjutan Beleaf serta penelitian dan pengembangan solusi di masa depan.

“Setelah lahan pertanian mitra kami menggunakan Beleaf OS, mereka akan melihat peningkatan dalam konsistensi, produktivitas, dan kualitas panen. Selain itu, mereka akan menggunakan lebih sedikit sumber daya, sehingga meningkatkan keuntungan dan kelestarian lingkungan,” tambah Amrit.

Partner di Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengungkapkan, “Tiga tahun terakhir ini, Beleaf telah membuktikan kinerjanya yang konsisten dan kuat, mulai dari kualitas panen, efisiensi operasi hingga keekonomian unit pertanian. Mereka sekarang berada dalam posisi unik untuk memperluas jejak teknologi mereka melalui OS Beleaf mereka dan menjadi pemain utama dalam kancah pertanian alternatif di Indonesia.”

Fokus layanan dan target ke depan

Setelah berhasil mendapatkan pendanaan, Beleaf disebut akan fokus untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi, memperkuat tim, dan menggandakan sumber daya. Dalam hal ini, perusahaan bermaksud membuka lebih banyak R&D dan membangun lebih banyak komunitas pertanian utamanya di Jawa Barat.

Hingga saat ini, Beleaf telah bekerja sama dengan 14 pertanian di Jawa Barat yang mencakup lebih dari 80 hektar dan memproduksi lebih dari 70 ton produk segar per bulan. Produk-produk dengan merek inhouse-nya dapat ditemui di 15 supermarket dengan 110 outlet, 8 platform e-commerce, dan 10+ outlet restoran. Beberapa supermarket ternama yang sudah bekerja sama termasuk The Food Hall, Grand Lucky, Hero, serta Ranch Market.

Saat ini, perusahaan hanya memasok produk sayur mayur dan buah-buahan. Amrit percaya dengan konsep memulai sesuatu dari yang paling dipahami. Dalam konteks ini, Beleaf telah membuktikan dengan mengembangkan hasil pertanian  sendiri, dan tahun ini berhasil menskalakan modelnya. Namun, pihaknya juga mengungkapkan kesiapan untuk memperluas jangkauan produk.

Selain Farming as a Service, Beleaf juga memperluas merek inhouse dengan menambahkan merek baru, Seikat, ke merek premium yang sudah ada (Beleaf), dan menambahkan lebih banyak variasi ke dalam daftarnya. “Kami siap untuk mempercepat pertumbuhan dan menguji coba ekspansi geografis. Kami telah memulai dengan sayuran dan buah-buahan, dan akan mengeksplorasi kelompok tanaman lain yang modelnya bisa direplikasi,” ungkap Amrit.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai pasar buah dan sayuran Indonesia saat ini mencapai $33 miliar, dan berpeluang tumbuh menjadi $56 miliar pada tahun 2026. Di sisi lain, biaya pertanian diperkirakan akan meningkat yang dipengaruhi oleh kenaikan biaya input, adopsi teknologi yang buruk, pengurangan tenaga kerja pertanian, dan logistik yang tidak efisien karena fragmentasi.

“Pada akhirnya, dengan pengalaman dan teknologi, kami berusaha untuk meningkatkan produktivitas, kualitas dan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia. Impian kami adalah mengurangi ketergantungan Indonesia pada buah dan sayuran impor dan membawa produk Indonesia mencapai standar global,” tambah Amrit.

Selain Beleaf, pemain lainnya yang juga mengusung konsep serupa adalah Askara. Konsep FaaS Askara Daulat Desa adalah dengan melakukan the whole cultivation program, dari perencanaan penanaman, pembukaan lahan, eksekusi penanaman, dan pengiriman langsung ke klien.

[Video] Cara Arise Dukung Startup Indonesia

DailySocial bersama Aldi Adrian Hartanto, Partner Arise, dana kelolaan MDI Ventures dan Finch Capital, membahas bagaimana dana kelolaan ini memberikan dukungan bagi startup Indonesia, tak hanya dari sisi modal jangka panjang, tetapi juga terlibat langsung di keseharian perusahaan.

Di video ini, Aldi juga memberikan opini terkait perkembangan ekosistem startup ke depan dan tips bagi para pendiri yang ingin melakukan fundraising.

Untuk video menarik lainnya seputar modal ventura (venture capital) dan seperti apa dukungannya terhadap startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi VCTalks.

FishLog Secures Seed Funding Led by Insignia Ventures Partners

B2B fish marketplace platform “FishLog” announced its seed funding round. This funding was led by Insignia Ventures Partners, however, the total value received was not further stated.

Participated also in this round, Arise, KK Fund, Ango Ventures, a startup from India called Captain Fresh, and several angel investors, including Kopi Kenangan’s Co-founder & CEO, Edward Tirtanata, AwanTunai’s Co-founder Windy Natriavi, Shipper’s CMO Jessica Hendrawidjaja, and several other names.

The company plans to use the fresh money to expand the digital products ecosystem and fisheries services in Indonesia, scale-up regional networks across the country, making it possible for new partners to join the ecosystem, also to build-up teams and capabilities. FishLog had participated in several competitions and acceleration programs, including DSLunchpad ULTRA.

“Through Fishlog, we are building an inbound market driver for all fisheries stakeholders in Indonesia, streamlining their supply chain processes to be more efficient and transparent in a more sustainable way,” the Co-Founder & CEO, Bayu Anggara said.

Similar to other logistics services, such as Ritase to Shipper, FishLog wants to focus on middle-chain logistics. Currently, FishLog has joined partnerships with 25+ supply side savers in coastal areas. The company has served 10+ cities, from Aceh to Papua. There are around 100 fishermen who claim to have been helped by the services offered by FishLog.

Fishery supply chain solution

While some startups already developed solutions that focused on the fisherman or the farmer side of the supply chain, Fishlog wants to bring technology into the fisheries supply chain, providing a robust distribution channel for fishermen, and easy access for B2B to get real-time fish availability.

FishLog is present in terms of logistics and supports the fishery supply chain in Indonesia. The platform is also equipped with applications that can help partners to record warehouse operations, access raw materials, and market access. Since implementing this model, FishLog has increased revenue nearly 20-fold year over year in addition to this unique approach to Indonesia’s fragmented supply chain.

They have also provided digital solutions for cold storage warehouses to increase their utility by connecting with more suppliers and buyers, also enabling these suppliers to have easier access to goods.

“With the on-site experience and local network of the founding team, the momentum is just right since its launching, and with its focus on digitizing cold storage distribution, Fishlog is well positioned to take the lead in addressing longstanding inefficiencies in the Indonesian fishing industry,” Insignia Ventures’ Founding Managing Partner, Yinglan Tan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DELOS Announces Additional Funding of 115 Billion Rupiah Led by Centauri Fund and Alpha JWC Ventures

Post securing early-stage funding led by the Arise Fund, aquatech startup DELOS announced an additional investment of $8 million, equivalent to 115 billion Rupiah. This round was led by the Centauri Fund and Alpha JWC Ventures. Both Centauri and Arise are funds under MDI Ventures management.

Other investors involved in this funding are Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, as well as Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Kopi Kenangan’s Founder, James Prananto, and a number of advanced strategic investors.

The company plans to use the funds to accelerate the on-boarding process of its farm-based clients. In addition, they continue to build and scale-up its main products AquaHero, AquaLink, and AquaBank to accelerate the growth of Indonesian aquaculture.

“We want to encourage Indonesia to realize and take advantage of its vast marine potential, setting it as major and sustainable national economic driver in the near future,” said DELOS Co-founder Guntur Mallarangeng.

Within months of operations following the early-stage funding round, DELOS has been working on developing its flagship product line. AquaHero, which is a complete agricultural productivity system combining scientific, technological and operational expertise was developed to increase agricultural yields. AquaHero products use high-end data collection methods and biological models to predict and reduce crop risk. This model will be applied to thousands of shrimp ponds in the DELOS ecosystem throughout Indonesia.

“DELOS comes with real, data-driven solutions to the everyday problems faced by shrimp farmers, and early traction has proven its effectiveness in optimizing farm operations and significantly growing output. With the expertise and network of its founders, we are confident DELOS can lead the aquaculture revolution in Indonesia,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.

Meanwhile, Centauri Fund’s Managing Partner, Kenneth Li, said that agriculture is one of Indonesia’s grassroots industries that contributes significantly to national GDP. In this regard, the shrimp industry in Indonesia is also one of the largest in the world and the largest contributor to the Indonesian fishery industry as a whole.

“DELOS is capable of producing a staggering output yield of 2-3x the industry average. It also capable to solve this problem by implementing modern and standardized production methods and providing scalable supply chain solutions,”  he added.

Business Growth

Since November 2021, the company has been actively on-boarding 100 hectares of intensive and super intensive shrimp ponds, with a backlog demand of more than 600 hectares in the company’s pipeline. This year, the company will continue to strengthen and expand AquaHero’s product range, accuracy, features and clients, by increasing farm productivity and profitability, thereby adding value to the industry. The company is targeting around 200 hectares to be managed this year.

DELOS claims to have helped its clients multiply their results through an app from AquaHero. This has resulted in the client base’s agricultural output continuing to outperform the Indonesian shrimp farming industry, producing an average of 10-15 tons/ha/cycle.

Supporting DELOS’ long-term goals, the company later established the DELOS Maritime Institute (DMI) in Yogyakarta. The Institute will become a training center for the development of specialized aquaculture talent, with a world-class curriculum and on-site practical training, to cultivate a new generation of farm managers, technicians, lab assistants and field operators. In addition, this activity will also support research and development of the latest technology in cultivation technology, such as: early detection and prevention of disease and livestock supporting infrastructure.

“The feedback of DELOS in the aquaculture industry has been very positive, with client acquisitions beyond the team’s ability to get into the farm,” Guntur said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DELOS Umumkan Pendanaan Lanjutan 115 Miliar Rupiah, Dipimpin Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures

Setelah sebelumnya telah mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin Arise Fund, startup aquatech DELOS mengumumkan pendanaan tahap awal tambahan senilai $8 juta atau setara 115 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures. Baik Centauri dan Arise adalah dana kelolaan dari MDI Ventures.

Investor lainnya yang turut terlibat dalam pendanaan ini adalah Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, serta Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Pendiri Kopi Kenangan James Prananto, dan sejumlah investor strategis lanjutan.

Perusahaan berencana untuk menggunakan dana tersebut untuk mengakselerasi proses on-boarding kliennya dari peternakan. Selain itu mereka terus membangun dan melakukan scale-up produk utamanya AquaHero, AquaLink, dan AquaBank untuk mempercepat pertumbuhan perikanan budidaya Indonesia.

“Kami ingin mendorong Indonesia untuk menyadari dan memanfaatkan potensi lautnya yang luas, menjadikannya penggerak ekonomi nasional yang utama dan berkelanjutan dalam waktu dekat,” kata Co-founder DELOS Guntur Mallarangeng.

Dalam beberapa bulan operasinya setelah putaran pendanaan awal, DELOS telah bekerja mengembangkan lini produk unggulannya. AquaHero, yang merupakan sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan operasional dikembangkan untuk meningkatkan hasil pertanian. Produk AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis untuk memprediksi dan mengurangi risiko panen. Model ini akan diterapkan pada ribuan udang tambak dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia.

“DELOS hadir dengan solusi nyata berbasis data untuk masalah sehari-hari yang dihadapi oleh petambak udang, dan traksi awal telah membuktikan efektivitasnya dalam mengoptimalkan operasi tambak dan keluaran yang tumbuh secara signifikan. Dengan keahlian dan jaringan yang dimiliki oleh para pendirinya, kami yakin DELOS dapat menjadi yang terdepan dalam revolusi akuakultur di Indonesia,” kata Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sementara itu menurut Managing Partner Centauri Fund Kenneth Li, agriculture merupakan salah satu industri akar rumput Indonesia yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan nasional PDB. Dalam hal ini industri udang di Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia dan penyumbang terbesar bagi industri perikanan Indonesia secara keseluruhan.

“DELOS mampu menghasilkan output hasil yang mengejutkan 2-3x dari rata-rata industri. DELOS telah mampu memecahkan masalah ini dengan menerapkan metode produksi modern dan standar dan menyediakan solusi rantai pasokan yang terukur.”

Pertumbuhan bisnis DELOS

Sejak November 2021, perusahaan aktif melakukan on-boarding 100 hektar tambak udang intensif dan super intensif, dengan backlog permintaan yang ada lebih dari 600 hektar di pipeline perusahaan. Tahun ini perusahaan juga akan terus memperkuat dan memperluas cakupan produk AquaHero, akurasi, fitur, dan klien, dengan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas pertanian, sehingga menambah nilai bagi industri. Perusahaan memiliki target sekitar 200 hektar yang bisa dikelola tahun ini.

DELOS mengklaim telah membantu kliennya menggandakan hasil mereka melalui aplikasi dari AquaHero. Hal ini mengakibatkan hasil pertanian basis kliennya terus mengungguli Industri budidaya udang Indonesia rata-rata menghasilkan 10-15 ton/ha/siklus.

Mendukung tujuan jangka panjang DELOS, perusahaan kemudian mendirikan DELOS Maritime Institute (DMI) di Yogyakarta. Institut akan menjadi pusat pelatihan untuk pengembangan bakat akuakultur khusus, dengan kurikulum kelas dunia dan pelatihan praktis di tempat, untuk menumbuhkan pertanian generasi baru manajer, teknisi, asisten lab, dan operator lapangan. Selain itu kegiatan ini juga akan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi mutakhir dalam teknologi budidaya, seperti: deteksi dini dan pencegahan penyakit serta infrastruktur penunjang peternakan.

“Penerimaan DELOS di industri akuakultur sangat positif, dengan akuisisi klien melampaui kemampuan tim untuk masuk ke peternakan,” kata Guntur.

FishLog Kantongi Pendanaan Awal Dipimpin Insignia Ventures Partners

Platform marketplace perikanan B2B “FishLog” mengumumkan telah merampungkan pendanaan tahap awal. Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi yang diterima, pendanaan ini dipimpin oleh Insignia Ventures Partners.

Turut terlibat dalam investasi ini Arise, KK Fund, Ango Ventures, startup dari India bernama Captain Fresh, dan sejumlah angel investor seperti Co-founder & CEO Kopi Kenangan Edward Tirtanata, Co-founder AwanTunai Windy Natriavi, CMO Shipper Jessica Hendrawidjaja, dan beberapa nama lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk memperluas ekosistem produk digital dan layanan perikanan di Indonesia, melakukan scale-up jaringan regional di seluruh negeri, sehingga memungkinkan bagi mitra baru untuk bergabung dengan ekosistem, dan membangun tim dan kemampuannya. FishLog sempat mengikuti sejumlah kompetisi dan program akselerasi, termasuk DSLaunchpad ULTRA.

“Melalui Fishlog, kami membangun penggerak pasar masuk untuk semua pemangku kepentingan perikanan di Indonesia, merampingkan proses rantai pasokan mereka menjadi lebih efisien dan transparan dalam cara yang lebih berkelanjutan”, ujar Co-Founder & CEO Bayu Anggara.

Serupa dengan layanan logistik lainnya, seperti Ritase hingga Shipper, FishLog ingin fokus di middle-chain logistik. Saat ini FishLog telah menjalin kemitraan dengan 25+ penyimpan sisi pasokan di daerah pesisir. Mereka telah melayani 10+ kota, dari Aceh hingga Papua. Ada sekitar 100 nelayan yang diklaim sudah terbantu layanan yang ditawarkan FishLog.

Solusi untuk rantai pasok perikanan

Meskipun sudah ada solusi yang dikembangkan oleh startup yang berfokus pada nelayan atau sisi petani dari rantai pasokan, Fishlog ingin membawa teknologi ke dalam rantai pasokan perikanan, menyediakan saluran distribusi yang kuat bagi nelayan, dan akses mudah untuk B2B mendapatkan ketersediaan ikan secara real-time.

FishLog hadir dari sisi logistik dan mendukung supply chain perikanan di Indonesia. Platform tersebut juga dilengkapi aplikasi yang bisa membantu mitra untuk pencatatan operasional gudang, akses bahan baku, dan akses pasar. Sejak menerapkan model ini, FishLog telah meningkatkan pendapatan hampir 20 kali lipat dari tahun ke tahun selain keunikan ini pendekatan terhadap rantai pasokan Indonesia yang terfragmentasi.

Mereka juga telah menyediakan solusi digital untuk gudang penyimpanan dingin untuk meningkatkan utilitasnya dengan terhubung dengan lebih banyak pemasok dan pembeli, juga memungkinkan pemasok ini menjadi lebih mudah akses ke barang.

“Dengan pengalaman di lapangan dan jaringan lokal dari tim pendiri, momentum yang cepat yang telah mereka capai sejak diluncurkan, dan fokus mereka pada digitalisasi distribusi cold storage, Fishlog berada di posisi yang tepat untuk memimpin dalam mengatasi inefisiensi yang sudah berlangsung lama dalam industri perikanan Indonesia,” kata Insignia Ventures Partners Founding Managing partner Yinglan Tan.

Application Information Will Show Up Here

Quick Commerce Startup Bananas Is Reportedly Received Seed Funding, Soon to Debut

Another online grocery platform arise. It’s called “Bananas”, this service applies the quick commerce concept with 10 minutes delievery guaranteed. The product categories ranged from meat, vegetables, drinks, and various other daily needs.

Based on the website, in the early stage, Bananas is available for users in the Kelapa Gading, Sudirman, and Senopati areas — soon to be available in Kuningan, Senayan, PIK, and surrounding areas.

Regarding funding, based on our source, the company also secured seed investment from a number of investors, including East Ventures and Arise.

In terms of purchasing, users can download the Bananas app on the Android or iOS platform. The app will confirm whether it is within the coverage area. If it is available, you can continue to order items according to the product SKUs.

After the payment is completed, the order will be shipped within 10 minutes after the packing finished. After the goods are shipped and received, the user has 10 minutes to make sure the order is correct. The delivery is carried out by Bananas trained partners.

Bananas was founded by Mario Gaw and Kristian Frits, they curently also participating in the Y Combinator (W22) program. Mario himself is quite familiar in the digital startup industry, he used to be Tiket.com’s CPO, Co-Founder of Cashbac, CEO of Dimo, General Manager of Rumah123.com and several executive positions in other digital companies.

Online groceries innovation in Indonesia

Previously, Astro came up with the same concept. The company recently announced a series A funding of IDR 387 billion. In Indonesia, the quick commerce concept is still relatively new, however, several overseas markets have already validated the business. For example in India, there is Zepto with a similar service. In Europe there is also Gorilla platform.

Quick commerce is basically one of the existing online grocery models. Previously, the Indonesian market had been introduced to the online grocery platform with Happy Fresh or Sayurbox. Although they do not guarantee fast delivery, they are able to deliver orders on the same day with an in-house logistics fleet.

Another concept is in the form of on-demand services, for example, presented by Titipku. They connect Jatiper (partners who shop for goods) scattered in various traditional markets to buy and deliver orders from consumers. Titipku currently accommodates more than 100 markets with nearly 500 thousand users.

Apart from that, unicorns also offer grocery-related sub-services by utilizing their ecosystem and platform. For example, Gojek with GoMart, Grab with GrabFresh, to Blibli with BlibliMart. Blibli seems serious enough to work on the potential of online grocery, last year they just completed a corporate action to acquire a majority stake in the parent company Ranch Market.

On the other hand, several retail companies have also begun to intensify its digital transformation by providing delivery services through applications. Indomaret did it with the KlikIndomaret application and website.

According our observation, the following are Indonesia’s online grocery platforms with the fastest user growth based on rankings in the Shopping category and the number of downloads:

App Rank Download
Klikindomaret 11 1 million+
Segari 23 100 thousand+
Sayurbox 26 1 million+
Pasarnow 30 100 thousand+
Titipku 40 100 thousand+
KitaBeli 42 100 thousand+
TaniHub 52 500 thousand+
LOTTEmart 92 50 thousand+
MyYOGYA 99 100 thousand+

The existing online grocery business models will ultimately provide flexibility for consumers. Moreover, since the pandemic, many people are considering to purchase their needs online to avoid crowds and physical contact. However, the progress of the retail business is also expected to have an impact on industry players – including MSMEs, market traders, to farmers – by including them in the supply chain.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dikabarkan Dapat Pendanaan Awal, Startup “Quick Commerce” Bananas Segera Debut [UPDATED]

Satu lagi platform online grocery muncul. Bernama “Bananas”, layanan ini mengusung konsep quick commerce, menjanjikan proses pengiriman pesanan dalam 10 menit. Kategori produk yang disuguhkan mulai dari daging, sayur, minuman, dan berbagai kebutuhan harian lain.

Menurut informasi di situs webnya, di fase awal ini Bananas sudah bisa digunakan untuk pengguna di area Kelapa Gading, Sudirman, dan Senopati — segera menyusul di Kuningan, Senayan, PIK, dan sekitarnya.

Terkait pendanaan, dari data yang kami peroleh, saat ini mereka juga sudah mengamankan investasi awal dari sejumlah pemodal, termasuk East Ventures, SMDV, Arise, dan Y Combinator. Total pendanaan yang didapat adalah $1,5 juta sekitar 21,5 miliar rupiah.

Untuk melakukan pesanan, pengguna dapat mengunduh aplikasi Bananas yang terdapat di platform Android atau iOS. Aplikasi akan memastikan apakah area tempat tinggal sudah diakomodasi atau belum. Jika sudah, dapat melanjutkan membuat pesanan item belanja sesuai SKU produk.

Setelah pembayaran selesai, pesanan akan dikirim dalam waktu 10 menit setelah produk selesai dikemas. Setelah barang dikirim dan diterima, pengguna memiliki waktu 10 menit untuk memastikan pesanan sudah sesuai. Pengiriman barang dilakukan oleh mitra Bananas yang telah diberikan pelatihan.

Bananas didirikan oleh Mario Gaw dan Kristian Frits, saat ini mereka juga tengah mengikuti program Y Combinator (W22). Mario sendiri bukan orang baru di dunia startup digital, sebelumnya ia sempat menjadi CPO Tiket.com, Co-Founder Cashbac, CEO Dimo, General Manager Rumah123.com dan beberapa jabatan eksekutif di perusahaan digital lain.

Inovasi online grocery di Indonesia

Sebelumnya, Astro juga hadir dengan konsep yang sama. Baru-baru ini mereka umumkan pendanaan seri A senilai 387 miliar Rupiah. Di Indonesia konsep quick commerce memang relatif masih baru, namun demikian beberapa pasar di luar negeri telah terlebih dulu memvalidasi bisnis tersebut. Misanya di India, ada Zepto yang mengusung layanan serupa. Di Eropa juga ada Gorilla.

Quick commerce sendiri pada dasarnya satu dari varian model online grocery yang saat ini ada. Sebelumnya, pasar Indonesia sudah terlebih dulu dikenalkan dengan platform online grocery ala Happy Fresh atau Sayurbox. Kendati tidak menjanjikan pengiriman kiat, mereka mampu mengantarkan pesanan di hari yang sama dengan armada logistik yang juga dikelola sendiri.

Konsep lain berupa layanan on-demand, misalnya yang dihadirkan oleh aplikasi Titipku. Mereka menghubungkan Jatiper (mitra membelanjakan barang) yang tersebar di berbagai pasar tradisional untuk membelikan dan mengantar pesanan dari para konsumen. Saat ini Titipku sudah mengakomodasi lebih dari 100 pasar dengan hampir 500 ribu pengguna.

Di luar itu, para unicorn juga memiliki sub-layanan terkait grocery yang ditawarkan memanfaatkan ekosistem dan platform yang dimiliki. Misalnya Gojek dengan GoMart, Grab dengan GrabFresh, sampai Blibli dengan BlibliMart. Blibli sendiri tampak cukup serius untuk menggarap potensi online grocery, tahun lalu mereka baru menyelesaikan aksi korporasi mengakuisisi saham mayoritas perusahaan induk Ranch Market.

Di sisi lain, beberapa perusahaan ritel juga mulai menggencarkan transformasi digital mereka dengan menghadirkan layanan pesan-antar melalui aplikasi. Seperti yang dilakukan Indomaret dengan aplikasi dan situs web KlikIndomaret.

Dari data yang berhasil kami kumpulkan, berikut ini adalah platform online grocery di Indonesia dengan pertumbuhan pengguna paling pesat didasarkan pada peringkat di kategori Belanja dan jumlah unduhannya:

Aplikasi Peringkat Jumlah Unduhan
Klikindomaret 11 1 juta+
Segari 23 100 ribu+
Sayurbox 26 1 juta+
Pasarnow 30 100 ribu+
Titipku 40 100 ribu+
KitaBeli 42 100 ribu+
TaniHub 52 500 ribu+
LOTTEmart 92 50 ribu+
MyYOGYA 99 100 ribu+

Hadirnya berbagai model bisnis online grocery pada akhirnya akan memberikan keleluasaan pada konsumen. Terlebih, dari pandemi kemarin banyak orang yang kini mempertimbangkan pemenuhan kebutuhannya secara online untuk menghindari kerumunan dan kontak fisik. Namun demikian, kemajuan bisnis ritel ini juga diharapkan dapat berdampak kepada pelaku industri – termasuk UMKM, pedagang pasar, hingga petani—dengan mengikutsertakan mereka ke dalam rantai pasoknya.

Update: kami menambahkan nominal pendanaan yang didapat dan data investor. Pendanaan ini sudah dikonfirmasi dengan pengiriman rilis oleh East Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Raih Pendanaan dari Arise, Pitik Kembangkan Teknologi di Sektor Budidaya Unggas

Di tengah lanskap pertumbuhan sektor agrikultur dan akuakultur di Indonesia, budidaya unggas menjadi salah satu area yang belum banyak mengalami inovasi dari sisi teknologi. Hal ini mengungkap inefisiensi operasional yang tinggi serta banyaknya lapisan perantara dalam rantai nilai. Berusaha untuk menyelesaikan masalah ini, Pitik mengembangkan solusi teknologi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasi peternakan yang berfokus pada budidaya unggas.

Perusahaan berhasil meraih pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan dari Arise, dana kelolaan dari MDI Ventures dan Finch Capital; serta Wavemaker Partners. Rencananya, dana segar akan digunakan untuk mempercepat pengembangan produk, integrasi rantai pasok, dan perluasan wilayah operasi untuk menjangkau lebih banyak petani.

Co-founder & CEO Pitik Arief Witjaksono mengungkapkan, “Mampu mengurangi inefisiensi di peternakan dengan teknologi adalah langkah penting pertama untuk memastikan bahwa peternak unggas Indonesia dapat menghasilkan ayam berkualitas tinggi dan sekaligus menguntungkan.”

Sediakan sistem manajemen full-stack

Mulai beroperasi di pertengahan tahun 2021, Pitik menyediakan sistem manajemen peternakan full-stack untuk memungkinkan transparansi data di seluruh rantai nilai untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi operasi para peternak unggas. Misi utama perusahaan adalah untuk memajukan dan menyejahterakan peternak ayam di Indonesia.

Pitik menawarkan tiga solusi teknologi dalam platformnya. Pertama, Farm IoT (Internet of Things), sebuah sensor yang terhubung dan perangkat IoT yang dipasang di seluruh kandang untuk menyatukan kondisi kandang secara otomatis dan mengirimkan informasi terkini ke aplikasi secara real-time. Selanjutnya, Pitik Farm Algorithm yang didukung dengan Artificial Intelligence untuk mengoptimalkan kinerja produksi, mendeteksi potensi isu di kandang, dan memberikan rekomendasi peningkatan efisiensi kandang.

Terakhir, Pitik Digital Assistance yang memiliki beberapa fitur, seperti early warning system untuk mendeteksi masalah dan memberikan rekomendasi peningkatan performa berdasarkan algoritma, smart dashboard untuk memantau kondisi kandang, serta automated task management untuk mengelola kandang dan program pertumbuhan ayam dengan lebih mudah.

“Teknologi kami dirancang agar mudah diterapkan dan digunakan oleh setiap peternak unggas di Indonesia, terlepas dari ukuran peternakan atau infrastruktur mereka. Mengemas teknologi dengan model bisnis yang transparan dalam pengadaan input pertanian dan penjualan ayam, kami ingin memastikan petani Indonesia dapat meraup keuntungan yang lebih serta berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka,” tambah Co-founder & COO Pitik Rymax Johana.

Selain teknologi, perusahaan juga membantu para peternak untuk mendapatkan pasokan sapronak (sarana produksi peternakan) yang lebih baik dengan harga kompetitif, memberikan akses permodalan, dan memberikan dukungan penjualan agar pada akhirnya masyarakat Indonesia dapat mengonsumsi daging ayam dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih terjangkau.

Pendanaan di sektor budidaya

Minat investor terhadap sektor budidaya semakin tinggi, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pengembang solusi teknologi di sektor ini yang meraih pendanaan. Salah satunya eFishery yang bergerak di bidang budidaya ikan dan udang. Solusi yang dikembangkan pun semakin beragam mulai dari sistem manajemen, permodalan, hingga online grocery.

Selain itu, ada juga JALA Tech, startup pengembang perangkat teknologi akuakultur yang belum lama ini mengumumkan pendanaan terbarunya.

Untuk solusi yang menargetkan peternak unggas, belum ada banyak pemain yang fokus menggarap segmen ini. Salah satu perusahaan rintisan dengan target pasar serupa Pitik adalah Chickin, layanan yang menawarkan inovasi perangkat teknologi yang dapat membantu mengefisiensi sistem pengelolaan kandang. Keduanya bercita-cita memudahkan para peternak untuk melakukan budidaya unggas secara optimal, produktif, dan efisien.

Sementara itu, pasar unggas di Indonesia saat ini telah mencapai $7,4 miliar dengan CAGR 7% selama tahun 2015 – 2020. Pasar ini memiliki peluang pertumbuhan yang masih sangat besar melihat konsumsi ayam per kapita Indonesia 5,9x lebih rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, hal ini menciptakan banyak ruang untuk pertumbuhan.

Di samping itu, disrupsi teknologi kian dibutuhkan melihat tingkat produktivitas budidaya unggas di Indonesia yang menunjukkan angka kematian 7,3x lebih tinggi dan rasio konversi pakan (FCR) 1,4x lebih tinggi dibandingkan dengan tolak ukur di industri. Dengan memanfaatkan solusi IoT dan pengetahuan operasional pertanian yang mendalam, perusahaan rintisan diharapkan mampu memberi solusi atas permasalahan ini.