Bareksa Gaet Ciptadana Sekuritas Luncurkan Produk Investasi Saham

Bareksa meluncurkan fitur Bareksa Saham bekerja sama dengan PT Ciptadana Sekuritas Asia. Fitur ini melengkapi pilihan produk investasi di Bareksa sebelumnya, mulai dari reksa dana, SBN, emas, dan robo advisory berlisensi.

Saat dihubungi DailySocial.id, Co-founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menyampaikan tidak ada investasi yang diberikan/diterima Bareksa terkait peluncuran fitur baru ini, alias murni kerja sama bisnis antar kedua perusahaan.

“Bukan investasi, tapi partnership karena Bareksa merupakan mitra PPE [Mitra Pemasaran Perantara Pedagang Efek] dari Ciptadana Sekuritas,” kata dia.

Alih-alih hanya kerja sama B2B, sejumlah kompetitornya seperti Ajaib memilih untuk mengakuisisi/berinvestasi pada perusahaan sekuritas guna menghadirkan produk investasi saham di aplikasi.

Sebelumnya, Bareksa juga merilis fitur Bareksa Emas. Perusahaan bekerja sama dengan tiga pemain di bidangnya, yakni Pegadaian, Treasury, dan Indogold. Sejauh ini, Bareksa belum masuk ke produk investasi aset kripto.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi disampaikan peluncuran fitur saham seiring target Bareksa yang ingin mewujudkan misinya menjadi satu aplikasi untuk semua investasi. Pengguna bisa berinvestasi sesuai kebutuhan dan profil risikonya guna mencapai target keuangan.

“Bareksa mengokohkan posisinya sebagai satu-satunya super app investasi yang menawarkan semua produk investasi secara lengkap dan terintegrasi, mulai dari saham, reksa dana, SBN, emas, tabungan reksa dana syariah untuk umrah, dan juga robo advisory berlisensi,” imbuh Karaniya.

Direktur Utama Ciptadana Sekuritas John Herry Teja menyambut positif atas kerja sama kedua belah pihak, sebab perusahaan dapat memperluas pasarnya, terutama di kalangan investor generasi muda.

“Dengan keahlian dan pengalaman kami sebagai perusahaan sekuritas, maka kami tidak hanya berkesempatan menambah jumlah investor, namun juga memperluas jangkauan edukasi investasi, terutama bagi investor muda,” terangnya.

Menurut dia, edukasi tidak hanya untuk investor yang ingin menjalankan investasinya dengan paradigma growth investing, tapi juga value investing, baik dengan analisis fundamental maupun teknikal. Perusahaan didukung dengan para analis dan tim riset yang andal dan berpengalaman puluhan tahun, sehingga bisa menjadi salah satu referensi investor dalam investasi saham.

Mengutip dari data terkini, hingga September 2023, jumlah investor pasar modal mencapai 11,73 juta atau hanya 4,3% dari total jumlah penduduk nasional yang diprediksi mencapai 273,8 juta jiwa. Adapun jumlah investor saham dan surat berharga lainnya mencapai 5,03 juta atau hanya 1,8% dari total jumlah penduduk.

Bareksa Saham

Bareksa Saham sudah bisa diakses melalui aplikasi Bareksa, di dalamnya sudah dilengkapi dengan berbagai fitur. Di antaranya, Fast Order dan Auto Order yang mendukung trading cepat hingga grafik saham. Dalam masa promonya, Bareksa Saham menawarkan biaya order 0,1% dan order jual 0,2%.

Untuk mendaftar diri, pengguna perlu membuat akun Bareksa Saham dan akun RDN baru, sejauh ini RDN baru tersedia untuk rekening BCA. Setelah mengisi data pribadi dan melampirkan dokumen pendukung, seperti KTP, Bareksa akan memverifikasinya dalam kurun waktu dua sampai lima hari kerja.

Bareksa Saham meramaikan aplikasi saham di Indonesia, dari kalangan startup misalnya, diisi oleh Ajaib dan Stockbit. Lalu aplikasi yang dirilis oleh pemain sekuritas, seperti SimInvest, MotionTrade, BCA Sekuritas, MOST, Neo HOTS, IPOT, dan masih banyak lagi.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Rencanakan Garap Kelas Investasi Saham dan Obligasi Korporasi

Bareksa mengumumkan sedang mempersiapkan kelas aset saham dan obligasi perusahaan sebagai upaya mewujudkan posisi perusahaan sebagai marketplace investasi. Sejak beroperasi di 2016, bisa dikatakan mereka tidak segencar pemain sejenisnya, sebut saja Pluang yang semakin kaya dalam menawarkan berbagai kelas aset investasi kepada para penggunanya.

Co-founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menuturkan, penambahan kelas aset lainnya diharapkan dapat meningkatkan antusiasme investor ritel dan semakin aware dengan berbagai produk investasi. Ia menilai saat ini, momentum investor pemula dan mahir sedang sama-sama tumbuh, sehingga kesempatan ini perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh para platform investasi.

“Nantinya kami akan tumbuh produk investasi di Bareksa untuk masuk ke bursa saham dan corporate bonds,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/12).

Sebenarnya, rencana Bareksa untuk masuk ke obligasi korporasi sudah diumumkan sejak 2019 bersama FIFGroup. Namun, ditunda karena ada isu di bagian regulasi. Hingga kini, Bareksa menyediakan produk invetasi reksa dana, Surat Berharga (SBN) Ritel, dan emas. Terhitung telah memiliki 2,6 juta investor ritel dengan pertumbuhan 115% secara year on year.

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan juga mengumumkan penambahan kemitraan dengan Pegadaian untuk BareksaEmas. Kerja sama serupa juga sebelumnya telah dilaksanakan perusahaan dengan IndoGold dan masih berlangsung hingga saat ini.

Menurut Karaniya, kehadiran Pegadaian tentunya menambah pilihan pengguna untuk berinvestasi emas dan memperoleh benefit yang ditawarkan Pegadaian. Pengguna dapat memperoleh produk tabungan emas Pegadaian yang merupakan layanan beli dan titip emas yang memudahkan investasi emas fisik secara mudah dan aman.

“Pegadaian sangat antusias membangun kerja sama dengan Bareksa yang merupakan platform finansial dan investasi pertama yang menggunakan Tabungan Emas Pegadaian. Kini seluruh masyarakat bisa menabung emas dengan mudah dan cepat melalui aplikasi Bareksa,”kata Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono yang turut hadir dalam kesempatan tersebut.

Pengguna dapat memiliki produk tersebut melalui aplikasi Bareksa tanpa perlu datang ke kantor cabang Pegadaian karena proses pendaftaran dilakukan sepenuhnya secara online. Tabungan emas ini memiliki beberapa manfaat sebagai nilai tambahnya, seperti dapat dijadikan pembiayaan syariah untuk memperoleh kuota haji, bisa menggadaikan tabungannya untuk memperoleh pembiayaan.

“Ke depan, fitur ini juga akan kami integrasikan dengan BareksaUmroh yang menyediakan fitur investasi reksa dana pasar uang syariah untuk tabungan perjalanan umrah dan haji di platform Bareksa,” tambah Karaniya.

Bareksa Emas Pegadaian
Peluncuran kemitraan Bareksa dan Pegadaian / Bareksa

BareksaEmas menawarkan berbagai fitur unggulan. Di antaranya, proses registrasi dan validasi KYC (Know Your Customer) sepenuhnya dilakukan secara online. Selain itu, Tabungan Emas Pegadaian di Bareksa menawarkan nominal transaksi mulai dari Rp50.000, baik untuk pembelian atau penjualan (buyback). Investor juga dapat membeli (top up) atau pun menjual emas di BareksaEmas hingga 100 gram per hari.

Pembayaran di BareksaEmas bisa dilakukan melalui transfer bank, internet banking, ATM, virtual account, hingga uang elektronik. Salah satu moda pembayaran yang sangat simpel dan seamless adalah OVO karena bisa terverifikasi otomatis secara real time dan tanpa ada biaya administrasi.

Bagi nasabah baru yang hendak membuka Tabungan Emas di aplikasi Bareksa caranya sangat mudah. Cukup buka aplikasi Bareksa, pilih mitra pengelola emas “PT Pegadaian”, lalu tentukan jumlah emas yang akan dibeli dalam bentuk satuan gram atau rupiah.

Pengguna aplikasi wajib melengkapi data secara benar. Pada tahap akhir nasabah diminta untuk melakukan proses pembayaran. Jika proses pembayaran sukses, maka secara otomatis emas yang dibeli akan tercatat di fitur Tabungan Emas pada akun pengguna Bareksa.

Karaniya melanjutkan, kehadiran BareksaEmas ini nantinya akan diintegrasikan dengan platform Grab, mengingat perusahaan ride hailing tersebut sudah menjadi salah satu pemegang saham di Bareksa dalam putaran Seri C yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Gerbang awal memperkenalkan dunia investasi

Emas logam mulia terus menjadi pilihan investasi masyarakat luas karena bisa menjadi safe haven di saat market crash, serta dinilai berkesesuaian dengan syariah. Selama pandemi, gejolak pada aset berbasis saham mendorong naiknya permintaan atas aset safe haven seperti emas. Saat ini harga emas berada di level baru yakni rata-rata Rp820 ribu per gram, melonjak 41% dari rata-rata harga 2018 yakni Rp570 ribu per gram, sehingga emas dapat menjadi pilihan investasi jangka panjang bagi investor.

Alternatif investasi ini bisa dianggap sebagai pintu gerbang untuk memperkenalkan dunia investasi kepada lebih banyak investor baru, terlebih instrumen ini sudah begitu familiar di telinga orang Indonesia.

Hasil survei Jakpat pada awal tahun ini menunjukkan sebanyak 46% responden di Indonesia memiliki investasi emas. Angka tersebut menjadi tertinggi dibandingkan instrumen lainnya, seperti reksa dana (32%) dan deposito bank (30%). Berikutnya, saham (22%), properti (18%), valuta asing (10%), dan hanya 5%-7% yang memilih obligasi dan sukuk. Sementara itu, masih ada 29% yang tidak berinvestasi.

Application Information Will Show Up Here

Grab Berinvestasi ke Putaran Seri C Bareksa

Hari ini (25/11), platform investasi Bareksa, Grab, dan OVO mengumumkan komitmennya untuk melakukan kolaborasi lebih dalam. Dalam kesempatan ini turut diumumkan, Grab telah masuk ke putaran pendanaan seri C Bareksa. Kendati demikian, tidak disebutkan lebih detail mengenai nominal dan investor lain yang terlibat. Adapun putaran ini dikatakan telah ditutup sejak Oktober 2021 lalu.

Disampaikan juga, bahwa putaran investasi ini menjadi kelanjutan dari pendanaan seri B sebelumnya yang diraih Bareksa 2 tahun lalu. Kala itu OVO juga turut menjadi salah satu investor, dengan dukungan sejumlah angel investor.

Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan, “Investasi kami di Bareksa memperkuat bisnis jasa keuangan di Indonesia dan mempertegas komitmen Grab Indonesia dalam mendorong perkembangan ekosistem startup. Dengan sinergi ini, kami juga berencana menawarkan peluang kepada mitra dan pengguna kami untuk berpartisipasi di pasar modal melalui platform Bareksa.”

Melalui sinergi ini, Bareksa akan mendapatkan akses ke pengguna dan mitra Grab, menawarkan mereka peluang investasi dengan pembayaran yang ditangani oleh OVO, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan inklusi dan literasi keuangan di Indonesia.

“Pendanaan Grab ke Bareksa ini akan semakin mengukuhkan keberadaan Bareksa sebagai marketplace reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia yang berhasil menjadi platform e-investasi pilihan masyarakat melalui penawaran produk dan layanan investasi yang berkualitas, aman dan beragam,” sambut Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra.

“Sinergi OVO-Bareksa telah membuktikan bahwa kolaborasi dan inovasi antara platform pembayaran digital dan wealthtech memiliki dampak positif yang riil dalam perluasan layanan pasar modal. Fitur OVO | Invest yang pertama kali diluncurkan di awal tahun 2021 dengan didukung Bareksa, kini telah berkembang dalam menawarkan produk reksa dana baik yang berbasis konvensional maupun syariah, telah berhasil menggaet ratusan ribu nasabah baru,” lanjut CEO OVO Jaygan Fu Ponnudurai.

Inisiatif Grab, Bareksa, OVO, dan BenihBaik

Dalam kesempatan yang sama, diumumkan juga inisiatif #ThREEforGood yang dijalankan bersama platform crowdfunding BenihBaik. Melalui program ini Grab, OVO, dan Bareksa akan mendonasikan 0,5% dari nilai transaksi dari setiap pembelian produk investasinya untuk disalurkan ke anak yatim piatu akibat Covid-19.

Di kesempatan tersebut Neneng juga mengonfirmasi adanya investasi dari Grab untuk BenihBaik. Dinakhodai oleh Andy F. Noya, BenihBaik menjadi platform penggalangan dana yang fokus untuk misi sosial. Dikabarkan BenihBaik juga telah mendapatkan pendanaan tahap awal dari Alpha JWC Ventures.

Jika ditelisik lebih dalam, keempat perusahaan saat ini memang memiliki ikatan strategis melalui investasi Grab. Bahkan untuk Bareksa-OVO lebih dalam lagi, mengingat saat ini Karaniya juga menjabat sebagai President OVO.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Officially Launches “BaTaRA” Robo Advisor Licensed by OJK

Bareksa, a mutual fund investment marketplace platform, officially launches BaTaRA robo advisor (Bareksa Tactical Robo Advisor) after obtaining an “Investment Advisor” license from OJK dated April 21, 2021. The trial has been conducted for nine months, since August 2020, attended by 1000 customers .

In an official statement, Robo Advisor Bareksa provides guidance and tactical assistance for investors based on algorithms and artificial intelligence features. This is combined with the investment strategy formulated by Bareksa’s team of analysts with expertise in the subject.

“We are very grateful and appreciate the support of OJK to grant permission for the first investment advisor to robo advisors in Indonesia. God willing, we will protect this mandate as well, therefore, Bareksa’s Robo Advisor will likely to be safe, more reliable, independent, and can provide maximum investment results to the wider community,” Bareksa’s Co-Founder & CEO, Karaniya Dharmasaputra said, Monday (5/24).

During the trial, Bareksa’s analyst team keep testing the real performance and compare it to other robo advisors. It is said that the investment returns based on BaTaRA’s recommendations are more optimal, and can even outperform the Jakarta Composite Index (IHSG).

He ensured that BaTaRA was fully independent and in favor of customers’ interests. The methodology applied is made transparent, independent, and regularly reported to OJK as required by existing regulations. “We ensure that the investment recommendation from Bareksa’s Robo Advisor is not based on any promotional and marketing interests.”

BaTaRA recommendations are personalized based on the customer’s risk profile, formulating investment strategies and recommendations not only statically based on a risk profile, but also providing recommendations on the allocation of mutual funds needed to maximize investment returns.

The recommendations are made dynamic, not static, by incorporating parameters of changing capital market conditions and macroeconomic conditions. In addition, to mitigate risk and maximize investment returns, the recommended products are made very selective, only selected mutual funds from the best 15 investment managers.

In separate interview with DailySocial, Karaniya said that the robo advisor was created due to the rapid growth of retail investors during the pandemic. “Most of them are new investors with zero experience and in need of guidance. Since the numbers is large, it was impossible to use the manual method.  It requires a robo to guide their investment to optimize their investment returns.”

Bareksa currently has 1.8 million customers, selling more than 120 mutual fund products from 33 investment managers in Indonesia.

“We expect Bareksa’s Robo Advisor can provde investors with safer services and maximum investment returns. Customers can also have easy access to Investment Advisory services, which considered quite expensive for most people.”

Aside from Bareksa’s Robo Advisor, there is also Bibit which put robo advisor as its main proposition in capturing new customers.

OJK also stipulates Investment Advisors and Investment Managers as regulated in Law Number 8 of 1995 Concerning Capital Markets (Capital Market Law). In its derivative regulations, a requirement to be fulfilled as an Investment Advisor is to have an employee with an individual license to represent the Investment Manager. Investment Manager representative licensing is regulated in POJK Number 31 of 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Resmikan Robo Advisor “BaTaRA”, Berlisensi dari OJK

Bareksa, platform marketplace investasi reksa dana, meresmikan kehadiran robo advisor BaTaRA (Bareksa Tactical Robo Advisor) kepada publik setelah memperoleh lisensi “Penasihat Investasi” dari OJK tertanggal 21 April 2021. Uji coba telah dilakukan selama sembilan bulan, sejak Agustus 2020 yang diikuti 1000 nasabah.

Dalam keterangan resmi, Robo Advisor Bareksa memberikan panduan dan pendampingan taktikal bagi investor berdasarkan algoritma dan fitur kecerdasan buatan. Lalu dikombinasikan dengan strategi investasi yang dirumuskan oleh tim analis Bareksa yang memiliki pengalaman panjang di area tersebut.

“Kami sangat berterima kasih dan mengapresiasi dukungan OJK yang telah memberikan izin penasihat investasi pertama bagi robo advisor di Indonesia. Insya Allah, amanah ini akan kami jaga sebaik-baiknya sehingga Robo Advisor Bareksa menjadi robo advisor yang lebih aman, terpercaya, independen, dan dapat memberikan hasil investasi yang maksimal bagi masyarakat luas,” tutur Co-Founder & CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra, Senin (24/5).

Selama masa uji coba, tim analis Bareksa terus melakukan uji performa secara riil dan membandingkannya dengan performa robo advisor lain. Diklaim imbal hasil investasi berdasarkan rekomendasi BaTaRA lebih maksimal, bahkan dapat mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Ia memastikan, BaTaRA sepenuhnya bergerak secara independen dan berpihak pada kepentingan nasabah. Metodologi yang diterapkan dibuat transparan, independen, dan secara berkala dilaporkan ke OJK sebagaimana disyarakatkan regulasi yang ada. “Kami pastikan bahwa rekomendasi investasi dari Robo Advisor Bareksa tidak didasarkan pada kepentingan promo dan pemasaran apa pun.”

Rekomendasi BaTaRA dipersonalisasi berdasarkan profil risiko nasabah, merumuskan strategi dan rekomendasi investasi tidak secara statis berdasarkan profil risiko, namun juga memberikan rekomendasi tentang alokasi reksa dana yang diperlukan untuk memaksimalkan hasil investasi.

Rekomendasi BaTaRA dibuat dinamis, tidak statis, dengan memasukkan parameter perubahan kondisi pasar modal dan ekonomi makro. Selain itu, untuk memitigasi risiko dan memaksimalkan hasil investasi, produk yang direkomendasikan dibuat sangat selektif, hanya reksadana pilihan dari 15 Manajer Investasi terbaik.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Karaniya menuturkan robo advisor hadir karena salah satu pemicunya adalah bertumbuh pesatnya investor ritel selama pandemi. “Sebagian besar merupakan investor baru yang belum berpengalaman dan membutuhkan guidance. Karena jumlahnya sudah sedemikian besar, ini tidak mungkin dilayani secara manual. Perlu ada robo yang memandu investasi mereka untuk mengoptimalkan hasil investasi mereka.”

Saat ini Bareksa memiliki 1,8 juta nasabah, menjual lebih dari 120 produk reksa dana dari 33 manajer investasi di Indonesia.

“Kami berharap, dengan kehadiran Robo Advisor Bareksa, investor bisa mendapatkan layanan yang lebih aman dan menikmati hasil investasi yang lebih maksimal. Kini nasabah juga dapat memiliki akses yang mudah terhadap layanan Penasihat Investasi yang saat ini masih cukup mahal bagi sebagian besar masyarakat.”

Tak hanya Bareksa yang mengembangkan robo advisor sebagai fitur tambahan kepada penggunanya, ada juga Bibit yang menjadikannya sebagai proposisi utama dalam menangkap nasabah baru.

OJK sendiri menetapkan Penasihat Investasi dan Manajer Investasi diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UU Pasar Modal). Dalam aturan turunannya, dipersyaratkan salah satu izin yang harus dipenuhi sebagai Penasihat Investasi adalah memiliki pegawai yang memiliki izin perorangan sebagai wakil Manajer Investasi. Perizinan wakil Manajer Investasi diatur dalam POJK Nomor 31 Tahun 2018.

Application Information Will Show Up Here

OVO Gandeng Bareksa dan Manulife Luncurkan Fitur Investasi

Platform pembayaran dan dompet digital OVO hari ini (26/1) meluncurkan fitur terbarunya “Invest” bekerja sama dengan Bareksa dan Manulife. Reksa dana pasar uang menjadi produk pertama dari sinergi ini, menargetkan kaum milennials yang baru mulai menjajaki dunia investasi.

Presiden Direktur OVO sekaligus Co-Founder/CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra mengungkapkan, “Peluncuran fitur Invest adalah bagian dari komitmen kami untuk membuka akses yang terjangkau, terpercaya, dan nyaman dalam pengelolaan investasi, khususnya bagi investor pemula. Produk yang kami sediakan secara eksklusif di platform OVO adalah reksa dana pasar uang Manulife OVO Bareksa Likuid (MOBLI) yang dikelola oleh Manulife Aset Manajemen Indonesia, salah satu perusahaan manajemen investasi terbesar di dunia.”

Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indeks Inklusi Keuangan di Indonesia saat ini mencapai 76,2 persen. Sementara tingkat literasi keuangan menunjukkan angka yang masih rendah yaitu sebesar 38,0 persen dengan hanya 1,7 persen yang masuk ke area pasar modal. Untuk menjawab tantangan dan permasalahan tersebut, OVO didukung Bareksa sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) menciptakan terobosan baru dengan melakukan integrasi e-money dan e-investment.

Sebelum ini, beberapa platform investasi juga lakukan integrasi dengan berbagai layanan digital konsumer. Misalnya yang dilakukan Pluang dengan masuk ke ekosistem Dana dan Gojek. Bahkan saking tingginya minat pasar terhadap investasi reksa dana, Bukalapak juga telah membentuk unit usaha tersendiri yang fokus ke segmen tersebut.

“Sebagaimana halnya kita lihat pada integrasi Alipay dan Yu’e Bao di China, yang telah mencatatkan sukses besar dalam mengenalkan investasi reksa dana secara masif di kalangan milenial. Dalam mengembangkan terobosan ini, kami telah berkonsultasi dengan Bank Indonesia (BI) dan OJK. Untuk itu, kami berterima kasih atas dukungan BI dan OJK yang pro-inovasi dan visioner dalam pemanfaatan tekfin bagi peningkatan inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan kita,” jelas Karaniya.

Reksa dana pasar uang MOBLI tersedia secara eksklusif di aplikasi OVO. Para pengguna yang sudah memperbarui layanan akan menemukan fitur “Invest” di halaman utama OVO. Setelah masuk ke dalam fitur “Invest”, pengguna hanya perlu mengisi profil resiko serta menunggu proses verifikasi dan bisa langsung mematok nominal yang ingin di-invest mulai dari Rp10 ribu.

Selain menawarkan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi [belanja, membayar tagihan, dll] dan berinvestasi dalam satu platform, keunggulan lainnya adalah proses pencairan instan, yang memungkinkan investor dapat mencairkan investasi mereka langsung ke saldo OVO Cash.

Salah satu Financial coach yang ikut hadir dalam acara peluncuran OVO “Invest”, Philip Mulyana turut menyatakan bahwa investasi reksa dana juga dapat menjadi salah satu opsi tabungan dana darurat yang baik untuk investor pemula. Pertimbangannya adalah reksa dana pasar uang merupakan salah satu instrumen investasi yang paling aman namun memberikan retur yang lumayan.

Application Information Will Show Up Here

Katalisator Tren Investasi di Platform Digital

Berdasarkan hasil survei nasional tentang literasi keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2019, indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan semakin meningkat dibanding survei serupa tiga tahun yang lalu.

Diakui OJK, peningkatan tersebut disokong banyak faktor, termasuk hadirnya platform digital yang memudahkan masyarakat dalam mengakses layanan keuangan.

Salah satu yang menarik perhatian adalah peningkatan awareness layanan investasi, sesuatu yang kurang membumi jika dibandingkan dengan layanan pembayaran dan pembiayaan. Di konsep ini, masyarakat harus menyisihkan sebagian pendapatan untuk tujuan-tujuan finansial di kemudian hari.

Emas digital sebagai katalisator

Platform investasi digital sendiri sebenarnya sudah ada sejak awal dekade. Layanan komunitas dan jual beli saham Stockbit, misalnya, sudah hadir sejak tahun 2013. Meski demikian, konsep investasi saham masih cukup asing dibanding konsep investasi tradisional yang lebih dikenal masyarakat, seperti properti dan emas batangan.

Memasuki tahun 2017, beberapa startup menghadirkan aplikasi investasi emas yang dihadirkan secara digital. Konsumen tidak harus memiliki emas secara fisik dan memungkinkan investasi dengan nominal yang sangat kecil, dari 0,0001 gram. Situs jual-beli perhiasan Orori memperkenalkan aplikasi e-mas pada September 2017. Enam bulan kemudian, Tokopedia mengintegrasikan layanan investasi emas di platformnya.

Hadir di lokapasar populer sontak meningkatkan traksi penjualan emas digital. Beberapa layanan lain pun bondong-bondong adopsi model serupa sampai saat ini. Misalnya Bukalapak dan Koinworks menggandeng Indogold, Gojek dan Dana menggandeng Pluang, Grab menggandeng Tamasia, dan Tokopedia yang kini memilih bermitra dengan Pegadaian. Di luar layanan tersebut ada juga aplikasi seperti Treasury, Tanamduit,  Sehatigold, dan Lakuemas.

Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX) kemudian meresmikan komite khusus pemain emas digital.

Para founder melihat adanya potensi pasar yang menjanjikan, termasuk dalam kondisi pandemi saat ini. CEO Dana Vincent Iswara mengatakan, “Kami melihat masyarakat mulai mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan memilih untuk berinvestasi jangka panjang dengan membeli emas. Melalui fitur DANA eMAS, pengguna dapat memulai investasi emas secara online dengan praktis [..]  Kehadiran fitur ini juga merupakan upaya berkelanjutan untuk ikut mengedukasi masyarakat mengenai investasi dan mempercepat inklusi keuangan.”

Platform Minimal Investasi
e-mas Rp100
Indogold Rp500
Lakuemas Rp50.000
Pegadaian Rp5.000
Pluang Rp10.000
Sehatigold Rp20.000
Tamasia Rp10.000
Tanamduit Rp10.000
Treasury Rp5.000

Potensi pangsa pasar

Menurut data proyeksi yang dihimpun Statista, tahun ini setidaknya akan ada 191,6 juta pengguna ponsel pintar di Indonesia. Jelas itu menjadi target penting para pengembang platform investasi emas digital.

Sepanjang tahun 2019, menurut data yang dihimpun Treasury.id dan China Gold Association, permintaan emas mencapai 54 ton, yang berarti 0,2 gram permintaan per kapita dengan nilai $3,5 miliar. Masih jauh jika dibandingkan India dan Tiongkok. Namun berdasarkan tren yang ada, pasar cukup optimis terjadi peningkatan hingga 0,72 gram per kapita di tahun mendatang dengan potensi nilai $12,6 miliar.

Terkait potensi pasar ke depan, Co-Founder Pluang Claudia Kolonas saat meresmikan kerja sama strategisnya dengan Gojek berujar, “Kami melihat bahwa ada kesadaran dan minat masyarakat untuk mulai berinvestasi demi masa depan; dan emas dengan profil risiko yang minim dan menguntungkan masih menjadi pilihan favorit investasi masyarakat. Melalui GoInvestasi kami memberikan solusi finansial untuk semua masyarakat Indonesia. Kemitraan dengan GoPay membuka peluang semua orang kini dapat berinvestasi.”

Sebagai raksasa digital di Indonesia, decacorn Gojek bersemangat turut memperebutkan kue pasar emas digital. September lalu, melalui unit venturanya Go-Ventures, Gojek memimpin pendanaan Seri A Pluang senilai 42 miliar Rupiah. Selain integrasi yang diperdalam, pendanaan tersebut diharapkan dapat melahirkan instrumen investasi lain lewat platform Pluang.

Terlepas dari aspek kultural, emas dipilih karena dipandang sebagai instrumen yang memiliki stabilitas dan relatif lebih kecil risikonya. Hal itu juga yang menjadi pertimbangan Managing Director GoPay Budi Gandasoebrata dalam meluncurkan GoInvestasi. Data internal perusahaan juga menunjukkan tren potensial di sektor ini.

“Berdasarkan data GoPay, investasi adalah salah satu tren penggunaan yang meningkat saat ini. Oleh karena itu, kami yakin fitur investasi yang transparan dapat dilakukan kapan saja, di mana saja akan memenuhi kebutuhan pengguna.”

Tampilan fitur GoInvestasi yang dirilis Gopay dan Pluang / Pluang
Tampilan fitur GoInvestasi yang dirilis Gopay dan Pluang / Pluang

Mendorong investasi lainnya

Literasi finansial yang terus meningkat mendorong minat investasi. Masyarakat pun makin antusias mengeksplorasi berbagai instrumen lain. Juli 2020 lalu, DailySocial dan Populix mengadakan sebuah survei dengan responden pengguna aplikasi investasi, sebagian besar kalangan muda (22-38 tahun). Hasilnya reksa dana (67%) menjadi instrumen yang saat ini paling diminati. Di bawahnya ada emas (62,7%) dan saham (44,5%). Sebanyak 43,5% responden mengalokasikan 1-10% pendapatannya untuk investasi dan 35,9% sebanyak 10-20%.

Tren di platform reksa dana juga bisa dikatakan mirip dengan emas. Banyak platform yang hadir secara standalone, seperti Ajaib, Bareksa, Bibit, Moduit, Tanamduit, dan Raiz Invest. Para unicorn juga menghadirkan layanan reksa dana di platformnya dengan menggandeng beberapa mitra. Awalnya Bukalapak menggunakan mekanisme yang sama, tapi awal Oktober 2020 ini mereka menunjukkan keseriusan dengan mendirikan PT Buka Investasi Bersama yang udah mengantongi lisensi APERD.

“BukaReksa merupakan platform awal kami untuk memahami pendekatan terbaik dalam menghadirkan solusi investasi mikro berbasis teknologi. Dalam perjalanannya, ada beberapa aspek penting yang menjadi prioritas kami untuk terus berinovasi dan memperluas akses, yaitu independensi, peningkatan dari segi operasional, keamanan dan pengawasan regulator yang menjadi sangat penting untuk meningkatkan kepuasan dan kenyamanan investor,” jelas AVP Investment Solution and Financing Bukalapak Dhinda Arisyiya.

Reksa dana juga cenderung bisa dimulai siapa saja, karena minimal investasi yang lebih terjangkau. Hampir semua produk bisa diperoleh dengan investasi minimum Rp10.000. Proses pencairannya juga mudah, seperti menjual emas. Secara lebih teknis, reksa dana yang terdiri dari kumpulan banyak investor memungkinkan diversifikasi portofolio secara efektif, sehingga menghasilkan risiko yang cenderung lebih minim. Ini menjadi cara penjajakan bagi investor pemula untuk mengenal pasar modal.

Perbandingan reksa dana dengan instrumen investasi perbankan / Tanamduit
Perbandingan reksa dana dengan instrumen investasi perbankan / Tanamduit

Gelombang berikutnya

Rata-rata platform investasi yang bermunculan akhir-akhir ini memang menargetkan kalangan investor muda (pemula). Hal tersebut diakui Co-Founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli. Selain reksa dana, mereka baru saja mematangkan layanan investasi saham. “Pada dua bulan pertama sejak diluncurkannya layanan saham di Ajaib, kami sudah mencatatkan puluhan ribu pengguna baru, yang kebanyakan di antaranya merupakan generasi milenial.”

Geliat investasi yang makin menguat di kalangan itu juga mendorong pemain lain menyuguhkan produk-produk baru. Pluang tergolong cukup berani dengan meluncurkan produk investasi berjangka Micro E-mini S&P 500 Index Futures untuk memperluas akses kaum milenial dalam menjangkau produk investasi di indeks saham perusahaan publik Amerika Serikat dengan terjangkau, praktis, dan aman.

Claudia menjelaskan, perusahaan melirik instrumen investasi ini karena ingin memberikan perluas kesempatan investor Indonesia untuk mendiversifikasi portofolio investasinya, mengingat alternatif ini masih awam buat sebagian besar orang Indonesia. ia dia mengaku belum memiliki gambaran secara industri berapa banyak investor yang berminat berinvestasi secara offshore (di luar negeri).

Produk indeks berjangka yang ditawarkan Pluang ini ditransaksikan di bursa derivatif terbesar di dunia, Chicago Mercantile Exchange. Perusahaan tertarik memilih Indeks S&P 500 karena indeks ini memiliki kinerja yang unggul dengan pertumbuhan 325,54% dalam 10 tahun terakhir per 31 Desember 2019.


Gambar Header: Depositphotos.com

Karaniya Dharmasaputra: Kekuatan Digital dalam Demokratisasi Akses Investasi untuk Semua

Artikel ini adalah bagian dari Seri Mastermind DailySocial yang menampilkan para inovator dan pemimpin di industri teknologi Indonesia untuk berbagi cerita dan sudut pandang.

Karaniya Dharmasaputra adalah Co-Founder dan CEO dari Bareksa, pasar reksa dana online terintegrasi pertama di Indonesia. Saat ini, beliau juga menjabat sebagai President of OVO, salah satu platform pembayaran yang telah diterima baik di toko retail O2O maupun platform e-commerce.

Sebelum memasuki industri financial technology, Karaniya pernah menduduki berbagai posisi di perusahaan media ternama. Beberapa di antaranya adalah KOMPAS TV, KapanLagi Youniverse. Liputan6.com, The Jakarta Post, VIVA, dan TEMPO.

Dedikasinya pada jurnalisme telah memberinya gelar Master dalam Kebijakan Publik melalui program beasiswa Fullbright di Universitas George Washington, Washington DC, Amerika Serikat. Di sinilah dia memiliki pengalaman yang membuka mata dengan industri digital. Dia percaya kekuatan digital bisa mendemokratisasi akses bagi semua.

Tim DailySocial melakukan diskusi yang cukup mendalam dengannya, dan berikut pemaparannya.

Saat ini, Anda menjabat sebagai Co-founder dan CEO dari Bareksa, juga sebagai Presiden OVO. Bagaimana tantangan yang dihadapi selama mengemban dua posisi?

Saat ini, saya merasa hidup saya disetir oleh kalender, hal ini layaknya kompetisi yang terjadi dalam jadwal saya. Tidak ingin terdengar terlalu sibuk, tapi memang ini merupakan bagian dari pekerjaan. Untungnya, Ovo dan Bareksa memiliki visi yang sejalan dan juga sinergi yang cukup kuat. Oleh karena itu, bisnis ini tidak sepenuhnya terpisah dan kami pun banyak bersinggungan sepanjang perjalanan bisnis. Tahun lalu, Ovo turut berinvestasi di Bareksa dan sejak saat itu, sinergi kami semakin kuat. Baru-baru ini, OVO juga berekspansi ke layanan keuangan dan investasi, dan masih akan ada lebih banyak lagi.

Media gathering OVO 2020
Media gathering OVO 2020

Bagaimana awal mula perjalanan bisnis Anda? Dari perusahaan media hingga teknologi finansial

Sejak SMP, saya memiliki hobi yang cukup berbeda, membaca berita dari koran harian, majalah, dan televisi. Impian saya waktu itu adalah menjadi seorang arsitek atau jurnalis. Saya akhirnya diterima di jurusan komunikasi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Beberapa waktu saya menyempatkan untuk hadir dalam gerakan aktivis, hanya untuk mendapatkan pengalaman yang lebih kritis sebagai mahasiswa.

Saya memulai karir sebagai desainer grafis dan ilustrator. Pada saat yang sama, saya juga menaruh minat pada urusan publik. Tidak bermaksud terlihat sebagai orang yang sangat idealis, tetapi saya selalu berpikir bahwa hidup tidak hanya tentang menghasilkan uang. Memiliki nilai tambah dalam hidup, menimba pengalaman, serta menjadi berguna untuk orang lain juga patut diperjuangkan. Pengalaman pertama saya di perusahaan media adalah ketika saya wawancara dengan Tempo dan menjadi jurnalis bidang politik dan bisnis.

Perjalanan lain dimulai ketika Kedutaan Besar AS menawarkan saya beasiswa Fullbright. Saya tidak pernah terpikir untuk melanjutkan studi, hingga pada akhirnya bisa menyelesaikan gelar master dalam kebijakan publik dari Universitas George Washington. Ini menjadi titik balik hidup saya.

Jika bisa dikategorikan, ada tiga gelombang digital yang terjadi di Indonesia. Pertama, menghantam industri media kita. Lalu, kebangkitan e-commerce. Terakhir, terjadi pada teknologi keuangan. Saya dikirim ke AS pada tahun 2004, gelombang pertama sudah mulai merebak di industri media. Saat itu, belum ada jurnalisme multimedia.

Pengalaman digital pertama saya di AS cukup mencengangkan. Saya tidak berasal dari keluarga bangsawan, beasiswa saya pas-pasan untuk menutupi pengeluaran saya dengan seorang istri dan tiga anak. Setiap hari, saya menonton berita, dan sangat kagum dengan bagaimana dunia digital bisa berubah dan menghilangkan batasan apapun pada media konvensional.

Suatu hari, saya melihat sebuah skandal diceritakan dengan cara yang sangat komprehensif dimana Anda bisa menggali sedalam-dalamnya menggunakan multimedia dan hyperlink. Semuanya terhubung dan sangat interaktif. Inilah kekuatan nyata dunia digital. Belum lagi peran e-bay dan amazon yang sangat membantu saya menghemat uang. Semua adalah pengalaman yang membuka mata saya. Lalu, saya putuskan untuk terjun ke dunia digital.

Kembali ke Indonesia, semuanya berbeda lagi. Saya merekomendasikan solusi digital untuk perusahaan saya saat itu, tetapi mereka menolak tawaran yang meminta saya untuk lebih fokus pada bisnis inti saja. Saat itulah saya menyadari bahwa inilah saatnya untuk mulai membangun bisnis digital. Saya mencari investor dan membuat Viva.co.id. Kami fokus mendidik masyarakat Indonesia dengan layanan digital, e-commerce, dan lain-lain. Saat itu, Bukalapak dan Tokopedia mungkin masih dalam tahap awal.

Bareksa and Ovo's synergy / Bareksa
Co-founder Bareksa Karaniya Dharmasaputra bersama CEO Ovo Jason Thompson dalam peluncuran sinergi perusahaan / Bareksa

Enam tahun yang lalu, apa yang mendorong Anda untuk membentuk Bareksa dan masuk ke ranah teknologi finansial?

Dari segi akta, Bareksa didirikan pada tahun 2013. Kami memulainya dengan tim yang sangat kecil dalam mengonsep business plan. Platform yang diluncurkan pada 2015 itu lebih seperti ruang informasi dan data. Tahun 2014-2015 lalu, perusahaan teknologi belum diizinkan menjual reksa dana dan produk investasi, kami harus bekerja sama dengan perusahaan sekuritas.

Dalam perjalanan sebagai “orang media”, saya telah meliput beberapa berita bisnis keuangan dan investasi. Saya selalu melihat dunia keuangan [Indonesia] kita sangat elitis. Akses publik tidak tersedia atau cukup sulit. Saya mulai berinvestasi tetapi dengan cara konvensional, hal itu mungkin merupakan pengalaman pengguna yang memakan waktu. Fintech bahkan belum lahir saat itu. Namun, saya sangat percaya dengan gelombang digital yang akan segera tiba di sektor keuangan. Dengan beberapa koneksi di bisnis pembiayaan dan pengalaman membangun perusahaan digital, Bareksa menjadi fintech berlisensi pertama oleh OJK sebagai agen penjualan online pada tahun 2016.

Saya memaparkan masalah dalam industri reksa dana kita, penetrasi yang rendah dalam hal penawaran dan permintaan. Banyak perusahaan pengelola aset lokal yang kesulitan menemukan jalur distribusi karena masih bergantung pada perbankan. Dari segi permintaan, penetrasi cukup rendah. Daripada mengatakan untuk tidak menabung di bank, kami ingin memperkenalkan bahwa ada instrumen investasi lain yang aman dan stabil yang sangat populer di negara lain yang disebut reksa dana. Masalahnya, orang-orang kita belum mengerti dan tidak memiliki akses. Inilah mengapa saya memulai Bareksa.

Dalam situasi sperti ini, banyak startup yang mengalami guncangan hebat bahkan sampai menutup bisnisnya. Bagaimana isu ini berdampak pada industri teknologi finansial?

Berbicara sebagai Presiden OVO, menurut saya pandemi ini menunjukkan bahwa ekonomi digital yang didorong oleh teknologi keuangan akan tumbuh secara eksponensial. Apalagi dengan pergeseran perilaku konsumen ke digital, tidak hanya di e-commerce tapi juga di sektor fintech. Berdasarkan data OVO saja, transaksi di e-commerce melonjak sekitar 110% -120%, pesan-antar makanan 15% -20%. Selain itu, permintaan pinjaman pedagang online meningkat hampir 50%.

Ketika pemerintah mengumumkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional, saya merasa sangat terpukul. Saya pikir, siapa yang mau berinvestasi saat ekonomi sedang turun. Namun, saya menemukan sesuatu yang menarik saat melihat angka-angka itu pergi. Ketika ICI turun 38%, AUM Bareksa hanya turun 12%. Selain itu, jumlah transaksi dan pengguna baru terus meningkat. Hanya dalam waktu 3-4 minggu setelah pengumuman pandemi, kami sudah mencapai rebound. Ini menunjukkan fakta bahwa investasi online yang didorong oleh teknologi keuangan semakin tangguh.

Mengenai tantangan dalam industri ini, apakah ada pengalaman yang bisa Anda bagikan selama menjalani bisnis?

Saya selalu mengagumi anak muda yang gigih, dan berkemauan keras, mereka ada di antara kita, dalam industri teknologi. Tahun pertama hingga ketiga dalam membangun usaha menjadi yang paling menantang. Saya juga frustrasi dalam waktu yang lama, saat-saat seperti ini, penting untuk tidak kehilangan harapan. Selain terkait hal emosional, sangat penting untuk memulai usaha baru dengan menentukan model bisnis yang tepat. Pada akhirnya, kita harus rendah hati untuk melepaskan ego serta membuka peluang kolaborasi.

Anda tercatat sebagai salah satu petinggi asosiasi AFTECH, boleh diceritakan bagaimana peran Anda serta asosiasi dalam kontribusi untuk mengembangkan sektor teknologi finansial di Indonesia?

Fintech merupakan industri yang sarat regulasi dan ekosistem menjadi sangat penting. Sementara, regulasi keuangan kita masih didorong oleh industri keuangan konvensional. Sedangkan regulasi akan mempengaruhi pertumbuhan industri fintech. Oleh karena itu, menurut kami penting untuk membentuk asosiasi ini agar dapat melakukan aksi kolektif untuk bekerjasama dengan pemerintah. Dengan demikian, kita dapat memiliki ekosistem keuangan yang kompatibel untuk permintaan teknologi keuangan kita.

Courtesy by Bareksa
Dokumentasi oleh Bareksa

Apa yang menjadi ambisi terbesar Anda saat ini? Pernahkah terfikir untuk memulai sesuatu yang baru dalam situasi WFH ini?

Untuk saat ini, bejana saya cukup penuh dengan OVO dan Bareksa. Masih banyak yang ada di pipeline kita. Lagipula, kami sedang berada di tengah integrasi. Masih banyak ruang untuk sinergi. Jika ada kesempatan, saya sangat berharap untuk mewujudkan sinergi segitiga besi versi Indonesia di industri teknologi kita.

Bagaimana perspektif Anda terkait era “new normal” serta pengaruhnya pada keseluruhan ekosistem?

Sebenarnya polanya sudah mulai terlihat. Akan ada banyak sektor yang sangat mengandalkan teknologi digital. Saya melihat adopsi digital telah menjadi faktor kunci, tidak hanya untuk bertahan tetapi juga untuk berkembang. Saya pikir inilah mengapa saya sangat bersemangat bekerja di industri digital. Saya melihat kekuatan besar dalam digital yang dapat berguna bagi pemerintah untuk mendemokrasikan ekonomi kita. Saat ini UKM dapat memiliki kesempatan yang sama untuk memasarkan produknya bersama dengan pemain besar lainnya. Mereka bisa bersaing di level yang sama. Ini adalah transformasi yang luar biasa. Bagaimana perusahaan digital memberikan akses yang setara untuk semua orang, tidak hanya para pemain besar. Saya pikir itulah inti dari digitalisasi.


Artikel ini ditulis dalam Bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Karaniya Dharmasaputra: The Power of Digital to Democratize Investment Access for All

This article is a part of DailySocial’s Mastermind Series, featuring innovators and leaders in Indonesia’s tech industry sharing their stories and point of view.

Karaniya Dharmasaputra is the Co-Founder and CEO of Bareksa, the first integrated online mutual fund marketplace in Indonesia. Currently, he also serves as the President of OVO, one of the payment platforms that already accepted in both the O2O retail store and e-commerce platforms.

Before entering the financial technology industry, Karaniya had held various positions in well-known media companies. Some of those are KOMPAS TV, KapanLagi Youniverse. Liputan6.com, The Jakarta Post, VIVA, and TEMPO.

His dedication to journalism has granted him a Master’s degree in Public Policy through a Fullbright scholarship program at George Washington University, Washington DC, United States. This is where he had an eye-opening experience with the digital industry. He believes the digital power to democratize access for all.

DailySocial team had quite an insightful discussion with him, and here is to begin with.

You are currently serving as the Co-founder and CEO of Bareksa, also the President of OVO. How challenging it is to manage more than one position?

Nowadays, I feel like my life is governed by my calendar, it’s like a competition going on in my schedule. Not to sound so busy, but it is still part of the job. Fortunately, Ovo and Bareksa share some similar objectives and we have quite a strong synergy. Therefore, it is not a fully separated business and we’ve crossed some path along the way. Last year, Ovo has invested in Bareksa and since then, our synergy is getting stronger. Recently, OVO also expands to financial services and investment, and probably more to go.

Ovo's media gathering 2020
Ovo’s media gathering 2020

How did the story begin? From media companies to financial technology

Since I was in junior high, I had quite an odd hobby to read news from daily newspapers, magazines, and television. I used to have a dream to be either an architect or a journalist. I finally accepted to study a communication major in Gadjah Mada University (UGM). Sometimes I would go to some kind of activist movement, just to get more critical experience as a college student.

I started my career as a graphic designer and illustrator. At the same time, I also enjoy public affairs. Not to sound very idealist, but I always thought living is not only about making money. Have some added value in life, experience, be more practical for other people too. My first attempt in a media company is when I had an interview with Tempo and become a journalist in politics and business.

Another journey started when the US Embassy offers me a Fullbright scholarship. I wasn’t thinking to continue my study, hence I finished my master’s degree in public policy from George Washington University. That is the turning point of my life.

If I have to divide, there are three degrees of digital waves in Indonesia. First, it hit our media industry. Then, the rise of e-commerce. Finally, it comes to the financial technology. I was sent off to the US in 2004, the first wave is about to arrive in the media industry. Back then, there wasn’t any multimedia journalism.

My first digital experience in the US was quite astonishing. I didn’t come from a silver spoon family, my scholarship barely covered my expenses with a wife and three children. Every day, I watch the news, and really amazed at how the digital world can change and get rid of any limitation in the conventional media.

One day I saw a scandal was told in a very comprehensive way where you can dig as deep, using multimedia and hyperlink. Everything is connected and very interactive. This is the real power of the digital world. Not to mention how e-bay and amazon have really helped me saving money. It was an eye-opening experience for me. Then, I decided to make it into the digital world.

Coming back to Indonesia, everything was different again. I offer to create something digital for my current company back then, but they turn down the offer telling me to focus more on the core. It was when I realize that it is time to start my digital venture. I look for investors and created Viva.co.id. We focus on educating Indonesian people with digital service, e-commerce, and stuff. It was when Bukalapak and Tokopedia were probably still on their seed.

Bareksa and Ovo's synergy / Bareksa
Bareksa’s Co-founder, Karaniya Dharmasaputra and Ovo’s CEO, Jason Thompson at the announcement of a synergy / Bareksa

Six years ago, what encourages you to started Bareksa and enter the financial technology sector?

In terms of the deed, Bareksa was founded in 2013. We started with a very small team in conceptualizing the business plan. The platform was launched in 2015, it was more like a space for information and data. Back in 2014-2015, the tech company was not allowed to sell mutual funds and investment products, we have to collaborate with a security company.

In my “media” life, I have covered some financial business and investment news. I always see our [Indonesia] financial world is very elitist. Public access is not available or simply difficult. I was starting to invest but in a conventional way, it was a very long user experience. Fintech wasn’t even born. However, I really believe in the digital wave that will soon arrive in the financial sector. With some connections in the financing business and experience in building a digital company, Bareksa has become the first licensed fintech by OJK as an online selling agent in 2016.

I present the problems in our mutual fund industry, the low penetration in terms of supply and demand. There are many local asset management companies have difficulty with distribution channel as it still depends on banking. In terms of demand, it’s quite shallow. Instead of saying not to save money at the bank, we want to introduce that there is another secure and stable investment instrument that is very popular in other countries called mutual funds. The thing is, our people weren’t quite aware and have no access. This is why I started Bareksa.

In this current state, many startups experiencing great loss even shut down. How do you see this affecting the fintech industry?

Speaking as the President of OVO, I think this pandemic has shown that the digital economy driven by financial technology will grow exponentially. Especially with consumer behavior shifting to digital, not only in e-commerce but also in the fintech sector. Based on OVO’s data alone, transactions in e-commerce jumped around 110%-120%, food delivery 15%-20%. Also, the demand for online merchant lending increased by almost 50%.

When the government announced the Covid-19 pandemic as a national disaster, I was quite devastated. I thought, who wants to invest when the economy going down. However, I found something interesting while watching the numbers going. When the ICI drop 38%, Bareksa’s AUM only drop 12%. Also, the number of transaction and new users keep increasing. Within only 3-4 weeks after the pandemic announcement, we already hit a rebound. It shows the fact that online investment driven by financial technology is getting more resilient.

In terms of hardships, are you willing to share some challenges along the journey?

I always admire young, persistent, and strong-willed people, they exist among us in the tech industry. The first to the third year of building a venture is the most challenging. I, too, was frustrated for a long time, it is important not to lose hope. Other than the emotional barrier, it is very essential to start a new venture by defining the right business model. Eventually, we must be humble to drop our ego and embrace collaboration opportunities.

You’re also a part of the AFTECH association, would you mind sharing what kind of initiative have you and the association do to contribute to the development of the fintech sector in Indonesia?

Fintech is a very regulated industry and the ecosystem is very important. In fact, our financial regulation was still driven by the conventional financial industry. Meanwhile, the regulation will affect the growth of the fintech industry. That is why we think it’s important to form this association so we can take collective action to collaborate with the government.  Thus, we can have a compatible financial ecosystem for our financial technology demand.

Courtesy by Bareksa
Courtesy by Bareksa

What is your current biggest ambition? Have you thought of something new to do during the WFH situation?

For now, my plate is quite full with OVO and Bareksa. There are still many in our pipelines. Also, we’re in the middle of an integration. There’s also still much space for synergy. Otherwise, I really hope to realize Indonesia’s version of China’s iron triangle in our tech industry.

Do you have anything to say regarding the “new normal” era and how it would affect the whole ecosystem?

Actually the pattern has become clearer. There will be many sectors heavily relied on digital technology. I see the digital adoption has become the key factor, not only to survive but also to grow. I think this is why I am very passionate about working in the digital industry. I see great power in digital that could be of use for the government to democratize our economy.  Nowadays, SMEs can have an equal opportunity to market their products along with other big players. They can compete at the same level of playing field. It is such a great transformation. How digital companies provide equal access for everyone, not only the big players. I think that is the essence of digitization.

Bareksa Uji Coba Fitur “Robo Advisor”, Perbarui Tampilan Aplikasi

Salah satu startup pionir e-investasi Bareksa mengumumkan pembaruan logo dan tampilan aplikasi baru, serta penambahan fitur dalam platformnya. Kini nasabah bisa berinvestasi reksa dana, Surat Berharga Negara (SBN), emas, dan tabungan reksa dana syariah untuk umrah.

Selain itu, Bareksa juga mengakui sedang dalam tahap beta testing layanan BATARA (BAreksa TActical Robo Advisor) bagi 1000 nasabah pendaftar pertama mereka.

Sejak mendapat lisensi resmi sebagai Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) dari Otoritas Jasa Keuangan(OJK) di awal tahun 2016, Bareksa terus mencatat pertumbuhan signifikan. Per akhir Juli 2020, total akun investor Bareksa mencapai 1,1 juta di mana jumlah SID (Single Investor Identity) melonjak 590% dibanding April 2018. Pertumbuhan ini diklaim jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan investor di seluruh industri reksa dana sebesar 490%.

Pada periode yang sama, dana masyarakat yang telah diinvestasikan di platform Bareksa pun melonjak hampir delapan kali lipat menjadi Rp8 triliun. Sementara itu dana kelolaan (Asset Under Management, AUM) Bareksa menanjak empat kali lipat sementara AUM keseluruhan industri reksa dana merosot -1%.

BAREKSA GRAFIK

Karaniya Dharmasaputra selaku Co-founder & CEO Bareksa turut mengemukakan hal menarik, ketika wabah Covid-19 yang memukul ekonomi global, jumlah investor semakin meningkat hingga 57 persen. Hal ini membuktikan bahwa peranan teknologi finansial akan menjadi semakin penting dalam memasuki tatanan baru setelah pandemi.

“Dengan memanfaatkan kekuatan tekfin, Bareksa akan terus mendorong demokratisasi dunia keuangan kita supaya tidak lagi hanya dinikmati oleh segelintir orang, tapi membawa manfaat bagi masyarakat luas, dan memerdekakan secara finansial,” ujarnya di acara BareksaLevelUp yang bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan RI ke-75.

Fitur Robo Advisor

Salah satu yang juga disorot dalam sesi relaunch Bareksa ini adalah fitur terbaru yang sedang dalam uji coba yaitu robo advisor. BATARA adalah alat berbasis kecerdasan buatan yang dikombinasikan dengan kebijakan manusia untuk memberikan pendampingan taktis bagi investor dalam mengatur portofolio dan taktik investasi mereka.

“Kami sedang terus berkonsultasi dengan OJK agar BATARA bisa menjadi robo advisor yang memiliki kesesuaian dengan regulasi, terpercaya, kredibel, jujur, transparan, dan tidak malah menjadi alat marketing,” jelas Karaniya.

Seperti diketahui, pemanfaatan teknologi robo advisor sendiri konsepnya adalah untuk menggantikan posisi penasihat finansial yang diklaim memakan biaya besar. Teknologi ini menawarkan solusi sama dengan biaya yang lebih kecil. Namun, belum ada informasi spesifik mengenai ketentuan dalam penggunaan fitur robo advisor Bareksa ini..

“Untuk itu di tahap ini kami melakukan uji beta dulu untuk menjaring masukan dari nasabah secara terbatas, sebelum nanti kami rilis untuk publik,” tambahnya.

Beberapa pemain yang juga sudah mulai mengembangkan fitur robo advisor ini adalah Ajaib dan Halofina.

Application Information Will Show Up Here