Startup Pengembang eSIM “Truely” Raih Pendanaan dari 1982 Ventures, Beenext, Kopital Ventures, dan Sejumlah Angels

Truely, penyedia layanan eSIM untuk pelancong, hari ini mengumumkan berhasil meraih pendanaan sebesar $3.5 juta atau setara Rp53,7 miliar dipimpin oleh 1982 Ventures. Pendanaan ini juga melibatkan partisipasi dari Beenext, Kopital Ventures, serta beberapa investor strategis, termasuk JJ Chai (ex-AirbnB), Kum Hong Siew (ex-Airbnb), HY Sia (Founder of Tranglo), Mohammad Gharaybeh, Qin En Looi, Eric Dadoun, dan Gilbert Relou.

Didirikan pada Juli 2023, Truely lahir sebagai spin-off dari Bikago Mobile, sebuah layanan eSIM yang sukses di Bali untuk para wisatawan internasional. Dengan memanfaatkan kesuksesan dalam menyediakan konektivitas tanpa hambatan bagi pengunjung di Bali, Truely kini berkembang menjadi pemain global dalam pasar eSIM.

Meskipun berkantor pusat di Singapura, Truely tetap terhubung dengan akarnya di Indonesia melalui pusat layanan pelanggan dan operasi 24/7 yang berlokasi di Bali, dengan tim beranggotakan 20 profesional Indonesia di bidang layanan pelanggan, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia. Pusat ini memainkan peran penting dalam mendukung operasional global Truely.

Truely hadir dengan teknologi Switchless™ eSIM yang memungkinkan pelancong mengakses paket data lokal di lebih dari 200 negara tanpa perlu mengganti kartu SIM fisik atau menghadapi biaya roaming yang mahal. Teknologi ini menawarkan pemasangan eSIM yang mudah, harga bersaing, dan dukungan 24/7 untuk memberikan pengalaman konektivitas yang mulus.

Dengan layanan yang kompatibel dengan sebagian besar smartphone modern, pengguna Truely dapat memasang eSIM tanpa perlu mengganti SIM asli mereka, serta memanfaatkan dual SIM untuk fleksibilitas tambahan. Aplikasi Truely kini tersedia di App Store dan Google Play, sehingga pengguna bisa langsung mendaftar melalui situs web atau aplikasi dan terhubung ke internet di mana pun mereka berada.

Menurut riset Kaleido Intelligence, pasar ritel eSIM diprediksi akan mencapai US$3.3 miliar pada 2025, dengan pertumbuhan tahunan hampir 50%. Truely melihat peluang ini dan menawarkan paket fleksibel untuk berbagai jenis pelancong—mulai dari pekerja nomaden digital hingga keluarga yang berlibur—dengan tarif lokal yang kompetitif tanpa biaya roaming tambahan.

Dengan pendanaan baru ini, Truely berencana mengembangkan layanan B2B2C untuk operator perjalanan besar, maskapai, bandara, serta penyedia layanan lainnya. Mereka juga akan meluncurkan lebih banyak produk untuk memastikan pelancong tetap terhubung dengan tempat kerja dan keluarga mereka.

Founder & CEO Truely Simon Landsheer menyatakan, “Kami menciptakan Truely dengan fokus pada pengalaman pengguna. Teknologi eSIM kami yang fleksibel dan terjangkau menawarkan cakupan terbaik dengan kemudahan penggunaan yang tak tertandingi.”

Perjalanan Truely dari layanan lokal di Bali hingga menjadi pemimpin global menyoroti komitmen mereka dalam menyediakan konektivitas yang andal, terjangkau, dan mudah bagi pelancong di seluruh dunia. Pendanaan ini menempatkan Truely dalam posisi strategis untuk mendominasi pasar eSIM yang sedang berkembang pesat, terutama di tengah pemulihan perjalanan global pasca-pandemi.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Jago Coffee Raih Pendanaan Seri A Sebesar 98 Miliar Rupiah

Jago Coffee memperoleh pendanaan seri A sebesar $6 juta (sekitar Rp98 miliar) dipimpin investor terdahulunya, yakni Intudo Ventures dan BEENEXT Accelerate, serta partisipasi dari ORZON Ventures dan D Global Ventures.

Sebelumnya, Jago Coffee meraih pendanaan pra-seri A sebesar Rp34,2 miliar pada 2022, dipimpin Intudo Ventures dan BEENEXT serta partisipasi dari CyberAgent Capital dan Arkblu Capital.

Perusahaan mengklaim telah mencapai profitabilitas yang stabil selama beberapa kuartal berturut-turut dan tumbuh lebih dari 13x pada 2023.

“Pendanaan ini bukan sekadar dorongan finansial, tetapi bentuk kepercayaan terhadap visi dan tim kami. Ini memberdayakan kami untuk menghadirkan pengalaman unik ke lebih banyak komunitas dan berinovasi lebih jauh, memastikan setiap cangkir yang kami sajikan memperkuat hubungan antara kualitas dan aksesibilitas,” kata Yoshua Tanu, Co-Founder dan CEO Jago Coffee.

Jago Coffee berencana memperluas cakupan layanan dan berinvestasi lebih lanjut pada teknologinya. Saat ini, Jago Coffee baru mencakup 7% dari keseluruhan wilayah Jakarta. Targetnya, Jago Coffee ingin mencakup 50% wilayah Jakarta pada akhir 2024, menambah jumlah depo menjadi 15, dan mengerahkan 1.500 armada dari 300 saat ini.

Sebagai informasi, Jago Coffee didirikan oleh Yoshua Tanu (juga pendiri Common Grounds), Christopher Oentojo (eks VP of Product di Gojek), dan Daniel Sidik. Jago Coffee meluncur pertama kali pada Juni 2020. Mereka menawarkan pendekatan hiperlokal kepada konsumen akhir yang berada di lingkungan radius 1-2 km untuk mengantarkan minuman segar dalam hitungan menit.

Produk kopi instan saat ini diketahui menguasai 90% dari total konsumsi kopi di Indonesia. Maka itu, kopinya dijual keliling dengan menggunakan gerobak listrik, juga dapat dipesan melalui aplikasi mobile.

Dengan metode ini, pihaknya dapat mempermudah akses kopi tanpa perlu membangun toko fisik yang perlu waktu dan biaya. Saat ini, Jago Coffee menawarkan sejumlah menu utama kopi, termasuk menu seasonal, juga menu non-kopi.

Ekosistem coffee chain saat ini diisi oleh sejumlah pemain, di antaranya Kopi Kenangan, Fore Coffee, dan Janji Jiwa. Rata-rata memanfaatkan outlet ritel untuk menjajakan produknya. Kopi Kenangan, salah satu pemain awal di ekosistem ini, telah memperluas bisnisnya dengan masuk ke produk kemasan siap minum (ready-to-drink).

Berdasarkan riset Statista, nilai pasar kopi dari penjualan di restoran/bar (termasuk kopi instan) di Indonesia diproyeksi mencapai $8,3 miliar pada 2024. Sementara, nilai penjualan kopi dari supermarket dan toko swalayan berkisar $2,8 miliar pada tahun yang sama.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agritech “Semaai” Peroleh Pendanaan Lanjutan

Startup agritech Semaai mengumumkan pendanaan lanjutan yang dipimpin oleh Accion Venture Lab dan XA Network, serta partisipasi dari investor sebelumnya, Surge dan Beenext. Dengan putaran pendanaan ini, Semaai telah mengumpulkan total pendanaan senilai $2,9 juta ini (lebih dari 44 miliar Rupiah). Perolehan ini diraih selang setahun sejak perusahaan pertama kali mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $1,25 juta.

Semaai akan memanfaatkan dana tersebut untuk mendukung ekspansi produk, meliputi pembangunan layanan digital advisory untuk pengecer dan petani, serta aplikasi petani yang memungkinkan petani mengakses saprotan yang terjangkau dan lebih dekat.

Co-Founder dan CEO Semaai Muhammad Yoga Anindito menyampaikan, UMKM pertanian memiliki peranan penting sebagai support system dan agregator untuk para petani. Meskipun begitu, mereka belum cukup dibekali dengan alat yang membantu mereka melayani kebutuhan petani akan pengetahuan yang lebih baik, transparansi harga dan akses ke pasar.

“Kami percaya bahwa memberdayakan mereka dengan alat yang tepat akan membantu mereka melayani para petani lebih baik. Kami banga dan bersyukur atas dukungan Accion Venture Lab, XA Networks, dan para investor kami di mana semuanya memiliki kesamaan visi dan keyakinan dalam membawa dampak positif bagi masyarakat,” ucapnya dalam keterangan resmi, Senin (27/2).

Co-Managing Partner Accion Venture Lab Rahil Rangwala menuturkan, “ara petani memiliki peranan penting dalam sektor agrikultur Indonesia, dan kami melihat kesempatan besar untuk menyediakan peralatan digital dan kredit yang dibutuhkan untuk meningkatkan usaha dan penghidupan mereka. Kami sangat bangga bermitra dengan Semaai karena online marketplace mereka yang lengkap mempercepat transformasi digital peritel agribisnis kecil dan para petani di Indonesia yang mereka layani.”

Perkembangan Semaai

Semaai menawarkan ekosistem digital yang terintegrasi sebagai solusi mengatasi masalah rantai pasok dan meningkatkan kapasitas teknis bagi UMKM agribisnis Indonesia seperti kios/pengecer sarana produksi pertanian di pedesaan (toko tani), dan petani kecil yang mereka layani.

Rantai pasok pertanian di Indonesia sangat terfragmentasi dan kompleks; Toko tani maupun petani harus berhadapan dengan harga yang tidak jelas, kurangnya akses ke produk pertanian yang terjangkau, dan ketidakseimbangan yang semakin parah antara supply dan demand produk pertanian.

Solusi Semaai mencakup tiga layanan utama dalam mengatasi masalah sistemik industri pertanian Indonesia,yang besarnya mencapai $100 miliar. Perusahaan menyediakan marketplace digital B2B bagi toko tani dan petani untuk saprotan seperti benih dan pupuk, akses ke pasar untuk produk hasil panen, dan layanan agronomi untuk meningkatkan jumlah dan kualitas hasil pertanian.

Semaai Tani Centre / Semaai

Sejak peluncurannya di Agustus 2021, Semaai mengklaim telah membangun jaringan toko tani dan petani kecil di hampir 3.000 desa di Jawa Tengah, dengan jumlah toko tani aktif dan pengguna UMKM di marketplace Semaai yang saat ini melayani 2,6 juta petani di wilayah tersebut. Kemudian pada tahun lalu, transaksi bulanan di marketplace Semaai tumbuh 37 kali lipat, dan pendapatan bulanan Semaai meningkat 20 kali lipat.

Semaai juga membeli hasil panen dari jaringan petaninya dan mendistribusikannya ke beberapa supermarket, penggrosir dan perusahaan e-commerce besar di Indonesia. Keuntungan dari penjualan ini diputar kembali kedalam kegiatan usaha Semaai, memastikan siklus pertumbuhan yang berkelanjutan.

Tantangan rantai pasok pertanian

Solusi yang ditawarkan Semaai bukanlah barang baru, sebelumnya sudah ramai startup yang masuk menawarkan solusi efisiensi di rantai pasok pertanian. Dalam publikasi bertajuk “Yielding Next Gen. Agri Conglomerate Leveraging Tech Orchestration”, Arise menyoroti empat pain points utama dalam rantai pasok pertanian, yakni keterbatasan akses ke permodalan, rantai pasok yang terfragmentasi dan kurang efisien, minimnya akses ke teknologi, serta ketidakpastian harga akibat perubahan iklim.

Sumber: Arise

Sementara sektor ini memiliki potensi industri yang sangat besar, nilainya bisa melebihi $500 miliar terhadap GDP global di 2030 mendatang. Kontribusi dari negara Asia Pasifik ditaksir menyumbangkan 8,2% dari nilai total tersebut. Melihat tren tersebut, di kancah global investasi untuk startup argitech juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Di 2020, terdapat sekitar 834 kesepakatan pendanaan, membukukan lebih dari $6,7 miliar.

Kendati pemain agritech sudah banyak bermunculan, Arise masih melihat ada beberapa celah yang masih belum terisi oleh inovasi digital —sekaligus peluang investasi yang masih terbuka— salah satunya B2B marketplace yang memenuhi kebutuhan petani. Selanjutnya, Arise akan melirik layanan manajemen dan IoT yang bisa membantu petani melakukan tata kelola lahan garapannya.

Go-Ventures Pimpin Pendanaan Seri A “Skuad”, Startup HRIS Pekerja Remote

Startup SaaS penyedia solusi manajemen karyawan (HRIS) untuk pekerja remote “Skuad” mengumumkan perolehan pendanaan seri A yang dipimpin oleh lengan investasi GoTo, Go-Ventures. Sejumlah investor lain seperti Beenext, Anthemis, Boleh Capital, dan angel investor turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Keterlibatan Go-Ventures tentunya menambah daftar portofolio startup asal luar Indonesia, setelah Safeboda (Uganda), Leanerbly (Inggris), Mobile Premier League (India), Mall91 (India), dan lainnya.

Skuad adalah startup HRIS asal Singapura yang didirikan pada 2020. Startup ini berfokus pada penyederhanaan proses menemukan dan mengelola talenta global sembari menghilangkan friksi-friksi yang ada. Hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk membangun tim terdistribusi dengan mempekerjakan talenta global, tanpa mendirikan badan hukum di pasar baru. Layanannya mencakup orientasi, penggajian, tunjangan, pajak, dan kepatuhan lokal.

“Kami memulai Skuad karena kami menyadari bahwa bakat ada di mana-mana, tetapi peluang tidak. Dengan kompleksitas perekrutan di pasar luar negeri dan pembayaran lintas batas, perusahaan merasa sulit untuk menemukan dan merekrut bakat yang tepat dan membangun tim global,” ucap Founder dan CEO Skuad Sundeep Sahi dalam keterangan resmi seperti yang dikutip dari e27.

Solusi Skuad

Sahi menjelaskan, misi skuad adalah mengatasi tidak efisiensinya pasar perekrutan, dengan menyesuaikan antara peningkatan jumlah orang yang dapat kerja di mana saja dengan pemberi kerja yang membutuhkan jasa mereka.

Ada dua solusi yang ditawarkan Skuad, yakni membantu klien menemukan  talenta dan mengelola ketenagakerjaan untuk organisasi. Sehingga tidak perlu khawatir tentang regulasi, pajak, penggajian, dan aturan lokal lainnya.

Distribusi talenta terbaik, sambungnya, tidaklah merata. Secara sederhana, ekonomi di negara maju memiliki terlalu sedikit orang untuk mengisi terlalu banyak peran yang membutuhkan keterampilan khusus. Sementara, di negara berkembang, kondisinya terbalik. “Dalam hal ini, pengusaha ekonomi maju perlu membangun tim terdisitribusi dengan orang-orang berbakat yang tinggal dan bekerja di negara berkembang.”

Solusi yang ditawarkan Skuad bisa dibilang mendapat respons positif dari pasar. Dalam dua tahun terakhir, Skuad telah menjaring pengguna dari kalangan perusahaan yang tersebar di 34 negara (sekitar 50% di antaranya datang dari Amerika Utara dan Eropa) dan talenta di 94 negara (sekitar 80% dari negara berkembang).

Kemudian, memproses $120 juta pembayaran tahunan dalam 50 mata uang di seluruh dunia, dan mencatatkan kenaikan ARR (Annual Recurring Revenue) 3x lipat sejak Januari 2022. Sejumlah klien Skuad yang berasal dari Indonesia di antaranya Amartha, Akseleran, Funding Societies, dan Sayurbox.

Perusahaan akan melipatkagandakan pencapaiannya tersebut dengan mengambil sejumlah rencana strategis. Salah satunya, mengakuisisi Codejudge, platform penilaian bakat berbasis data yang mengotomatiskan proses wawancara. Nilai lebih yang ditawarkan tentunya akan memperkuat kemampuan perekrutan di Skuad. Disebutkan akuisisi terhadap startup berbasis di Amerika Serikat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Startup “Coffee Chain” Jago Umumkan Pendanaan Pra-Seri A 34 Miliar Rupiah

Startup coffee chain Jago mengumumkan penyelesaian pendanaan pra-seri A senilai $2,2 juta (sekitar 34,2 miliar Rupiah) yang dipimpin Intudo Ventures dan BEENEXT, dengan partisipasi CyberAgent Capital dan Arkblu Capital. BEENEXT adalah investor sebelumnya, memimpin pendanaan tahap awal yang diperoleh Jago pada November 2021.

Lewat penggalangan ini, Jago akan memanfaatkan dana untuk perluas armada mobile cafe hingga 200 unit yang mampu menjangkau 20 area di Jakarta. Selanjutnya, memperkuat tim inti di lini operasional dan teknologi.

Jago memosisikan diri bukan sebagai bisnis ritel yang mendukung operasionalnya dengan teknologi, melainkan sebaliknya, memungkinkan siapa saja dan di mana saja memiliki akses ke kopi berkualitas dengan harga terjangkau.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (27/10), Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip menyampaikan, ada beberapa hal yang khas Indonesia daripada kopi. Jago merupakan model baru bagi masyarakat Indonesia untuk menikmati kopi, mengungguli kafe tradisional dalam hal kenyamanan dan mengalahkan kopi instan dan pre-made dalam hal kualitas.

“Kami yakin dengan tim gabungan pengusaha kopi dan teknologi Jago dan menantikan momentum lanjutan mereka di pasar kopi Indonesia yang sedang booming,” kata Yip.

Partner BEENEXT Faiz Rahman menambahkan, Jago menyeduh sesuatu yang berbeda dari secangkir kopi rata-rata, memberikan pengalaman dan layanan unik kepada konsumen melalui kopi. Perusahaan ini memanfaatkan teknologi sebagai produk intinya dan memanfaatkan infrastrukturnya untuk mendefinisikan ulang ritel last-mile.

“Oleh karena itu, kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang kami dengan Jago seiring dengan percepatan ekspansi perusahaan di seluruh Jakarta dan sekitarnya,” ucap Faiz.

Model bisnis Jago

Diluncurkan pada Juni 2020, Jago adalah kafe berjalan yang memberdayakan micro mobile  retail (gerobak elektrik)—menemui pelanggan kapan pun mereka mau—di mana pun mereka mau. Dengan armada kafe keliling yang bertenaga elektrik, Jago beroperasi di lokasi-lokasi utama di Jakarta.

Perusahaan menawarkan pendekatan hiperlokal ke konsumer akhir dengan melayani lingkungan sekitar dalam radius 1-2 km untuk menyiapkan dan mengantarkan minuman segar dengan cepat dalam hitungan menit. Gerobak beroperasi di area dengan kepadatan tinggi, dengan permintaan dari area perumahan dan bisnis, dengan populasi kedai kopi yang kurang melimpah meskipun permintaan kopi kuat.

Jago menyediakan minuman kafe berkualitas yang disajikan oleh barista yang dilengkapi dengan semua alat dan bahan yang dibutuhkan untuk menyiapkan minuman segar di tempat, termasuk panas & dingin, kopi & teh, dan minuman khusus lainnya.

Jago Coffee juga menawarkan pemesanan langsung dan pesan-antar, menawarkan layanan penjemputan dan pengiriman untuk kopi segar tingkat kafe langsung ke konsumen dengan harga yang dibanderol mulai dari Rp8 ribu per cangkir. Konsumen dapat menikmati alternatif kopi kualitas yang lebih tinggi untuk kopi instan, tanpa mengurangi kenyamanan dan efektivitas biaya.

Pengguna cukup mengunduh aplikasi Jago di iOS dan Android untuk memesan minuman yang baru diseduh untuk pengambilan dan pengiriman, sehingga tidak perlu pergi ke kafe untuk menyegarkan diri.

Jago dipimpin oleh tim pengusaha Indonesia yang berpengalaman di bidang kopi dan teknologi, termasuk Yoshua Tanu (CEO) dan Christopher Oentojo (CTO). Selain Jago, Yoshua juga merupakan salah satu pendiri Common Grounds, jaringan kafe premium di Indonesia. Sementara, Christopher sebelumnya adalah Vice President of Product di Gojek, ia pernah memimpin peluncuran GoCar dan inisiatif pemetaan internal perusahaan.

Selain itu, Daniel Sidik baru-baru ini bergabung dengan Jago sebagai COO & CMO. Daniel membawa pengalaman di bisnis makanan & minuman yang luas, bergabung dengan perusahaan setelah mendirikan dan memimpin Reddog, rantai hotdog bergaya Korea yang populer di Indonesia dengan lebih dari 40 gerai ritel setelah dua tahun diluncurkan.

“Model bisnis inovatif kami, menggabungkan kafe seluler dengan aplikasi Jago kami, menciptakan akses kopi yang tak tertandingi kapan saja, di mana saja tanpa harus mengorbankan kualitas, harga, atau kenyamanan. Kami sedang membangun kemungkinan baru untuk ritel last-mile yang berkelanjutan dan memuaskan bagi konsumen Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kopi dan penyegaran harian mereka,” kata Co-founder & CEO Jago Yoshua Tanu.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Raih Pendanaan Seri B 420 Miliar Rupiah; Masuk ke Jajaran Centaur [UPDATED]

*Update 29/8 pukul 19.30: kami menambahkan informasi kisaran valuasi ESB

Startup SaaS bisnis kuliner Esensi Solusi Buana (ESB) meraih pendanaan seri B sebesar $29 juta atau sekitar 420 miliar Rupiah. Investasi ini dipimpin oleh Northstar Group dan Alpha JWC Ventures serta partisipasi dari BEENEXT, Vulcan Capital, dan AC Ventures.

Sebelumnya, ESB telah mengumpulkan total pendanaan sebesar $10,6 juta dari sejumlah investor antara lain Alpha JWC, Vulcan Capital, BEENEXT, AC Ventures, Skystar Capital, dan Selera Kapital.

Dari pendanaan yang ada, menurut sumber yang kami dapat, saat ini valuasi ESB telah mencapai lebih dari $100 juta dan menjadikannya sebagai salah satu startup Centaur dari kategori SaaS.

ESB merupakan pengembang platform SaaS yang mengelola bisnis kuliner secara all-in-one. Startup ini didirikan oleh Gunawan Woen, Eka Prasetya, Setiadi Prawiryo Moeljadi, dan Dwi Prawira pada 2018. Berbekal pengalaman puluhan tahun di F&B dan rantai pasokan, para pendiri ESB memiliki misi membantu pemilik bisnis meningkatkan profitabilitas, penjualan, dan efisiensi operasional melalui solusi berbasis cloud.

Sejumlah solusi yang ditawarkan mencakup aplikasi pengambilan pesanan front-end, Point of Sales (POS), solusi operasi dapur, dan sistem Perencanaan Sumber Daya Perusahaan (ERP) F&B back-end. Selain itu, pemilik bisnis akan mendapatkan akses ke ekosistem penyedia pihak ketiga, seperti pasokan bahan, pengiriman makanan, dan pembayaran digital.

Melalui ESB, pengusaha F&B juga mendapatkan akses ke ekosistem penyedia ESB telah melayani lebih dari 2.000 merek F&B dan mengelola lebih dari 100 juta pesanan per tahun.

Managing Director Northstar Group Carlson Lau mengungkap, ESB telah menunjukkan kinerja yang baik dan bahkan mampu melawan pesaing global yang punya kapitalisasi lebih besar dalam memenangkan F&B internasional di Indonesia. “Kami senang melihat produk dan pengembangan strategi go-to-market yang matang,” tuturnya.

Sementara, Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li menambahkan, “Platform ESB menghadirkan solusi berbasis cloud secara end-to-end bagi pemilik restoran agar dapat mengurangi biaya, mengelola operasional, dan meningkatkan pengiriman online. ESB siap merevolusi pasar multi-miliar dine-in dan takeaway di Indonesia,” tutur Li.

Ekspansi dan pengembangan produk

Adapun, pendanaan ini akan dimanfaatkan untuk memperluas jangkauannya di pasar UMKM  dan meluncurkan produk baru. Proposisi nilai yang ditawarkan mencakup: (1) fitur pembayaran dan pinjaman yang sederhana, (2) fasilitas modal kerja, (3) pengembangan fitur untuk mendorong produktivitas UKM, (4) solusi manajemen pemesanan dan pengiriman, (5) kemampuan fitur akuntansi, dan (6) kemampuan sistem informasi SDM.

Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen mengatakan, pandemi telah mengakselerasi adopsi digital pada ekosistem yang terlibat di value chain F&B, mulai dari pelanggan hingga pemasok bahan. Dengan akselerasi ini, pemilik F&B terdorong untuk menjalankan operasional yang lebih ringkas dan mengeksplorasi kanal penjualan baru. Solusi ini juga diharapkan mendorong pertumbuhan bisnis di tengah pemulihan ekonomi.

Selain itu, kenaikan biaya akibat inflasi harga komoditas di awal 2022 memaksa pelaku usaha F&B untuk lebih mengoptimalkan struktur biayanya. Hal ini mendorong mereka untuk mengadopsi tools yang memungkinkan mereka untuk meningkatkan produktivitas melalui layanan mandiri konsumen, otomatisasi alur kerja internal, dan pengurangan limbah makanan. ESB siap untuk memanfaatkan tren ini.

“Kami memandang mitra F&B kami setara, baik pelaku UMKM hingga bisnis skala besar. Kami berkomitmen untuk membantu pedagang kami menghasilkan penjualan lebih banyak dan meningkatkan efisiensi mereka. Dengan mencapai itu, kami dapat memastikan keberlanjutan, bankability, dan pertumbuhan mereka. Ketika mitra kami tumbuh, ESB ikut tumbuh,” ujar Gunawan.

Beberapa platform digital di Indonesia yang memiliki komitmen untuk mendukung pelaku F&B terutama skala UKM ada DigiResto yang dikembangkan MCAS. DigiResto sempat mendapat investasi dari SiCepat. Ada pula Runchise yang punya model pengelolaan bisnis waralaba (franchise) dan kuliner.

Startup SaaS Akuntansi Delegasi Dikabarkan Peroleh Pendanaan Awal

Startup Saas pembukuan digital Delegasi dikabarkan memperoleh pendanaan awal (seed) dengan BEENEXT menjadi salah satu investor di putaran ini. Delegasi merupakan salah satu peserta Y Combinator batch S22.

Delegasi merupakan startup SaaS di bidang akuntansi. Berasal dari Bandung, platform ini didirikan tiga lulusan ITB, yakni Adrian Maulana, Anshorimuslim (Ans) Syuhada, dan Yudha Okky Pratama.

Mengutip dari berbagai sumber, para founder berupaya mengatasi masalah klasik yang kerap dialami para pemilik bisnis, seperti keterbatasan SDM dan minim pengetahuan terhadap akuntansi. Dari survei yang mereka lakukan, banyak pemilik bisnis telah membayar biaya langganan solusi semacam ini selama setahun, tetapi berhenti pada 1-2 bulan pertama. Menurut responden, perangkat lunak akuntansi yang ada dinilai terlalu kompleks bagi mereka yang tidak memiliki pengetahuan pada hal ini.

Startup ini mengembangkan virtual financial assistant berbasis AI yang dapat membantu pemilik usaha F&B untuk melakukan pencatatan keuangan. Pemilik bisnis cukup mengunggah struk, seperti nota belanja, mutasi rekening, dan stock opname via Telegram.

Sistem akan melakukan input, pencatatan, dan analisis yang menghasilkan tiga jenis laporan keuangan, yakni laba rugi, arus kas, dan neraca. Solusi ini diklaim dapat menghemat biaya tiga kali lebih terjangkau sehingga pemilik bisnis dapat fokus terhadap operasional dan tidak perlu merekrut karyawan.

Pasar SaaS

Saat ini pelaku UMKM memiliki banyak opsi yang dapat membantu mereka memudahkan kegiatan operasional. Sudah banyak startup di Indonesia yang mengembangkan produk, seperti pencatatan keuangan digital, cloud, hingga POS.

Mekari termasuk startup SaaS yang terbesar di Indonesia, menawarkan berbagai produk untuk meningkatkan produktivitas pegawai dan bisnis. Terakhir, Mekari mengakuisisi platform pengembang layanan CRM Qontak.

Selain itu, ada pula Credibook dan BukuWarung yang juga mengembangkan solusi pencatatan keuangan digital bagi pelaku UMKM. Kemudian, Qasir yang membidik pasar merchant untuk aplikasi POS.

Mengacu data Kementerian Koperasi dan UKM, baru ada 19 juta UMKM yang masuk ke ekosistem digital per Mei 2022. Angka tersebut masih jauh dari target 30 juta UMKM go digital di 2024. Adapun, total omzet UMKM yang sudah go digital telah mencapai Rp500 triliun-Rp600 triliun.

East Ventures dan Beenext Pimpin Pendanaan Awal Biteship

East Ventures dan Beenext memimpin pendanaan tahap awal untuk startup Biteship dengan nominal dirahasiakan. Biteship merupakan startup agregator logistik yang fokus menyederhanakan proses pengiriman untuk UMKM dan perusahaan, menghubungkan bisnis dengan semua jasa ekspedisi ke dalam satu platform.

“Kami senang bermitra dengan East Ventures dan Beenext untuk putaran pendanaan ini. Investasi ini akan mempercepat misi kami untuk mengintegrasikan teknologi yang semakin baik pada solusi logistik yang kami hadirkan dalam melayani para pelanggan kami,” ucap Co-founder dan CEO Biteship Mirsa Sadikin dalam keterangan resmi, Jumat (10/6).

Principal East Ventures Devina Halim menyampaikan, “Kami percaya pada misi Biteship untuk memberikan solusi logistik yang lebih baik dari sudut pandang developer, yang akan mengarah pada efisiensi melalui penggunaan teknologi dan integrasi jaringan 3PL. Kami percaya investasi ini akan mendorong Biteship untuk terus meningkatkan layanannya dalam mengatasi kesenjangan logistik di pasar, memberikan dampak langsung pada pertumbuhan industri perdagangan di Indonesia.”

Managing Partner BEENEXT Dirk van Quaquebeke turut menambahkan, “Biteship menggambarkan tim, tema, dan perusahaan yang siap bersaing, mereka memiliki modal yang efisien dan sangat mungkin untuk berkembang dalam pasar yang sangat besar. Kami telah mengenal tim Biteship selama bertahun-tahun, melihat bagaimana mereka membangun perusahaan dan kami bersemangat untuk menjadi partner dalam perjalanan mereka.”

Solusi Biteship

Biteship didirikan oleh Mirsa bersama Afra Sausan (CMO) sejak 2019. Mereka berdua melihat akan kesenjangan teknologi yang besar antara penyedia jasa pengiriman (shipping providers) dan penyedia gudang (warehouse providers) dalam pemanfaatan solusi teknologi untuk UKM dan perusahaan dalam melakukan perdagangan.

Lalu dengan inovasinya, Biteship menyederhanakan proses pengiriman yang kompleks dan memberdayakan semua pemangku kepentingan dalam rantai pasokan melalui pendekatan 4PL. Perusahaan membuat API yang menghubungkan dan bertindak sebagai satu pintu untuk mengakses logistik pihak ketiga (3PL) dan penyedia gudang dalam memudahkan operasi perdagangan. Solusi yang sama juga ditawarkan oleh Shipper.

Pasar kargo dan logistik di Indonesia bernilai $81,3 miliar pada 2020 dengan pertumbuhan tahunan 9,2%. Angka ini didorong oleh pertumbuhan layanan pengiriman paket selama pandemi. Potensi yang besar dan kesenjangan yang belum terselesaikan, memicu Biteship agar dapat menjadi penyedia solusi untuk menghubungkan lebih banyak 3PL ke UKM. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pengalaman penjualan yang lebih lancar ke konsumen.

Saat ini, Biteship memiliki lebih dari 30 3PL dalam jaringannya, sediakan layanan instan, pengiriman pada hari yang sama (same day service), pengiriman hari berikutnya (next day service), layanan reguler, dan layanan kargo ke dalam ekosistemnya. Selain itu, telah terhubung dengan ratusan bisnis di Indonesia di berbagai industri, termasuk makanan & minuman, fesyen, perawatan kesehatan, dan banyak lainnya.

“Kami bangga menjadi platform pertama yang melakukan pendekatan pengembangan produk rantai pasokan dari perspektif developer. Kami percaya bahwa setiap titik temu dari proses pengembangan produk rantai pasokan harus dirakit dengan hati-hati untuk keperluan perbaikan di masa mendatang. Dengan pemrograman yang lebih baik, kami dapat menghasilkan pengoperasian dan pengalaman yang lebih baik bagi bisnis dan para pelanggan,” kata Mirsa.

Biteship mengklaim telah mencatatkan pertumbuhan sebesar delapan kali lipat di kuartal I 2022 secara year-on-year dan menjaga profitabilitas dengan margin yang kompetitif.

Mirsa menuturkan, dana segar yang diterima perusahaan akan dialokasikan untuk mengembangkan tim, mulai dari divisi penjualan, pemasaran, operasi, produk, dan tim teknik untuk memastikan keunggulan operasional yang lebih baik serta meningkatkan adopsi platform. Serta, memperluas kemampuan teknologi, memungkinkan integrasi yang lebih dalam dengan para mitra di seluruh Indonesia, dan pada saat bersamaan terus memperkuat solusi e-commerce logistik.

Application Information Will Show Up Here

Gotrade Secures 222 Billion Rupiah Series A Funding, Boosting Local Penetration in Southeast Asia

The investment app developer Gotrade announced funding of $15.5 million or more than 222 billion Rupiah. The series A round was led by Velocity Capital Fintech Ventures. To date, the company has raised a total fund of $22.5 million or equivalent to 322 billion Rupiah.

This round was attended by investors from various countries, such as Mitsubishi UFJ Financial Group [Japan], BeeNext [Singapore], Kibo Ventures [Spain], Picus Capital [Germany], as well as previous investors including LocalGlobe [UK], Social Leverage [US] & Raptors [USA].

The last $7 million round led by LocalGlobe took place in 2021. The funds were received after the application launched and can be used by invitation only, generating 20% ​​weekly growth.

In its first year, the company claims to have grown organically and managed to gathered more than 500,000 users from 140 countries with total transactions reaching $400 million through 5 million trades.

Founded in 2019 by Rohit Mulani, Norman Wanto, and David Grant in Singapore, Gotrade offers the convenience of trading stocks from the United States stock exchange. This app allows users to buy shares on the NYSE and current shares on the NASDAQ starting at $1.

In its operation, the company does not charge a commission on their trades. However, the company admitted that it didn’t adopt collaborative practices by monetizing order flow payments. Gotrade earns income by charging 0.50% to 1.20% in FX fees (depend on currency) when users select local currency deposits which are then converted to US dollars to get started.

Apart from that, Gotrade also has a new subscription-based initiative called Gotrade Black with premium features such as candlestick charts, analyst ratings, target prices and risk measurement for $2 per month. On its official website, it is explained that this recommendation was made by professional stock analysts from Goldman, JP Morgan, and many other world-class investment firms/institutions.

Also, part of the capital raised will be used to develop the 40-person team and launch versions of the product in various markets, starting with Southeast Asia.

The Co-founder and CEO, Rohit Mulani revealed that investing in Southeast Asia is still broken. There are more than 600 million people unable to access quality investment products at reasonable prices. He said, most of them are still subject to funds with expense ratios exceeding 5%, savings products such as gold with a 3% spread and many hidden costs across their portfolios.

“We believe we should invest more fairly, and users don’t have to resort to predatory fees,” he said.

Gotrade Indonesia

Recenly before this funding was announced, the company had just launched a special product for the Indonesian people under the name Gotrade Indonesia in collaboration with Valbury Asia Futures (Valbury) as a local partner. All trades carried out on Gotrade Indonesia are carried out under a contract between the user and Valbury. Furthermore, Gotrade products that target the global market will be referred to as Gotrade Global.

Along with the launch of Gotrade Indonesia, the company also announced Andrew Haryono, the Valbury Group’s owner, as a co-founder of the company. Valbury Group is a financial conglomerate in Indonesia that has securities, derivatives and capital management products.

“Andrew has been involved since the start of the business in 2019 and has been quite essentioal in helping us achieve our success so far. With Valbury and the launch of Gotrade Indonesia, we were able to take our partnership to a new level and everyone felt it was time to recognize him for the important role he has played in the company’s past and the role he will continue to play in the company’s future,” Rohit said.

Apart from Gotrade, several investment applications in Indonesia that have also raised funds over the past year include Pluang, Pintu, Bibit and Ajaib.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Gotrade Raih Pendanaan Seri A 222 Miliar Rupiah, Tingkatkan Penetrasi Pasar di Asia Tenggara

Pengembang aplikasi investasi Gotrade mengumumkan perolehan pendanaan senilai $15,5 juta atau lebih dari 222 miliar Rupiah. Putaran seri A tersebut dipimpin Velocity Capital Fintech Ventures. Hingga saat ini, total pendanaan yang berhasil diraih perusahaan mencapai $22,5 juta atau setara 322 miliar Rupiah.

Putaran kali ini diikuti oleh investor dari berbagai negara, seperti Mitsubishi UFJ Financial Groug [Jepang], BeeNext [Singapura], Kibo Ventures [Spanyol], Picus Capital [Jerman], serta investor sebelumnya termasuk LocalGlobe [UK], Social Leverage [US] & Raptor [US].

Putaran pendanaan terakhir senilai $7 juta dipimpin oleh LocalGlobe terjadi pada tahun 2021. Pendanaan tersebut diterima setelah Gotrade diluncurkan dan hanya bisa digunakan melalui undangan (by invitation only), menghasilkan 20% pertumbuhan dari minggu ke minggu.

Di tahun pertamanya, perusahaan mengaku telah bertumbuh secara organik dan berhasil mengumpulkan lebih dari 500.000 pengguna dari 140 negara dengan total transaksi mencapai $400 juta melalui 5 juta trade.

Didirikan pada tahun 2019 oleh Rohit Mulani, Norman Wanto, dan David Grant di Singapura, Gotrade hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membeli saham pecahan di NYSE dan saham yang diperdagangkan di NASDAQ mulai dari $1.

Dalam beroperasi, perusahaan tidak membebankan biaya komisi pada trade mereka. Namun, timnya mengaku tidak mengadopsi praktik kolaboratif dengan memonetisasi pembayaran order flow. Gotrade mendapatkan pemasukan dengan membebankan 0,50% hingga 1,20% dalam biaya FX (tergantung mata uang) ketika pengguna memilih deposit mata uang lokal yang kemudian dikonversikan menjadi dolar AS untuk diperdagangkan.

Selain itu, Gotrade juga memiliki inisiatif baru berbasis subscription yang disebut Gotrade Black dengan fitur premium seperti grafik candlestick, peringkat analis, harga target, dan pengukuran risiko sebesar $2 per bulan. Dalam laman resminya, dijelaskan bahwa rekomendasi ini dibuat oleh analis saham profesional dari Goldman, JP Morgan, dan masih banyak lagi firma/lembaga investasi kelas dunia.

Sebagian dari modal yang diterima juga akan digunakan untuk mengembangkan timnya yang terdiri dari 40 orang dan meluncurkan versi lokal produknya di berbagai pasar, dimulai dengan Asia Tenggara.

Co-founder dan CEO Rohit Mulani mengungkapkan bahwa investasi di Asia Tenggara masih terbilang bobrok. Terdapat lebih dari 600 juta orang tidak dapat mengakses produk investasi berkualitas dengan harga yang wajar. Menurutnya, kebanyakan dari mereka masih tunduk pada reksa dana dengan rasio pengeluaran melebihi 5%, produk tabungan seperti emas dengan sebaran 3% dan banyak biaya tersembunyi di seluruh portofolio mereka.

“Kami percaya berinvestasi harusnya lebih adil, dan pengguna seharusnya tidak perlu menanggung biaya yang bersifat predatorial ini,” ujarnya.

Gotrade Indonesia

Beberapa waktu sebelum pendanaan ini diumumkan, perusahaan baru saja meluncurkan produk khusus untuk masyarakat Indonesia dengan nama Gotrade Indonesia menggandeng Valbury Asia Futures (Valbury) sebagai mitra lokal.  Semua perdagangan yang dilakukan di Gotrade Indonesia dilakukan berdasarkan kontrak antara pengguna dan Valbury. Selanjutnya produk Gotrade yang menyasar pasar global akan disebut sebagai Gotrade Global.

Bersama dengan peluncuran Gotrade Indonesia, perusahaan juga mengumumkan bahwa Andrew Haryono, pemilik Grup Valbury, sebagai salah satu pendiri perusahaan. Valbury Group adalah konglomerasi keuangan di Indonesia yang memiliki produk sekuritas, derivatif, dan manajemen modal.

“Andrew telah terlibat sejak awal bisnis pada tahun 2019 dan telah berperan penting dalam membantu kami mencapai kesuksesan kami sejauh ini. Bersama Valbury dan peluncuran Gotrade Indonesia, kami dapat membawa kemitraan kami ke tingkat yang baru dan semua orang merasa sudah waktunya untuk mengenalinya atas peran penting yang dia mainkan di masa lalu perusahaan serta peran yang akan terus dijalaninya di masa depan perusahaan,” kata Rohit.

Selain Gotrade, beberapa aplikasi investasi di Indonesia yang juga telah mengumpulkan dana selama setahun terakhir ini termasuk Pluang, Pintu, Bibit dan Ajaib.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Application Information Will Show Up Here