Pendapatan Naik Tahun Lalu, Atome Financial Capai EBITDA Positif di Q1 2024

Platform keuangan digital Atome Financial mencatatkan pendapatan operasional di sepanjang 2023 sebesar $170 juta atau naik hampir 2x lipat dari tahun sebelumnya $88 juta. Induk layanan paylater Atome dan fintech lending Kredit Pintar ini juga telah membalikkan EBITDA menjadi positif pada Q1 2024.

Dalam keterangan resminya, pencapaian kinerja ini disebut terealisasi utamanya berkat bisnis Atome Buy-Now-Pay-Later (BNPL) yang beroperasi di sejumlah negara di Asia, antara lain Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Perusahaan mengakui ada tantangan makro dan rasionalisasi biaya yang signifikan dalam mencapai kinerja tersebut. Namun, Atome BNPL secara grup mampu meningkatkan GMV sebesar 40% (YoY) menjadi $1,5 miliar dari posisi tahun sebelumnya.

Menurut data Alternatives.pe seperti diberitakan TechinAsiaAtome sempat mengalami penurunan pendapatan sebesar 9% menjadi $166,7 juta. Atome Financial mengalami kerugian earnings before interest and taxes (EBIT) $153,6 juta yang dipicu kenaikan biaya, termasuk pemasaran, IT, hingga tunjangan karyawan.

Lebih lanjut, pihaknya menyebut efisiensi operasional, perluasan kerja sama, serta ekspansi dan diversifikasi layanan keuangan menjadi sejumlah faktor utama yang mendorong keberhasilan kinerjanya di sepanjang 2023.

“Kami fokus pelaksanaan operasional yang disiplin, efisien, dan fokus pada fundamental bisnis agar keuntungan perusahaan lebih maksimal,” demikian pernyataan resmi Atome Financial.

Kemitraan dengan sejumlah platform e-commerce terkemuka dan perusahaan asuransi Chubb memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan pendapatan dan pengguna. Atome juga menambah layanan baru kepada pengguna lewat Atome Card dan Atome Cash di Filipina.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.id, General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya mengungkap bahwa Atome mengadopsi pendekatan berbeda dengan penyedia layanan sejenis dalam mengakomodasi kebutuhan transaksi pengguna. Atome yang meluncur pada 2020 ini membidik strategi omnichannel, yakni masuk ke merchant offline dan online.

Pada 2022, Atome mencatat sebanyak 60% dari total transaksinya di Indonesia berasal dari merchant offline, sedangkan 40% berasal dari merchant online.

Saat ini, Atome Financial beroperasi di sembilan negara di Asia Tenggara dan Tiongkok. Atome juga telah bermitra dengan lebih dari 5.000 ritel online dan offline terkemuka.

Application Information Will Show Up Here

GOTO dan TikTok Tengah Siapkan Layanan BNPL Baru [UPDATED]

PT Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO) memastikan tengah menyiapkan layanan Buy Now Pay Later (BNPL) bersama TikTok — menyusul kemitraannya dengan Tokopedia. Tidak dielaborasi lebih lanjut terkait produk keuangan ini, tetapi wacana tersebut sempat disinggung menyusul penggabungan bisnis e-commerce Tokopedia dan TikTok.

Dalam siaran webcast kinerja GOTO 2023, President Financial Technology GoTo Thomas K. Husted mengonfirmasi bahwa tengah menyiapkan dua inisiatif baru untuk mengakselerasi pertumbuhan bisnis lini Fintech di tahun ini.

“Kami pastikan bahwa kami sedang dalam proses peluncuran layanan BNPL dengan TikTok. Kami juga bekerja sama dengan BFI Finance untuk pembiayaan kendaraan bagi para driver kami,” tutur pria yang disapa Tom ini, Selasa (19/3).

Tom bilang bahwa kemitraan dengan BFI adalah proyek percontohan dan tetap perlu mendapat persetujuan dari regulator. Uji coba ini juga bersifat noneksklusif. “Kedua inisiatif di atas memberikan harapan besar. Ini adalah tahap awal jika melihat posisi [kinerja] kami saat ini,” tambahnya.

GOTO baru saja merilis laporan keuangan 2023 di mana lini Fintech mencatatkan pertumbuhan pendapatan bruto terbesar dibandingkan segmen bisnis lainnya (On Demand, E-commerce, Logistic), sebesar Rp1,8 triliun atau tumbuh 15% (YoY). EBITDA yang disesuaikan positif tercatat menyusut dari minus Rp3,2 triliun menjadi minus Rp1,5 triliun.

Tahun lalu, GOTO meluncurkan beberapa inisiatif besar untuk mendongkrak bisnis keuangan teknologinya. Pertama adalah melepas (spin off) GoPay menjadi aplikasi terpisah dari Gojek sebagai strategi untuk merangkul lebih banyak pengguna. Kedua, bersinergi dengan Bank Jago untuk meluncurkan produk tabungan GoPay Tabungan by Bank Jago.

Menyusul proses integrasi TikTok dan Tokopedia yang dikatakan hampir rampung, sejumlah use case baru tengah disiapkan bersama ekosistem GOTO, termasuk Bank Jago.

“Kami menargetkan pertumbuhan bisnis yang kuat sembari waspada terhadap kredit kami pada tahun 2024.” Tutup Tom.

Di sepanjang 2023, GOTO telah memangkas kerugian pada EBITDA yang disesuaikan menjadi minus Rp3,6 triliun dari minus Rp16 triliun di 2022. Khusus di kuartal IV 2023, GOTO telah merealisasikan EBITDA yang disesuaikan positif untuk pertama kalinya sebesar Rp77 miliar pada kuartal keempat.

Update 21/3: Kami mengubah sub-judul artikel ini

Startup Paylater yang Didirikan T Fuad “Pace” Dilikuidasi

Startup fintech paylater Pace sedang mengajukan proses likuidasi, setelah mengajukan penghentian bisnis secara sukarela pada Agustus 2023 karena ada masalah dalam liabilitasnya.

Kabar ini pertama kali diwartakan oleh Vulcan Post mengutip dari dokumen yang diunggah di otoritas setempat Singapura pada 8 September 2023.

Dokumen tersebut menyampaikan, Rapat Umum Luar Biasa telah diselenggarakan pada 29 Agustus 2023 dan disimpulkan bahwa perseroan tidak dapat melanjutkan usahanya karena liabilitasnya.

“[..] dengan demikian Perseroan berakhir secara sukarela [..] dan dengan ini menunjuk gabungan dan beberapa likuidator untuk keperluan penyelesaian urusan perusahaan,” tulis perusahaan.

Belum ada pernyataan resmi yang disampaikan Pace kepada media mengenai kabar tersebut. Akun media sosial dan App Store-nya telah dihujani dengan komentar dari para penggunanya yang kebingungan karena tidak tersedianya layanan penukaran di dalam aplikasinya. Situs Pace juga sudah tidak bisa diakses.

Pace didirikan di Singapura oleh pengusaha kelahiran Indonesia Turochas ‘T’ Fuad pada 2021. Startup ini memungkinkan konsumen untuk membagi tagihan pembelian mereka menjadi tiga kali pembayaran bebas bunga selama 60 hari, melalui pengalaman omnichannel yang membantu konsumen berbelanja secara berkelanjutan.

Langkah tersebut bertujuan untuk menciptakan inklusi keuangan bagi konsumen, sembari membantu mereka mengendalikan dan berbelanja sesuai keinginan dan membantu pedagang memenuhi permintaan konsumen yang meningkat dan meningkatkan efisiensi penjualan. Perusahaan ini belum beroperasi di Indonesia, kabar terakhir mereka hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand dengan lebih dari 3 ribu titik penjualan.

Pace telah mengumpulkan pendanaan seri A sebesar $40 juta dari sejumlahnya investor, seperti UOB Venture Management, Marubeni Ventures, Atinum Partners, AppWorks, dan serangkaian kantor keluarga dari Jepang dan Indonesia. Vertex Ventures Southeast Asia, Alpha JWC Ventures, dan Genesis Alternative Ventures juga berpartisipasi juga turut berpartisipasi.

Setahun berdiri, perusahaan mengakuisisi kompetitornya Rely sebagai bagian dari ekspansinya. Sebulan kemudian, meluncurkan Pace Card yang bertujuan untuk menciptakan pengalaman pembayaran online yang lebih sederhana dan aman.

Aturan Kode Etik di Singapura

Di saat yang bersamaan dengan berita likuidasi Pace, kelompok kerja BNPL mendorong pemain yang ada untuk segera mematuhi kode etik yang diperbarui mulai 1 November 2023 dan diakreditasi paling lambat 31 Maret 2024. Pemain baru juga harus melalui proses yang sama sebelum menawarkan layanan BNPL ke publik.

Kelompok kerja ini dibentuk oleh Asosiasi Fintech Singapura (SFA) dan para pelaku industri, di bawah bimbingan Otoritas Moneter Singapura (MAS).

Kode Etik BNPL pertama kali diumumkan pada akhir tahun lalu untuk memandu pemain dan memastikan bahwa pengguna tidak mengambil terlalu banyak utang. Disebutkan para pelaku pasar harus memenuhi dan terlibat dengan dua standar baru.

Pertama, terhubung dengan biro swasta yang telah dibentuk oleh perusahaan IT global Experian untuk memfasilitasi proses berbagi informasi kredit. Ini akan memungkinkan pemain BNPL untuk mempertimbangkan saldo konsumen di seluruh penyedia BNPL ketika melakukan penilaian kredit lebih lanjut.

Selanjutnya, pemain BNPL wajib menjalani audit oleh penilai independen untuk memastikan mereka mematuhi kode etik. Setelah itu, SFA akan menilai kualifikasi mereka untuk akreditasi. Hanya yang lolos akreditasi, pemain BNPL diizinkan untuk menunjukkan tanda terakreditasi di situs resmi mereka mulai 1 April 2024. Tanda tersebut hanya berlaku selama tiga tahun dan harus diakreditasi ulang setelahnya.

Terdapat komite pengawas yang telah dibentuk untuk mengawasi dan memantau kepatuhan kode etik.

Sejak aturan diberlakukan, ada delapan pemain BNPL yang mengikuti, yakni Atome, Grab, ShopBack, Ablr, Latitude Pay, Pace, Split, dan SeaMoney. Kini tersisa enam pemain BNPL yang beroperasi dengan kode ini, kecuali Pace dan Split. Keenamnya menunjuk PwC sebagai konsultan independen untuk penilaian pertama mereka.

Dalam iterasi pertama kode etik BNPL yang mulai berlaku pada 1 November 2022, pemain harus mematuhi lima standar. Di antaranya, pemain BNPL hanya dapat menawarkan layanan mereka hanya kepada pelanggan yang berusia minimal 18 tahun, dan mengizinkan pelanggan untuk mengumpulkan pembayaran terutang tidak lebih dari $2.000 pada satu waktu.

Penyedia BNPL juga telah berkomitmen untuk membuat biaya dan tarif mereka jelas dan transparan kepada pelanggan, dan memastikan bahwa iklan produk dan layanan mematuhi Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Mengutip dari The Edge Singapore, Direktur Eksekutif (Departemen Kebijakan Prudential) MAS Andrew Tan mengatakan, industri telah bekerja keras selama setahun terakhir untuk menerapkan standar dan pengamanan dalam Kode BNPL, khususnya untuk membangun proses berbagi informasi kredit.

“Kami menantikan keberhasilan akreditasi perusahaan BNPL dan perolehan tanda kepercayaan pada bulan April 2024. Ini akan membantu konsumen mengenali perusahaan yang telah menerapkan Kode ini sepenuhnya. Penerapan Kode BNPL yang efektif akan meningkatkan hasil konsumen bagi pengguna BNPL dan memitigasi risiko akumulasi utang,” ujar Tan.

Produk Agregator Keuangan dari Finture “Yup” Buka Kemudahan Miliki Limit Pinjaman

Kemudahan mengakses produk-produk keuangan di Indonesia masih mengalami ketimpangan yang tinggi. Tantangan tersebut menyimpan peluang besar bagi para pelaku industri. Mengutip dari laporan tahunan e-Conomy SEA 2022 yang disusun Google bersama Temasek dan Bain & Co., menyatakan layanan keuangan digital di Indonesia diprediksi akan mempertahankan momentum menuju 2025, tercermin dari kontribusi bisnis yang dihasilkan dan tingginya minat investor.

Ada beberapa tren yang diungkap, urutan pertama ditempati oleh potensi pembayaran nontunai —terdiri dari kartu kredit, kartu debit, kartu prabayar, dompet elektronik, dan transfer antar-rekening— mencatat nilai transaksi bruto atau gross transaction value (GTV) mencapai $266 miliar pada 2022. Angka ini naik 13% dari tahun lalu yang nilainya sebesar $234 miliar. Laporan ini memprediksi pada 2025 GMV-nya akan tumbuh 17% menjadi $421 miliar.

Posisi kedua ditempati oleh pinjaman online atau lebih familiar dengan buy now, pay later (BNPL) yang tumbuh 66% (yoy) atau senilai $5 miliar pada 2022. Adapun pada 2025 diprediksi angkanya tembus $16 miliar dengan CAGR sebesar 51%. Dua temuan ini mengindikasikan bahwa masih ada ruang pertumbuhan yang menjanjikan dari kedua produk keuangan.

Hal inilah yang kemungkinan besar ditangkap oleh Finture dalam meracik produk agregator keuangan “Yup”. Startup yang didirikan oleh Dong Zhang sejak 2021 ini merupakan platform agregator produk keuangan yang menghubungkan penggunanya mendapatkan layanan paylater yang disediakan oleh institusi finansial yang terdaftar dan diawasi OJK.

Di bawah branding Yup, Finture bekerja sama dengan institusi keuangan yang ada, yakni SamaKita (p2p lending) dan Bank Sahabat Sampoerna. Yup sendiri lisensinya di Indonesia sebagai Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang tercatat di OJK.

Untuk pengajuan pinjaman, pengguna dapat mengajukannya lewat aplikasi Yup. Setelah diverifikasi dan disetujui, nanti akan dikirimkan kartu yang dapat digunakan di merchant-merchant yang menyediakan mesin EDC. Yup sediakan cicilan bunga 0% (untuk cicilan 40 hari), tenor maksimal 12 bulan dan limit maksimal Rp40 juta. Apabila ada denda, bunganya disebutkan hanya 0,3% untuk tagihan yang lewat dari jatuh tempo.

Sejauh ini limit kredit Yup baru bisa dipakai untuk merchant offline. Dalam akun media sosialnya, diumumkan dalam waktu dekat bakal dibuka kemungkinan untuk transaksi online.

Konsep yang ditawarkan Yup di Indonesia bukanlah barang baru. Sebelumnya, sudah ada Kredivo yang bekerja sama juga dengan Bank Sahabat Sampoerna untuk penerbitan kartu paylater Flexi Card. Selain itu, Atome bekerja sama dengan Bank Jago untuk penerbitan kartu kredit co-branding.

DailySocial.id sempat menghubungi pihak Yup untuk berbagi pandangan tentang diferensiasinya dan tantangannya di industri. Namun hingga berita ini diturunkan tidak ada respons yang diberikan.

Terima pendanaan

Mengutip dari data VentureCap Insight, Finture telah mengantongi pendanaan pra-seri B sebesar $15 juta (lebih dari 223 miliar Rupiah). XVC menjadi investor yang memimpin dalam putaran tersebut, diikuti nama-nama lainnya seperti MindWorks Ventures, Antao Capital Partners, SWC Global, dan Tortola Capital Limited.

Nominal yang dilaporkan ini sedikit lebih kecil dari catatan Crunchbase. Dalam putaran seri B ini, Finture memperoleh dana sebesar $16,5 juta. Jajaran investor dari putaran tersebut, selain yang disebutkan di atas, terdapat investor lokal, yakni Sampoerna Strategic. Bila ditotal, sejak dua tahun beroperasi, perusahaan telah menggalang pendanaan eksternal sebesar $47,5 juta.

Application Information Will Show Up Here

MUFG Suntik Investasi ke Akulaku Sebesar 3,1 Triliun Rupiah

Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) memberikan investasi sebesar $200 juta atau 3,1 triliun Rupiah kepada Akulaku. Ini mengonfirmasi pemberitaan sebelumnya di mana MUFG dilaporkan tengah menjajaki kesepakatan investasi dalam bentuk financing ini ke perusahaan fintech tersebut.

Investasi ini menjadi tambahan untuk mendukung pertumbuhan Akulaku, sejalan dengan misinya menyediakan layanan keuangan di Asia Tenggara, serta menjangkau pelanggan dan pasar yang kurang terlayani.

Ini merupakan investasi strategis kedua yang diterima oleh Akulaku pada tahun ini. Sebelumnya, Akulaku memperoleh pendanaan sebesar $100 juta dari Siam Commercial Bank (SCB) pada awal 2022. Perolehan ini melanjutkan putaran investasi $125 juta di tahun sebelumnya dipimpin Silverhorn Group, yang sekaligus menjadi mitra pembiayaan (financing partner) sejak 2018.

Dalam pernyataan resminya pihak Akulaku menegaskan, kemitraan dengan MUFGakan memberikan pengetahuan, sumber daya, dan layanan yang bisa membantu perusahaan menerapkan rencana jangka panjang terkait dengan pertumbuhan pengguna.

“Asia Tenggara adalah kunci dan pasar kedua bagi MUFG. Investasi kami di Akulaku akan memantapkan komitmen kami di wilayah ini untuk memenuhi kebutuhan keuangan nasabah yang kurang terlayani. Dengan layanan keuangan digital Akulaku dan didukung teknologinya, perjalanan kami bersama Akulaku akan membantu kami untuk lebih berkontribusi pada pertumbuhan wilayah ini,” kata Managing Executive Officer & Chief Executive of the Global Commercial Banking Business Unit MUFG Bank Kenichi Yamato.

Rencana perusahaan sebagai platform yang menghadirkan pilihan BNPL, diklaim sejalan dengan rencana MUFG. Ekspansi bersama ke wilayah, pasar, dan produk baru akan dipercepat pada 2023. Selanjutnya, Akulaku akan bekerja dengan perusahaan MUFG di seluruh Asia tenggara untuk mengembangkan teknologi, produk, finansial, dan distribusi. Sebagai platform yang memiliki teknologi terdepan dalam hal risk management, mobile banking dan customer acquisition, kemitraan ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua pihak.

Dilansir dari Reuters, pendanaan tersebut menyusul pembelian MUFG atas unit operasinya di Filipina dan Indonesia dari perusahaan pembiayaan konsumen Belanda Home Credit pada November lalu dengan harga sekitar 596 juta euro ($632 juta). MUFG menjadikan Bank Danamon (BDMN.JK) yang berbasis di Jakarta sebagai anak perusahaan terkonsolidasi pada April 2019.

Pertumbuhan positif

Berdiri di 2014, Akulaku menghadirkan portofolio produk keuangan beragam untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Perusahaan menawarkan layanan e-commerce, paylater (BNPL), cashloan, fintech lending dan bank digital.

Tercatat hingga akhir 2022, perusahaan secara signifikan telah meningkatkan pendapatan, basis pengguna, GMV, dan penyaluran pinjaman sepanjang tahun 2022. Selanjutnya Morgan Stanley bertindak sebagai penasihat keuangan Akulaku. Sementara Kirkland & Ellis International LLP akan bertindak sebagai penasihat hukum Akulaku.

Akulaku telah hadir di Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Selain menyediakan kartu kredit virtual, Akulaku dan platform e-commerce, perusahaan juga mengoperasikan Asetku, platform wealth management, dan Neobank yang merupakan anak usaha di bawah Akulaku Group. Misi Akulaku ke depannya adalah melayani 50 juta pengguna di seluruh Asia Tenggara pada 2025.

Pada September lalu, Akulaku meresmikan kolaborasi strategis mereka dengan Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Application Information Will Show Up Here

MUFG Dilaporkan Jajaki Investasi ke Akulaku Senilai Rp3,1 Triliun

Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. (MUFG) dilaporkan tengah menjajaki kesepakatan investasi sebesar $200 juta atau sekitar Rp3,1 triliun ke Akulaku. Dilansir dari Bloomberginvestasi ini disebut bakal dimanfaatkan Akulaku untuk memperluas jangkauan bisnisnya di Asia Tenggara.

Sumber menyebutkan bahwa saat ini MUFG sedang bernegosiasi terkait kesepakatan investasi dalam bentuk financing ini dengan Akulaku. Apabila kesepakatan ini terjadi, valuasi Akulaku berpotensi mencapai $1,5 miliar atau sebesar Rp23,4 triliun.

Di sepanjang 2022, Akulaku aktif menambah modal usaha untuk merealisasikan ekspansinya. Tercatat pada Februari lalu, Akulaku memperoleh investasi strategis sebesar Rp1,4 triliun dari bank terkemuka asal Thailand, yakni Siam Commercial Bank (SCB).

Kemudian, sebulan berselang, Akulaku kembali menerima pendanaan dalam bentuk debt funding sebesar $10 juta atau setara Rp143 miliar dari Lend East. Pendanaan ini digunakan untuk meningkatkan portofolio kredit di pasar operasional utama mereka, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Baru-baru ini, MUFG mencaplok perusahaan dengan model bisnis sejenis, yakni Home Credit. Mengutip CNBC Indonesia, MUFG melalui anak usaha Bank of Ayudhya mengakuisisi penuh Home Credit di Filipina, sedangkan di Indonesia porsinya 85%. Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperbesar bisnis konsumer MUFG di Asia Tenggara. Adapun, akuisisi ini ditargetkan rampung sepenuhnya pada 2023.

Senada dengan Akulaku, Home Credit memiliki layanan paylater bernama “BayarNanti” yang diluncurkan pada 2021. BayarNanti merupakan salah satu strategi perusahaan untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses pembiayaan multiguna, terutama di masa pandemi Covid-19.

Portofolio Akulaku

Berdiri di 2014, Akulaku menghadirkan portofolio produk keuangan beragam untuk menjangkau segmen pasar yang lebih luas. Perusahaan menawarkan layanan e-commerce, paylater (BNPL), cashloan, fintech lending dan bank digital.

Saat ini, Akulaku mengantongi lebih dari 8 juta aktif bulanan, 32 juta pengguna terdaftar, dan 295 juta transaksi di platform yang dimilikinya. Baru-baru ini, Akulaku juga bekerja sama dengan Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk paylater.

Selain itu, Akulaku juga mengembangkan serangkaian teknologi untuk meningkatkan kapabilitas perbankan memasuki era digital, beberapa produk yang disuguhkan di antaranya e-KYC, sistem verifikasi, sampai ke layanan pembayaran QR.

BNPL menjadi salah satu produk fintech yang diminati masyarakat karena menawarkan opsi pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan pelanggan membeli produk dan membayarnya belakangan, tanpa bunga atau dengan bunga rendah.

Salah satu yang mendorong pertumbuhan layanan ini adalah pesatnya pertumbuhan transaksi e-commerce di tanah air. Berdasarkan riset yang dilakukan Kredivo pada responden yang bertransaksi nontunai di platform e-commerce, terjadi peningkatan transaksi menggunakan paylater sebesar 10% dari 28% pada 2021 menjadi 38% pada tahun 2022.

Application Information Will Show Up Here

Berkolaborasi dengan Kredivo, Telkomsel Resmikan Layanan BNPL “Telkomsel Paylater”

PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) menjadi perusahaan telekomunikasi berikutnya yang menawarkan layanan BNPL atau buy now pay later khusus produk telco melalui “Telkomsel Paylater”. Dalam mengembangkan produk ini, Telkomsel bekerja sama dengan startup fintech yang berada di bawah naungan FinAccel, Kredivo.

Kolaborasi ini sekaligus menjadi bagian upaya perusahaan menghadirkan produk dan layanan digital yang customer-centric. Telkomsel dan Kredivo disebut akan mengoptimalkan aset ekosistem digital yang dimiliki untuk membuka lebih banyak peluang dengan memberikan kemudahan pembiayaan produk digital terintegrasi, yang dapat diakses pelanggan melalui aplikasi MyTelkomsel.

Direktur Planning & Transformation Telkomsel Wong Soon Nam mengungkapkan, kehadiran Telkomsel PayLater jadi babak baru bagi kedua industri dalam menciptakan sebuah solusi alternatif bagi masyarakat melalui kemudahan akses kredit yang aman, fleksibel, dan terjangkau untuk pemenuhan kebutuhan gaya hidup digital.

Telkomsel PayLater menawarkan solusi kredit instan eksklusif yang bisa digunakan untuk membeli produk dan layanan di dalam ekosistem Telkomsel melalui MyTelkomsel. Limit yang diberikan juga beragam mulai dari Starter (di bawah 1 juta), Basic (di bawah 3,5 juta), dan Premium (hingga 30 juta). Untuk saat ini, pilihan tenor yang tersedia saat ini hanya 30 hari dengan bunga 0%.

Bagi pengguna Telkomsel yang ingin menggunakan layanan Telkomsel PayLater, bisa langsung membuka aplikasi MyTelkomsel lalu melakukan pendaftaran. Untuk menikmati layanan ini, pengguna juga harus terdaftar di platform Kredivo. Mengingat tagihan transaksi yang dilakukan menggunakan Telkomsel Paylater akan secara otomatis masuk ke tagihan Kredivo.

Disinggung mengenai target pengguna, General Manager Kredivo Indonesia Lily Suriani mengungkapkan bahwa layanan ini menargetkan orang-orang yang sudah memiliki penghasilan tetap dan siap secara digital. Untuk saat ini, layanan baru tersedia di platform Android dan hanya menawarkan produk di dalam ekosistem Telkomsel.

Ke depannya, Telkomsel PayLater disebut akan dikembangkan secara bertahap di luar platform MyTelkomsel. Pengembangan ini akan terus dilakukan Telkomsel PayLater juga dapat menjadi solusi layanan keuangan digital bagi ekosistem digital Telkomsel lainnya, mulai dari Device Bundling, Dunia Games, MAXstream, hingga Telkomsel Orbit.

Telkomsel telah secara konsisten menghadirkan berbagai inisiatif dalam memperkuat ekosistem digital, termasuk dengan mendirikan entitas terpisah yang fokus mengembangkan inisiatif digital perusahaan, INDICO. Beberapa produk digital yang sudah diluncukan, yaitu Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech).

Layanan BNPL di Indonesia

Industri fintech Indonesia terus berkembang dengan kehadiran produk-produk baru yang menawarkan layanan yang beragam. Salah satunya yang tengah diminati adalah BNPL atau buy now pay later. Secara umum, BNPL merupakan opsi pembiayaan jangka pendek yang memungkinkan pelanggan membeli produk dan membayarnya belakangan, tanpa bunga atau dengan bunga rendah.

Salah satu yang mendorong pertumbuhan layanan ini adalah pesatnya pertumbuhan transaksi e-commerce di tanah air. Berdasarkan riset yang dilakukan Kredivo pada responden yang melakukan pembayaran non-tunai di platform e-commerce, terjadi peningkatan transaksi menggunakan paylater sebesar 10% dari 28% pada 2021 menjadi 38% pada tahun 2022.

Dalam temuan yang sama, ada sejumlah alasan responden mau menggunakan layanan paylater, utamanya untuk membeli kebutuhan mendadak/mendesak (58%), belanja dengan cicilan jangka pendek atau kurang dari satu tahun (52%), dan mendapatkan lebih banyak promo menarik (45%).

Menurut Global Payments Report yang diterbitkan FIS, perusahaan software fintech berbasis di AS, paylater menyumbang 2,9% dari total transaksi e-commerce global di 2021 dan diproyeksi naik menjadi 5,3% di 2025. Data tersebut menunjukkan potensi besar paylater sebagai salah satu metode pembayaran digital pilihan konsumen dalam skala global.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa pemain yang menawarkan layanan BNPL, termasuk Akulaku, Kredivo, GoPayLater (kerja sama dengan Findaya), Traveloka PayLater dan Shopee PayLater. Berdasarkan hasil survei DailySocial, Shopee PayLater menjadi layanan paling banyak digunakan oleh konsumen. Presentasenya mencapai 78,4% dibanding layanan paylater lainnya.

Startup Paylater Vietnam “Fundiin” Dapat Pendanaan Seri A, Berencana Ekspansi ke Indonesia

Platform fintech asal Vietnam “Fundiin“, yang diklaim merupakan penyedia layanan BNPL pertama di negara asalnya, telah menerima pendanaan tahapan seri A senilai $5 juta.

Pendanaan ini dipimpin oleh Trihill Capital dan ThinkZone Ventures. Investor lainnya yang terlibat dalam putaran pendanaan ini di antaranya adalah 1982 Ventures, Genesia Ventures, JAFCO Asia, Zone Startups Ventures, dan Do Thu Ngan, mantan Deputy CEO Sacombank dan mantan CFO & COO JP Morgan Chase Vietnam.

Sebagai platform yang menyediakan pilihan pembayaran paylater, Fundiin telah membantu mitra ritel dan layanan e-commerce meningkatkan penjualan mereka hingga 30%. Fundiin saat ini memiliki 3 sub-produk BNPL tanpa biaya antara lain bayar dalam 3 kali angsuran bulanan, bayar 30 hari, dan pembayaran berulang.

Di Vietnam, Fundiin telah bekerja sama dengan lebih dari 300 mitra, memiliki lebih dari 4000 toko fisik, termasuk brand teratas dan perusahaan ritel terkemuka seperti Mobile World, Dien May Xanh, Unilever, Galaxy Play, Reebok, Paula’s Choice, Pigeon, Vua Nem, Giant International, dan lainnya.

Dana segar tersebut rencananya akan digunakan oleh perusahaan untuk berkembang lebih cepat, berinvestasi dalam pengembangan produk baru, serta merekrut talenta, sebelum berekspansi ke Indonesia yang akan dilakukan pada saat putaran seri B mendatang.

“Fundiin sangat bangga menerima kemitraan dan dukungan dari investor yang kuat, terutama dari ThinkZone Ventures yang merupakan konglomerat terkemuka Vietnam sebagai LP, dan dari Trihill Capital untuk rencana ekspansi di masa depan ke Indonesia,” kata Co-Founder & CEO Fundiin Nguyen Anh Cuong.

Serupa dengan Indonesia, permintaan dari layanan BNPL di Vietnam terus mengalami peningkatan. Tercatat ketika tingkat penetrasi kartu kredit di negara maju berkisar dari 50% hingga lebih dari 70%, di Vietnam angka ini hanya sekitar 5% saja. Hal tersebut menunjukkan bahwa Vietnam adalah pasar potensial yang tinggi untuk layanan BNPL.

“Vietnam, dan kawasan Asia Tenggara yang lebih luas, sebagian besar kurang ditembus oleh layanan keuangan. Kami percaya bahwa untuk menanggung risiko dengan benar, selain kapasitas teknologi, perlu juga pemahaman tentang budaya dan kearifan lokal. Dan kami melihat pemahaman dan kemampuan underwriting ada di tim Fundiin,” kata VP of Investments at Trihill Capital Valerianus Ian Sulaiman.

Trihill Capital merupakan salah satu venture capital yang aktif berinvestasi untuk startup di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri Trihill Capital juga telah memberikan investasi kepada Fit Hub, Wagely, Eden Farm, Sicepat, Hey Kafe, Ruang Guru, Woy Makaroni dan BukuWarung.

Menyasar pasar Indonesia

Adanya kesamaan demand di Indonesia dengan Vietnam kemudian menjadi salah satu rencana yang akan dilancarkan oleh Fundiin untuk ekspansi ke Indonesia. Tidak disebutkan kapan mereka akan hadir, namun setelah merampungkan pendanaan Seri B dan merekrut talenta lokal, Fundiin akan segera hadir di Indonesia.

Berdasarkan laporan terbaru Kredivo bertajuk “Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia” per Juni 2022, paylater (17%) menjadi metode pembayaran digital yang paling sering digunakan setelah e-wallet (53%) dan transfer bank/virtual account (20%).

Laporan ini juga mencatat pengguna paylater di platform e-commerce meningkat menjadi 38% di 2022 dibandingkan tahun lalu yang sekitar 28%. Adapun survei ini dilakukan pada Maret 2022 pada 3500 responden di seluruh Indonesia.

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai e-commerce dan keuangan digital berperan signifikan dalam mendorong penetrasi layanan digital lebih luas di Indonesia. Apabila tren positif ini terus berlanjut, ia meyakini pemerataan ekonomi dapat terealisasi lebih cepat dengan dukungan ekosistem digital.

Akulaku Gandeng Alipay+ untuk Memperluas Layanan PayLater

Akulaku mengumumkan kemitraan bersama Alipay+ untuk memperluas penggunaan produk Paylater. Lewat kemitraan ini, konsumen dapat bertransaksi dengan metode pembayaran Akulaku Paylater di berbagai merchant global milik Alipay+.

Dalam keterangan resminya, kerja sama ini diharapkan dapat membuka akses layanan keuangan digital bagi segmen konsumen yang punya keterbatasan riwayat kredit maupun yang kurang terlayani oleh layanan keuangan formal. Adapun, kemitraan ini disebut sebagai produk kerja sama Buy Now Pay Later (BNPL) pertama bagi Alipay+ di Asia Tenggara.

“Secara konsisten, Akulaku PayLater terus mengekspansi penetrasi layanan melalui kerja sama strategis bersama platform dengan cakupan jaringan merchant luas. Kami harap metode pembayaran dalam Alipay+ dapat menambah use case solusi keuangan digital. Kemitraan ini merupakan komitmen kami menciptakan lanskap keuangan yang lebih maju dan nyaman bagi pengguna,” ungkap Presiden Direktur Akulaku Finance Indonesia Efrinal Sinaga.

Akulaku PayLater rata-rata mengantongi 8,6 juta transaksi per bulan dengan basis pengguna terbesar di Indonesia. Saat ini BNPL Akulaku telah terhubung ke berbagai jaringan merchant terkemuka, termasuk Shopee, Bukalapak, Tiket.com, hingga Alfamart. Pihaknya tengah melakukan penjajakan untuk memperluas cakupan transaksi di berbagai merchant Alipay+.

General Manager Global Partnerships Alipay+ Cheng Guoming menilai BNPL telah menjadi bagian penting dari ekosistem pembayaran digital. Maka itu, pihaknya antusias melalui kerja sama ini sehingga masyarakat Indonesia dan pasar potensial lainnya dapat menikmati layanan pembayaran lintas batas yang lancar dan nyaman.

Sebagai informasi, Alipay+ pertama kali meluncur pada 2020 yang memungkinkan pelaku bisnis global, terutama di segmen UKM untuk menerima metode pembayaran digital dari berbagai negara dan menjangkau ratusan juta konsumen regional dan global. Saat ini, Alipay+ telah terhubung ke satu juta merchant offline di Eropa dan Asia, termasuk platform global, seperti Apple, Google, Agoda, dan TikTok.

Alipay berupaya masuk ke Indonesia

Perjalanan Alipay untuk masuk ke Indonesia cukup berliku. Namun, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) memang telah berupaya mendorong Alipay dan WeChat Pay sejak 2018 untuk bermitra dengan bank lokal agar dapat beroeperasi di sini. 

Hal ini demikian mengingat WeChat dan Alipay merupakan dua layanan pembayaran digital yang banyak digunakan di Tiongkok. Otomatis ini menjadi potensi besar mengingat banyak turis asal Tiongkok yang familiar terhadap platform tersebut.

Untuk masuk ke Indonesia, Alipay diketahui telah beberapa kali menjajaki potensi kerja sama dengan sejumlah bank. Dalam catatan DailySocial.id, pengajuan izin kerja sama ini telah dilakukan di antaranya dengan Bank CIMB Niaga, Bank Mandiri, dan BCA.

Dalam hal ini, bank setempat akan menjadi fasilitas (acquiring), bukan penyelenggara fasilitas (issuing). Misalnya, BCA akan menyediakan mesin EDC di merchant yang dikunjungi turis asal Tiongkok, seperti kawasan wisata.

Sebelum pandemi Covid-19, jumlah turis asal Tiongkok di sepanjang 2019 dilaporkan mencapai 2 juta orang, turun 3,1% dibandingkan 2018 yang sekitar 2,1 juta orang.

Pasar paylater

PayLater menjadi salah satu inovasi untuk memperluas akses keuangan di Indonesia. Apalagi, penetrasi kartu kredit di Tanah Air hanya berkisar 6% dari total populasi. Selain Akulaku, beberapa platform paylater yang juga berebut di pasar Indonesia di antaranya adalah Kredivo, Home Credit, Gopaylater, hingga Atome.

Kredivo yang merupakan startup unicorn di bidang paylater pertama di Indonesia, menjadi salah satu pesaing kuat karena memiliki ratusan jaringan merchant online dan offline, termasuk marketplace besar, seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Lazada.

Pendekatan pasar platform “paylater” di Indonesia / DSInnovate

Berdasarkan laporan DSInnovate tentang “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, paylater (72,5%) berada di posisi kedua dari total produk fintech yang paling banyak dipakai di Indonesia. Di urutan pertama adalah digital money (82,2%) dan investasi (57,3%). Adapun, pasar paylater diproyeksi mencapai Gross Merchandise Value (GMV) dari $889,7 juta di 2020 menjadi $8,5 miliar di 2028.

Application Information Will Show Up Here

Fairbanc Raih Tambahan Pendanaan Pra-Seri A 72 Miliar Rupiah dipimpin Vertex Ventures

Startup fintech Fairbanc mengumumkan perolehan tambahan dana segar dalam putaran pra-seri A senilai $4,8 juta (senilai 72 miliar Rupiah) dipimpin oleh Vertex Ventures, dengan partisipasi dari Asian Development Bank, Accion Venture Lab, dan konglomerat Indonesia Lippo Group.

Pendanaan baru ini ditujukan untuk ekspansi di Indonesia dan akan membantu perusahaan mengeksplorasi pasar baru seperti Vietnam dan Filipina dalam kemitraannya dengan Unilever.

Platform Fairbanc memungkinkan UMKM mengambil kredit jangka pendek untuk membeli barang-barang FMCG dari brand principal besar. Perusahaan ini memiliki kemitraan dengan 13 merek, termasuk Unilever, Nestle, Coca-Cola, dan Danone.

Pada 2020, Fairbanc yang berbasis di AS ini mengumpulkan dana yang tidak diungkapkan dari 500 miliarder Global dan Indonesia, termasuk dari CEO Sampoerna Strategic, Michael Sampoerna. Menyusul investasi itu, startup tersebut merambah ke Indonesia. Satu tahun kemudian, Sampoerna Strategic Group kembali berpartisipasi dalam putaran pra-seri A, bersama ADB Ventures, Accion Venture Lab, dan East Ventures.

Perusahaan telah menerima lebih dari 350.000 merchant dalam satu tahun terakhir. Sekitar 75.000 merchant ini menggunakan layanan BNPL di Fairbanc, yang memungkinkan mereka membeli produk dengan margin tinggi. Fairbanc ingin meningkatkan skala dengan cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar dari merek konsumen mitra.

Menurut survei Unilever, 80% penerima manfaat Fairbanc tidak memiliki rekening bank dan sekitar 70% adalah pedagang wanita yang mampu meningkatkan penjualan mereka rata-rata sebesar 35%.

Berkat kemitraannya dengan brand FMCG besar, Fairbanc memungkinkan memberikan pinjaman BNPL ke peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Perusahaan menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Konsep bisnis ini sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing untuk kalangan bisnis. Salah satu startup yang sudah meluncurkan solusi tersebut adalah Investree, Modalku, dan AwanTunai.