CARDS Raih Pendanaan Awal untuk Mendorong Transformasi Digital di Sektor Pendidikan Indonesia

CARDS, SaaS untuk manajemen sekolah berbasis digital, mengumumkan keberhasilan mereka meraih pendanaan awal dengan jumlah yang tidak dipublikasikan. Pendanaan ini dipimpin oleh Katha VC, perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat yang berfokus pada startup di sektor teknologi finansial. DS/X Ventures dan EduSpaze juga turut berinvestasi dalam putaran pendanaan ini.

Pendanaan baru ini akan dimanfaatkan CARDS untuk memperkuat posisinya sebagai penyedia solusi digital terdepan bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Didirikan oleh Muhammad Arif Mahfudin (CEO) dan Hari Yuliawan (COO), CARDS bertujuan mendigitalisasi fungsi-fungsi operasional sekolah, termasuk administrasi, keuangan, dan pembayaran digital. Solusi CARDS yang komprehensif diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan pengalaman belajar yang lebih baik bagi siswa.

Transformasi digital di sekolah wilayah tier-2 dan tier-3

Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDS
Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDSh

Dalam upayanya, CARDS fokus membantu sekolah-sekolah di kota-kota tier 2 dan tier 3 di Indonesia yang mengalami keterbatasan akses terhadap teknologi. Selama ini, kesenjangan teknologi yang ada antara sekolah di kota besar (tier 1) dan kota-kota kecil kerap menjadi kendala bagi pengembangan sekolah-sekolah di wilayah tersebut. CARDS hadir untuk membangun ekosistem digital yang menyeluruh bagi kegiatan operasional dan akademik sekolah, melibatkan guru, staf, siswa, dan orang tua secara aktif.

“Kami tidak hanya memberikan solusi parsial, tetapi membangun sistem operasional yang menyeluruh di sekolah. Hal ini mencakup pembayaran non-tunai di kantin, sistem kehadiran yang lebih efisien, proses belajar mengajar yang lebih efektif, hingga laporan keuangan yang mudah dikelola,” ujar Co-Founder CEO CARDS Arif Mahfudin.

Pencapaian dan keberlanjutan CARDS

Sejak diluncurkan pada 2021, CARDS telah diadopsi oleh lebih dari 500 sekolah di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, baik swasta, pesantren, maupun negeri. Dalam waktu singkat, CARDS akan mencapai titik profitabilitas berkat fokusnya pada efisiensi, kemudahan penggunaan, dan kepuasan pelanggan. Pencapaian ini menunjukkan bahwa solusi yang ditawarkan CARDS tidak hanya efektif tetapi juga berkelanjutan secara finansial.

Dengan dukungan dari Katha VC, DS/X Venture, dan EduSpaze, CARDS merencanakan ekspansi dan pengembangan produk lebih lanjut. Dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat tim penjualan regional, meningkatkan layanan purnajual agar implementasi produk berjalan lancar di setiap sekolah, serta mengembangkan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI), untuk mempermudah pekerjaan staf sekolah.

Selain itu, CARDS juga membuka peluang kemitraan strategis dengan perusahaan, pemerintah, dan organisasi pendidikan untuk memperluas jangkauan dan dampaknya.

Pendanaan ini menandai langkah awal penting bagi CARDS dalam misi mendigitalisasi pendidikan di Indonesia. Dengan dukungan yang solid, CARDS optimis dapat membawa perubahan positif bagi sektor pendidikan dan terus berkembang sebagai solusi utama digitalisasi sekolah di Tanah Air.

Disclosure:  DS/X Ventures adalah lengan investasi dari DailySocial Group

Berkenalan dengan Solusi SaaS “Cards” untuk Kelola Pesantren dan Santri

Upaya pemerataan solusi digital masih terus diupayakan oleh berbagai pihak. Kali ini datang untuk menyelesaikan masalah pengelolaan di pondok pesantren. Inisiasi pertama digagas oleh Muh Arif Mahfudin (CEO), Hari Yuliawan (COO), dan Agung S. D. (CTO) yang terinsipirasi saat berdiskusi dengan pengurus di salah satu pesantren di Kabupaten Cilacap, Jawa Barat.

“Kami bertemu dengan pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihya Ullumadin. Beliau bercerita kesulitan mengelola uang saku santri yang jumlahnya lebih dari 1.500 orang. Saat ini banyak problem, mulai dari pembagian uang saku harian yang cukup menguras waktu, laporan uang hilang, pencatatan transaksi tidak akurat, hingga pelaporan penggunaannya kepada para orang tua,” ujar Arif saat dihubungi DailySocial.id.

Sebelum hadir dengan Cards, sebenarnya produk pertama yang mereka bertiga buat adalah SaaS, dinamai Cazh. Solusinya tidak jauh berbeda dengan aplikasi kasir online lainnya di pasaran, yakni pencatatan buku yang lengkap, terintegrasi dengan sistem pembayaran digital, dan memiliki situs online sendiri.

Solusi ini sendiri sudah ada sejak perusahaan berdiri di 2018. Namun dalam perjalanannya, Cazh tidak luput dari dampak pandemi. Akhirnya, mengharuskan Arif dan kawan-kawan untuk pivot, sampai akhirnya yakin dengan potensi dari Cards yang lebih menjanjikan.

“Semenjak pandemi di Maret 2020, kami melihat pengguna POS kami turun signifikan karena memang kondisi waktu itu banyak outlet terpaksa tutup operasional, terutama merchant kuliner. Hal ini berdampak pada pemasukan kami.”

(Ki-ka) Co-Founder Cards: Hari Yuliawan (COO) dan Muh Arif Mahfudin (CEO) / Cards

Berbekal data internal, ternyata merchant POS yang masih berjalan saat itu adalah kantin di pondok pesantren. Lantas hal tersebut didalami lebih jauh oleh tim. “Hasilnya, kami mengembangkan fitur membership dari Cazh menjadi layanan yang lengkap untuk sekolah sebagai produk Cards, sedangkan Cazh Pos sebagai pendukung dari ekosistem Cards.”

Ekosistem kartu digital Cards

Setelah mendalami permasalahan di pondok pesantren, Arif dan timnya sepakat untuk pivot. Dari hasil masukan, pengurus pesantren menginginkan solusi lengkap, tidak hanya aplikasi kasir untuk kantin saja, tapi juga transaksi yang aman dan mudah untuk uang saku, dasbor manajemen untuk sekolah, hingga aplikasi yang dapat digunakan para orang tua untuk memantau anaknya di pesantren.

“Mereka ingin ada solusi perbankan, semisal transaksi menggunakan e-money tidak menyelesaikan masalah. Meski e-wallet itu alternatif yang aman dan mudah secara non-tunai, tapi tidak bisa diterapkan di pondok pesantren karena mereka tidak diperkenankan bawa smartphone. Untuk itu, perlu dicarikan solusi yang sesuai dengan kondisi dan teknologi yang memungkinkan untuk diterapkan di sana.”

Arif dan kawan-kawan yang sebelumnya berlatar belakang di dunia finansial, tertantang melihat tantangan tersebut untuk bisa memberikan solusi agar pengelolaan pesantren dapat lebih efisien, mulai dari administrasi, pengelolaan uang saku, hingga keuangan dapat dilakukan oleh sistem.

“Jadi waktu pengurus yang sebelumnya digunakan untuk mengurus administrasi, bisa berfokus pada peningkatan kualitas sistem pendidikan santri.”

Ada lima pihak yang terhubung dalam ekosistem Cards. Pertama, manajemen sekolah dapat mengelola dan memantau semua data dari satu dasbor, baik untuk mengatur data akademik, jadwal, pengumuman, tagihan, tabungan siswa, mengelola kartu, top-up, limit, blokir/unblokir, dan sebagainya.

Kedua, guru dapat mengelola data terkait akademik, jadwal pelajaran, presensi, dan rapor siswa. Ketiga, kantin akan mendapat akses kelola toko, karyawan, melayani penjualan tunai dan non-tunai, QR Code untuk menu makanan, dan laporan penjualan.

Keempat, untuk orang tua tersedia aplikasi Cards untuk top up saldo sebagai uang saku anak, membatasi transaksi harian, melihat riwayat saldo, bayar tagihan sekolah, melihat presensi, informasi, jadwal, hingga rapor. Terakhir, untuk siswa akan mendapatkan kartu ID eksklusif dengan desain yang dapat disesuaikan dengan branding sekolah.

Kartu tersebut menjadi identitas mereka di dalam dan di luar sekolah, saldonya dapat digunakan untuk jajan di kantin, bayar tagihan di admin, dan presensi. Bila kartu hilang, dapat diblokir, untuk diganti baru, dengan jaminan saldo tetap aman.

Startup asal Purwokerto ini pun mantap untuk memperluas adopsi Cards ke lebih banyak pesantren. Pasalnya, dari populasi pesantren yang berjumlah lebih dari 30 ribu dengan total santri sekitar enam juta ini, punya permasalahan yang relatif sama. Dapat dipastikan solusi Cards dibangun berdasarkan dari masalah yang nyata di lapangan.

Adopsi kartu ID santri di kantin pesantren / Cards

“Solusi dari hulu ke hilir menjadi andalan kami kepada pondok pesantren. Kami membantu digitalisasi tidak hanya dari sisi transaksi dan keuangan, tetapi mulai dari penyediaan situs pondok, sistem penerimaan santri baru, pembayaran tagihan atau istilahnya di sini uang jariyah, hingga fasilitas untuk alumni.”

“Jadi sebenarnya pembeda kami dengan yang lainnya adalah ekosistem yang kuat antara santri, lembaga, orang tua, unit bisnis pondok dan alumni, di mana memungkinkan mereka untuk terus terhubung,” sambung Arif.

Rencana berikutnya

Arif menjelaskan sejak Cards dimulai pada Maret 2021, hingga kini solusinya telah digunakan oleh lebih dari 190 pondok pesantren dan sekolah swasta dari TK hingga SMA. Dari total pengguna, sebanyak 80% di antaranya datang dari instansi pondok pesantren, sisanya dari sekolah swasta. Rata-rata jumlah siswa per sekolah berkisar 300-500 siswa. Lokasinya mayoritas di kota lapis dua dan tiga di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Selanjutnya, dari situ total pengguna, ada sebanyak 65 ribu kartu siswa dan santri yang telah terdistribusi dan dapat digunakan sebagai alat transaksi di kantin sekolah mereka. Adapun dari sisi nominal transaksinya, diklaim mencapai Rp143 miliar untuk lebih dari dua juta kali transaksi di 2022.

Sosialisasi Cards / Cards

Ke depannya, Cards akan ditingkatkan kemampuan dengan solusi perbankan digital yang lengkap untuk dunia pendidikan di sekolah dan pesantren, mulai dari pembayaran, keuangan, hingga pembiayaan. Tak hanya, fungsi kartu Cards untuk cross selling, memungkinkan para santri untuk bertransaksi di luar ekosistem pondok pesantrennya.

Dengan model bisnis B2B ini, Arif mengaku pihaknya dapat menutup seluruh operasionalnya dari pendapatan yang rutin diperoleh setiap bulannya. Sebagai catatan, Cazh dengan produk sebelumnya, sempat mendapat pendanaan tahap awal berkat masuk sebagai peserta inkubasi di Indigo (Telkom). Dana tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan produk.

“Pada tahun ini kami berencana mempercepat perluasan layanan dan juga pengembangan produk. Untuk itu, kami masih butuh dukungan investasi dari pihak lain kaitannya dehgan hal itu.”

Mengenai prospek bisnis POS Cazh, Arif menegaskan bahwa produk tersebut masih berjalan, hanya saja tidak dipasarkan secara masif lagi sebagai produk utama, hanya terbatas di kalangan pesantren dan sekolah. Saat ini tim produk masih bekerja untuk pengembangan Cazh Pos versi dua yang berfokus pada perbaikan fitur dan penambahan fitur keanggotaan dan program loyalitas.

Diharapkan kehadiran fitur teranyar tersebut dapat mendongkrak adopsi Cards sebagai platform keanggotaan untuk pelanggan merchant Cards. “Rencananya akan kami rilis di awal kuartal II tahun ini. Harapannya Cazh Pos ini tidak sekadar POS, tetapi juga mendukung merchant dengan program-program pelanggan yang menarik dan terhubung dengan ekosistem Cards,” pungkas dia.