Arise dan Centauri Melebur Jadi Ascent Venture Group, Galang Dana Kelolaan 3 Triliun Rupiah

Dua dana kelolaan Telkom, yakni Centauri dan Arise, resmi melebur menjadi Ascent Venture Group. Ascent menargetkan penggalangan dana ketiga sebesar $200 juta (sekitar Rp3 triliun) yang akan difokuskan pada investasi ke 25 startup tahap awal dengan dalam dua tahun ke depan.

Sebagai informasi, Centauri Fund adalah dana kelolaan MDI Ventures bersama KB Financial asal Korea Selatan yang diluncurkan pada akhir 2019. Fokus pendanaannya adalah pra-seri A dan seri B. Sementara, Arise Fund merupakan dana kelolaan MDI Ventures bersama Finch Capital asal Belanda yang diluncurkan pada 2020. Fokus pendanaannya juga serupa, yakni pra-seri A.

Dalam keterangan resminya, Ascent juga sekaligus mengumumkan Central Capital Ventura (CCV), lengan investasi milik BCA, sebagai mitra Ascent. Keterlibatan CCV disebut akan memperkuat sinergi ekosistem di Indonesia dan Asia Tenggara.

Diketahui, kedua dana kelolaan milik Telkom telah diinvestasikan ke 30 startup di Asia Tenggara, di mana 70% telah mengumpulkan dana lanjutan dari investor pihak ketiga setelah investasi awal Ascent–menghasilkan 2 M&A dan 1 IPO dengan money on invested capital (MOIC), atau metrik tingkat keuntungan investasi masing-masing 3,2x dan 1,75x. Beberapa portofolionya adalah Agriaku, Evermos, Qoala, Paxel, dan Fishlog.

“Tujuan konsolidasi sumber daya dan jaringan ekosistem kami adalah untuk membangun platform dengan nilai eksponensial yang dapat memperkuat strategi berbasis thesis-driven. Kami memberikan dukungan product-market fit kepada para founder saat mereka mengembangkan bisnisnya di Indonesia,” ujar Managing Partner Ascent Venture Group Aldi Adrian Hartanto.

Di samping itu, hubungan erat yang dibangun Ascent dengan firma investasi tahap pertumbuhan terkemuka, seperti KB Investment dan MDI Ventures memungkinkan dukungan tambahan bagi portofolio dengan modal tahap lanjut saat memasuki fase marginal profit atau business-model fit.

Ascent akan dikelola oleh 4 partner, yakni Kenneth Li, Aldi Adrian Hartanto, Eric Yoo, dan Hans De Back. Kendati De Back berasal dari Finch Capital, Kenneth Li mengonfirmasi bahwa peleburan ini hanya melibatkan kedua dana kelolaan saja. Ia tidak mengelaborasi lebih lanjut mengenai posisinya di MDI dan Ascent.

“Hanya Arise dan Centauri yang technically yang melebur. [Keempat] partner ini dedicated untuk Ascent,” ujar Kenneth saat dikonfirmasi oleh DailySocial.id.

Secara terpisah, CEO MDI Ventures Donald Wihardja juga menyampaikan bahwa fund ini akan berdiri dan dikelola secara independen oleh tim terkait. “We are an anchor LP to this fund,” ujarnya.

Managing Partner Ascent Eric Yoo, berpengalaman berinvestasi di Korea Selatan dan India–mewakili KB Investment, menambahkan, “Gelombang investasi pertama telah mempercepat adopsi belanja online, ride hailing, hingga fintech. Namun, Indonesia masih berada pada tahap awal adopsi, dan gelombang adopsi berikutnya akan mengikuti pasar berkembang di mana disrupsi akan lebih banyak terjadi di sektor tradisional maupun peluang baru.”

Meski dana kelolaan sebelumnya dijalankan secara terpisah, portofolio yang sudah ada kini dapat memiliki akses ke kemitraan gabungan ini untuk mendukung pertumbuhan mereka. Secara spesifik, Ascent Venture akan membidik peluang investasi di vertikal UMKM enabler, digitalisasi keuangan, dan neo consumer, termasuk sektor baru, seperti iklim dan kesehatan

Startup E-commerce B2B “Sinbad” Dikabarkan Galang Dana Seri A Dipimpin Centauri Fund

Startup e-commerce B2B Sinbad dikabarkan menggalang pendanaan seri A yang dipimpin oleh Centauri Fund, dana kelolaan patungan antara Telkom dan KB Financial Group.

Menurut sumber DailySocial.id, putaran yang bernilai $5,5 juta (lebih dari 85,9 miliar Rupiah) ini juga diikuti investor lainnya, seperti Genesia Ventures, Central Capital Ventura, dan MDI Ventures. Dua nama terakhir merupakan investor lama Sinbad yang berpartisipasi dalam putaran sebelumnya. MDI Ventures memimpin putaran tahap awal untuk Sinbad pada awal tahun 2020.

Startup yang dirintis pada 2018 oleh Emilio Wibisono dan Jabert Hachchouch ini bermain di ranah e-commerce B2B yang memiliki misi ingin menyederhanakan rantai pasok di Indonesia, mempermudah pedagang dan pemasok dalam proses pengadaan. Diklaim pemesanan produk melalui Sinbad akan langsung terhubung ke distributor utama dengan tarif terendah yang ada di pasaran.

Kategori produk yang dijual Sinbad mayoritas adalah FMCG, mulai dari makanan, minuman, susu, perawatan tubuh, perlengkapan bayi, dan hewan peliharaan. Seluruh barang ini disuplai oleh brand prinsipal utama.

Perusahaan mengklaim telah memiliki 5 ribu+ total SKU, berasal dari 80 brand. Sinbad disebutkan telah menjangkau lebih dari 150 kota untuk persebaran jaringan toko dan pemasok. Tidak banyak informasi lainnya yang bisa digali mengenai pencapaian Sinbad sejak berdiri hingga sekarang.

Tak hanya kemudahan berbelanja dengan harga kompetitif langsung dari pemasok, Sinbad juga menawarkan kemudahan belanja dengan fitur bayar nanti (paylater). Sebetulnya, solusi yang ditawarkan Sinbad bukanlah barang baru di Indonesia. Perusahaan berkompetisi langsung dengan pemain lainnya, seperti GudangAda, Credibook (CrediMart), Ula, Warung Pintar, GoToko, Dagangan, dan lainnya, untuk permudah pemilik warung berbelanja.

Potensi digitalisasi warung

Solusi untuk warung ini sebetulnya menyelesaikan isu yang sangat mendasar. Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial perbankan (unbankable) – sehingga sulit bagi mereka untuk mengakses layanan digital transaksional secara langsung. Warung berpeluang untuk menjadi medium inklusi keuangan, khususnya lewat layanan digital.

Warung adalah sistem bisnis yang paling menjangkau – tempat ekonomi mikro di berbagai penjuru Indonesia berputar. Menurut data Sensus Ekonomi 2016 yang dirilis BPS, dari 26,4 juta unit Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), sebanyak 46,38% masuk dalam kategori “Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor” – warung masuk di sana. Jumlah ini sekaligus menjadi yang paling besar di antara jenis usaha lain yang ada di Indonesia.

Diestimasi, ekonomi warung informal Indonesia saat ini terdiri dari 168 juta orang yang bertransaksi $252 miliar setiap tahun. Dalam rangka menuju ekonomi digital yang inklusif, maka digitalisasi sangat penting untuk mengatasi masalah inti yang dihadapi oleh warung di lingkungan kecil ini.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Co-Founder Ula Nipun Mehra menjelaskan analisisnya mengapa startupnya mantap merambah sektor ini. Menurutnya, ritel tradisional seperti warung adalah pilar utama ekonomi Indonesia. Tulang punggung dari ekonomi konsumsi, sekaligus mempekerjakan jutaan orang.

“Peritel tradisional tergolong cost-effective dan memiliki pengetahuan mendalam mengenai pasar lokal. Namun, sektor ini adalah bagian paling rentan dari value chain karena mereka biasanya bekerja secara individual dengan skala kecil,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here

DELOS Announces Additional Funding of 115 Billion Rupiah Led by Centauri Fund and Alpha JWC Ventures

Post securing early-stage funding led by the Arise Fund, aquatech startup DELOS announced an additional investment of $8 million, equivalent to 115 billion Rupiah. This round was led by the Centauri Fund and Alpha JWC Ventures. Both Centauri and Arise are funds under MDI Ventures management.

Other investors involved in this funding are Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, as well as Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Kopi Kenangan’s Founder, James Prananto, and a number of advanced strategic investors.

The company plans to use the funds to accelerate the on-boarding process of its farm-based clients. In addition, they continue to build and scale-up its main products AquaHero, AquaLink, and AquaBank to accelerate the growth of Indonesian aquaculture.

“We want to encourage Indonesia to realize and take advantage of its vast marine potential, setting it as major and sustainable national economic driver in the near future,” said DELOS Co-founder Guntur Mallarangeng.

Within months of operations following the early-stage funding round, DELOS has been working on developing its flagship product line. AquaHero, which is a complete agricultural productivity system combining scientific, technological and operational expertise was developed to increase agricultural yields. AquaHero products use high-end data collection methods and biological models to predict and reduce crop risk. This model will be applied to thousands of shrimp ponds in the DELOS ecosystem throughout Indonesia.

“DELOS comes with real, data-driven solutions to the everyday problems faced by shrimp farmers, and early traction has proven its effectiveness in optimizing farm operations and significantly growing output. With the expertise and network of its founders, we are confident DELOS can lead the aquaculture revolution in Indonesia,” Alpha JWC Ventures’ Partner, Eko Kurniadi said.

Meanwhile, Centauri Fund’s Managing Partner, Kenneth Li, said that agriculture is one of Indonesia’s grassroots industries that contributes significantly to national GDP. In this regard, the shrimp industry in Indonesia is also one of the largest in the world and the largest contributor to the Indonesian fishery industry as a whole.

“DELOS is capable of producing a staggering output yield of 2-3x the industry average. It also capable to solve this problem by implementing modern and standardized production methods and providing scalable supply chain solutions,”  he added.

Business Growth

Since November 2021, the company has been actively on-boarding 100 hectares of intensive and super intensive shrimp ponds, with a backlog demand of more than 600 hectares in the company’s pipeline. This year, the company will continue to strengthen and expand AquaHero’s product range, accuracy, features and clients, by increasing farm productivity and profitability, thereby adding value to the industry. The company is targeting around 200 hectares to be managed this year.

DELOS claims to have helped its clients multiply their results through an app from AquaHero. This has resulted in the client base’s agricultural output continuing to outperform the Indonesian shrimp farming industry, producing an average of 10-15 tons/ha/cycle.

Supporting DELOS’ long-term goals, the company later established the DELOS Maritime Institute (DMI) in Yogyakarta. The Institute will become a training center for the development of specialized aquaculture talent, with a world-class curriculum and on-site practical training, to cultivate a new generation of farm managers, technicians, lab assistants and field operators. In addition, this activity will also support research and development of the latest technology in cultivation technology, such as: early detection and prevention of disease and livestock supporting infrastructure.

“The feedback of DELOS in the aquaculture industry has been very positive, with client acquisitions beyond the team’s ability to get into the farm,” Guntur said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

DELOS Umumkan Pendanaan Lanjutan 115 Miliar Rupiah, Dipimpin Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures

Setelah sebelumnya telah mengantongi pendanaan tahap awal yang dipimpin Arise Fund, startup aquatech DELOS mengumumkan pendanaan tahap awal tambahan senilai $8 juta atau setara 115 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin oleh Centauri Fund dan Alpha JWC Ventures. Baik Centauri dan Arise adalah dana kelolaan dari MDI Ventures.

Investor lainnya yang turut terlibat dalam pendanaan ini adalah Number Capital, Arise, iSeed SEA, Irvan Kolonas, serta Alto Partners Multi-Family Office, Mahanusa Capital, Pendiri Kopi Kenangan James Prananto, dan sejumlah investor strategis lanjutan.

Perusahaan berencana untuk menggunakan dana tersebut untuk mengakselerasi proses on-boarding kliennya dari peternakan. Selain itu mereka terus membangun dan melakukan scale-up produk utamanya AquaHero, AquaLink, dan AquaBank untuk mempercepat pertumbuhan perikanan budidaya Indonesia.

“Kami ingin mendorong Indonesia untuk menyadari dan memanfaatkan potensi lautnya yang luas, menjadikannya penggerak ekonomi nasional yang utama dan berkelanjutan dalam waktu dekat,” kata Co-founder DELOS Guntur Mallarangeng.

Dalam beberapa bulan operasinya setelah putaran pendanaan awal, DELOS telah bekerja mengembangkan lini produk unggulannya. AquaHero, yang merupakan sistem produktivitas pertanian lengkap yang menggabungkan keahlian ilmiah, teknologi, dan operasional dikembangkan untuk meningkatkan hasil pertanian. Produk AquaHero menggunakan metode pengumpulan data kelas atas dan model biologis untuk memprediksi dan mengurangi risiko panen. Model ini akan diterapkan pada ribuan udang tambak dalam ekosistem DELOS di seluruh Indonesia.

“DELOS hadir dengan solusi nyata berbasis data untuk masalah sehari-hari yang dihadapi oleh petambak udang, dan traksi awal telah membuktikan efektivitasnya dalam mengoptimalkan operasi tambak dan keluaran yang tumbuh secara signifikan. Dengan keahlian dan jaringan yang dimiliki oleh para pendirinya, kami yakin DELOS dapat menjadi yang terdepan dalam revolusi akuakultur di Indonesia,” kata Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi.

Sementara itu menurut Managing Partner Centauri Fund Kenneth Li, agriculture merupakan salah satu industri akar rumput Indonesia yang memberikan kontribusi cukup besar bagi pendapatan nasional PDB. Dalam hal ini industri udang di Indonesia juga merupakan salah satu yang terbesar di dunia dan penyumbang terbesar bagi industri perikanan Indonesia secara keseluruhan.

“DELOS mampu menghasilkan output hasil yang mengejutkan 2-3x dari rata-rata industri. DELOS telah mampu memecahkan masalah ini dengan menerapkan metode produksi modern dan standar dan menyediakan solusi rantai pasokan yang terukur.”

Pertumbuhan bisnis DELOS

Sejak November 2021, perusahaan aktif melakukan on-boarding 100 hektar tambak udang intensif dan super intensif, dengan backlog permintaan yang ada lebih dari 600 hektar di pipeline perusahaan. Tahun ini perusahaan juga akan terus memperkuat dan memperluas cakupan produk AquaHero, akurasi, fitur, dan klien, dengan meningkatkan produktivitas dan profitabilitas pertanian, sehingga menambah nilai bagi industri. Perusahaan memiliki target sekitar 200 hektar yang bisa dikelola tahun ini.

DELOS mengklaim telah membantu kliennya menggandakan hasil mereka melalui aplikasi dari AquaHero. Hal ini mengakibatkan hasil pertanian basis kliennya terus mengungguli Industri budidaya udang Indonesia rata-rata menghasilkan 10-15 ton/ha/siklus.

Mendukung tujuan jangka panjang DELOS, perusahaan kemudian mendirikan DELOS Maritime Institute (DMI) di Yogyakarta. Institut akan menjadi pusat pelatihan untuk pengembangan bakat akuakultur khusus, dengan kurikulum kelas dunia dan pelatihan praktis di tempat, untuk menumbuhkan pertanian generasi baru manajer, teknisi, asisten lab, dan operator lapangan. Selain itu kegiatan ini juga akan mendukung penelitian dan pengembangan teknologi mutakhir dalam teknologi budidaya, seperti: deteksi dini dan pencegahan penyakit serta infrastruktur penunjang peternakan.

“Penerimaan DELOS di industri akuakultur sangat positif, dengan akuisisi klien melampaui kemampuan tim untuk masuk ke peternakan,” kata Guntur.

Centauri Fund Terima Tambahan Dana 123 Miliar Rupiah dari K-Growth

Dana kelolaan Telkom dan KB Financial Group “Centauri Fund” baru saja menerima suntikan dana dari sovereign wealth fund (badan pengelola dana investasi milik negara) asal Korea Selatan “K-Growth” sebesar KRW10 miliar atau setara 123 miliar Rupiah. K-Growth sendiri merupakan perusahaan investasi multi manajer (fund-of-funds) yang berfokus pada modal ventura dan ekuitas swasta

Sebagai bagian dari MDI Ventures, Centauri menargetkan vertikal bisnis yang tidak jauh berbeda. Namun nilai uniknya fund tersebut akan fokus ke pendanaan pra-seri A dan seri B. Sedangkan MDI Ventures fokus di seri B ke atas. Fund tersebut diluncurkan pada bulan Desember 2019, dengan target penggalangan hingga 150 juta dolar.

Kemitraan antara K-Growth dan Centauri Fund merupakan satu lagi tonggak pencapaian. Meski pandemi, kepercayaan dalam berinvestasi di bidang teknologi dan minat atas kolaborasi lintas batas tetap terbilang tinggi. Dengan kehadiran yang aktif baik di Indonesia maupun di Korea Selatan, Centauri Fund menduduki posisi yang tepat untuk memanfaatkan dan menyerbuki silang ekosistem teknologi di kedua negara.

Kenneth Li, yang merupakan mitra pengelola dari MDI Singapura menambahkan, “Dengan bergabungnya K-Growth, MDI berharap Centauri Fund dapat membantu kami mencari berbagai inovasi yang akan dibawa ke Indonesia, yang nantinya dijembatani oleh MDI untuk mendukung inisiatif Telkom dan BUMN.”

Portfolio Centauri Fund

Sejak diluncurkan, Centauri Fund telah melakukan empat investasi terkemuka di kawasan Asia Tenggara. Pada bulan April 2020, pendanaan tersebut memimpin putaran pembiayaan seri A untuk platform insurtech Qoala, yang ditutup pada angka $13,5 juta. Kemudian, bersama Wavemaker Partners, sebuah perusahaan modal ventura lainnya, Centauri Fund juga melakukan dukungan kepada WEBUY, startup social commerce yang berbasis di Singapura di bulan Oktober 2020.

Kesepakatan terbaru dari Centauri Fund meliputi investasi tahap awal pada startup logistik lokal Paxel pada bulan April 2021. Centauri Fund juga berpartisipasi dalam putaran pendanaan seri C pada perusahaan fintech agregator Cermati, kesepakatan ini dipimpin oleh MDI Ventures.

Di bulan Januari, pendanaan ini juga mendukung RUN System, sebuah platform SaaS penyedia solusi ERP yang berbasis di Yogyakarta. Saat ini, RUN System berencana untuk mengembangkan bisnisnya dan mencari dana melalui penawaran umum perdana (IPO) di Papan Akselerasi.

Mitra Centauri Fund Steven Hong mengungkapkan, “Pendanaan kami bertindak sebagai alat kerja di ekosistem yang lebih besar. Manajer-manajer yang ada di Centauri dapat berinvestasi mulai dari tahap awal dan terus berpartisipasi di tahapan-tahapan selanjutnya, saat perusahaan mencapai tahap pertumbuhan dan seterusnya,”

Ia turut menambahkan bahwa dengan dukungan dua konglomerat terkemuka, pendanaan ini memberikan nilai strategis bagi para startup dengan cara menghubungkan mereka pada Telkom Group dan KB Financial Group untuk skala bisnis dan kemitraan yang besar. Hal ini disebut sebagai bagian dari inisiatif perusahaan menciptakan nilai untuk portfolio juga laba investasi yang nyata bagi para investor.

Kerja sama Indonesia-Korea Selatan

Kiprah investor asal Korea Selatan terhadap perkembangan industri startup tanah air tentu tidak bisa dipandang sebelah mata. Beberapa dari mereka masuk melalui kerja sama dengan beberapa dana kelolaan hingga memimpin putaran pendanaan. Menurut data Statista, Korea Selatan memiliki sekitar 1,8 juta perusahaan rintisan. Selain itu, kurang lebih negara tersebut juga turut didukung oleh 165 modal ventura.

Jumlah perusahaan rintisan di Korea Selatan berdasarkan umur bisnis. Sumber: Statista

Dilansir dari Tirto, Pemerintah Korea Selatan memberikan suntikan dana per kapita tertinggi di dunia. Pemerintah menyiapkan anggaran hingga 12 triliun won atau $9 miliar untuk mendanai para perusahaan rintisan tahun ini. Pemerintah juga menargetkan tambahan 10 startup berstatus unicorn baru pada 2022 mendatang.

Head Of Investor Relations and Capital Raising MDI Ventures Sarah Usman menambahkan, “Dengan pengalaman dan keahlian tim kami yang luas di lingkup industri startup Korea, komitmen terbaru K-Growth pada Centauri Fund menunjukkan satu lagi langkah kami menuju terbangunnya kemitraan bilateral antara Korea Selatan dan Indonesia.”

Investor asal Korea Selatan lainnya yang aktif berinvestasi di Asia Tenggara yakni Yanolja, Woowa Brothers, dan GEC-KIP Fund besutan Korea Investment Partners (KIP) dan Golden Equator Ventures (GEV). Mirae Asset-Naver juga belum lama ini berpartisipasi dalam pendanaan seri D marketplace online grocery HappyFresh.

MDI and Finch Capital Closes First Round of $40 Million for Arise Fund

Arise Fund, a joint venture capital vehicle for early-stage startups in ASEAN, today announced the first close on its US$40 million debut tech fund. This round is a collection of corporate investors, family offices, and high-net-worth backers committing capital, including Indonesia’s publicly traded ICT heavy-hitter Metrodata Electronics.

The managed fund aims to back 25 ‘real businesses’ that are building interesting tech in SEA, specifically Indonesia. There are at least five portfolios ready to be announced at the end of this year. The deal, which is currently in the finalization stage, revolves around the SaaS, B2B commerce, agritech, and fintech sectors.

Arise Fund’s Partner, Aldi Adrian Hartanto explained that, “Despite the significant influx of high-quality founders over the last decade, a disproportionate allocation of capital makes the situation more challenging for promising entrepreneurs to secure investments during the region’s economic slowdown.”

Launched in 2020, the fund mainly focusing on startups at post-seed and pre-series A stages. Arise offers ticket sizes ranging from US$250,000 to US$3 million per round, along with long-term capital, strategic go-to-market networks, and hands-on company building.

Finch Capital’s Managing Partner, Hans De Back said, “We’ve seen many seed-stage companies struggling to access the right markets, which is reflected by a lack of traction [..] Our role is to solve this problem with immediate go-to-market avenues by collaborating with our network of enterprise partners such as Metrodata and portfolio companies. In this way, we can enable companies to grow much faster and set them up stronger for series A.”

Long term investment

In addition to providing access to strategic go-to-market partners through its corporate LP network, the company also bridges asymmetric information related to validated business models, and empowers long-term capital through affiliated funds, including the Centauri Fund.

Hartanto adds, “Startups backed by Arise should ideally go on to receive investment from Centauri at the series A stage, MDI Ventures at series B and later stages, and finally — in some cases — see a meaningful exit via acquisition with Telkom Group as one of the potential buyers or IPO.”

In the Arise Fund affiliate network, one of the largest venture capitalists in Indonesia with total assets reaching US830+ million, MDI Ventures has 56 portfolios spread across 10 countries and generated 5 exits. On its website, Finch Capital itself has 29 international portfolios to date.

Dana kelolaan MDI Ventures

In order to foster long-term success, Arise’s strategic LPs and teams come with a unique, three-pronged offering to founders based on a proven global thesis and local conviction. The fund proactively looks for world-class -aspiring founders, then together builds companies with them while simultaneously looking for problems the startups can solve within its orbit and network of corporate LPs.

In addition, before receiving capital from Arise, startups will also have an option to enter Telkom’s Indigo Nation incubator, arrive at what they determine to be a repeatable and scalable business model, and then benefit from a broad network of Arise’s corporate LPs and tech ecosystems in Europe, Asia, and Silicon Valley.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

MDI dan Finch Capital Bukukan Putaran Pendanaan Pertama untuk “Arise Fund” Senilai 573 Miliar Rupiah

Kendaraan investasi hasil kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital yang dinamai “Arise Fund” berhasil menutup debut penggalangan dana senilai $40 juta atau setara 573 miliar Rupiah. Putaran ini melibatkan beberapa investor korporat, bisnis keluarga, serta konglomerat high-net-worth di Indonesia, termasuk Metrodata Electronics.

Dana kelolaan ini ditargetkan dapat menjangkau 25 bisnis yang fokus membangun industri teknologi di Asia Tenggara terutama Indonesia. Setidaknya ada lima portfolio yang siap diumumkan di akhir tahun ini. Kesepakatan yang tengah dalam tahap finalisasi tersebut berkisar pada sektor SaaS, B2B commerce, agritech, dan fintech.

Partner Arise Fund Aldi Adrian Hartanto mengungkapkan bahwa terlepas dari kehadiran banyak pendiri berkualitas dalam satu dekade terakhir, tantangan muncul dari alokasi modal yang tidak proporsional. Hal ini membuat para pengusaha kelimpungan untuk mengamankan modal di masa perlambatan ekonomi kawasan seperti saat ini.

Diperkenalkan pada akhir tahun 2020, Arise fokus pada investasi pasca-seed dan pra-seri A dengan ticket size mulai dari $250.000 hingga $3 juta per putaran. Selain itu, perusahaan juga menawarkan modal jangka panjang,  jaringan go-to-market strategis, serta terlibat langsung dengan portofolionya.

Managing Partner Finch Capital, Hans De Back turut mengungkapkan, “Kami telah melihat banyak perusahaan tahap awal berjuang untuk mengakses pasar yang tepat, yang tercermin dari kurangnya daya tarik [..] Peran kami adalah untuk memecahkan masalah ini dengan strategi go-to-market melalui kolaborasi dengan jaringan mitra perusahaan kami seperti Metrodata dan perusahaan portofolio. Dengan cara ini, kami dapat memungkinkan perusahaan untuk tumbuh lebih cepat dan mempersiapkan mereka untuk pendanaan seri A.”

Investasi jangka panjang

Selain menyediakan akses ke mitra go-to-market strategis melalui jaringan LP perusahaannya, perusahaan juga turut menjembatani informasi asimetris terkait model bisnis yang divalidasi, dan memberdayakan modal jangka panjang melalui dana afiliasinya, termasuk Centauri Fund.

Aldi menambahkan, “Startup yang didukung oleh Arise secara ideal akan terus menerima investasi dari Centauri di tahap seri A, MDI Ventures di seri B dan tahap selanjutnya, dan pada akhirnya – dalam beberapa kasus – berpotensi untuk exit melalui akuisisi dengan Telkom Group sebagai salah satu calon pembeli atau IPO.”

Dalam jaringan afiliasi Arise Fund, salah satu modal ventura terbesar di Indonesia dengan total aset mencapai US830+ juta, MDI Ventures telah memiliki 56 portfolio yang tersebar di 10 negara dan menghasilkan 5 exit. Dalam situsnya, Finch Capital sendiri telah memiliki 29 portfolio internasional hingga saat ini.

Dana kelolaan MDI Ventures

Untuk mendorong kesuksesan jangka panjang, LP dan tim strategis Arise memberi penawaran unik untuk para founder. Secara proaktif, perusahaan akan mencari calon pendiri kelas dunia, untuk kemudian bersama-sama membangun perusahaan, sembari tetap melakukan eksplorasi masalah yang dapat menciptakan sinergi dalam lingkaran perusahaan.

Selain itu, startup yang akan menerima investasi dari Arise juga memiliki opsi untuk ikut serta dalam program inkubasi Telkom Indigo Nation. Kesempatan ini diberikan untuk mereka bisa menentukan atau memastikan model bisnis saat ini scalable dan repeatable. Para LP yang terlibat juga berasal dari jaringan dan ekosistem teknologi global di Eropa, Asia dan Silicon Valley.

Didukung Penuh Telkom Group, RUN System Tawarkan Solusi ERP untuk Perusahaan

Pandemi Covid-19 mendadak mengubah budaya kerja sekaligus mengganggu roda bisnis hampir di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Badan Pusat Statistik mencatat lebih dari 82 persen bisnis terdampak. Hal ini menyebabkan perusahaan harus kembali beradaptasi dengan kebiasaan baru di masyarakat, dan ini berlaku untuk semua sektor.

Berbagai jenis pekerjaan mulai dari sales, purchasing, akuntansi, inventaris, dan kolaborasi kini harus saling koordinasi demi mencapai hasil pekerjaan yang maksimal. Teknologi ERP (Enterprise Resource Planning) dipercaya bisa menjadi solusi dari kepelikan yang melanda perusahaan. Layanan tersebut mampu menyuguhkan laporan bisnis dari interaksi secara real time sehingga koordinasi antar departemen bisa berjalan lebih efektif dan efisien.

PT Global Sukses Solusi (RUN System) didirikan pada tahun 2010; dan sejak 2013 mengkhususkan diri dalam menyediakan solusi software ERP untuk bisnis skala menengah hingga besar di industri manufaktur, distribusi dan perdagangan, dan jasa. Mereka juga sempat mengikuti program inkubator Indigo Incubator 2014 yang diadakan oleh PT Telkom Indonesia.

RUN System mencoba mewujudkan sebuah solusi lokal yang bisa menyelesaikan masalah global yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan budaya perusahaan di Indonesia yang memiliki keunikan tersendiri.

Pada tahun 2015, Telkom menjadikan RUN System sebagai salah satu Distribution Partner solusi ERP bagi seluruh pelanggannya di Indonesia. Di samping itu, perusahaan rintisan asal Yogyakarta ini turut mendapat dukungan dari MDI Ventures dan dana kelolaannya Centauri Fund.

Managing Partner MDI Ventures Kenneth Li menjelaskan, investasi di RUN System merupakan salah satu bentuk yang sejalan dengan misi grup Telkom dalam menuju persaingan di pasar software sekaligus berkompetisi dengan pemain global seperti SAP atau Oracle. “MDI Ventures menyasar investasi berdasarkan karakteristik perusahaan dan daya saingnya di era pasca pandemi. Kami melihat RUN System sebagai startup yang sudah established dengan model bisnis yang teruji.” kata Kenneth.

Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa startup lain yang sajikan solusi serupa, dua di antaranya Esensi Solusi Buana dan Ukirama. ESB bahkan belum lama ini baru bukukan pendanaan awal senilai 69,5 miliar Rupiah dengan salah satu investor yang terlibat adalah AC Ventures.

Target Bisnis

Tampilan software ERP RUN System pada smartphone / RUN System
Tampilan software ERP RUN System pada smartphone / RUN System

Di tahun 2021, Run System menargetkan peningkatan pendapatan hingga 300% sebagai bagian dari rencana strategis perusahaan untuk memperkuat posisinya di industri ERP tanah air. Dalam wawancara terpisah, Presiden Direktur RUN System Sony Rachmadi Purnomo turut menyampaikan bahwa pihaknya memang dari awal mengincar skala kontribusi yang menjangkau pasar korporasi di Asia Tenggara untuk bisa bersaing dengan pemain global.

Selain itu, IPO juga dikabarkan menjadi target selanjutnya dari perusahaan startup jebolan Indigo batch pertama ini. Sementara itu, di tengah pandemi, antrean perusahaan untuk melantai di bursa jauh dari kata sepi. Dilansir dari Katadata, setidaknya sudah ada 50 emiten yang melakukan IPO sepanjang tahun ini. Berdasarkan pipeline yang ada di bursa, masih ada sekitar 17 perusahaan lagi yang siap untuk melantai.

Saat ini RUN System telah melayani sekitar 50 perusahaan di berbagai skala bisnis mulai dari UMKM, menengah, hingga besar yang bergerak di sektor manufaktur, distribusi, perdagangan, dan jasa. Dalam sesi wawancara berbeda, Soni turut menyampaikan, saat ini timnya tengah menggarap integrasi ERP dan sektor perbankan.

Sony mengungkapkan bahwa peluang industri ERP di Indonesia masih sangat besar, dengan sekitar 10-20% perusahaan yang baru memanfaatkan layanan tersebut untuk bisnis mereka. “Kami sangat optimis industri ERP akan terus berkembang ke depannya dengan semakin banyaknya perusahaan yang mulai berinvestasi dan mengimplementasikan sistem ERP untuk mengefisiensikan operasional mereka,” jelasnya.

Telkom dan VC Asal Belanda Finch Capital Luncurkan Dana Kelolaan Baru “Arise Fund”

Telkom Group melalui unit CVC MDI Ventures meluncurkan dana kelolaan barunya “Arise Fund” dengan menggandeng mitra VC asal Belanda Finch Capital. Dihubungi oleh DailySocial, VP of Investments MDI Ventures Aldi Adrian Hartanto menerangkan, targetnya sebesar $40 juta atau sekitar Rp568 miliar untuk dana kelolaan baru ini.

Ada sejumlah alasan di balik pembentukan Arise Fund. Menurut Aldi, sebagian besar investor generasi awal yang bermain di tahapan seed, kini sudah mulai menggalang dana yang lebih besar dan mulai fokus ke pendanaan seri A dan di atasnya.

Alhasil, startup di tahapan pra seri A menjadi kesulitan untuk memperoleh pendanaan apapun. Dari sejumlah laporan, ungkapnya, total pendanaan pra seri A telah mengalami penurunan hingga 20 persen di sepanjang 2020 setelah sempat stagnan selama beberapa tahun terakhir.

Situasi ini juga menyulitkan startup unicorn di kawasan Asia Tenggara karena mereka hanya mampu menggalang sepertiga atau seperempat dari pendanaan di putaran sebelumnya.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 tak dimungkiri telah membuat ketidakpastian di berbagai macam aspek menjadi semakin besar, termasuk dalam membangun perusahaan/bisnis baru. “Ini menjadi alasan lainnya mengapa kami menghindari investasi di startup tahap awal. Maka itu, kami berupaya mengisi gap di tahapan post-seed hingga seri A,” tutur Aldi.

Ia meyakini akan ada kemunculan peluang bisnis lain seiring dengan masalah baru yang bakal timbul pasca-pandemi nanti. Fenomena ini juga sekaligus akan memunculkan founder generasi baru yang lebih berkualitas. “Vertikal yang kami incar relatif agnostik. Kami lebih fokus pada karakteristik founder dan startupnya,” tambahnya.

Sebelumnya pada akhir 2019, Telkom telah meluncurkan Centauri Fund yang merupakan unit kelolaan baru, hasil kemitraan dengan KB Financial Group asal Korea Selatan. Tahapan pendanaan yang dibidik adalah pra seri A dan seri B.

Kemudian pada awal Maret 2020, Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sempat mengungkap bahwa Telkom tengah menyiapkan dana kelolaan baru dengan kapasitas pendanaan berkisar US$300-500 juta atau Rp4,2 triliun-7 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS).

Head of Investor Relations & Capital Raising MDI Ventures Kenneth Li juga menambahkan akan ada dua dana kelolaan baru tahun ini yang fokus pada pendanaan untuk segmen growth stage dan later stage.

Dana kelolaan baru pertama telah terealisasi pada Agustus 2020 senilai $500 juta atau sekitar Rp7 triliun, yakni Fund MDI 500. Adapun, Fund MDI 500 adalah kelanjutan dari Fund MDI 100 yang dimulai di 2015. Pengumuman dana kelolaan baru tersebut sekaligus berbarengan dengan penunjukan Fajrin Rasyid sebagai komisaris utama.

Memperluas value creation

Lebih lanjut, Aldi mengungkap bahwa kolaborasinya dengan Finch Capital diharapkan dapat menjembatani solusi gap pendanaan di post-seed hingga seri A di Indonesia. Ada beberapa hal yang dicari melalui kolaborasi ini. Pertama, VC yang memiliki pengalaman kuat dalam berinvestasi di ekosistem startup tahapan mature, baik di Eropa dan/atau Tiongkok.

Kemudian, MDI Ventures mencari kemitraan dengan pihak yang memiliki pemahaman dan posisi yang kuat terhadap ekosistem startup di Asia Tenggara, terutama startup tahapan awal di Indonesia. Selain itu, pihaknya juga mencari VC yang memiliki jaringan kuat pada limited partner (LP) dan korporasi di Indonesia untuk memperluas value creation-nya di luar Telkom dan lingkup perusahaan BUMN.

“Kami juga mencari orang/team yang dapat menguasai operasional dan atau latar belakang wirausaha. Setelah menjajaki sejumlah mitra, Finch Capital adalah satu-satunya yang dapat mengisi semua itu sehingga mendorong kami untuk bermitra dengan mereka,” kata Aldi.

Sekadar informasi, Finch Capital telah memiliki pengalaman berinvestasi selama 25 tahun di dua pasar utama, yakni kawasan Eropa dan Asia Tenggara. Dalam keterangan informasi di situs resminya, Finch Capital membidik vertikal bisnis AI, fintech, dan IoT di Eropa, sedangkan di Asia Tenggara membidik vertikal agrikultur, fintech, edukasi, dan transportasi.

Managing Partner Finch Capital Hans De Back mengatakan bahwa pandemi Covid-19 memicu kebutuhan untuk mengadopsi lebih banyak solusi digital. “Saat ini, Indonesia sudah menjadi pusat perekonomian terbesar di kawasan ini. Dengan sejumlah faktor pendukung ini, Indonesia siap menjadi pusat teknologi terbesar di Asia Tenggara pada 2025.” Ujar De Back dalam keterangan resminya.

Qoala Insurtech Platform Bags 209 Billion Rupiah Series A Funding

The insurtech company founded by Harshet Lunani and Tommy Martin has secured another funding, a Series A round worth of $13.5 million or around 209 billion Rupiah. The current round was led by Centauri Fund.

There are new investors involved in this round, such as Sequoia India, Flourish Ventures, Kookmin Bank Investments, Mirae Asset Venture Investment, and Mirae Asset Sekuritas. The previous investors include Bank Central Asia’s investment arm Central Capital Ventura, MDI Ventures, Surge, MassMutual Ventures Southeast Asia, and SeedPlus.

The company is to use fresh money to invest further in technology, HR and brands in order to support the company’s strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies. Qoala targets to employ 300 talents by the year 2021.

“Through this funding, we will invest further in technology, HR, and brands to be able to support our strategy in providing better services to customers, platform partners, and insurance companies,” Qoala’s Co-Founder and COO Tommy Martin said.

Previously, Qoala secured seed funding of $ 1.5 million (equivalent to 21.6 billion Rupiah) from Sequoia Capital India (Surge). Some other players engaged in the similar industry include PasarPolis, Fuse Insurtech, and 9Lives.

Insurance product for Covid-19

Tim dan manajemen Qoala
Qoala team and management

Qoala is to launch a product innovation for special insurance that covers Covid-19 for individuals and SMEs.This product is to complete the BPJS Health service by providing additional benefits.

“Particularly in the current crisis and the PSBB situation, we see an increasing need for innovation to support the insurance industry especially the limitations of offline product marketing,” said Tommy.

As an insurance technology platform, Qoala claims to have been able to process more than 2 million policies per month, up from the previous 7,000 policies per month in March 2019. Qoala has also expanded its services to cover five core industries, namely tourism, fintech, retail, logistics, and employees’ health.

“As a newcomer to the insurance / Insurtech technology industry, we are pleased to have the trust of leading global investors who continue to support us in developing innovations in insurance technology. This support makes us very optimistic in achieving Qoala’s vision and mission in promoting insurance and facilitating insurance access for all people,” Qoala’s Founder and CEO, Harshet Lunani said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here