Fokus Nongsa Digital Park Jadi Pusat Data Center dan Talenta

Saat ini, pasar data center di Asia Tenggara mengalami pertumbuhan dengan peningkatan minat dari cloud provider, seperti Google, AWS, dan Alibaba untuk membuka cloud region.

Penerapan layanan berbasis cloud akan menjadi pendorong utama bagi pasar dalam beberapa tahun mendatang. Sementara, peningkatan penetrasi internet kemungkinan akan mendukung penggunaan perangkat pintar di wilayah ini.

Salah satu lokasi yang tengah disiapkan sebagai data center hub di Indonesia adalah Nongsa Digital Park (NDP), proyek kerja sama antara Citramas Group dengan Sinar Mas Land melalui perusahaan konsorsium PT Citra Sinar Mas Global. NDP dibangun tidak hanya sebagai data center hub, tetapi juga digital talent pool di Indonesia.

Pusat data center Indonesia

Nongsa Digital Park (NDP) adalah pusat teknologi dan inovasi yang berlokasi di Semenanjung Nongsa, Batam, dan sangat berdekatan dengan Singapura. Lokasi ini dinilai strategis bagi perusahaan lokal maupun asing yang ingin mendirikan data center di Indonesia.

Dikembangkan oleh Citramas Group, NDP diresmikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia dan Singapura pada 20 Maret 2018. Data center ini dibangun dengan total investasi sebesar $200 juta (setara Rp3 triliun) dengan luas lahan mencapai 10 ha dan total kapasitas daya 28 mw.

Batam dipilih sebagai penempatan data center karena alasan minimnya lahan di Singapura saat ini. Implementasi data center, terutama hyper-scale cloud, depannya akan beralih ke negara-negara tetangga lain di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan India dalam 5-10 tahun mendatang.

Menurut data yang dihimpun oleh NDP, saat ini terdapat kurang dari 20 penyedia data center di Indonesia. Mereka terbagi dalam kategori penyedia jasa dengan fasilitas kurang dari 5MW (Ex: IDC, Elitery, Jupiter), operator telekomunikasi (Ex: Telkom Sigma, Indosat).

Ekosistem pemain data center di Indonesia dan negara lainnya / Sumber: NDP

Di NDP sudah ada beberapa perusahaan yang menempatkan data center mereka. Di antaranya adalah Princeton Digital Group (PDG) dan Gaw Capital Partners. PDG dikabarkan telah menyiapkan investasi sebesar $150 juta atau sebesar Rp2,1 triliun untuk memperkuat bisnis data center di Indonesia.

Jakarta dominasi pusat data center

Penempatan NDP di Batam berupaya menjawab persoalan data center yang saat ini kebanyakan berpusat di Jakarta dan Jawa Barat. Lokasi terbanyak saat ini adalah Jakarta. Pemain seperti LOGOS dan Pure Data Centres membangun pusat data di Jakarta.

Sebelumnya, Amazon Web Services (AWS) telah membuka Region Indonesia, yakni AWS Asia Pasifik (Jakarta) Region. Pembukaan Region ini sejalan dengan rencana AWS untuk berinvestasi sebesar $5 miliar (sekitar Rp71 triliun) dalam 15 tahun ke depan di Indonesia dengan estimasi kontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar $10,9 miliar (sekitar Rp155 triliun).

Pemain lain yang juga telah membangun data center mereka di Indonesia di antaranya adalah Tencent Cloud yang berlokasi di kawasan CBD Jakarta. Saat ini perusahaan menyampaikan, infrastruktur layanan komputasi awan mereka telah mencakup 27 wilayah dengan 61 zona ketersediaan.

Jika dilihat dari potensi yang ada, tak hanya Batam, tetapi juga Jawa Timur juga berpotensi menjadi data center hub di Indonesia. Penyebaran data center yang tidak terpusat pada satu lokasi dapat terhindar dari bencana alam, pemadaman listrik, dan gangguan lainnya yang berisiko bagi industri yang membutuhkan data secara intensif.

Pusat talenta digital

Pusat pelatihan digital talent di NDP / NDP

NDP saat ini juga diposisikan sebagai digital talent hub untuk Indonesia. Bermitra dengan perusahaan, seperti IBM, Apple hingga Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT), Infinite Learning memberikan pelatihan hingga beasiswa kepada mahasiswa terpilih.

Melalui Infinite Learning, pelatihan seperti mobile development, web development, cybersecurity, cloud practitioner essential, digital business hingga digital supply chain bisa diikuti oleh mahasiswa dan masyarakat umum lainnya dengan harga terjangkau.

Selain Infinite Learning, di NDP juga terdapat cabang ketiga Purwadhika Digital Technology School di Kota Batam sebagai pusat pembelajaran yang diharapkan dapat memicu lahirnya digital talent pool di kawasan tersebut.

Kepada media, Member of The Board & Senior Director NDP Marco Bardelli, mengungkapkan akan berkontribusi terhadap ekonomi digital. Dan yang penting adalah pergeseran mindset dari cara tradisional untuk mengukur sukses dalam hal investasi.

“Bagi kami yang penting adalah digital talent, bagaimana pekerjaan bisa disalurkan dengan adanya pembangunan ini. Saya lebih fokus kepada sisi manusia, yaitu membangun talenta muda Indonesia bisa bersaing dengan talenta digital lainnya dari berbagai negara,” kata Marco.

Nongsa Digital Park mengklaim telah menampung sekitar 1.000 tenaga kerja digital dari 100 perusahaan multinasional seperti Glints, R/GA, dan WebImp. Kawasan ini juga dilengkapi dengan fasilitas dan infrastruktur yang mendukung dalam pengembangan talenta sesuai keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri di bidang kreatif dan teknologi digital.

Equinix dan Astra Bentuk Usaha Patungan untuk Percepat Transformasi Digital

Perusahaan infrastruktur digital Equinix (Nasdaq: EQIX) dan PT Astra International Tbk (IDX: ASII) mengumumkan pembentukan usaha patungan dengan tujuan mengembangkan infrastruktur digital demi mempercepat transformasi digital di Indonesia. Perusahaan patungan ini dibentuk dengan kepemilikan modal saham 75% Equinix dan 25% Astra.

Dengan menggabungkan keahlian infrastruktur digital berskala global milik Equinix dan pengalaman luas Astra di Indonesia, perusahaan patungan ini diharapkan bisa membantu baik perusahaan dalam negeri maupun multinasional di Indonesia untuk mengembangkan kapabilitas digital mereka. Hal ini dapat memanfaatkan teknologi baru seperti hybrid multicloud, 5G, Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan lainnya.

Pada tahap awal, perusahaan anyar ini rencanannya akan mengembangkan dan mengoperasikan sebuah pusat data Internasional Business Exchange (IBX) di Jakarta bernama JK1, lalu dilanjutkan dengan ekspansi secara nasional. Pusat data IBX JK1 ini terdiri dari delapan lantai dan direncanakan mulai beroperasi pada semester kedua tahun 2024.

Rencananya, pusat data ini akan menyediakan lebih dari 1.600 kabinet dan ruang colocation seluas lebih dari 5.300 meter persegi setelah sepenuhnya terbangun. Berlokasi di pusat bisnis Jakarta dan dekat dengan internet exchange utama, JK1 akan membantu perusahaan di Indonesia untuk mencapai kinerja yang optimal melalui infrastruktur digital dan ekosistem yang dinamis.

Di samping itu, JK1 juga akan memasukkan konsep sustainability ke dalam desainnya dengan memanfaatkan teknologi inovatif seperti cooling array Equinix dalam mendukung target komersial dan lingkungan perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Equinix sendiri merupakan perusahaan pertama di industri pusat data yang menetapkan target 100% energi terbarukan dan berkomitmen untuk mencapai netralitas iklim pada tahun 2030, didukung oleh short-term science-based targets yang telah disetujui. Hal ini juga sejalan dengan Astra 2030 Sustainability Aspirations.

Presiden Equinix Asia Pasific Jeremy Deutsch mengungkapkan bahwa, “perusahaan patungan ini memanfaatkan potensi digital yang terus meningkat dan mencerminkan keberlanjutan komitmen Equinix dalam melayani masyarakat Indonesia dengan kapasitas skala besar untuk memenuhi kebutuhan komputasi, penyimpanan, dan edge data center.”

Presiden Direktur Astra Djony Bunarto Tjondro yang mengungkapkan bahwa kolaborasi ini didasarkan pada pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dan fokus Astra dalam mempercepat transformasi digitalnya.

“Dengan penyediaan layanan data center komprehensif, semakin terintegrasi, modern, mudah diakses, dan dijalankan dengan semangat dan prinsip keberlanjutan, kami berharap perusahaan patungan ini akan memperkuat infrastruktur pusat data dan membantu para pelaku bisnis di Indonesia,” ujarnya.

Pasar pusat data di Indonesia

Indonesia menjadi salah satu pasar layanan pusat data colocation yang menjanjikan di Asia Tenggara. Dengan ragam inisiatif terkait transformasi digital, kebijakan pemerintah yang mendukung adopsi teknologi digital, dan peningkatan konektivitas dan infrastruktur jaringan negara, pasar ini diperkirakan akan terus tumbuh.

Salah satunya adalah program pemerintah Indonesia yang menargetkan setidaknya 30 juta usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk dapat go digital pada tahun 2024Selain itu, program transformasi digital nasional Indonesia juga telah menciptakan sebuah kerangka pembangunan ekonomi dan kebutuhan atas infrastruktur digital.

Berdasarkan laporan Uncover 2022: Southeast Asia Cloud Economy yang dipublikasi oleh Twimbit, pasar colocation Indonesia diperkirakan bernilai USD1,2 miliar pada tahun 2027. Dengan permintaan ritel yang signifikan untuk colocation, ditambah dengan meningkatnya aktivitas hyperscale, Indonesia diharapkan dapat menjadi pasar colocation ASEAN terbesar pada 2027.

Pertumbuhan pasar colocation di Asia Tenggara. Sumber: Twimbit

 

 

 

 

 

 

 

Tidak dapat dimungkiri bahwa Singapura menjadi negara yang memiliki pasar paling matang di Asia Tenggara, namun dari sisi CAGR, Indonesia hampir menggandakan CAGR Singapura dalam periode 2019-2022. Kematangan adopsi cloud di Singapura dapat berarti pasar akan segera mencapai puncaknya, tetapi negara-negara tetangga siap untuk pertumbuhan eksponensial.

Di Indonesia sendiri, setidaknya telah ada 62 pusat data di Indonesia pada 2020. Sebanyak 36% atau 22 pusat data tersebut dimiliki asing, dengan 11 pusat data dimiliki oleh Singapura. Singapura sendiri menjadi negara dengan jumlah pusat data terbanyak, yaitu 100 pusat data di periode yang sama.

Pada November 2022 lalu, pemerintah juga sudah memulai pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) di kawasan Deltamas, Cikarang, Jawa Barat. Kapasitas pusat data yang akan dibangun memiliki prosesor 25.000 core, dengan penyimpanan 40petabyte dan memori 200terabyte.

Anak usaha Astra Internasional, Astra Graphia pada November lalu juga telah mengumumkan rencananya untuk memperkuat bisnis pusat data di Indonesia. Perusahaan juga telah memiliki data center sendiri. Namun, saat ini masih digunakan untuk kebutuhan komersil yang diprioritaskan guna mendukung kinerja perusahaan seperti memberikan solusi cloud bagi pelanggan.

AWS Berencana Investasi 71 Triliun Rupiah dalam 15 Tahun, Memperkuat Bisnis “Cloud” di Indonesia

Amazon Web Services (AWS) mengumumkan telah resmi membuka Region Indonesia, yakni AWS Asia Pasifik (Jakarta) Region. Pembukaan Region baru ini sejalan dengan rencana AWS untuk berinvestasi sebesar $5 miliar atau sekitar 71 triliun Rupiah dalam 15 tahun ke depan di Indonesia.

Disampaikan pada media briefing secara virtual, Country Manager AWS Indonesia Gunawan Susanto mengatakan bahwa komitmen investasi di Tanah Air diproyeksi menciptakan sebanyak 24.700 pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam skala makro, ungkapnya, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region diestimasi dapat berkontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar $10,9 miliar atau sebesar Rp155 triliun.

Studi Dampak Ekonomi Indonesia / Sumber: Amazon Web Services (2021)

Pasalnya, Region ini akan memampukan para pengembang, startup, wirausaha, perusahaan berskala besar, pemerintahan, hingga organisasi nirlaba untuk bertransformasi dan melayani pelanggan melalui berbagai digital.

“Maka itu, AWS berupaya untuk provide kebutuhan ini dengan melakukan berbagai pelatihan skill demi memperkuat talent lokal. Ini semua akan mendukung [bisnis] AWS di Indonesia, making the Region ready untuk memberikan pelayanan yang baik di Indonesia,” ungkap Gunawan.

Memperkuat Region Jakarta

Saat ini, AWS memiliki 84 availability zone di 26 wilayah geografis di dunia, dan berencana menambah 24 availability zone serta delapan AWS Region lainnya tahun depan.

Untuk kawasan Asia Pasifik, beberapa lokasi Region AWS tersebar antara lain di AWS Asia Pacific (Sydney) Region untuk Australia, Asia Pacific (Mumbai) Region untuk India, Asia Pacific (Singapore) Region untuk Singapura, dan Asia Pacific (Osaka) Region untuk Jepang.

Region merupakan kumpulan beberapa data center yang memungkinkan pelanggan beroperasi dan menyimpan data secara digital di Indonesia. DI Indonesia, AWS Asia Pacific (Jakarta) Region tersebar di tiga zona yang lokasinya dirahasiakan.

Adapun, AWS Region terdiri dari availability zone yang terletak cukup jauh satu sama lain demi mendukung kelangsungan bisnis pelanggan, tetapi dekat untuk menyediakan latensi rendah bagi aplikasi dengan kebutuhan tinggi yang memanfaatkan beberapa availability zone.

VP of Infrastructure Services AWS Prasad Kalyanaraman menambahkan bahwa adopsi cloud dapat membuka kesempatan bagi institusi, startup, perusahaan, hingga pemerintahan untuk mentransformasikan bisnisnya. Terlebih, AWS menawarkan sejumlah keunggulan, mulai dari biaya dan latensi lebih rendah serta meningkatkan agility.

Cloud membuka kesempatan bagi berbagai organisasi terlepas dari skala dan jenis bisnisnya, untuk mentransformasikan kegiatan operasional dan menghadirkan pengalaman yang menyeluruh bagi pelanggan,” paparnya.

Sebagai informasi, AWS resmi membuka kantornya di Jakarta pada 2018. Namun, AWS mencatat telah membantu lebih dari 1.700 startup di Indonesia untuk membangun dan meningkatkan skala bisnisnya. Beberapa perusahaan yang menggunakan layanan AWS antara lain PT Pos Indonesia (Persero), Tokopedia, Halodoc, dan MNC Group.

Sebagaimana diketahui, adopsi digital meningkat signifikan sejak pandemi Covid-19 di 2020. Hal ini dikarenakan segala pusat aktivitas mulai dialihkan ke digital sejalan dengan upaya pembatasan interaksi sosial, seperti melalui kebijakan Work From Home (WFH) dan Home Learning.

Berdasarkan riset World Economic Forum, sebanyak 91,7% di Indonesia telah menerapkan kebijakan remote working, sebanyak 58,3% di antaranya mengalami peningkatan otomasi pekerjaan. Adapun, cloud computing menjadi salah satu teknologi yang paling banyak diadopsi selama pandemi, yakni sebesar 95%.

Princeton Digital Group to Pour 2.1 Trillion Rupiah for Data Center Expansion in Indonesia

Technology company Princeton Digital Group (PDG) is preparing an investment of $150 million or 2.1 trillion rupiah to strengthen the data center business in Indonesia. According to the plan, PDG will build a new data center (greenfield) named Jakarta Cibitung 2 (JC2) with a capacity of 22 megawatts (MW) on an area of ​​19,550 m2 in the same location.

PDG is a data center provider company in Asia based in Singapore. Currently, PDG has 19 data centers spread across five countries, including China, Japan, Singapore, India, and Indonesia within four years of its establishment. PDG is also building a flagship data center campus with a capacity of 100MW in Japan.

PDG’s Chairman and CEO, Rangu Salgame said the company intends to strengthen its position as a data center leader in Asia Pacific. It is due to Asia Pacific as the region with the largest data center in the world. In order to achieve this target, the company has relied on three strategies over the past four years, acquisitions, takeovers and upgrades, and the construction of new data centers.

“We continue to build a massive data center portfolio spread across key Asian markets. PDG has become an option for those who need hyperscale data storage in various countries. The PDG growth in Indonesia proven that this business is rapidly growing in our business partners’ important markets,” Salgame said.

PDG Indonesia’s Managing Director, Stephanus Tumbelaka added, this expansion is an effort to accommodate the growing data center needs, especially in the consumer, business and government sectors in the Greater Jakarta area. He also sees that this increasing need is also triggered by the growth of startups in Indonesia, which is among the fastest in Southeast Asia.

With the additional data center capacity, he expects to serve the needs of cloud, internet, and other sector companies that require large data center capacity with good flexibility and reliability.

“We see Jakarta as an attractive market, also Cibitung as the leading cloud cluster in the region. With the rapid digitization by the government and the private sector, the current market situation is important for PDG’s strategy,” Stephanus said.

PDG in Indonesia is located in five areas, including Greater Jakarta (Cibitung and Bintaro), Surabaya, Bandung, and Pekanbaru.

The growing collocation in Jakarta

Based on the Structure Research report, the market value of data center collocations in Jakarta reaches $215.6 million in 2020. With this market value, the CAGR rate of data center collocations in Jakarta is projected to reach 23.7% in 2025. Taking into account the data centers built in 2020, the market This collocation in the Indonesian capital is estimated to have a capacity of 72MW.

This projection sets Jakarta as a market with the need for a large-scale data center (hyperscale) in a short time. It is because Jakarta is the center of national economic activity, the basis of the central government, and large business enterprises.

Based on the report, collocation is considered to be the right option for developing countries, such as Indonesia, aiming for efficiency in managing their business. Meanwhile, East and Central Jakarta are noted to have the most established data center clusters compared to other areas.

With the uneven distribution of internet infrastructure in Indonesia, Structure Research says that all online activities will rely heavily on large-scale cloud services, and the infrastructure must also be connected to data center facilities.

Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research

This report reveals that large-scale cloud infrastructure and collocation services in Jakarta are still in their early stages. This condition eventually prompted a number of foreign players, such as Alibaba Cloud and Google Cloud, to enter this segment.

Alibaba Cloud was listed as the first hyperscale platform to arrive in Jakarta market in 2018, while Google Cloud brought their first regional cloud service to Jakarta in 2020.

“In the 2020-2021 period, we will see a large-scale aggressive expansion of Alibaba and Google in expanding their cloud infrastructure in Indonesia,” as stated in the report.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Princeton Digital Group Siapkan 2,1 Triliun Rupiah Ekspansi Data Center ke Indonesia

Perusahaan teknologi Princeton Digital Group (PDG) menyiapkan investasi sebesar $150 juta atau sebesar 2,1 triliun rupiah untuk memperkuat bisnis data center di Indonesia. Rencananya, PDG akan membangun data center baru (greenfield) bernama Jakarta Cibitung 2 (JC2) dengan kapasitas sebesar 22 megawatt (MW) pada lahan seluas 19.550 mdi lokasi yang sama.

PDG merupakan perusahaan penyedia data center di Asia yang berbasis di Singapura. Saat ini, PDG memiliki 19 data center yang tersebar di lima negara, yakni Tiongkok, Jepang, Singapura, India, dan Indonesia dalam kurun waktu empat tahun sejak pertama kali berdiri. PDG juga membangun kampus pusat data unggulan berkapasitas 100MW di Jepang.

Chairman dan CEO PDG Rangu Salgame mengatakan, perusahaan ingin memperkuat posisinya sebagai pemimpin data center di Asia Pasifik. Pasalnya, saat ini Asia Pasifik menjadi kawasan dengan pusat data terbesar di dunia. Untuk mencapai target ini, perusahaan mengandalkan tiga strategi sejak empat tahun terakhir ini, yakni akuisisi, pengambilalihan dan peningkatan, dan pembangunan pusat data baru.

“Kami terus membangun portofolio data center yang masif dan tersebar di seluruh pasar utama Asia. PDG telah menjadi mitra pilihan bagi mereka yang membutuhkan penyimpanan data berskala besar (hyperscale) di berbagai negara. Pertumbuhan PDG di Indonesia menjadi bukti bisnis ini berkembang pesat di pasar penting mitra bisnis kami,” ujar Salgame.

Managing Director PDG Indonesia Stephanus Tumbelaka menambahkan, ekspansi ini merupakan upaya untuk mengakomodasi kebutuhan data center yang terus meningkat, terutama di sektor consumer, bisnis, dan pemerintah di kawasan Jabodetabek. Ia juga melihat meningkatnya kebutuhan ini turut dipicu oleh pertumbuhan startup di Indonesia, yang mana termasuk paling cepat di Asia Tenggara.

Dengan penambahan kapasitas data center, pihaknya berharap dapat melayani kebutuhan perusahaan penyedia cloud, internet, dan sektor lain yang membutuhkan kapasitas data center yang besar dengan fleksibilitas dan keandalan yang baik.

“Kami melihat Jakarta sebagai pasar yang menarik, ditambah Cibitung sebagai cluster cloud unggulan di kawasan ini. Dengan pesatnya digitalisasi oleh pemerintah maupun swasta, situasi pasar saat ini menjadi penting bagi strategi PDG,” ungkap Stephanus.

PDG di Indonesia tersebar di lima area, antara lain Jabodetabek (Cibitung dan Bintaro), Surabaya, Bandung, dan Pekanbaru

Peningkatan kolokasi di Jakarta

Berdasarkan laporan Structure Research, nilai pasar kolokasi data center di Jakarta mencapai $215,6 juta di 2020. Dengan nilai pasar ini, tingkat CAGR kolokasi data center di Jakarta diproyeksikan mencapai 23,7% di 2025. Memperhitungkan data center yang dibangun di 2020, pasar kolokasi di ibukota Indonesia ini diestimasi memiliki kapasitas sebesar 72MW.

Proyeksi ini turut menjadikan Jakarta sebagai pasar dengan kebutuhan data center berskala besar (hyperscale) dalam waktu cepat. Hal ini karena Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi nasional, basis pemerintah pusat, dan bisnis enterprise besar.

Menurut laporan ini, kolokasi dinilai menjadi opsi tepat bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia, yang menginginkan efisiensi dalam mengelola bisnis. Adapun, Jakarta Timur dan Pusat tercatat memiliki kluster data center paling mapan dibandingkan area lainnya.

Dengan kondisi infrastruktur internet yang belum merata di Indonesia, Structure Research menyebut seluruh aktivitas online akan sangat mengandalkan layanan cloud berskala besar, dan infrastrukturnya juga harus terhubung dengan fasilitas data center.

Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research
Nilai pasar kolokasi data center di Jakarta (dalam jutaan dolar AS) / Structure Research

Laporan ini mengungkap bahwa infrastruktur cloud berskala besar dan layanan kolokasi di Jakarta masih terbilang di tahap awal. Kondisi ini akhirnya mendorong sejumlah pemain asing, seperti Alibaba Cloud dan Google Cloud, untuk masuk ke segmen ini.

Alibaba Cloud tercatat sebagai hyperscale platform pertama yang masuk ke pasar Jakarta di 2018, sedangkan Google Cloud membawa layanan cloud regional mereka pertama kali ke Jakarta di 2020.

“Pada periode 2020-2021, kita akan melihat ekspansi agresif berskala besar dari Alibaba dan Google dalam memperluas infrastruktur cloud mereka di Indonesia,” ungkap laporan tersebut.

Bisnis Pusat Data di Indonesia Makin Dilirik, Perusahaan Singapura Ambil Alih Saham Indonet

Perusahaan penyedia pusat data asal Singapura Digital Edge Holdings menambah kepemilikan saham sebanyak 47% di perusahaan IT lokal Indonet. Digital Edge kini menjadi pemegang saham pengendali di Indonet dengan kepemilikan 59,1%.

Sebanyak 47% saham yang dibeli ini adalah milik dari Toto Sugiri, Han Arming Hanafia, Bing Moniaga, Marina Budiman, Sanjaya, Halim Soelistio, Augustinus Haryawirasma, dan Sudjiwo Husodo. Saham-saham tersebut dibeli pada harga Rp10.495 per lembar, sehingga total nilai transaksi ini bernilai Rp1,99 triliun.

Digital Edge Limited merupakan pemegang saham lawas di Indonet dengan kepemilikan 12,1%.

Komisaris Utama Indonet Toto Sugiri menyatakan antusiasme yang tinggi terhadap kedatangan Digital Edge, yang telah diakui secara industri global karena pengalamannya.

“Saya menyambut kerja sama ini dengan antusiasme yang tinggi mengingat Digital Edge memiliki pengetahuan global mengenai industri data center, hubungan baik dengan customer regional maupun global, serta akses pendanaan yang kuat didukung oleh PE global, yaitu Stonepeak Infrastructure Partners [..],” ucapnya mengutip dari Investor.id.

Ke depannya, Indonet akan terus melakukan proyek ekspansi data center, seiring pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia. Saat ini Indonet sedang fokus pada layanan yang tengah dikembangkan, yakni EDGE Data Center dan HyperScale Connex (HSX) untuk memberikan solusi multi konektivitas tanpa batas antar beragam penyedia data center, serta cloud.

Didirikan pada 1994, Indonet menawarkan sejumlah layanan seperti pusat data, solusi multi-connectivity, dan layanan cloud. Perusahaan juga merupakan official partner dari Alibaba Cloud.

Pada awal Februari 2021, Indonet melantai di BEI dan berhasil mengantongi dana segar sebesar Rp595,97 miliar. Sebanyak 90% dana tersebut digunakan untuk tambahan modal anak usahanya PT Ekagrata Data Gemilang yang sedang membangun Edge Data Center (EDc), dan lainnya.

DCI Indonesia

Toto Sugiri juga merupakan Direktur Utama dan pemegang saham DCI Indonesia, perusahaan penyedia data center lokal, digandeng oleh Anthoni Salim untuk membangun kompleks hyperscale data center park dengan standar global, bernama H2. Pusat data ini berlokasi di Pertiwi Lestari Industrial Park di Karawang dengan jarak tempuh 47 km dari Jakarta.

Pengumuman ini dikabarkan selang beberapa hari setelah masuknya pengusaha dan konglomerat lokal Anthoni Salim yang membeli saham DCI Indonesia hingga Rp1 triliun. Anthoni membeli saham ini secara personal, bukan secara grup.

“ Seperti yang kami laporkan ke regulator bahwa ini investasi strategis. Kalau kita lihat saham kita yang dibeli pak Anthoni Salim itu pribadi, bukan Grup Salim,” ujar Toto seperti yang dikutip dari Kompas.com, Senin (7/6).

H2 disandang-sandang menjadi kompleks data center terbesar di Asia Tenggara dengan luas puluhan hektar. Di sana akan memiliki kapasitas data center hingga ratusan megawatt (MW) dengan pembangunan yang akan dilaksanakan dalam beberapa tahap.

H2 didesain dengan standar internasional menggunakan spesifikasi Tier 3 dan Tier 4 yang didukung multiple konektivitas fiber optic dan dua pembangkit listrik. Tak hanya itu, H2 dibangun dengan konsep green data center yang dioperasikan dengan energi terbarukan dari solar panel farm.

Sebelum melakukan kerja sama ini, Anthoni menjalin kerja sama dengan IndoKeppel dan investasi di CBN.

Pada Senin (14/6) telah dilakukan topping off dari gedung data center pertama H2. Gedung ini memiliki 10 lantai dengan enam lantai di antaranya adalah ruang data dengan total kapasitas 3 ribu rack, serta kapasitas total daya listrik 15 MW. Pembangunan gedung ini telah dimulai pada Q4 2020. Topping off ini menandai bahwa kegiatan konstruksi memasuki tahap akhir dan diperkirakan selesai pada Q4 2021.

Gambar header: Depositphotos.com

LOGOS dan Pure Data Centres Segera Ramaikan Persaingan Bisnis Pusat Data di Indonesia

Bisnis data center atau pusat data di Indonesia akan diramaikan pemain baru. Kini giliran LOGOS dan Pure Data Centres yang tengah memulai pembangunan pusat data di Jakarta. Bangunan seluas 20 ribu meter persegi berdaya 20-megawatt ini ditargetkan siap beroperasi pada Q1 2022 mendatang.

Kedua perusahaan melihat adanya kesempatan di tengah pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang sangat pesat. Seperti diketahui, LEGOS merupakan perusahaan pengembang (properti) yang fokus pada industri logistik yang telah beroperasi di Asia Pasifik, termasuk Indonesia. Sementara Pure Data Centres perusahaan global yang fokus mendesain, mendirikan, dan mengoperasikan pusat data.

“Pertumbuhan signifikan pusat data di Indonesia didorong pertumbuhan online commerce, di samping kebutuhan infrastruktur layanan cloud untuk mendukung ekspansi bisnis dan kebutuhan klien mereka. Properti logistik yang ada, dalam banyak kasus, sangat cocok untuk mengakomodasi perpaduan daya dan konektivitas serat jaringan yang mendukung bisnis pusat data,” ujar Managing Director LEGOS Stephen Hawkins.

Pusat data yang akan dihadirkan adalah hyperscale, untuk memungkinkan pengguna mudah dalam meningkatkan skala (kapasitas infrastruktur yang dilanggan). Hal ini sekaligus untuk menunjang kebutuhan dari penyedia layanan komputasi awan dan pelanggan co-location (layanan penitipan komputer server privat di lingkungan pusat data).

Perkembangan bisnis pusat data di Indonesia

Dari data yang dihimpun ReportLinker, nilai pasar pusat data di Indonesia mencapai $1,7 miliar di 2020 dan diproyeksikan mencapai $3,3 miliar pada 2026 mendatang. Besarnya potensi pertumbuhan pasar, para pemain lokal pun tak mau kalah bersaing dan berupaya menghadirkan layanan berstandar global.

Ada beberapa pemain dari kalangan korporasi yang bermain di ranah ini, di antaranya MidPlaza Holding dengan Biznet DataCenter yang saat ini memiliki tiga titik lokasi di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali — rencananya akan menghadirkan infrastruktur pusat data baru di Yogyakarta pada akhir 2021. Bisnis mereka juga didukung layanan komputasi awan Biznet Gio yang menyasar kalangan pebisnis di berbagai skala, termasuk startup dan UKM.

Perusahaan pelat merah Telkom juga bermain di sana, bahkan baru-baru ini mereka sesumbar akan segera menuntaskan pembangunan tahap akhir salah satu unit pusat data hyperscale (tier 3 dan 4). Seperti diketahui, pusat data terbagi ke dalam empat level, yakni tier 1 s/d 4 didasarkan pada kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki, termasuk di dalamnya standardisasi infrastruktur.

Beberapa inisiatif pengembangan bisnis pusat data lain juga terus digodok. Terbaru ada Anthoni Salim yang masuk bekerja sama dengan PT DCI Indonesia Tbk; konglomerat lainnya dari grup Djarum hingga Lippo juga berancang-ancang masuk ke vertikal ini. Ada juga pemain asal Singapura “Digital Edge” yang hendak masuk ke Indonesia dengan mengakuisisi saham Indonet.

Di lain sisi, pemain global lainnya juga berbondong-bondong hadir ke sini. Terbaru Tencent resmikan pusat data di kawasan CBD Jakarta pada April 2021 lalu. Sebelumnya Alibaba, Amazon, Google, dan Microsoft juga lakukan inisiatif yang sama — mengalokasikan dana triliunan Rupiah untuk pengembangan pusat data di Indonesia.

Gambar Header: Depositphotos.com

Nvidia Umumkan Grace, CPU Berbasis ARM Pertamanya untuk Data Center

Saat Nvidia mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi ARM tahun lalu, banyak yang menilai langkah tersebut sebagai upaya Nvidia untuk merebut pangsa pasar di segmen chipset smartphone. Namun kala itu Jen-Hsun Huang (CEO Nvidia) menjelaskan bahwa yang bakal menjadi fokus mereka dalam waktu dekat justru adalah di bidang data center dan cloud.

Beliau rupanya tidak asal bicara. Nvidia baru saja memperkenalkan CPU berbasis ARM anyar yang mereka juluki Grace, diambil dari nama salah satu pionir dunia pemrograman komputer, Grace Hopper. Grace merupakan CPU pertama Nvidia yang dirancang untuk digunakan di komputer-komputer server pada sebuah data center, kurang lebih sama seperti lini CPU Intel Xeon maupun AMD EPYC.

Alasan mereka merancang Grace sebenarnya cukup sederhana. Nvidia membutuhkan CPU server yang mendukung interface NVLink, yang memungkinkan komunikasi antara CPU dan GPU dalam kecepatan yang sangat tinggi (minimal 900 GB/s), jauh di atas yang interface PCI Express tawarkan saat ini (kurang lebih 30x lebih cepat).

Dengan bandwith sekaligus kecepatan yang amat tinggi yang Grace tawarkan, Nvidia pun memandangnya sebagai CPU yang paling ideal untuk ditandemkan dengan generasi selanjutnya dari GPU kelas server buatan mereka. Untuk menggambarkan kinerja komputer server yang menggunakan Grace secara keseluruhan, Nvidia memakai skenario melatih sistem natural-language processing dengan satu triliun parameter.

Menurutnya, pekerjaan ini dapat dilakukan dengan kecepatan 10x lebih tinggi daripada jika menggunakan lini komputer server besutan mereka saat ini, yakni Nvidia DGX yang mengandalkan CPU berbasis arsitektur x86.

Anggap saja sekarang kita membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk melatih suatu sistem natural language processing. Dengan Grace, waktu yang diperlukan bisa dipangkas hingga menjadi tiga hari saja. Tidak heran apabila kemudian Nvidia langsung mendapatkan klien besar meski Grace sendiri sebenarnya baru akan dirilis di tahun 2023.

Ilustrasi superkomputer Alps / Nvidia
Ilustrasi superkomputer Alps / Nvidia

Klien yang dimaksud adalah Swiss National Supercomputing Centre (CSCS), yang saat ini tengah membangun sebuah superkomputer AI bernama Alps. Prediksinya, Alps bakal menjadi superkomputer dengan performa AI tercepat (20 exaflop) saat sudah rampung dibangun di tahun 2023 nanti.

Selain itu, Nvidia juga sudah punya niatan untuk menggunakan Grace pada Atlan, sebuah chipset baru yang Nvidia rancang untuk mobil kemudi otomatis, yang estimasinya bakal hadir di tahun 2025.

Apa yang Nvidia lakukan ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dari Apple. Apple, seperti yang kita tahu, memutuskan untuk merancang sendiri prosesor laptop berbasis ARM karena tidak puas dengan keterbatasan yang mereka jumpai pada prosesor berbasis arsitektur x86. Nvidia juga demikian, hanya saja konteksnya untuk komputer server ketimbang consumer.

Sumber: Engadget dan AnandTech.

Tencent Launches Data Center in Indonesia, to Stir up Competition of Local Cloud Computing

Tencent Cloud announced its first data center (named: Internet Data Center) in Indonesia located in the CBD ​​Jakarta. Currently, the company said that its cloud computing service infrastructure covers 27 regions with 61 availability zones.

Its expansion to Indonesia is not for random reason, with the fastest growing public cloud market in Asia Pacific based on the data, Indonesia has a CAGR of 25% and is expected to increase its market size to $0.8 billion in 2023.

Tencent Cloud International’s SVP, Poshu Yeung said that its young-domination of population structure is believed to continue driving the increase of the internet market. The existence of cloud computing services will also strengthen the infrastructure in various Tencent-owned applications in Indonesia, including Joox and WeTV.

In addition, the company also stated that several financial institutions have started using their cloud computing services, one of which is the Neo Commerce Bank which utilizes the Tencent Distributed Database feature.

Trend of building data center

Previously, in late February 2021, Microsoft has just announced its first data center in Indonesia. Based on the IDC research, Microsoft’s investment is estimated to generate new revenue of up to $6.3 billion (for all product lines) from the ecosystem of customers and partners in Indonesia.

Other players have also started investing in building data centers in Indonesia, including Alibaba, Amazon and Google.

Previously, various parties – including regulators – have encourage global technology companies to plant data centers in Indonesia. Although it has experienced a long delay due to inadequate infrastructure and human resources. However, along with the growing national digital industry, which implies an increase in cloud computing services, these global providers have decided to present their data center and availability zone in Indonesia.

Local players pride

Some local companies also offer cloud computing products to support digital businesses. There is Telkomsigma (a subsidiary of Telkom), recently they have also entered the SME scale market through the Flou Cloud service. There is also Biznet Gio which strives to penetrate the market.

Recently, along with the launch of a new feature specifically for SMEs, Biznet Gio announced its third data center located in Banten. Was build to fulfill customers’ need that requires high availability features as well as data storage in more than one data center. The first and second data centers are in Jakarta (MidPlaza) and West Java (Technovillage, Cimanggis).

In additon, Init-6 has recently provided IDR72 billion in seed funding to IDCloudHost, a public cloud computing service provider for SMEs in Indonesia.

It is clear that local players can have a strong unique value proposition – both in terms of their understanding of the local market, the need for regulation, and strong infrastructure fundamentals. Biznet Gio also stated, with their infrastructure capabilities, they claim to be able to provide connectivity between data centers through a closed network (private network) of 10 Gbps without passing through the internet network, which is provided without additional fees or additional installation to customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar Header: Depositphotos.com

Tencent Resmikan Pusat Data di Indonesia, Ramaikan Persaingan Pasar Komputasi Awan Lokal

Tencent Cloud mengumumkan telah meluncurkan pusat data (dinamai: Internet Data Center) pertamanya di Indonesia yang berlokasi di kawasan CBD Jakarta. Saat ini perusahaan menyampaikan, infrastruktur layanan komputasi awan mereka telah mencakup 27 wilayah dengan 61 zona ketersediaan.

Ekspansinya ke tanah air bukan tanpa alasan, dari data yang disampaikan Indonesia menjadi pasar public cloud yang memiliki pertumbuhan tercepat di Asia Pasifik dengan CAGR 25% dan diharapkan bisa meningkat ukuran pasarnya menjadi $0,8 miliar pada 2023 mendatang.

SVP Tencent Cloud International Poshu Yeung menyampaikan, struktur populasi yang didominasi kalangan pemuda diyakini akan terus mendorong peningkatan pasar internet. Kehadiran layanan komputasi awan tersebut juga akan memperkuat infrastruktur di berbagai aplikasi milik Tencent di Indonesia, termasuk Joox dan WeTV.

Selain itu perusahaan juga menyampaikan, beberapa institusi finansial juga sudah mulai mencicipi layanan komputasi awan mereka, salah satunya Bank Neo Commerce yang memanfaatkan fitur Tencent Distributed Database.

Ramai-ramai bangun pusat data

Sebelumnya akhir Februari 2021 lalu, Microsoft juga baru mengumumkan pendirian pusat data pertamanya di Indonesia. Dari hasil penelitian firma riset IDC yang disampaikan, investasi Microsoft ini ditaksirkan bisa menghasilkan pendapatan baru hingga $6,3 miliar (untuk semua lini produk) dari ekosistem pelanggan dan mitra yang ada di Indonesia.

Pemain lain yang juga sudah mulai menggelontorkan investasi untuk membangun pusat data di Indonesia adalah Alibaba, Amazon, dan Google.

Sebelumnya berbagai pihak –termasuk regulator—memang terus mendorong para perusahaan teknologi global untuk menghadirkan pusat datanya di Indonesia. Sempat tertunda lama dengan alasan infrastruktur dan sumber daya manusia yang belum memadai. Namun seiring dengan industri digital nasional yang bertumbuh –berimplikasi pada peningkatan layanan komputasi awan—membuat para provider global tersebut memutuskan untuk menghadirkan pusat data dan zona ketersediaannya di Indonesia.

Pemain lokal tak mau kalah

Beberapa perusahaan lokal juga tawarkan produk komputasi awan untuk mendukung bisnis digital. Ada Telkomsigma (anak usaha Telkom), baru-baru ini mereka juga masuk ke pasar skala UKM lewat layanan Flou Cloud. Kemudian ada juga Biznet Gio yang terus melakukan penetrasi pasar.

Baru-baru ini, bebarengan dengan peluncuran fitur baru khusus untuk UKM, Biznet Gio mengumumkan pusat data ketiganya yang berlokasi di Banten. Didirikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang memerlukan fitur ketersediaan (availability) yang tinggi serta penyimpanan data pada lebih dari satu pusat data. Pusat data pertama dan kedua berada di Jakarta (MidPlaza) dan Jawa Barat (Technovillage, Cimanggis).

Belum lama ini Init-6 juga baru memberikan pendanaan awal 72 miliar Rupiah ke IDCloudHost, penyedia layanan komputasi awan publik untuk UKM di Indonesia.

Jelas pemain lokal bisa memiliki proposisi nilai unik yang kuat – baik terkait pemahaman mereka dengan pasar lokal, kebutuhan atas regulasi, dan fundamental infrastruktur yang kuat. Salah satunya seperti disampaikan Biznet Gio, dengan kapabilitas infrastruktur yang dimiliki mereka mengklaim bisa menyediakan konektivitas antar pusat data melalui jaringan tertutup (private network) sebesar 10 Gbps tanpa melewati jaringan internet, yang diberikan tanpa biaya tambahan ataupun instalasi tambahan kepada pelanggan.

Gambar Header: Depositphotos.com