[Hands-on] Sony RX0 II; Ultra Camera Spesialis untuk Nge-Vlog

Pada acara bertajuk ‘Vlog With Sony‘ di Art Science Museum, Singapura – 26 Maret 2019, Sony telah mengumumkan premium ultra-compact camera RX0 II. Keunikannya ialah panel LCD RX0 II ini dapat dimiringkan hingga 180 derajat ke atas dan 90 derajat ke bawah.

Dimensinya sangat kecil seukuran action camera, 59×40.5×35 mm dengan bobot 132 gram. Namun, Sony tidak mau RX0 II disebut action camera melainkan ultra camera. Kenapa?

Satu hal yang ditekankan oleh Sony ialah kualitas. RX0 II dispesialisasikan sebagai equipment videography, baik untuk para videografer profesional sebagai solusi multi-camera maupun untuk para vlogger atau content creator yang ingin meningkatkan kualitas kontennya.

Sony-RX0-II

Satoshi Hatano, General Manager Digital Imaging Group, Sony Imaging Product & Solutions mengakui bahwa kamera ini mungkin bukan pilihan yang paling ekonomis. Akan tetapi, Sony mengembangkan sensor gambar sendiri dan semua pengembangan komponennya dilakukan secara mandiri. Sebab itu, Sony bisa mengemas teknologi terbaru ke dalam body sekecil ini.

Ia menambahkan bahwa Sony RX0 II memiliki fitur multi-camera shot, di mana kita bisa menggabungkan lima unit kamera untuk merekam suatu adegan. Hal ini yang membuatnya sangat berbeda dari action camera dan mungkin ini juga salah satu alasan mengapa Sony enggan mengkategorikannya sebagai action camera.

Spesifikasi Sony RX0 II

Bagian inti dari Sony RX0 II ialah image sensor 1.0-type stacked 15.3MP dan dan prosesor Sony BIONZ X. Hadir dengan lensa fix wide-angle ZEISS Tessar T* 24mm, aperture f4.0, jarak fokus minimum 20cm, dan rentang ISO 80-12800.

Untuk still photography, RX0 II mendukung shutter speed hingga 1/32000s, anti-distortion shutter hingga 16fps continuous shooting, dan Eye AF. Hasil fotonya, bisa disimpan di Jpeg dalam kualitas extra fine atau standar.

Produk ini bisa dibilang merupakan cara Sony dalam merespon naiknya penggunaan smartphone untuk membuat konten video. Meski begitu bagi Sony smartphone itu bukan kompetitor, tetapi sebagai pelengkap user experience.

Sebab itu, Sony melengkapi RX0 II dengan konektivitas yang lengkap agar bisa terhubung dengan smartphone. Baik itu untuk fungsi remote control maupun mengirim hasil foto dan videonya secara instan ke smartphone.

Dirancang untuk Videografer dan Vlogger

Sony-RX0-II

Saya berkesempatan menjajal Sony RX0 II pada acara ‘Vlog With Sony’ di Singapura. Unit RX0 II yang saya coba berpasangan dengan shooting grip model VCT-SGR1, mereka sangat serasi.

Shooting grip ini tak hanya memberikan pegangan yang mantap, tapi juga dibekali tombol untuk memotret, merekam video, dan melakukan zooming dengan mudah. Namun Anda harus menghubungkan shooting grip ini ke kamera melalui port multi atau microUSB.

Begitu panel layar RX0 II saya putar 180 derajat, saya dapat melihat dengan jelas apa yang saya rekam. Bagaimana soal audio? Ada port 3.5mm untuk menggunakan mikrofon eksternal. Jadi, kebutuhan dasar untuk aktivitas nge-vlog sudah terpenuhi.

Berikutnya, Sony RX0 II memiliki fitur internal recording 4K/30p full pixel readout tanpa pixel binning untuk mendapatkan footage yang berkualitas dalam format XAVC S dan bit rate 100 Mbps, serta XAVC S HD 1080p hingga 120 fps. Lengkap dengan dukungan picture profile yang menyuguhkan fleksibilitas dalam pengolahan pasca produksi seperti color grading.

Body Ringkas dan Solid

Sony-RX0-II

Bila shooting grip dilepas, saya benar-benar bisa menyisipkan Sony RX0 II ke saku celana – memang seringkas itu dimensinya. Walaupun mungil, RX0 II memiliki kontruksi yang terbilang tangguh, sehingga dapat digunakan di berbagai kondisi lingkungan yang sulit.

Sony-RX0-II

Body-nya waterproof (tahan air) yang bisa diajak menyelam 10 meter, shock resistant (tahan goncangan) hingga ketinggian 2 meter, crushproof (tahan benturan) hingga berat 200 kg, dan rustproof (anti karat).

Sony-RX0-II

Beralih ke menu kameranya, saya agak sedikit kaget karena antarmukanya sama persis dengan kamera mirrorless Sony. Menu dan ukuran font-nya pun sangat kecil, parahnya layarnya belum mendukung touchscreen. Di sektor UI, Sony jelas harus memperbaikinya di masa mendatang.

Sony-RX0-II

Jadi, untuk menjelajah menu Anda bisa menggunakan tombol navigasi kanan (juga untuk shortcut FN) dan kiri (juga untuk shortcut mode pengambilan gambar) yang ada di bawah layar bersama tombol menu.

Sony-RX0-II

Sementara, di sisi kanan ada tombol navigasi atas (sekaligus display) dan bawah (sekaligus play back), serta tombol tengah atau enter. Lalu, di sisi kanan layar ada port HDMI, port Multi, slot microSD, dan input mikrofon 3.5mm.

Bagian muka ada lensa Zeiss tessar T* 4/24, lengkap dengan keterangan RX0 II. Kemudian, sebelah kanan ada logo Zeiss dan sebelah kiri slot baterai tipe NP-BJ1 700 mah. Bagian atas ada tombol power dan tombol recording video. Soket untuk tripod ada di bagian bawah.

Verdict

Sony-RX0-II

Meski secara langsung ditujukan sebagai equipment for vlogging, Sony RX0 II adalah ultra camera yang bisa digunakan oleh videografer untuk produksi konten yang lebih serius. Misalnya, sebagai solusi multi camera yang praktis dan dapat menjakau di tempat yang sulit.

Harus diakui, capability Sony RX0 II memang luar biasa. Tapi menurut saya, Anda harus memiliki gear utama terlebih dahulu sebelum melirik RX0 II. Bagi vlogger atau content creator, RX0 II menawarkan kualiatas dan portability, serta tidak mencolok ketika vlogging di depan umum.

Belum diketahui kapan Sony RX0 II masuk Indonesia, mungkin bulan April ini? Di global Sony RX0 II dibanderol US$699 atau sekitar Rp9,9 juta. Kita tunggu saja tanggal mainnya.

Leica Q2 Mendarat di Indonesia, Pocket Camera Bersensor Full Frame 47,3MP

Sebagai seorang penggemar fotografi, saya amat antusias mencoba berbagai jenis kamera baru dari brand berbeda. Saya sudah me-review Sony Alpha A7 III, Panasonic Lumix DC-GH5, Canon EOS R, hands-on Fujifilm GFX 50R, dan banyak lagi.

Hari ini, saya datang ke acara peluncuran Leica Q2. Leica Store Indonesia membanderol pocket camera dengan sensor full frame beresolusi 47,3-megapixel ini seharga Rp81,9 juta dan mulai tersedia tanggal 19 Maret 2019.

Leica-Q2

Jelas saya tidak bisa membandingkan kamera Leica ini dengan kamera buatan pabrikan kamera asal Jepang yang berlomba-lomba dalam mengadopsi teknologi kamera. Tapi, saya percaya tiap brand kamera memiliki nilai-nilai yang membedakan satu dengan yang lainnya.

Easy to Use

Leica-Q2

Saya hanya sebentar mencoba Leica Q2, karena unit demonya hanya satu dan harus bergantian dengan yang lain. Dari sisi tampilan, desain Leica Q2 amat detail, klasik tapi sangat berkelas.

Build quality-nya terasa sangat solid dengan sasis magnesium yang weather resistant (IP52). Body dan lensanya dilengkapi dengan perlindungan terhadap debu (dust) dan cipratan air (splash).

Leica-Q2

Pengoperasiannya pun simple, ada dua cara untuk menetapkan titik AF yaitu lewat layar sentuh 3 inci yang beresolusi 1,04 juta dot atau menggunakan tombol navigasi d-pad empat arah.

Di sebelah kiri layar terdapat tiga tombol yaitu Play, FN, dan Menu. Kemudian ada tombol programmable di ujung kanannya. Sementara, di atas ada dua kenop untuk mengatur exposure.

Menariknya, dengan menekan tombol Menu sekali maka akan muncul menu ‘Favorit’ yang terdapat 15 shortcut yang bisa disesuaikan. Bila menekannya dua kali akan muncul menu utama.

Leica-Q2

Electronic viewfinder-nya (EVF) menggunakan panel OLED beresolusi 3,68 juta dot dengan pembesaran 0,76x. Kenop dioptri disamping EVF harus ditekan sebelum bisa diputar untuk mencegah perubahan yang tidak disengaja.

Lensa Fix 28mm

Leica-Q2

Inti dari Leica Q2 adalah sensor full frame 47,3-megapixel dan lensa fix Summilux 28mm f1.7 APH. Lensa terdiri dari 11 elemen dalam 9 grup, dengan 3 elemen aspherical dan optical stabilized.

Dibantu dengan prosesor Maestro II yang mampu menjepret tanpa henti 10 fps dengan mechanical shutter dan hingga 20 frame dengan electronical shutter. Kecepatan auto focus-nya 0,15s dan sensitivitasnya berada di rentang ISO 50 hingga 50.000.

Leica-Q2

Bagi yang membutuhkan fleksibilitas lebih dalam mengatur komposisi foto, Leica Q2 memiliki crop mode yang memungkinkan kita untuk memotret dengan pilihan focal length 35mm (30MP), 50mm (15MP), dan 75mm (6,6MP). Berkat resolusinya yang tinggi, kualitas hasil fotonya pun tetap terjaga baik.

Leica-Q2
Ambassador Leica, Mario Wibowo/ Foto: Lukman Azis

Saya tidak bisa mencoba Leica Q2 berlama-lama karena keterbatasan unit. Tapi, saya melihat jepretan dari salah satu ambassador Leica, Mario Wibowo yang ditampilkan di sana, hasilnya memang mengundang decak kagum, tajam dan warnanya begitu khas.

Perekam Video 4K

Leica-Q2

Untuk sekedar mengambil footage, Leica Q2 mampu merekam video 4K pada 24 fps atau 30 fps. Serta, video slow-motion 120 fps pada resolusi Full HD. Perlu diketahui, Leica Q2 tidak memiliki port audio untuk mencapkan mikrofon eksternal.

Daya tahan baterainya 30 persen lebih baik dari Leica Q, dari 250 shot menjadi 370 shot. Kamera ini sudah dilengkapi konektivitas WiFi dan Bluetooth, hasil jepretannya bisa dikirim ke smartphone dengan mudah menggunakan aplikasi Leica Fotos.

Verdict

Leica-Q2

Saya perlu menghabiskan lebih banyak waktu dengan Leica Q2 untuk lebih memahami nilai-nilai yang ditawarkan, tapi saya harus mengantri lama untuk peminjaman unit review-nya. Kesan awal saya, Leica Q2 menawarkan kemudahan untuk mendapatkan foto berkualitas secara instan.

Buat fotografer profesional, kamera ini mungkin bakal merepotkan bila dijadikan kamera utama tapi sempurna sebagai kamera kedua. Harganya yang mencapai Rp81,9 juta, target pasarnya memang lebih segmented. Cocoknya untuk siapa ya?