Peluang OneAset sebagai Platform Investasi Satu Pintu Besutan Grup Akulaku

Akulaku Group resmi memperkenalkan layanan wealthtech terbaru “OneAset”, superapp khusus investasi. Aplikasi ini sejatinya mulai hadir sejak Februari 2022 untuk versi Android dan dilanjutkan versi iOS sebulan setelahnya. Ambisi yang ingin dicapai dari OneAset adalah memudahkan orang Indonesia untuk berinvestasi di satu tempat. Juga sebagai tempat edukasi literasi keuangan, manajemen keuangan, dan komunitas investasi.

Presiden Direktur OneAset Breggy Anderson mengatakan, ada berbagai macam aplikasi investasi di Indonesia saat ini, namun dari pengamatannya, masih banyak aplikasi yang hanya berfokus pada penjualan produk dan lebih menyasar pengguna yang sudah berpengalaman di dunia investasi.

“Di OneAset, kami ingin memenuhi kebutuhan investasi bagi kaum generasi muda dengan tampilan aplikasi yang bersahabat dan fun. Oleh karena itu, OneAset memberikan fitur Komunitas di mana para pengguna dan influencer keuangan bisa saling berinteraksi dan berbagi ilmu [..],” terang dia.

Melihat dari struktur manajemen di OneAset, diisi oleh orang-orang yang punya latar belakang kuat di dunia finansial. Breggy sebelumnya menjabat sebagai AVP of Investment Banking RHB Sekuritas and Vice President of Business Development Asetku. Berikutnya, terdapat Lisa Leonard yang menduduki posisi sebagai Business Solution Associate di KPMG Australia dan Assistant CEO di Asetku.

Di level komisaris, terdapat nama Masa Paskalis Lingga dengan pengalaman lama melintang di dunia perbankan dan fintech selama lebih dari 33 tahun. Posisi terakhir Masa sebelum bergabung di OneAset adalah Deputy CEO UangTeman dan Senior Advisor Financial Institution LinkAja. Lalu ada Gordon Wu yang sebelumnya menjabat sebagai CFO Asetku, bagian dari Akulaku Group.

Suguhkan produk asuransi, emas, dan NFT

Kini OneAsset telah melengkapi dirinya dengan kelas portofolio asuransi, emas, dan NFT. Dalam menyediakan produk tersebut, perusahaan bermitra dengan berbagai perusahaan berlisensi. Untuk asuransi, didukung oleh perusahaan broker PT Sinergi Adi Utama. Adapun kelas investasi emas, didukung oleh PT Indogold Solusi Gadai.

Breggy mengklaim, sejak produk investasi emas dirilis pertama kali, telah diperjual-belikan oleh lebih dari 500 ribu pengguna. Sementara untuk asuransi, tersedia produk mulai dari asuransi jiwa, kesehatan, kecelakaan, hingga asuransi unit link. Disebutkan ada lebih dari 150 ribu polis terjual dalam tiga bulan sejak diluncurkan, memberikan perlindungan pribadi kepada pengguna lebih dari Rp560 miliar.

“Pembeli juga bisa langsung berkomunikasi dan bertanya seputar pendaftaran asuransi online, penjaminan yang cerdas, pertanyaan polis dan edukasi yang bertujuan untuk menghadirkan penambahan nilai aset, perlindungan asuransi dan pelayanan kesehatan kepada para pengguna aplikasi.”

Adapun untuk NFT, OneAset mengambil model bisnis marketplace yang memungkinkan semua kreator melakukan minting ke dalam platform. Untuk transaksinya menggunakan fiat, dengan top up saldo melalui OneWallet. Sejumlah kreator disebutkan telah bergabung, salah satunya Edo Huang.

“Bersamaan dengan peluncuran NFT karya para pengguna OneAset, kami juga berpartisipasi meluncurkan karya NFT sendiri menggunakan maskot bernama Ruci. Ruci sendiri dihadirkan dengan tema-tema yang beragam dan terkini.”

Dalam penelusuran DailySocial.id, OneAset NFT memanfaatkan jaringan blockchain yang dikembangkan induknya, yakni Binance Smart Chain (BSC). Seperti diketahui, teknologi BSC menyediakan kemudahan dalam membuat smart contract dan aplikasi terdesentralisasi secara terstruktur.

Selain itu, setiap NFT terjual, seperti kebanyakan platform NFT Marketplace lainnya, kreator akan mendapat imbalan atas karya digitalnya. Kreator dibayar setiap kali karya NFT-nya ditransfer dari satu dompet ke dompet lainnya. Mereka dapat mengantongi hingga 10% royalti.

Ambil contoh, jika kreator menetapkan harga jual Rp1 juta dan royalti sebesar 10%. maka kreator akan menerima Rp1,095 juta dari penjualan, ditambah 1,5% biaya transaksi dan biaya listing Rp10 ribu.

Tantangan OneAset

Tampak dari luar, penawaran yang disajikan OneAset punya misi yang mulia, tak hanya permudah orang mengakses produk investasi dalam satu pintu, juga tak kalah penting adalah komunitas. Mengutip dari data OJK, saat ini terdapat 8,62 juta investor pasar modal di Indonesia. Angka tersebut naik 15,11% dari 28 April 2022.

Dari keseluruhan investor, didominasi oleh generasi usia kurang dari 30 tahun yang porsinya mencapai 60,29%. Kendati demikian, nilai aset dari kelompok usia ini tergolong rendah dibandingkan kelompok usia lainnya dengan total nilai Rp52,18 triliun. Sementara, nilai aset tertinggi berada pada kelompok jumlah investor paling sedikit, yaitu usia 60 tahun ke atas dengan nilai aset mencapai Rp566,04 triliun.

Kondisi ini mencerminkan bahwa kelompok usia termuda ini perlu dibimbing dalam perjalanan investasinya. Membuktikan adanya efek domino dari meningkatnya jumlah investor baru selama pandemi, yakni kebutuhan meng-upgrade diri dalam mengakses konten-konten finansial.

Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan cara gratis dan juga berbayar. Akan tetapi, perjuangan untuk memperolehnya terpencar di berbagai sumber. Siapa sangka ternyata pengalaman berinvestasi itu ternyata sesunyi ini, terutama bagi investor pemula. Di sinilah fungsi komunitas dibutuhkan. Strategi ini sekaligus jadi bentuk antisipasi para pemain untuk retensi pengguna.

Berbagai platform investasi mulai membentuk komunitas, seperti Ajaib, Bareksa, Pluang, yang memanfaatkan kanal komunikasi, misalnya Telegram dan merangkul berbagai influencer finansial kenamaan.

Mengutip dari survei yang dilakukan Tokenomy dan Indodax di 2021, ditemukan bahwa kehadiran komunitas yang berisi kelompok investor tertentu penting karena membantu mereka memahami kelancaran teknis. Sebab, nantinya dapat membentuk cara mereka mengambil keputusan investasi dan membantu adopsi teknologi baru di masa depan.

Dalam survei juga ditemukan bahwa satu dari tiap tiga responden menyatakan tidak terbiasa dengan konsep di balik blockchain. Secara rata-rata para investor Indonesia adalah bagian dari satu hingga tiga komunitas online yang berbeda (Telegram, grup Facebook) — komunitas ini digunakan untuk kampanye pemasaran terpadu dan tujuan pendidikan.

Dari sisi kepatuhan regulasi, tampaknya OneAset juga perlu berhati-hati dalam memasarkan produknya. Lantaran, OJK telah menerbitkan surat larangan untuk perusahaan di bidang pasar modal melakukan pemasaran, promosi, atau iklan terhadap produk dan layanan jasa keuangan, selain yang telah diberikan izinnya oleh OJK termasuk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).

Seperti diketahui, aktivitas investasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga yang berbeda, yakni OJK dan Bappebti. OJK hanya mengawasi aktivitas saham, reksa dana, obligasi, sukuk, exchange trade fund (ETF), derivatif, securities crowdfunding, peer to peer lending. Di luar itu, ada di ranah Bappbeti, seperti perdagangan berjangka (trading valuta asing), kripto, dan emas.

Dibantu dengan anak-anak usaha Akulaku Group yang bergerak di dunia finansial, OneAset masih punya jalan panjang. Misalnya, terintegrasi dengan Asetku dan Bank Neo Commerce.

Application Information Will Show Up Here

Pluang Dikabarkan Rambah Produk Investasi Saham Lokal Lewat Aplikasi “Paham” [UPDATED]

Pembaruan artikel per 28 Juli 2022: Pihak Pluang memberikan klarifikasi tidak terafiliasi dengan aplikasi Paham dan Nilai Inti Sekuritas.

Pluang dikabarkan merilis produk investasi saham lokal, untuk melengkapi rangkaian kelas aset investasi yang sebelumnya telah dihadirkan. Dari sumber terpercaya kami, aplikasi investasi tersebut hadir dalam aplikasi terpisah, dinamai “Paham by Nilai Inti Sekuritas”. Paham disinyalir merupakan akronim dari Pluang Saham. Aplikasi Paham sudah bisa diunduh melalui Play Store dan App Store.

Dalam menghadirkan investasi ini, perusahaan memanfaatkan lisensi broker yang dimiliki oleh Nilai Inti Sekuritas. Pluang sendiri, dalam komunikasi dengan DailySocial, menyebutkan tidak terafiliasi dengan PAHAM atau Nilai Inti Sekuritas.

“Kami berikan konfirmasi bahwa Pluang tidak terafiliasi dengan PAHAM dan atau Nilai Inti Sekuritas,” ujar tim Pluang memberikan konfirmasi atas kabar tersebut (28/7).

Pemisahan aplikasi Paham dengan aplikasi utama Pluang, disinyalir menjadi jawaban Pluang atas surat larangan yang diterbitkan OJK pada awal Juli ini. Surat tersebut berisi larangan untuk perusahaan di bidang pasar modal melakukan pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanan jasa keuangan, selain yang telah diberikan izinnya oleh OJK termasuk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).

Larangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan mencegah kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat terkait produk jasa keuangan yang ditawarkan. Seperti diketahui, aktivitas investasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga yang berbeda, yakni OJK dan Bappebti. OJK hanya mengawasi aktivitas transaksi saham dan reksa dana. Di luar itu, ada di ranah Bappbeti, seperti futures, kripto, dan emas.

Nilai Inti Sekuritas

Nilai Inti Sekuritas itu sendiri merupakan perusahaan sekuritas yang sudah berdiri sejak 1999. Sebelumnya bernama NISP Sekuritas, yang terafiliasi dengan pendiri Bank OCBC NISP, yaitu keluarga Surjaudaja.

Saat masih menggunakan brand EmasDigi, Pluang awalnya menyediakan produk investasi emas. Lalu terus menambah portofolionya, mulai dari indeks futures (micro e-mini S&P 500, micro e-mini NASDAQ 1000), saham AS (CFD), aset kripto, hingga reksa dana. Seluruh produk yang ada di Pluang sudah berlisensi dari berbagai regulator yang menaunginya, ada Bappebti dan OJK.

Dalam praktiknya, produk investasi index futures dan CFD di Pluang dikelola oleh PG Berjangka dengan lisensi dari Bappebti dan dijamin 100% oleh Jakarta Futures Exchange (JFX) dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI). Sementara untuk kegiatan investasi aset kripto, difasilitasi oleh PT Bumi Santosa Cemerlang (BSC) selaku pedagang aset kripto, dan investasi emas bekerja sama dengan PT Pluang Emas Sejahtera.

Pemain wealthtech lainnya

Langkah akuisisi perusahaan sekuritas sebelumnya sudah dilakukan oleh Stockbit dan Ajaib, kompetitor terdekat Pluang. Opsi ini bisa dikatakan paling instan dari segi waktu, sebab yang dibutuhkan adalah kapital yang jumbo. Dibandingkan mengajukan dari awal, tentunya harus mengorbankan lebih banyak waktu untuk bolak-balik memenuhi persyaratan dari regulator.

Stockbit sendiri awalnya bermitra dengan Sinarmas Sekuritas, sampai akhirnya pecah kongsi. Kemudian, memutuskan untuk akuisisi Mahakarya Artha Sekuritas pada Agustus 2021. Setelah akuisisi kelar, Mahakarya kemudian rebrand menjadi Stockbit Sekuritas.

Adapun untuk Ajaib, pada awal kehadirannya menghadirkan investasi reksa dana yang difasilitasi oleh PT Takjub Teknologi Indonesia. Kemudian, diperluas ke investasi saham di bawah badan hukum PT Ajaib Sekuritas Asia, hasil akuisisi atas PT Primasia Unggul Sekuritas. Baru-baru ini perluas ke aset kripto.

Sejak saat itu pula, Ajaib tumbuh melesat dari segi pertumbuhan pengguna. Diklaim sejak tiga tahun lalu dirilis, perusahaan telah memiliki 1 juta investor ritel saham. Angka ini begitu pesat, lantaran di Indonesia saat itu baru memiliki 2,7 juta investor saham. Pencapaian tersebut mengantarkan Ajaib sebagai unicorn ketujuh dari Indonesia, pasca mendapat investasi Seri B senilai $153 juta yang dipimpin DST Global.

Application Information Will Show Up Here

OJK Larang Platform Wealthtech Lokal Promosi Produk Investasi Saham Luar Negeri

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan pelarangan untuk perusahaan di bidang pasar modal melakukan pemasaran, promosi, atau iklan terhadap produk dan layanan jasa keuangan, selain yang telah diberikan izinnya oleh OJK termasuk efek yang diterbitkan di luar negeri (offshore products).

Larangan tersebut dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan mencegah kesalahpahaman informasi yang diterima masyarakat terkait produk jasa keuangan yang ditawarkan. Larangan ini keluar setelah regulator mencermati perkembangan pemasaran, promosi, dan iklan terkait produk dan layanan yang menggunakan super app oleh satu grup usaha.

OJK menemukan banyak super apps yang memuat penawaran produk investasi berupa efek (saham, obligasi) yang diterbitkan oleh entitas di luar negeri yang berada di luar kewenangan pengawasan OJK.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen menegaskan bahwa pemasaran atas efek luar negeri di Indonesia sampai saat ini belum diperkenankan, mengingat produk ini bukanlah produk yang berizin dari OJK sehingga punya risiko yang cukup besar bagi masyarakat.

Produk investasi yang diawasi oleh OJK adalah efek yang diterbitkan oleh entitas yang berbadan hukum di Indonesia dan telah dinyatakan efektif oleh OJK untuk ditawarkan kepada publik. “Sementara produk investasi lainnya, seperti efek yang diterbitkan oleh entitas di luar negeri, crypto assets, emas bukan produk yang diberi izin dan diawasi oleh OJK,” kata Hoesen dalam keterangan resmi.

Lebih lanjut, regulator telah melakukan pembinaan dan mengambil langkah tegas bagi perusahaan yang melanggar ketentuan dalam praktik pemasaran, promosi, atau iklan produk dan layanannya dengan meminta untuk:

  1. Segera menghentikan layanan atau penawaran produk di luar izin dan pengawasan OJK melalui super apps yang mencantumkan logo OJK atau pernyataan bahwa produk dan perusahaan tersebut telah berizin dan diawasi oleh OJK.
  2. Melakukan pemisahan penggunaan aplikasi, platform, dan situs web terhadap produk dan layanan yang bukan di bawah pengawasan OJK dengan produk dan layanan yang berizin di bawah pengawasan OJK.

Sebelumnya OJK telah menerbitkan POJK Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan yang memuat ketentuan mengenai norma dan tata cara bagi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dalam melakukan pemasaran, promosi, dan iklan terkait produk dan layanan kepada masyarakat.

Poin-poin tersebut di antaranya memuat soal penggunaan istilah, frasa, dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia dan mudah dimengerti konsumen, menyediakan informasi mengenai produk yang jelas, akurat, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan konsumen, dan lain sebagainya.

Aplikasi wealthtech

Seperti diketahui, aktivitas investasi di Indonesia diawasi oleh dua lembaga yang berbeda, yakni OJK dan Bappebti. OJK hanya mengawasi aktivitas transaksi saham dan reksa dana. Di luar itu, ada di ranah Bappbeti. Sementara, di sisi lain, langkah pelarangan yang diambil OJK ini berimbas pada solusi yang ditawarkan oleh sejumlah pemain wealthtech.

Belakangan, para pemain makin aktif menambahkan lebih dari satu kelas aset di dalam platformnya, tujuannya untuk memudahkan pengguna dalam mendiversifikasi aset dan merangkul lebih banyak pengguna. Dalam kategori ini, Pluang dan Ajaib masuk ke dalam benak karena memiliki lebih dari satu kelas aset dan diawasi tidak saja OJK, juga Bappebti.

Pada awal berdiri dengan brand EmasDigi, Pluang menyediakan produk investasi emas. Lalu terus menambah portofolionya, mulai dari indeks futures (micro e-mini S&P 500, micro e-mini NASDAQ 1000), saham AS (CFD), aset kripto, dan reksa dana. Dibandingkan peers-nya, Pluang cukup eksploratif dan berani memperkenalkan kelas aset karena berambisi ingin merangkul semua pengguna yang datang dari beragam profil risiko.

Seluruh produk yang ada di Pluang sendiri sebenarnya sudah berlisensi dari berbagai regulator yang menaunginya, ada Bappebti dan OJK. Dalam praktiknya, produk investasi index futures dan CFD di Pluang dikelola oleh PG Berjangka dengan lisensi dari Bappebti dan dijamin 100% oleh JFX (Jakarta Futures Exchange) dan KBI (Kliring Berjangka Indonesia). Sementara untuk kegiatan investasi aset kripto, difasilitasi oleh PT. Bumi Santosa Cemerlang (BSC) selaku pedagang aset kripto, dan investasi emas bekerja sama dengan PT Pluang Emas Sejahtera.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Ajaib, meski tidak seeksploratif Pluang. Kini Ajaib memiliki tiga kelas aset, yakni saham lokal, aset kripto, dan reksa dana. Seluruh produk tersebut juga sudah memiliki lisensi masing-masing dan semua produk hadir dalam satu aplikasi.

Karena lintas regulator, OJK mengkhawatirkan praktik pemasaran dengan bahasa yang keliru bisa membuat ricuh di ranah konsumen. Dikhawatirkan masyarakat awam mengira semua produk investasi ada di bawah pengawasan OJK.

Bagaimana Wealthtech Mudahkan Investasi ke Saham-Saham Luar Negeri

Investasi saham adalah satu dari sekian banyak alternatif di dunia investasi. Jauh sebelum mengenal digital, kelas aset yang satu ini prosesnya sangat manual. Pembelian saham dulu masih menggunakan papan manual, kertas untuk bertransaksi, dan harus dilakukan secara tatap muka di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI).

Kantor BEI didesain memiliki lantai perdagangan bertingkat karena terbatasnya ruang untuk menampung aktivitas perdagangan kala itu. Nasabah pun harus menelepon sales/broker untuk order saham yang diinginkan. Makanya, bursa saham zaman dulu lebih banyak dinikmati oleh para trader karena tidak banyak isu dan sentimen-sentimen seperti saat ini.

Namun lain dulu lain sekarang. Belakangan pesatnya pertumbuhan digital, turut dipicu oleh pandemi, mengakibatkan pesatnya inovasi di bidang wealthtech. Kehadiran wealthtech, permudah proses memahami saham jadi jauh lebih menyenangkan, meski risiko yang ditanggung tetap sama.

External Affairs Director Pluang Wilson Andrew menyampaikan, investasi kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup generasi muda dan kemudahan akses platform digital mempercepat peningkatan literasi serta inklusi keuangan di Indonesia.

“Investasi tidak lagi menjadi hal yang eksklusif karena prosesnya menjadi jauh lebih mudah dan bahkan dapat dipantau secara real-time melalui smartphone,” ucapnya kepada DailySocial.id.

Pendapat sama diutarakan Ajinkya Kulkarn, Co-founder aplikasi wealthtech asal India Wint Wealth. Dia bilang, perubahan demografi investor dan serangkaian jalur investasi baru mendorong industri fintech untuk memberikan pengalaman digital yang seamless dalam perjalanan investasi seseorang. Wealthtech, sambungnya, memberikan peluang penciptaan kekayaan yang sama bagi investor ritel kecil dengan sumber dana terbatas dan investor ultra kaya.

“Meskipun investor milenial ini tech-savvy, mereka tetap butuh bantuan untuk memecahkan kompleksitas di dunia keuangan. Fintech menawarkan nasihat profesional sekaligus kemudahan eksekusi melalui platform digital. [..] Fintech membangun kepercayaan, menjembatani kesenjangan antara investor dan pasar modal,” kata dia.

Menurutnya, wealthtech membantu investor berinvestasi yang didukung IQ (Intelligent Quotient) yang sangat didasarkan pada penelitian dan konsultasi. Mereka memiliki pengetahuan data dan keterampilan untuk membedah informasi ini yang membantu mereka menarik wawasan yang berarti dan pemahaman mendalam tentang skenario ekonomi. Hal ini memungkinkan investor untuk membuat keputusan investasi yang didukung data yang bijaksana.

“Di tengah lingkungan peraturan yang berubah, platform wealthtech tidak memperumit keuangan dan memberdayakan investor pemula untuk membuat keputusan yang bijak dan tepat waktu guna mencapai tujuan keuangan jangka panjang dan menciptakan kekayaan.”

Menurut laporan CB Insights yang diterbitkan pada 8 Maret 2022, pada kuartal IV 2021 pendanaan startup wealthtech di pasar global naik 156% secara year-on-year senilai $14,6 miliar. Momentum yang baik ini berdampak pada tren peningkatan jumlah investor ritel di Indonesia. Mengutip dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per Mei 2022, jumlah investor ritel di pasar modal tembus 8,85 juta SID (Single Investor Identification) atau naik 18,29% secara year-to-date dibandingkan Desember 2021.

Pertumbuhan tersebut didominasi oleh generasi muda berusia di bawah 30 tahun sebesar 60,29% dari keseluruhan jumlah investor. Sebagai catatan, angka ini mencakup SID yang merangkum kode unik untuk investor reksa dana, SBN, dan saham. Adapun, khusus untuk jumlah investor saham (C-BEST) tercatat 3,9 juta SID. Angka ini naik 13,26% secara year-to-date dari angka 3,45 juta SID.

Bila membandingkan pertumbuhan SID di reksa dana dan SBN, kenaikan investor saham memang masih kalah. Jumlah investor reksa dana untuk periode yang sama, tumbuh 19,58%, sementara SBN tumbuh 14,76%. Meski demikian, ketiganya sama-sama masih punya ruang tumbuh yang begitu besar karena rasionya dengan total penduduk masih di bawah 2%.

Berdasarkan risikonya, berinvestasi saham termasuk high risk, high return dan disarankan bukan buat pemula. Menurut Associate Director PT Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, investasi pada dasarnya harus didasari dengan pengetahuan dan jangan karena kata orang lain alias FOMO (fear of missing out).

“Beli yang kita tahu dan kenal, jangan kata orang. Karena sudah tahu dan kenal, misal BBCA (BCA) hampir semua ada ATM-nya,” ucapnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia.

Dia juga menyarankan, kalau ingin pertama kali coba, sebaiknya dalam jumlah kecil, serta membiasakan diri untuk disiplin, dan siap untuk cut loss. “Kalau misal ternyata penurunan 1%-3% atau 2%-4% enggak boleh lagi yang namanya sayang untuk cut loss. Kalau memang waktunya cut loss, ya cut loss,” tegasnya.

Investasi saham dalam negeri

Ajaib adalah salah satu contoh terdekat di industri yang dapat tumbuh melesat lewat produk saham yang mereka tawarkan sejak Maret 2020. Langkah yang diambil Ajaib sedikit berbeda dibandingkan pemain wealthtech lainnya yang cenderung ambil strategi perdalam rangkaian produk reksa dana, atau kelas aset lainnya, seperti emas, atau mata uang kripto, dalam memperkenalkan investasi kepada pemula.

Ajaib ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora beberapa waktu lalu.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi ini tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Kompetitor terdekatnya, Stockbit, juga dikenal sebagai wealthtech yang menawarkan produk investasi saham. Langkah berbeda diambil oleh Pluang. Startup yang didirikan Claudia Kolonas ini termasuk aplikasi wealthtech dengan kelas aset terlengkap.

Investasi saham luar negeri

Pada awal berdiri dengan brand EmasDigi, Pluang menyediakan produk investasi emas. Mereka terus menambah portofolionya, mulai dari indeks futures (micro e-mini S&P 500 dan micro e-mini NASDAQ 1000), aset kripto, dan reksa dana. Dibandingkan peers-nya, Pluang cukup eksploratif dan berani memperkenalkan kelas aset karena berambisi ingin merangkul semua pengguna yang datang dari beragam profil risiko.

“Sebagai platform legal pertama yang menyediakan akses yang aman pada produk saham AS, peluncuran produk Contract for Differences (CFD) Saham AS pada awal tahun 2022 lalu merupakan komitmen Pluang untuk menjawab antusiasme investor ritel Indonesia dalam berinvestasi langsung di berbagai perusahaan global ternama di pasar modal AS secara terjangkau,” kata Wilson.

Dia melanjutkan, dalam kombinasi jenis aset investasi, indeks saham AS menjadi kombinasi menarik yang dipilih investor untuk dipasangkan dengan aset kripto, emas, dan reksa dana. Menurut hipotesis perusahaan, para investor dapat memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan tren investasi secara global.

Sejak meluncurkan kelas aset CFD saham, pihaknya mendapat respons positif karena tersedianya akses investasi ke pasar saham AS. Dari 40 saham yang diluncurkan, saham perusahaan teknologi jadi pilihan terpopuler di kalangan pengguna. Selanjutnya, diikuti saham perbankan jadi alternatif pilihan. “Secara pertumbuhan kuantitatif pun, angka AUM di jenis aset investasi ini terus meningkat sejak peluncurannya.”

Pluang meyakini produk pasar global merupakan aset yang strategis untuk dimiliki para investor Indonesia. Pasalnya, pertumbuhan nilainya sangat baik dan ukuran kapitalisasi pasar yang sangat besar. Pasar saham AS sendiri telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa sejak pandemi, juga pertumbuhan nilai aset dan investor menunjukkan tren yang positif.

“Kami mengamati bagaimana masyarakat Indonesia berusaha untuk mendiversifikasi asetnya di pasar modal AS. Dalam kepemilikan aset investasi, indeks saham AS memiliki potensi yang baik mengikuti aset investasi lainnya seperti aset kripto dan emas digital.”

Dalam temuan internal perusahaan, meski tidak dirinci secara spesifik, mayoritas pengguna akan memulai investasi dengan satu jenis produk investasi terlebih dahulu dan secara berkala memulai investasi dengan beragam aset lainnya. Kombinasi paling tinggi di kepemilikan aset jatuh pada kepemilikan aset kripto, emas digital, indeks saham AS dan reksa dana.

Kemudian, mereka juga cenderung menambah kelas aset baru dalam portofolio investasi mereka kurang lebih selama dua sampai tiga bulan. Disebutkan juga, para pengguna Pluang merupakan investor ritel pemula. Namun, mereka dinilai sudah mampu mendiversifikasi asetnya dengan merata dan bijak sesuai risiko portofolio produk investasi yang tersedia di Pluang.

Perilaku tersebut disinyalir karena mereka sudah mampu mendiversifikasi asetnya setelah mengikuti berbagai program edukasi, baik yang rutin diselenggarakan perusahaan di berbagai platform ataupun di luar itu. “Harapannya, konten-konten edukasi yang diberikan meningkatkan pemahaman pengguna kami dalam menganalisis risiko dari tiap produk investasi dan bisa memaksimalkan potensi peningkatan aset finansialnya.”

Seperti diketahui, pasar saham AS adalah salah satu pilihan utama untuk berinvestasi dalam hal mendiversifikasi portofolio. Negara ini adalah rumah bagi beberapa teknologi terbaik dan bisnis penghasil kekayaan lainnya yang menawarkan peluang investasi besar. Menurut laporan Credit Suisse, kapitalisasi pasar saham AS mewakili sekitar 56% dari total nilai pasar global.

Sementara itu, menurut Investopedia, bagi banyak investor, membeli saham luar negeri memungkinkan mereka melakukan diversifikasi dengan menyebarkan risiko, selain memberi eksposur terhadap pertumbuhan ekonomi di negara lain. Namun, risikonya volatilitasnya juga tak jauh berbeda dengan bursa saham lokal karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya.

Makanya, lagi-lagi, investasi saham itu bukan untuk semua orang. Banyak penasihat keuangan menganggap saham asing sebagai tambahan yang sehat untuk portofolio investasi. Mereka merekomendasikan alokasi 5% hingga 10% untuk investor konservatif, dan maksimal 25% untuk investor agresif.

Akan tetapi, karena cocok untuk investasi jangka panjang, ia jadi menarik. Ada yang bilang, semakin lama seorang investor berada di pasar, semakin rendah kemungkinan kehilangan uang.

Seperti yang dikatakan David Gardner, salah satu pendiri The Motley Fool, “Tidak masalah ketika Anda berinvestasi jika Anda berinvestasi di perusahaan hebat. Sebagian kecil saham menyumbang sebagian besar pengembalian pasar secara keseluruhan. Itulah mengapa lebih baik membeli saham di perusahaan hebat sesegera mungkin daripada menunggu harga yang lebih baik yang mungkin tidak akan pernah datang.”

Saat ini, belum banyak pemain wealthtech lokal yang menggarap segmen tersebut. Nanovest, besutan Grup Sinarmas jadi satu-satunya yang lokal, kemudian ada juga Gotrade yang kini punya legalitas yang sah di Indonesia.

Nanovest tak hanya menyajikan investasi saham luar negeri, juga aset kripto, dan transfer dana. Sama seperti Gotrade, Nanovest juga bermitra dengan Alpaca untuk mengakomodasi transaksi saham. Untuk aset kripto, perusahaan sudah memiliki lisensi resmi dengan badan hukum PT Tumbuh Bersama Nano.

Gotrade

Strategic Initiatives Gotrade Ajisatria Suleiman menuturkan, pengalaman berinvestasi perusahaan asing memang bukan barang baru bagi orang Indonesia karena semua bisa diakses melalui sekuritas luar negeri melalui jaringan pribadi mereka. Namun, yang dibawa Gotrade bisa dikatakan inovasi karena perusahaan ingin mendemokratisasikan akses ini ke seluruh orang Indonesia.

“Kami percaya bahwa investor ritel baru juga harus memiliki akses yang sama terhadap produk investasi alternatif yang aman dan legal,” kata Aji.

Dia melanjutkan, hingga saat ini belum ada perusahaan sekuritas lokal di Indonesia yang dapat menawarkan sekuritas asing. Produk saham di Gotrade Indonesia adalah kontrak derivatif yang 100% didukung penuh oleh saham asli yang dimiliki di AS melalui mitra yang digaet, yakni Alpaca Securities LLC, dealer pialang teregulasi FINRA.

Di Indonesia, investasi derivatif ini diatur oleh Bappebti sehingga dibutuhkan izin Pialang Berjangka. Valbury Asia Futures pun dipilih sebagai mitra, mengingat punya reputasi baik dan pengetahuan yang mendalam terutama di bidang regulasi dan kepatuhan.

Pendanaan Seri A Gotrade
Para pendiri Gotrade / Gotrade

Dijelaskan lebih jauh, untuk setiap saham yang dimiliki oleh pelanggan Gotrade Indonesia, ada saham terkait yang dipegang oleh Valbury dalam akun terpisah di Alpaca Securities LLC. Hal ini memungkinkan Gotrade Indonesia untuk memberikan akses kepada masyarakat Indonesia ke saham AS sesuai dengan peraturan lokal Indonesia.

“Struktur kami diatur di bawah Peraturan Bappebti 1/2022 dan 2/2022. Pelanggan membuat kontrak dengan Valbury, dan Valbury kemudian melakukan transaksi terkait dengan Alpaca Securities. Kedua perdagangan ini terjadi secara real time. Seluruh transaksi dilaporkan ke Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan aspek moneter ditangani oleh Kliring Berjangka Indonesia (KBI), lembaga kliring perdagangan berjangka dan komoditas.”

Gotrade optimistis bahwa semakin terbukanya akses digital dan langkah edukasi masif dari berbagai pihak, secara perlahan dapat meningkatkan kedewasaan dan pengetahuan investor ritel pemula terhadap berbagai produk investasi. Hal itu tercermin dari jumlah investor ritel yang naik dua kali lipat pada tahun lalu, belum memperhitungkan investor dari produk alternatif seperti kripto. Mayoritas para investor baru ini adalah kaum muda perkotaan, paham teknologi, berpendidikan baik di posisi karir tingkat pemula atau menengah.

Sebelum resmi hadir di Indonesia, Gotrade sudah hadir sejak 2019 di Singapura. Gotrade didirikan oleh Rohit Mulani, Norman Wanto, dan David Grant. Platform ini dulunya bernama TR8 Securities yang terdaftar di Labuhan, Malaysia. Dalam operasionalnya, bermitra dengan Alpaca sebagai broker dengan lisensi FINRA dan perlindungan SIPC di Amerika Serikat.

Gotrade hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Aplikasi ini memungkinkan pengguna membeli saham pecahan di NYSE dan saham yang diperdagangkan di NASDAQ mulai dari $1 alias in fraction atau sepersekian dari satu lembar saham. Investor tetap mendapat dividen sesuai jatah kepemilikan saham.

Tidak disebutkan jumlah pengguna Gotrade Indonesia maupun global sejauh ini, pun nominal AUM yang telah dikumpulkan.

Mengenal Oval, Platform Media Sosial Khusus Perbincangan Seputar Investasi

Efek domino yang terlihat dari meningkatnya jumlah investor baru selama pandemi adalah kebutuhan meng-upgrade diri dalam mengakses konten-konten finansial. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh dengan cara gratis dan juga berbayar. Akan tetapi, perjuangan untuk memperolehnya terpencar di berbagai sumber. Siapa sangka ternyata pengalaman berinvestasi itu ternyata sesunyi ini, terutama bagi investor pemula.

Permasalahan tersebut menjadi cikal bakal berdirinya Oval, platform media sosial khusus investasi. Ide startup ini muncul dari tiga orang, yakni Ariestyo Reza (CEO), Danny Sudarsono (COO), dan Vivian Secakusuma (CSO). Ketiganya adalah rekan kerja dengan latar belakang yang saling mendukung satu sama lain di lintas industri finansial hingga berhasil meluncurkan Oval.

Ariestyo punya pengalaman kuat di bidang finansial, lewat bekerja di London Stock Exchange, VC asal Singapura, MUFG, dan lulusan London Business School. Sementara Danny pernah menjadi co-founder untuk aplikasi manajemen keuangan personal, dan Vivian sebelumnya menjabat sebagai pimpinan tertinggi di BNP Paribas.

Problem-nya sendiri kita temukan saat maraknya pertumbuhan investor sejak pandemi. Lalu, kita lihat experience berinvestasi selama ini lonely experience. Orang pasti pergi mencari komunitas yang sesuai minat mereka tapi belum ada satu wadah untuk mereka,” ucap Ariestyo kepada DailySocial.id.

Riset tentang komunitas

Mengutip dari survei yang dilakukan Tokenomy dan Indodax di 2021, ditemukan bahwa kehadiran komunitas yang berisi kelompok investor tertentu penting karena membantu mereka memahami kelancaran teknis. Sebab, nantinya dapat membentuk cara mereka mengambil keputusan investasi dan membantu adopsi teknologi baru di masa depan.

Dalam survei juga ditemukan bahwa satu dari tiap tiga responden menyatakan tidak terbiasa dengan konsep di balik blockchain. Secara rata-rata para investor Indonesia adalah bagian dari satu hingga tiga komunitas online yang berbeda (Telegram, grup Facebook) — komunitas ini digunakan untuk kampanye pemasaran terpadu dan tujuan pendidikan.

Laporan lain yang disusun oleh YouGov bertajuk The Power of Virtual Communities 2021, memperlihatkan bahwa semakin banyak orang di seluruh dunia yang menemukan makna dan rasa memiliki terutama dalam kelompok online. Dalam survei tersebut, sekitar 1.000 responden di masing-masing dari 15 negara ditanya apakah kelompok terpenting yang mereka ikuti berada di channel online, offline, atau keduanya.

Hasilnya, sebanyak 11 dari 15 negara menyatakan proporsi terbesar kelompok terpenting bagi mereka adalah channel online. Dari 11 negara tersebut, tiga negara di antaranya memegang proporsinya sebesar 50%. Mereka adalah Brazil, Maroko, dan Meksiko. Indonesia sendiri masuk dalam kelompok responden yang mayoritas memilih kanal online sebanyak 49,28%. Lalu disusul campuran (online-offline) sebanyak 32,57%, dan offline saja (18,15%).

Selanjutnya, temuan survei lain menunjukkan bahwa kelompok online yang paling banyak menghasilkan rasa memiliki terbesar adalah, berlawanan dengan intuisi, kelompok yang memiliki ikatan dengan komunitas dan kota lokal. Sebanyak 38% responden menominasikan kategori kelompok tersebut sebagai menghasilkan “cukup banyak atau banyak rasa memiliki”, sementara hanya 12% responden menominasikan kelompok global.

Hal lainnya yang cukup menarik, mereka mengungkapkan kelompok online yang diikuti memiliki seorang pemimpin yang kuat dan inklusif. Ada tiga sifat paling penting dalam diri seorang pemimpin, ialah menerima perbedaan pendapat di antara anggota, terlihat dan berkomunikasi dengan baik, dan bertindak secara etis setiap waktu.

Solusi Oval

Berdasarkan hasil temuan di atas, membentuk konsep Oval yang sangat mengedepankan unsur komunitas. Ariestyo menuturkan, Oval menyediakan platform media sosial untuk memfasilitasi pembelajaran dan berinteraksi antara investor dengan para ahli dan pemengaruh finansial (key opinion leader/KOL) terverifikasi dalam satu grup.

Selayaknya platform media sosial, Oval terbuka untuk untuk membahas semua jenis produk investasi, baik paper asset maupun physical asset, demi meningkatkan literasi dan jumlah investor di Indonesia. Terdapat 10 kelas aset yang dapat dibahas antar pengguna, mulai dari saham, reksa dana, emas, properti, FX, dan mata uang kripto.

Pengguna dapat mengunggah tulisan, menaruh link, dan saling berkomentar dengan sesama pengguna. Tersedia OvalSeleb yang merupakan ahli atau market enthusiast di bidangnya untuk menyajikan konten-konten berkualitas. OvalSeleb adalah akun-akun inspiratif yang siap membimbing investor pemula dalam memulai dan mengembangkan perjalanan investasi, sekaligus jadi teman berbagi.

Fitur lainnya yang tersedia adalah OvalGrup. Ini adalah komunitas yang dipimpin oleh ahli finansial dan KOL untuk mengedukasi dan mengajak berdiskusi para investor seputar dunia investasi. Melalui fitur ini, pengguna dapat mengakses konten eksklusif berupa artikel, diskusi, dan edukasi secara mudah dari OvalSeleb yang tidak bisa diakses di platform lain.

Untuk menjamin kualitas dan kredibilitas, OvalGrup memanfaatkan basis berlangganan. Masa berlangganan konten eksklusif dari OvalSeleb tidak bersifat mengikat dan akan diperbaharui setiap bulannya.

Akan tetapi, sebelum para ahli memiliki akun, tim Oval akan menyeleksi kredibilitas mereka di industri finansial. Jadi, bisa dipastikan mereka yang punya akun resmi di Oval sudah terbukti kiprahnya di industri, tidak sebatas tenar di platform media sosial pada umumnya saja.

Nilai tambah yang ditawarkan Oval ini pada dasarnya untuk menyatukan semua ahli finansial dan investor pemula dalam satu platform. Selama ini, untuk berkomunikasi dengan anggota/pengikut harus berpindah-pindah platform. Misalnya, memanfaatkan Telegram untuk diskusi, lalu Instagram/Twitter agar visibilitas lebih mudah ditemukan, dan memanfaatkan Zoom saat mengadakan webinar. Pengalaman tersebut begitu panjang dan tidak efisien.

“Para KOL ini bisa mengelola grup dan komunitasnya sendiri. Mereka bisa kasih info investasi yang real time, baik itu dari saham, emas atau kripto. Di sini kami menerapkan platform fee sebesar 5%-10%. Dari riset kami, interaksi di grup premium ini sebesar 50% punya e-book, kelas webinar, yang harganya mulai dari Rp25 ribu-Rp2,5 juta. Ini jadi potensi buat kami jembatani.”

Konsep yang ditawarkan Oval, menurut Ariestyo, diklaim menciptakan kategori baru dalam media sosial bahwa terdapat media sosial yang menggabungkan manajemen konten berbayar. Dengan demikian, para kreator dapat leluasa unggah konten yang berkualitas, yang secara prinsip dapat menjadi keberlanjutan. Bahkan di pasar global pun, belum ada yang sama persis seperti Oval. “Mungkin bisa dibilang kami ini Public.com x Patreon, tapi kami sesuaikan dengan segmen di Indonesia khusus investasi dan finansial.”

Ariestyo melanjutkan, “Hal unik lainnya yang kami gunakan adalah pendekatan gamification. Ada daily challenge Earn & Learn untuk pengguna ikuti dan dapat mengumpulkan OvalCoins yang dapat ditukar dengan berbagai hadiah. Ini yang akan kami kembangkan lebih lanjut karena berhasil dorong orang untuk menggunakan Oval.”

Rencana berikutnya

Sejak aplikasi Oval membuka daftar tunggu (waiting list) pada awal tahun ini selama sebulan, diklaim telah menghimpun 14 ribu orang yang mendaftar. Kemudian, aplikasi dirilis resmi pada 23 Maret 2022 berhasil menghimpun 1000 orang dalam kurun waktu tiga hari. Jumlah KOL yang bergabung mencapai puluhan yang terdiri dari perseorangan dan perusahaan.

Pencapaian tersebut akan terus digenjot perusahaan karena Oval sendiri berambisi menjadi jaringan media sosial investasi terbesar di Indonesia. Mimpi ini akan dicapai dengan melakukan penetrasi komunitas investasi yang gencar ke seluruh Indonesia dan sejauh ini masih terfragmentasi di berbagai platform untuk convert ke satu aplikasi di Oval. Langkah ini juga akan didukung dengan penggalangan pendanaan yang rencananya akan digelar segera.

Disebutkan bahwa Oval telah menerima pendanaan dengan nominal dan identitas investor yang dirahasiakan. Namun, Ariestyo menyebut ada beberapa angel investor yang menyuntik Oval pada pertengahan 2020, saat Oval masih berupa ide awal. Tim Oval sendiri kini berjumlah 30 orang. “Nantinya kami akan gunakan dananya untuk support growth Oval selama 12 bulan ke depan, rekrut talenta, dan merilis fitur baru yang masih berkisar soal media sosial,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

SayaKaya Resmi Meluncur, Mencoba Hadirkan Diferensiasi dari Aplikasi Investasi Lain

Kesempatan pemain wealthtech untuk menggarap pasar Indonesia memang masih menjanjikan. Rasio investor di pasar modal dengan total populasi orang Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Kendati begitu, perlu diferensiasi yang menonjol agar mampu menarik pengguna baru dari target yang dibidik.

SayaKaya menjadi pemain baru yang bermain di aplikasi wealthtech dengan kelas aset reksa dana sebagai penawaran perdananya. Alasan perusahaan masuk ke kelas aset reksa dana, tak lain karena terjadi peningkatan jumlah investor reksa dana hingga 55% yoy menjadi 4,93 juta orang per Juni 2021.

Startup ini merupakan bagian Sucor Group, yang memiliki unit bisnis di sekuritas (Sucor Sekuritas) dan manajer investasi (Sucor Asset Management). Secara status di OJK, telah terdaftar sebagai APERD sejak Oktober 2021. Di dalam grup sendiri, platform digital yang sudah dihadirkan adalah SPOT (Sucor Personal Online Trading) sebagai platform trading saham yang dimiliki oleh Sucor Sekuritas.

Masuknya perusahaan investasi ke platform digital tentunya menjadi suatu hal yang menarik, mengingat harus bersaing dengan startup yang notabenenya lebih adaptif dan lincah dalam berinovasi. Kendati demikian, CEO SayaKaya Jessica Wijaya mengungkapkan rasa optimisnya terhadap nilai lebih yang ditawarkan SayaKaya.

“SayaKaya merupakan bagian dari Sucor dengan mengambil nilai dari Sucor yaitu mengedepankan edukasi investasi dan memberikan WOW experience. Nilai tersebutlah yang menjadikan SayaKaya mengutamakan edukasi yang mudah diserap dan menyenangkan untuk meningkatkan literasi, dan memberikan WOW experience bagi pengguna selama berinvestasi,” ucap Jessica saat dihubungi DailySocial.id, Rabu (26/1).

Dia bilang, generasi muda saat ini masih memiliki tingkat literasi keuangan yang relatif rendah, meskipun sudah tech-savvy. Mengutip dari OJK, kalangan usia 18-25 tahun hanya memiliki tingkat literasi sebesar 31,1%, sedangkan usia 25-35 tahun tingkat literasinya sedikit lebih tinggi, yaitu 33,5%. Oleh karenanya, kalangan usia 18-45 tahun menjadi target utama yang dibidik SayaKaya. Target yang kurang lebih sama dengan pemain wealthtech lainnya.

“Oleh karena itu, SayaKaya hadir tidak hanya menjadi sarana jual-beli produk reksa dana, tetapi juga memberikan edukasi untuk meningkatkan literasi investasi tersebut agar masyarakat Indonesia terhindar dari investasi bodong, serta semakin sadar untuk mempersiapkan dana pensiun atau dana darurat melalui investasi.”

Dia melanjutkan sebagai diferensiasi dibandingkan pemain lainnya, ada beberapa poin yang ia unggulkan dari SayaKaya. Pertama, dari sisi produk reksa dana terkurasi dengan tujuan para pengguna baru yang masih awam dengan dunia investasi tidak perlu pusing memilih produk mana yang terbaik buat mereka.

Sejauh ini, SayaKaya telah memiliki lebih dari 20 produk reksa dana, mayoritas dari reksa dana konvensional dan syariah. Produk-produk tersebut berasal dari beberapa manajer investasi yang telah menunjukkan konsistensi kinerja baik, seperti Sucor Asset Management, Trimegah Asset Management, dan Syailendra Capital. Produk ini dapat dibeli mulai dari Rp100 ribu, bahkan rencananya akan jauh dipermudah akses masuknya menjadi Rp10 ribu.

Menurutnya, reksa dana jenis ini memiliki kemudahan untuk diversifikasi aset, yang mana investasi akan disebar ke beberapa instrumen menggunakan perhitungan dan analisa dari profesional manajer investasi. Dengan demikian, fluktuasi dari masing-masing aset akan saling terkompensasi dan investor akan mendapatkan imbal hasil yang optimal.

“Kami enggak akan banyak-banyak menyediakan produk karena untuk memudahkan investor, kalau semakin banyak akan semakin sulit makanya kami selektif sekali. Ke depannya, kami hanya akan tambah empat MI, satu MI dari BUMN, dan dua dari MI asing,” tambah CMO SayaKaya Prita Ilham Poempida saat konferensi pers.

Berikutnya, adalah mengedepankan sisi sentuhan manusia (human touch) dalam rangka mengedepankan hubungan emosional. Para pengguna dapat menghubungi tim sebagai tim customer experience melalui sambungan telepon. Berkaitan dengan itu pula, SayaKaya berencana menyediakan konsultasi keuangan pribadi dengan financial planner berlisensi.

“Contoh implementasi human touch SayaKaya lainnya adalah dengan adanya komunitas #OrangKayaBenar yang selama ini sudah belajar dan berkembang bersama selama dua tahun ke belakang di platform media sosial kami, seperti Instagram dan Telegram,” sambung Jessica.

Ketiga, adanya program loyalitas, yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk mengumpulkan poin melalui berinvestasi dan mendapatkan hadiah dari pengumpulan poin tersebut, demi menarik minat pengguna dalam berinvestasi.

Jessica menargetkan setidaknya pada tahun ini SayaKaya dapat memiliki 200 ribu pengguna aktif. Sayangnya tidak disebutkan target dana kelolaannya. “Kami harap dengan edukasi, pengembangan aplikasi dan program promo yang kami siapkan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri masyarakat Indonesia dalam mengelola keuangan dan berinvestasi. Untuk saat ini, kami tidak bisa menyebutkan target AUM,” tutupnya.

Aplikasi wealthtech lainnya

Dari hasil penelusuran kami, saat ini ada sejumlah aplikasi yang menawarkan layanan investasi dengan beragam instrumen, berikut ini daftarnya:

No Aplikasi wealthtech Emas Reksa Dana Saham Uang kripto Securities crowdfunding
1 Bareksa
2 Pluang
3 Tanamduit
4 Raiz Invest
5 E-mas
6 Lakuemas
7 Treasury
8 Indogold
9 Tamasia
10 Bibit
11 Ajaib
12 Ipot
13 Invisee
14 XDana
15 Stockbit
16 Halofina
17 Fundtastic
18 Santara
19 Bizhare
20 LandX
21 Crowddana
22 Indodax
23 Tokocrypto
24 Pintu
25 Luno
Application Information Will Show Up Here

Looking Through Ajaib’s Mission to be Retail Investors’ First Choice

Within two years, Ajaib managed to become the first unicorn in investment or wealthtech in Southeast Asia. Starting the journey with mutual funds, Ajaib’s growth skyrocketed when the stock asset class was launched in mid-March 2020, it’s all due to the “birth” of many young investors amidst the pandemic.

The approach is quite different from similar players with tendency to adopt a strategy of deepening the mutual funds product range, or enriching the asset class to other instruments, such as gold or cryptocurrencies in order to introduce investment to novice investors.

In the recent Ajaib’s media gathering, it is said that the users have reached more than 1.4 million people. Around 96% of them are novice investors, with 90% coming from a young age and the rest are gen Z. Moreover, about 60% of users are actively use the platform and have stock portfolio.

Ajaib Sekuritas’ Director of Stock Brokerage, Anna Lora explained, the increasing number of users is also reflected in the total transaction volume of 30 billion per month with 5 million transactions. Before the company acquired Primasia Sekuritas (currently known as Ajaib Sekuritas) the monthly transaction value was in the range of Rp. 1 trillion-Rp 2 trillion, furthermore, the number has grown rapidly to Rp. 6 trillion-Rp. 8 trillion.

“We believe in the strength of Indonesian retail investors as a driving force for capital market investors. In Ajaib, the phenomenon of rising retail investors comes from second-tier cities,” he said.

Application for novice investors

In accordance with the company’s mission to be known as a friendly application for novice retail investors, all strategies and products need to be aligned. Ajaib’s VP of Product, Aurora Marsye said the application was fully designed to make it easier for novice investors to get into the stock business.

Such features as 100% online registration within minutes; no minimum investment and account opening without initial deposit; comprehensive chart display, in-depth technical and fundamental analysis; and various educational materials and discussion forums, are some of the main features to attract young people.

“We remove all kinds of barriers that have been preventing young investors to get into the stock market. With these various facilities, new users only need courage to invest,” Aurora said.

Although the application is designed as friendly as possible for users, Ajaib still prioritizes to educate, considering that stock investments are classified as high risk high return investments. Another approach is to hold regular trainings by utilizing social media platforms for young people.

“Because the target is retail investors, we observe their space, it is currently in the social media. We approach them, try to win the ball. We believe all players will also take this strategy to facilitate easy access for users,” Anna added.

Furthermore, it is part of the company’s strategy to improve the stock investors’ literacy. He said, quality improvement is important, but maintaining the user’s quality is equally important.

In Indonesia, the ratio of capital market investors and the population is still unequal. As of November 2021, KSEI recorded 7.1 million capital market investors, increased by 84% from the same period in the previous year of 3.27 people. Of the total investors, 99.51% are retail investors, dominated by the age group under 40 years with 59.81%.

Unfortunately, he could not elaborate further on the characteristics of Ajaib’s users, whether investors or traders, to the style and average allocation of funds in investing. “Everything is mixed as it all comes down to the [preference] of each investor. At Ajaib, the portion under management between mutual funds and stocks is even,” Anna revealed.

It includes plans to add other asset classes, after acquiring 24% of Bank Bumi Artha‘s shares. Anna ensures this strategic move will make it easier for Ajaib to develop more products in the future.

Learn from Robinhood

Ajaib’s moves are often compared to what Robinhood did in disrupting the financial industry, especially the stock market in the United States. Apart from designing an intuitive, user-friendly and up-to-date application, a key part of Robinhood’s strategy is zero commission on stock trading.

This is obviously attractive and helps with user acquisition. In the process, Robinhood monetizes its business with payments for order flow, stock borrowing fees, and subscriptions. In a way, “forcing” the incumbents in the brokerage industry to do the same.

Previously, incumbents such as Fidelity, Wellington, Charles Schwab, and E*Trade, were ruling the retail investor segment. Even E*Trade and Schwab account for over 40% of the brokerage industry’s total online revenue, according to IBISWorld in 2019. However, Robinhood has managed to attract more than 21 million active users, doubling from 2020, surpassing Schwab’s market share last year.

In creating new demand, Robinhood has succeeded in acquiring users from various races, from previously dominated by whites and experienced investors who are closely related to the stock market.

Behind Robinhood’s glittering achievements, this company leaves a controversy. From its convenience application, which uses gamification, the company seems to “underestimate” the educational aspect, especially since Robinhood’s main target is novice investors. Regulators in the state of Massachusetts went so far as to file a complaint against the company citing “aggressive tactics to attract inexperienced investors.”

It is one of the many controversies that burdens the regulators. According to SEC officials, bringing retail investors more access to capital markets is a good thing, as long as the core principles for protecting investors are not altered by apps that encourage active trading through behavioral cues.

“Our belief is, the more we lower the barriers to entry, the more we level the playing field and allow people to invest their money at a younger age, the better our economy will be and the better the society will be as we are kind. We live at the intersection of capitalism, democracy and innovation,” said Robinhood’s CEO, Vlad Tenev. “And I think it’s a very interesting place,” he concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Melihat Upaya Ajaib Menjadi Aplikasi Pilihan untuk Investor Ritel

Dalam waktu dua tahun, Ajaib berhasil menyandang status unicorn pertama di bidang investasi atau wealthtech di Asia Tenggara. Memulai perjalanannya dengan reksa dana, pertumbuhan Ajaib melesat jauh ketika meluncurkan kelas aset saham pada pertengahan Maret 2020, tak lain dikarenakan ikut terciprat “berkah” dari kelahiran banyak investor kalangan muda di tengah pandemi.

Pendekatan yang diambil ini berbeda dengan peers sejenisnya yang cenderung ambil strategi memperdalam rangkaian produk reksa dana, atau memperkaya kelas aset ke instrumen lainnya, seperti emas atau mata uang kripto dalam memperkenalkan investasi kepada investor pemula.

Dalam media gathering yang diadakan Ajaib beberapa waktu lalu, diungkapkan kini pengguna Ajaib telah mencapai angka lebih dari 1,4 juta orang. Sekitar 96% di antaranya adalah investor pemula dengan komposisi sebesar 90% datang dari usia muda dan sisanya adalah gen Z. Kemudian, sekitar 60% pengguna termasuk aktif yang memiliki portofolio saham di Ajaib dan bertransaksi jual-beli di dalamnya.

Director of Stock Brokerage Ajaib Sekuritas Anna Lora menjelaskan, melesatnya pengguna juga tercermin dari volume transaksi sebesar 30 miliar per bulan dan 5 juta transaksi. Sebelum perusahaan mengakuisisi Primasia Sekuritas (kini bernama Ajaib Sekuritas) nilai transaksi bulanannya berada di kisaran Rp1 triliun-Rp2 triliun, begitu diakuisisi Ajaib kini angkanya tumbuh melesat hingga Rp6 triliun-Rp8 triliun.

“Kami percaya kekuatan investor ritel di Indonesia sebagai penggerak investor pasar modal. Di Ajaib fenomena penambahan investor ritel ini sekarang datang dari kota lapis kedua,” ucap dia.

Aplikasi untuk investor pemula

Sesuai dengan misi perusahaan yang ingin dikenal sebagai aplikasi yang ramah untuk investor ritel pemula, maka seluruh strategi dan produk Ajaib perlu diselaraskan. VP of Product Ajaib Aurora Marsye mengatakan, aplikasi Ajaib didesain penuh untuk mempermudah investor pemula terjun ke dunia saham.

Fitur-fitur seperti registrasi akun 100% online dalam hitungan menit; tidak ada minimum investasi dan buka rekening tanpa deposit awal; tampilan grafik komprehensif, analisis teknis dan fundamental mendalam; dan berbagai materi edukasi dan forum diskusi, adalah sebagian fitur andalan untuk menarik kalangan anak muda.

“Kita remove barrier-barrier yang selama ini menghalangi investor muda untuk terjun ke pasar saham. Dengan berbagai kemudahan ini, modal yang perlu disiapkan pengguna baru itu cukup berani saja,” kata Aurora.

Meski aplikasi dibuat seramah mungkin buat para pengguna, Ajaib tetap mengedepankan sisi edukasi mengingat investasi saham tergolong investasi high risk high return. Salah satu pendekatan yang kerap dilakukan adalah mengadakan pelatihan-pelatihan rutin dengan memanfaatkan platform media sosial yang banyak dikunjungi anak muda setiap harinya.

“Karena targetnya investor ritel kami lihat mereka mainnya di mana, sekarang banyak main di media sosial. Kami menghampiri mereka, jemput bola. Kami yakin semua pihak juga mengambil strategi ini agar semakin mudah dijangkau oleh para pengguna,” tambah Anna.

Langkah ini, lanjutnya, merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam meningkatkan kualitas literasi investor saham. Menurutnya, peningkatan secara kuantitas memang penting, namun menjaga kualitas pengguna juga tak kalah pentingnya.

Di Indonesia sendiri, perbandingan jumlah investor pasar modal dengan populasi masyarakat masih timpang jauh. Per November 2021, KSEI mencatatkan investor pasar modal sebanyak 7,1 juta orang, naik 84% dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 3,27 orang. Dari total investor, sebanyak 99,51% adalah investor ritel yang didominasi oleh kelompok umur di bawah 40 tahun sebesar 59,81%.

Sayangnya, ia tidak bisa merinci lebih jauh bagaimana karakteristik pengguna Ajaib apakah termasuk investor atau trader, hingga gaya dan rata-rata alokasi dana dalam berinvestasi. “Semuanya mixed karena ini semua balik ke [preferensi] masing-masing investor. Di Ajaib porsi kelolaan antara reksa dana dan saham termasuk imbang,” tutup Anna.

Pun termasuk rencana untuk menambah kelas aset lainnya, pasca-mencaplok saham Bank Bumi Artha sebesar 24%. Anna hanya memastikan bahwa langkah strategis tersebut akan membuat Ajaib lebih mudah dalam mengembangkan lebih banyak produk ke depannya.

Berkaca dari Robinhood

Sepak terjang Ajaib sering disejajarkan dengan apa yang dilakukan Robinhood dalam mendisrupsi industri keuangan, khususnya pasar saham di Amerika Serikat. Selain mendesain aplikasi yang intuitif, user-friendly, dan kekinian, bagian utama dari strategi Robinhood adalah nol komisi pada perdagangan saham.

Hal ini tentu saja menarik banyak perhatian dan membantu akuisisi pengguna. Untuk melakukan ini, Robinhood memonetisasi bisnisnya dengan pembayaran untuk aliran pesanan, biaya pinjaman saham, dan langganan. Dalam mengantisipasi strategi tersebut, “memaksa” para petahana di industri broker untuk melakukan hal yang sama.

Sebelumnya, para petahana seperti Fidelity, Wellington, Charles Schwab, dan E*Trade, adalah penguasa untuk segmen investor ritel. E*Trade dan Schwab bahkan menguasai lebih 40% dari total pendapatan online industri broker, menurut IBISWorld pada 2019. Tapi kini Robinhood berhasil menarik lebih dari 21 juta pengguna aktif, naik dua kali lipat dari 2020, melampaui pangsa pasar Schwab pada tahun lalu.

Dalam menciptakan demand baru, Robinhood juga berhasil mengakuisisi pengguna dari berbagai kalangan ras, dari sebelumnya didominasi oleh kulit putih dan investor berpengalaman yang erat kaitannya di dunia saham ini.

Dibalik gemerlapnya pencapaian Robinhood, perusahaan ini juga tak lepas dari kontroversi. Dari kemudahan aplikasi Robinhood yang menggunakan gamifikasi, membuat perusahaan terkesan “menyepelekan” aspek edukasi, terlebih target utama Robinhood adalah investor pemula. Regulator di negara bagian Massachusetts bahkan sampai mengajukan keluhan terhadap perusahaan dengan alasan “taktik agresif untuk menarik investor yang tidak berpengalaman.”

Itu baru salah satu kontroversi dari sekian banyak kontroversi lainnya yang membuat regulator setempat keringat dingin. Menurut pejabat SEC, membawa lebih banyak akses ke pasar modal bagi investor ritel adalah hal yang baik, selama prinsip-prinsip inti untuk melindungi investor tidak diubah oleh aplikasi yang mendorong perdagangan aktif melalui petunjuk perilaku.

“Keyakinan kami adalah, semakin kami menurunkan hambatan untuk masuk, semakin kami menyamakan kedudukan dan memungkinkan orang menginvestasikan uang mereka di usia yang lebih muda, semakin baik ekonomi kita dan semakin baik masyarakat karena kita baik hati. hidup di persimpangan kapitalisme, demokrasi, dan inovasi,” kata CEO Robinhood Vlad Tenev. “Dan saya pikir itu adalah tempat yang sangat menarik,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Bareksa Rencanakan Garap Kelas Investasi Saham dan Obligasi Korporasi

Bareksa mengumumkan sedang mempersiapkan kelas aset saham dan obligasi perusahaan sebagai upaya mewujudkan posisi perusahaan sebagai marketplace investasi. Sejak beroperasi di 2016, bisa dikatakan mereka tidak segencar pemain sejenisnya, sebut saja Pluang yang semakin kaya dalam menawarkan berbagai kelas aset investasi kepada para penggunanya.

Co-founder dan CEO Bareksa Karaniya Dharmasaputra menuturkan, penambahan kelas aset lainnya diharapkan dapat meningkatkan antusiasme investor ritel dan semakin aware dengan berbagai produk investasi. Ia menilai saat ini, momentum investor pemula dan mahir sedang sama-sama tumbuh, sehingga kesempatan ini perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh para platform investasi.

“Nantinya kami akan tumbuh produk investasi di Bareksa untuk masuk ke bursa saham dan corporate bonds,” ucapnya dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/12).

Sebenarnya, rencana Bareksa untuk masuk ke obligasi korporasi sudah diumumkan sejak 2019 bersama FIFGroup. Namun, ditunda karena ada isu di bagian regulasi. Hingga kini, Bareksa menyediakan produk invetasi reksa dana, Surat Berharga (SBN) Ritel, dan emas. Terhitung telah memiliki 2,6 juta investor ritel dengan pertumbuhan 115% secara year on year.

Dalam kesempatan tersebut, perusahaan juga mengumumkan penambahan kemitraan dengan Pegadaian untuk BareksaEmas. Kerja sama serupa juga sebelumnya telah dilaksanakan perusahaan dengan IndoGold dan masih berlangsung hingga saat ini.

Menurut Karaniya, kehadiran Pegadaian tentunya menambah pilihan pengguna untuk berinvestasi emas dan memperoleh benefit yang ditawarkan Pegadaian. Pengguna dapat memperoleh produk tabungan emas Pegadaian yang merupakan layanan beli dan titip emas yang memudahkan investasi emas fisik secara mudah dan aman.

“Pegadaian sangat antusias membangun kerja sama dengan Bareksa yang merupakan platform finansial dan investasi pertama yang menggunakan Tabungan Emas Pegadaian. Kini seluruh masyarakat bisa menabung emas dengan mudah dan cepat melalui aplikasi Bareksa,”kata Direktur Teknologi Informasi dan Digital Pegadaian Teguh Wahyono yang turut hadir dalam kesempatan tersebut.

Pengguna dapat memiliki produk tersebut melalui aplikasi Bareksa tanpa perlu datang ke kantor cabang Pegadaian karena proses pendaftaran dilakukan sepenuhnya secara online. Tabungan emas ini memiliki beberapa manfaat sebagai nilai tambahnya, seperti dapat dijadikan pembiayaan syariah untuk memperoleh kuota haji, bisa menggadaikan tabungannya untuk memperoleh pembiayaan.

“Ke depan, fitur ini juga akan kami integrasikan dengan BareksaUmroh yang menyediakan fitur investasi reksa dana pasar uang syariah untuk tabungan perjalanan umrah dan haji di platform Bareksa,” tambah Karaniya.

Bareksa Emas Pegadaian
Peluncuran kemitraan Bareksa dan Pegadaian / Bareksa

BareksaEmas menawarkan berbagai fitur unggulan. Di antaranya, proses registrasi dan validasi KYC (Know Your Customer) sepenuhnya dilakukan secara online. Selain itu, Tabungan Emas Pegadaian di Bareksa menawarkan nominal transaksi mulai dari Rp50.000, baik untuk pembelian atau penjualan (buyback). Investor juga dapat membeli (top up) atau pun menjual emas di BareksaEmas hingga 100 gram per hari.

Pembayaran di BareksaEmas bisa dilakukan melalui transfer bank, internet banking, ATM, virtual account, hingga uang elektronik. Salah satu moda pembayaran yang sangat simpel dan seamless adalah OVO karena bisa terverifikasi otomatis secara real time dan tanpa ada biaya administrasi.

Bagi nasabah baru yang hendak membuka Tabungan Emas di aplikasi Bareksa caranya sangat mudah. Cukup buka aplikasi Bareksa, pilih mitra pengelola emas “PT Pegadaian”, lalu tentukan jumlah emas yang akan dibeli dalam bentuk satuan gram atau rupiah.

Pengguna aplikasi wajib melengkapi data secara benar. Pada tahap akhir nasabah diminta untuk melakukan proses pembayaran. Jika proses pembayaran sukses, maka secara otomatis emas yang dibeli akan tercatat di fitur Tabungan Emas pada akun pengguna Bareksa.

Karaniya melanjutkan, kehadiran BareksaEmas ini nantinya akan diintegrasikan dengan platform Grab, mengingat perusahaan ride hailing tersebut sudah menjadi salah satu pemegang saham di Bareksa dalam putaran Seri C yang diumumkan beberapa waktu lalu.

Gerbang awal memperkenalkan dunia investasi

Emas logam mulia terus menjadi pilihan investasi masyarakat luas karena bisa menjadi safe haven di saat market crash, serta dinilai berkesesuaian dengan syariah. Selama pandemi, gejolak pada aset berbasis saham mendorong naiknya permintaan atas aset safe haven seperti emas. Saat ini harga emas berada di level baru yakni rata-rata Rp820 ribu per gram, melonjak 41% dari rata-rata harga 2018 yakni Rp570 ribu per gram, sehingga emas dapat menjadi pilihan investasi jangka panjang bagi investor.

Alternatif investasi ini bisa dianggap sebagai pintu gerbang untuk memperkenalkan dunia investasi kepada lebih banyak investor baru, terlebih instrumen ini sudah begitu familiar di telinga orang Indonesia.

Hasil survei Jakpat pada awal tahun ini menunjukkan sebanyak 46% responden di Indonesia memiliki investasi emas. Angka tersebut menjadi tertinggi dibandingkan instrumen lainnya, seperti reksa dana (32%) dan deposito bank (30%). Berikutnya, saham (22%), properti (18%), valuta asing (10%), dan hanya 5%-7% yang memilih obligasi dan sukuk. Sementara itu, masih ada 29% yang tidak berinvestasi.

Application Information Will Show Up Here

Moduit Secures 65 Billion Rupiah Pre Series A Funding to Expand Wealth Management Product

Investment fintech startup Moduit announced $4.5 million (over 65 billion Rupiah) pre-series A round led by Singapore’s Reciprocus Moduit Holding (RMH). RMH is a consortium consisting of Reciprocus Financial Services Pte Ltd, insurtech entrepreneur Walter de Oude, and Helicap. In this round, participated also Djarum Group’s subsidiary, PT Alto Network.

Moduit is the first portfolio of the RMH consortium with the ambition to develop the fintech business in Southeast Asia, especially in Indonesia.

In fact, the fundraising plan has been disclosed since October 2019 through DailySocial’s last interview with the company. Nevertheless, with the right momentum amidst this pandemic, the company managed to boost optimism to pursue growth. The series A fundraising is said to be held next year.

In an official statement, Moduit’s Founder & CEO, Jeffrey Lomanto explained that his team will use fresh funds to expand its platform to offer additional curated products from wealth management, aside from mutual funds and bonds. Also, to improve the Moduit Robo-Advisor feature, which provides algorithm-based automated financial planning services with little or no human involvement.

“We plan to attract more professionals to join us as financial planning partners at Moduit. We will offer them more opportunities and a better life balance,” he said, Wednesday (11/10).

David J. Emery as Reciprocus International Pte Ltd’s Founder & Chairman, also Reciprocus Financial Services Pte Ltd’s CEO said that the pandemic is a double-edged sword. “Moduit has developed a digital platform that can help its Financial Planning Partners to open important wealth gateways for gen-Z and millennials,” he said.

Singlife’s Founder, Walter de Oude said, “Moduit is the perfect platform that combines technology with financial planning in Indonesia. Moduit has all the recipes for rapid growth and success.”

Jeffrey continued, throughout this year, without marketing support, Moduit’s Assets Under Advisory (AUA) grew by more than 40% in line with the average investment value for B2C reaching $4600 or Rp66.7 million per client. Simultaneously, the number of Moduit Advisory Partners grew 74%, these partners handling an average portfolio of $60,000 or IDR 870 million per client.

In 2020, the company aims to triple the number of Financial Planning Partners and push AUA up to seven times. “The entire Moduit team is very excited about this development. With such a huge opportunity in Indonesia, our ultimate goal going forward is expansion throughout Indonesia, and we also plan to pursue series A funding by the end of 2022,” he said.

Different approach

Moduit takes a different approach in marketing investment products. There are two target consumers, B2C to target retail investors, and B2B2C by targeting securities marketers to reach investors with larger amounts.

This strategy was taken as the current wealth management industry is very fragmented. There are three main activities, educating clients by finding out their financial needs and what their cashflow is like. Instead of solely provided KYC (Know Your Customer).

Furthermore, the second activity is a financial planning to simulate the investment portfolio based on the data obtained during the first activity. Finally, the execution to transact activities in the second section.

“This last part requires an PI (Investment Advisor) license to administer, connect with custodians, KSEI (Indonesian Central Securities Depository) and so on. In Indonesia, wealth management startup players are very fragmented, if we expect it to be end-to-end,” Moduit’s Founder & CEO, Jeffry Lomanto told DailySocial.id in a previous interview.

Based on OJK statistics, the number of representatives of mutual fund selling agents (WAPERD) was monitored to increase to 24,351 WAPERDs as of January 2021, from the previous 24,972 agent representatives in 2017.

The B2B2C business is the biggest vehicle in Moduit. However, Jeffrey still wants his two businesses to grow together with the combination of ticket size and number of tickets generated from each.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here