Tantangan Bermedia di Era Digital

Media menjadi industri yang ikut berdampak karena perkembangan teknologi digital. Konsumsi orang dalam membaca berita pun bergeser, mulai dari durasi membaca makin pendek, lebih tingginya ketertarikan pada visual daripada tulisan, dan faktor lainnya. Lantas bagaimana solusinya?

Hal ini dijawab dalam salah satu diskusi panel yang diselenggarakan Qlue bertajuk Smart Citizen Day beberapa hari lalu, menghadirkan praktisi dari berbagai media seperti Hugo Diba (Kumparan), Rama Mamuaya (DailySocial.id), Edi Taslim (Kaskus), dan Karaniya Dharmasaputra (Bareksa).

Hugo Diba menjelaskan kehadiran Kumparan sejak 2017 ini adalah jawaban dari pergeseran konsumsi media. Pergeseran ini adalah suatu keniscayaan yang membuatnya percaya bahwa mau tak mau harus meredifinisikan kembali jurnalisme. Caranya harus dengan membangun tim terbaik dan teknologi terbaik.

“Perusahaan media itu harus jadi tech juga, makanya kita challenge tim IT kita bagaimana teknologi bisa bantu teman-teman jurnalis bisa dapat info lebih cepat dan akurat. Ada algoritma, trending topic, supply side kami perbesar. Alhasil jurnalis kami bisa kerja 4x lebih cepat. Visi misi kami adalah bagaimana menyampaikan berita dengan baik dan tepat,” terangnya.

Di sisi lain, Rama Mamuaya menambahkan perusahaan media memang harus beradaptasi dengan perubahan teknologi. Informasi yang disampaikan dalam konten harus sempurna tersampaikan dengan baik, apapun medium yang dipakai entah itu visual, teks, ataupun video.

“Perusahaan media harus tetap bertanggung jawab dengan kualitas konten yang disampaikan, apapun format yang mereka pakai,” katanya.

Kembali ke khittah awal

Sementara itu, perkembangan teknologi internet yang pesat membuat Kaskus berbenah diri agar tetap relevan dengan kondisi terkini. Edi Taslim mengatakan ekosistem internet 20 tahun lalu berbeda jauh, belum ada platform media sosial, sehingga Kaskus harus mencari cara agar tetap relevan dan menjadi destinasi untuk kultur pop.

Kaskus banyak meluncurkan inisiasi yang pada ujungnya mengembalikan Kaskus ke khittahnya sebagai platform diskusi yang berlandaskan pada kesamaan minat dan hobi.

“Jadi esensinya adalah tetap menjadikan Kaskus sebagai tempat orang membicarakan hobi. Itu yang kami pertajam sehingga membuat Kaskus tetap unik,” terang Edi.

Bagi Bareksa, penetrasi keuangan yang masih rendah saat ini adalah bukti ketidakmampuan jurnalisme elitis. Ini adalah jurnalisme yang memberitakan hanya untuk segelintir kalangan saja. Oleh karenanya, Bareksa ingin mendemokratisasikan kekuatan teknologi dengan industri keuangan terutama reksa dana agar bisa dijangkau oleh siapapun dari berbagai kalangan kelas ekonomi.

“Pengalaman di Bareksa, kami jadi fintech pertama yang mendapat lisensi APERD dari OJK. Investor ritel kami ada 450 ribu orang, itu mencerminkan 40% dari total investor reksa dana di Indonesia.”

Kolaborasi dengan berbagai pihak

Kolaborasi itu tidak berlaku untuk satu industri saja. Perusahaan media pun juga harus berkolaborasi. Rama menjelaskan untuk mengembangkan teknologi, agar bisa dikenal oleh siapapun, perlu harus gandeng berbagai pihak. Mulai dari pembuat kebijakan, pengambil keputusan, dan lainnya.

Hal ini juga diamini Karaniya. Dalam bisnisnya, Bareksa kini bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Bukalapak, Tokopedia, dan Ovo untuk memasarkan produk reksa dana online secara masif dan ritel. Agar semakin banyak orang yang terkonversi menjadi investor pasar modal.

“Kami ingin mereplika kisah sukses di Tiongkok. Dunia fintech tumbuh dengan pesat karena e-commerce dan e-money,” pungkasnya.

Transformasi Kaskus: Seribu Cara Ajak “Kaskuser” Kembali

Mungkin hampir semua anak generasi 90-an atau awal 2000-an tahu betul Kaskus itu apa dan pasti pernah mengaksesnya. Entah iseng-iseng ingin baca sesuatu atau dapat artikel rekomendasi dari teman.

Mengingat Kaskus itu seperti sedang bernostalgia. Segala topik bisa dibahas di sana. Yang paling saya ingat itu konten yang bermuatan jenaka namun informatif. Kaskuser sungguh kreatif dalam membuat tulisan.

Memang, konsep artikel UGC (user generated content) pada waktu itu memang belum banyak tersedia, sehingga belum ada alternatif portal lain yang bisa diakses anak muda. Baik itu portal berita atau forum lain sebesar Kaskus.

Jual-beli barang bisa terjadi lewat Forum Jual Beli. Belum ada Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee dengan promo ongkos gratisnya yang tak kunjung usai itu. Cari barang yang mau dijual, pasang harga, dan tak lupa memasukkan pesan “Nego halus, yang keterlaluan di lempar bata ya.”

Kalau mau cari barang pun bisa pasang thread. Tak perlu capek-capek cari lapak, ketika thread sudah jadi tak lama pasti ada yang kirim pesan atau langsung SMS. Nego harga saja, janjian lokasi dengan penjual, barang pun diterima.

Tampilan Kaskus di 2012 / Kaskus
Tampilan Kaskus di 2012 / Kaskus

Belum banyaknya opsi yang bisa dipilih oleh Kaskuser, entah itu mengakses informasi dan transaksi barang, menjadikan Kaskus sebagai primadona. Apa-apa harus lewat Kaskus.

Ingat betul di benak saya, saat pulang sekolah iseng-iseng ke warnet cuma buat nge-Kaskus saja, lalu membuka semua tab yang masuk Hot Thread, sembari memasang lagu dari aplikasi Winamp yang selalu siap di PC warnet.

Setelah semua tab terbaca, saya mengklik thread rekomendasi dari Kaskuser yang biasanya dipamerkan di bagian bawah. Tak lupa baca beberapa respons dari Kaskuser. Kebiasaan ini saya lakukan sampai duduk di bangku sekolah. Saat handphone sudah sedikit canggih, saya perlahan beralih ke situs mobile.

Sempat beberapa kali saya beli dan jual barang lewat FJB. Kebanyakan produk elektronik, seperti handphone, tablet, mouse, keyboard, laptop, sampai kamera. Selama transaksi di FJB syukurnya belum pernah mengalami kejadian buruk.

ID Kaskus saya ternyata dibuat sejak 2010. Namun tak satupun thread pernah saya buat, alias silent reader. Hampir jarang sekali meninggalkan komentar dari setiap thread yang saya baca. Bahkan kemarin saya cek status ID Kaskus masih “newbie“.

Minim gebrakan inovasi sampai hinggapnya konten politik

Perayaan hari jadi Kaskus ke 15 pada 2014 lalu / Kaskus
Perayaan hari jadi Kaskus ke 15 pada 2014 lalu / Kaskus

Sedari awal Kaskus berdiri memang hanya fokus ke konten tulisan karena ingin menempatkan diri sebagai forum diskusi. Tampilan UI/UX terus dipermak demi menyesuaikan pembaca dan perkembangan zaman.

Setiap kali Kaskus melakukan pembaruan tampilan, selalu ada pro-kontra. Dalam pembaruan tampilan yang diumumkan Kaskus baru-baru ini, seorang Kaskuser menyebut, pembaruan layout, engine atau lainnya tidak diperlukan karena esensi terpenting dari Kaskus adalah kesederhanaannya sebagai forum diskusi, tidak terlalu banyak tombol sebab dia menganggap itu membingungkan.

Produksi konten tulisan dirasa semakin tertantang karena makin maraknya portal berita yang memiliki konsep UGC, platform media sosial, dan messaging. Jangan lupakan faktor smartphone dan dukungan jaringan data yang harganya semakin terjangkau.

Semuanya mengubah gaya hidup manusia dalam berkomunikasi dan mengakses informasi. Perubahan yang cepat ini membuat Kaskus seolah hilang arah. Mau mengikuti platform A, B, dan C, bagaimana cara agar tetap menjadi role model bagi setiap perusahaan digital.

Pengalaman kesusahan mencari konten original saya rasakan sendiri. Setelah vakum sekian tahun, belakangan ini saya iseng buka Kaskus. Kalau di cek thread berdasarkan “Lagi Ngetop” kebanyakan bermuatan politik. Algoritmanya terasa kacau.

Sekalinya menemukan konten yang menarik, ternyata hasil saduran dari portal media lain. Ekspektasi saya untuk mendapatkan konten yang menghibur kini sulit ditemukan di Kaskus. Berbeda dengan sebelumnya, cukup cek Hot Thread saja, sudah dijamin kontennya menarik dan original.

Thread paling fenomenal yang pernah dibuat di Kaskus adalah cerita bersambung Keluarga Tak Kasat Mata pada 2016 dan sudah dibuat versi film setahun berikutnya. Konten ini berhasil menarik lebih dari 13,8 juta Kaskuser dan mendapat lebih dari 7.600 komentar. Menobatkan thread ini paling banyak dibaca Kaskuser.

Inovasi yang dilakukan Kaskus, belum ada yang begitu drastis. Masih sebatas pengembangan dari produk yang sudah ada. Salah seorang Kaskuser beranggapan, sejak 2014 Kaskus mulai ditemukan konten berbau politik yang membuat dia jadi malas untuk kembali lantaran perdebatannya dianggap sudah tidak sehat. Komentar ini ditanggapi serius Kaskuser lainnya dengan menandai tahun tersebut adalah era kemunduran Kaskus.

Bila dilihat dari timeline-nya, mulai dari tahun 2015 hingga 2016, Kaskus membuat fitur-fitur yang secara halus mencegah Kaskuser beralih ke platform lain. Misalnya, Kaskus Plus untuk membership premium, aplikasi Jual Beli, Kaskus Chat, menyempurnakan FJB dengan KasPay, KasAds, BranKas, dan titik akhirnya menginisiasi Kaskus Networks untuk “menambal” kekosongan konten.

Upaya terus dilanjutkan sampai tahun 2017 ditandai lewat peluncuran Kaskus Creator untuk mendorong Kaskuser menghasilkan uang lewat konten yang mereka produksi. Kaskus beralih untuk berpartisipasi untuk pendanaan di ProPS yang bermuara pada terpilihnya eks Founder & CEO ProPS Edi Taslim menjadi CEO Kaskus.

Rekam jejak Kaskus untuk menambah portofolio tidak hanya berhenti di Garasi.id saja, diteruskan ke Prosa.ai dan KontrakHukum. Di masa kepemimpinan Edi, Kaskus akhirnya terjun ke konten video dan suara lewat kehadiran Kaskus TV dan Podcast.

Kepada DailySocial, CEO Kaskus Edi Taslim berpendapat kehadiran dua produk ini adalah upaya Kaskus agar tetap relevan namun tetap konsisten dalam menyorot kekuatan konten yang dimiliki.

“Harapannya, ketiga channel yang kami hadirkan ini bisa menjadi kekuatan dan diferensiasi dari Kaskus, juga memenuhi kebutuhan diskusi dan interasksi dari komunitas akan minat dan hobi,” kata dia.

Sementara terkait investasi ke Prosa.ai dan KontrakHukum, Edi menuturkan Kaskus dan Prosa.ai masih dalam proses pengembangan untuk mengaplikasikan Prosa Text untuk filtering konten hoax di Forum Kaskus. Diharapkan dapat segera diterapkan dalam waktu dekat.

Menurut saya, antisipasi ini bisa dikatakan terlambat namun juga tidak. Sebab Podcast ini masih jadi barang baru buat orang Indonesia dalam mengonsumsi informasi. Kaskus punya peluang di situ.

Namun kebiasaan orang Indonesia untuk mengonsumsi video itu sudah mulai terbentuk sejak YouTube hadir dan semakin dipertegas lewat berbagai platform media sosial kenamaan lainnya. Apalagi konten kreator di YouTube makin menjamur jauh sebelum Kaskus TV hadir.

Saya sendiri sudah mencoba jajal Kaskus TV dan Podcast. Secara impresi, saya lebih menyukai Kaskus Podcast karena sudah terpasang sebagai widget di situs utama Kaskus dan tidak autoplay. Kontennya pun original dan menarik karena diambil dari thread yang diunggah di Kaskus.

Beda halnya dengan Kaskus TV, video dibuat autoplay sehingga memberi kesan Kaskuser dipaksa untuk menontonnya. Satu-satunya opsi yang tersedia adalah pause video secara manual dan membiarkan video buffer dengan sendirinya.

Opsi ini tentu saja merugikan buat para Kaskuser dengan kuota data yang terbatas dan mengurangi impresi buat Kaskus TV. Dilihat dari konten, menurut saya tidak jauh berbeda dengan apa yang biasa orang-orang konsumsi di YouTube. Meski diklaim teknologi yang dipakai mencegah orang untuk melakukan pembajakan, tapi tetap saja butuh waktu untuk Kaskus TV mendapatkan timing-nya.

Lagi-lagi karena terlambat melihat peluang, Kaskus kehilangan timing. Sebelumnya menurut banyak orang, termasuk saya, Kaskus punya peluang besar untuk membesarkan FJB. Lihat sekarang bagaimana FJB, reputasinya sudah jeblok.

Edi mengklaim, sejak Kaskus TV diluncurkan pada September 2018 telah tembus 1,3 juta unique viewers. Angka ini melampaui target 1 juta unique viewers yang dia sebutkan saat peluncuran perdana. Kaskus TV memiliki delapan program original dan bekerja sama dengan lebih dari 30 partner menghasilkan 720 ragam video.

Sementara untuk Kaskus Podcast, ada enam program original dan bekerja sama dengan enam podcast partner. Pihaknya menyediakan studio podcast untuk memfasilitasi komunitas atau kerja sama program ke depannya.

Posisi merosot

Peringkat Kaskus di Alexa (15) dan SimilarWeb (25) terasa merosot jauh dari peringkat 10 besar di Indonesia, per Desember 2018. Dengan IDN Media (peringkat 13 menurut Alexa), notabenenya termasuk media UGC yang baru lahir, Kaskus sudah kebobolan.

Namun bila melihatnya sebagai forum komunitas online, digdaya Kaskus memang belum bisa terkalahkan di Indonesia selama 19 tahun berdiri. Menurut SimilarWeb, Kaskus memiliki total kunjungan 53,76 juta naik 8,36%. Rata-rata lama kunjungan 4:50 menit dan bounce rate 64,9%. Kaskuser membaca sekitar 2,92 halaman per kunjungan.

Dari data internal Kaskus,  saat ini Kaskuser terdaftar mencapai 10,4 juta, sementara jumlah pengunjung aktifnya lebih dari 26 juta per bulan. Konten UGC yang diproduksi jumlahnya tiap tahun mencapai 1,5 juta thread.

Edi menyebut konten yang saat ini menarik bagi Kaskuser maupun non Kaskuser adalah thread yang berasal dari forum The Lounge yang umumnya membahas isu atau tren terkini. Lalu ada thread dari forum Berita & Politik, Stories form The Heart, Kendaraan Roda 4, Dunia Kerja & Profesi, Android, Lowongan Pekerjaan, Supernatural, dan Lounge Video.

Saya yakin, seluruh angka ini bukan menjadi kebanggaan karena di era kejayaannya Kaskuser rela berjam-jam mengakses Kaskus saja. Semakin rendah bounce rate, tentu akan semakin bagus buat situs karena konten yang diproduksi dibaca oleh banyak orang.

Ada salah satu Kaskuser yang saya temukan membuat thread soal perubahan Kaskus dari masa ke masa. Pada Juni 2011, Kaskus masuk ke dalam jajaran 10 besar situs yang paling banyak dikunjungi menggunakan Opera Mini. Unggahan lainnya, memperlihatkan pada Agustus 2015 Kaskus masih masuk ke posisi ke 7 di Alexa, lalu pada awal bulan tersebut melorot ke 8.

Grafik Kaskus menurut Alexa
Grafik Kaskus menurut Alexa

Apabila Kaskus TV dan Kaskus Podcast dalam waktu dekat belum bisa memberi sumbangsih kepada perusahaan. Artinya Kaskus harus putar otak lagi untuk mengembalikan kejayaannya. Mengadakan kompetisi dengan komunitas, seperti Kaskus Battleground untuk gaet industri e-sport, atau gelaran acara musik yang belakangan ini giat dilakukan, belum maksimal buat mendongkrak posisi Kaskus sebagai forum komunitas online.

Saya menangkap beberapa komentar dari Kaskuser menuding penurunan ini karena Kaskus terlalu sering mengubah template, padahal menurutnya hal ini membuat Kaskus kehilangan ciri khas. Berikutnya admin Kaskus yang dianggap terlalu kaku karena sering ban pengguna, tidak seperti dulu yang sangat berbaur. Apalagi saat ada masukan dari Kaskuser, jawaban dari moderator dinilai template.

Kehadiran iklan yang terlalu banyak akhirnya dianggap mengganggu karena Kaskuser menganggap Kaskus terlalu profit-oriented. Padahal kasarnya, sebagai perusahaan, Kaskus memang harus melakukan monetisasi demi menghidupi karyawannya. Namun cara yang diambil kurang berkenan bagi para Kaskuser.

Menentukan posisi

Posisi Kaskus berhadapan keras di dua area, media/media sosial dan iklan baris (classified ads). Seolah-olah menjadi pisau bermata dua, harus betul-betul tahu memposisikan diri agar Kaskus tetap eksis.

Sebelum Edi, posisi CEO Kaskus sempat kosong pasca hengkangnya Ken Dean di 2016. Saat itu, secara interim kepemimpinan dipegang On Lee yang sekaligus CTO baik di Kaskus maupun GDP Venture. Andrew Darwis kini menempati posisi Founder dan CCO.

Dalam suatu wawancara, Edi pernah mengatakan, sebagai CEO ia akan memfokuskan Kaskus kepada khittahnya sebagai forum komunitas online dengan mengedepankan unsur diskusi.

Kiprah Edi di industri media, terutama membangun Kompas Gramedia Group, majalah tekno Chip, Kompas.com, dan pencapaiannya lainnya tidak perlu diragukan lagi bisa menjadi bekal yang cukup buat Kaskus. Di bawah kepemimpinannya, saya berharap Kaskus bisa lebih agresif untuk berinovasi dan tidak lagi mandeg.

Sering-sering duduk bersama dengan Kaskuser dan membicarakan masa depan mungkin bisa mengembalikan kiprah Kaskus. Toh, keluhan Kaskuser yang diluapkan lewat thread banyak yang menginginkan manajemen untuk ngariung ngobrol bareng.

Kaskus saat ini masih bisa hidup karena dukungan Kaskuser. Jangan sampai posisi Kaskus semakin terjungkal, sampai akhirnya tinggal kenangan.

Application Information Will Show Up Here

Kaskus Invests in KontrakHukum

Kaskus announces an investment to KontrakHukum, a digital platform providing various legal services. There’s no further detail regarding its value. It’s expected to encourage synergy, particularly in legal support for the community of business players and content creators in Kaskus.

“The partnership is part of our support for Kaskuser can get a legal education from a credible and trusted source. The aim is for Kaskuser who also the business player or content creator, is no longer hesitant to secure their work or business in legal perspective for the future,” Edi Taslim, Kaskus’ CEO, explained.

KontrakHukum is a digital platform founded by Rieke Caroline. Having a founder with legal background and experience, KontrakHukum holds a mission to educate SMEs and startups to aware of legal early.

Some legal services offered by KontrakHukum are the making of the agreement, business entity, Intellectual Property Rights registration, business license, legal consulting, notary, and many more. Those services are accessible through its online platform. To date, KontrakHukum has served hundreds of clients.

“The strong Kaskus communities in 58 regions in Indonesia will strategically help us to reach people in the rural area to be literate and begin to involve legal aspects in running the business or secure their work. Through the digitally integrated services, we can provide quick, easy, and affordable legal services,” Rieke Caroline, KontrakHukum’s Founder, said.

Kaskus is actively developing their business and services this year. A number of investments become their strategy, one of those is investment in Indonesian Language NLP Development company. Another strategy is by adding several new services, such as Kaskus TV and Kaskus Podcast.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Kaskus Berikan Investasi kepada KontrakHukum

Hari ini (14/11) Kaskus mengumumkan investasinya ke KontrakHukum, sebuah platform digital yang menyediakan berbagai jasa di bidang hukum. Tidak disebutkan mengenai detail dan nominal investasi yang diberikan. Investasi ini diharapkan bisa menghadirkan sinergi, terutama berbentuk dukungan dan bantuan hukum terhadap komunitas pelaku usaha dan content creator di Kaskus.

“Kerja sama ini merupakan bentuk dukungan kami agar para Kaskuser bisa mendapatkan edukasi tentang hukum dari sumber yang kredibel dan terpercaya. Harapannya, Kaskuser yang juga pelaku usaha ataupun content creator sudah tidak ragu lagi untuk mengamankan karya ataupun bisnis mereka dari sisi hukum ke depannya,” terang CEO Kaskus, Edi Taslim.

KontrakHukum sendiri merupakan platform digital yang didirikan oleh Rieke Caroline. Dengan latar belakang dan pengalaman hukum yang dimiliki founder-nya, KontrakHukum mengusung misi untuk mengedukasi pengusaha kecil menengah dan startup agar mengenal hukum sejak dini.

Beberapa jasa hukum yang ditawarkan KontrakHukum antara lain pembuatan kontrak, pembuatan badan usaha, pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual, perizinan usaha, konsultasi hukum, jasa notaris dan lainnya. Jasa tersebut bisa diakses melalui platform KontrakHukum secara online. Sejauh ini KontrakHukum sudah melayani ratusan klien.

“Kekuatan komunitas Kaskus di 58 regional Indonesia akan sangat strategis dalam membantu kami untuk menjangkau masyarakat di daerah untuk melek hukum dan mulai melibatkan aspek hukum dalam menjalankan bisnis atau mengamankan karya mereka. Melalui layanan yang terintegrasi secara digital, kami dapat memberikan pelayanan hukum dengan cepat, mudah, dan tentunya harga yang terjangkau,” tutur Founder KontrakHukum, Rieke Caroline.

Kaskus sendiri tahun ini cukup aktif dalam mengembangkan bisnis dan layanan mereka. Sejumlah investasi juga menjadi strategi mereka, salah satunya investasi ke perusahaan pengembang NLP Bahasa Indonesia Prosa.ai. Strategi Kaskus lainnya dengan menambahkan beberapa layanan baru seperti luncurkan Kaskus TV dan Kaskus Podcast.

Application Information Will Show Up Here

Kaskus Luncurkan Kaskus Podcast, Beri Ruang Bagi Kaskuser untuk Berkreasi

Di usianya yang menginjak 19 tahun, secara berkala Kaskus terus meluncurkan inovasi-inovasi. Setelah di pertengahan Agustus kemarin mereka meluncurkan desain baru, kemudian di akhir September memperkenalkan Kaskus TV, kini mereka meluncurkan Kaskus Podcast. Sebuah layanan baru yang disiapkan untuk menghadirkan konten dalam format audio yang berisikan minat, hobi hingga isu terkini, baik di Top Forum Kaskus maupun di kehidupan sosial.

Selain menghadirkan konten asli karya Kaskuser di forum, Kaskus Podcast juga akan bekerja sama dengan beberapa kreator.

“Kaskus Forum kaya dengan beragam thread dan artikel berkualitas buatan Kaskuser. Beberapa di antara thread tersebut bahkan ada yang sudah dipublikasikan menjadi buku dan film layar lebar. Menyadari itu, Kaskus ingin memperluas amplifikasi konten-konten berkualitas karya Kaskuser tersebut dari basis teks dan image ke format audio visual, lewat Kaskus TV dan Kaskus Podcast. Kami yakin keunikan topik dan story yang diangkat di Kaskus Podcast dapat dinikmati pengguna dan komunitas serta masyarakat umum,” jelas CEO Kaskus Edi Taslim.

Saat ini ada beberapa program original Kaskus yang sudah hadir di Kaskus Podcast, antara lain Jas Merah, Kamis Misteri, Leh Uga dan SKJ (Seputar Kesehatan dan Jasmani). Sementara program yang bekerja sama dengan kreator podcast Indonesia antara lain CenayangFilm, Buku Kutu, KomrikMania, Box2BoxID, ArvipraTech, Umpan Tarik dan Retropus. Ada juga program hasil kerja sama dengan Gen FM. podcast mengenai “Keluarga Tak Kasat Mata”, salah satu cerita horor karya original Kaskuser yang juga sudah diangkat ke layar lebar.

“Kehadiran Kaskus Podcast juga merupakan salah satu bentuk apresiasi kami kepada para Kaskuser yang produktif menghasilkan konten-konten unik dan menarik. Harapannya Kaskus Podcast dapat lebih mempopulerkan karya Kaskuser dalam format audio dan sekaligus memberikan ruang berkreasi dan membuka peluang usaha,” imbuh Edi.

Selain memberikan platform online Kaskus Podcast, Kaskus juga memberikan dukungan berupa fasilitas Podcast Studio secara gratis kepada Kaskuser dan komunitas yang ingin memproduksi podcast mereka.

Application Information Will Show Up Here

Pengembang NLP Bahasa Indonesia Prosa.ai Dapatkan Investasi dari Kaskus

Hari ini (08/10), Kaskus secara resmi mengumumkan investasinya ke Prosa.ai, pengembang platform Natural Language Processors (NLP) untuk Bahasa Indonesia. Tidak disampaikan terkait detail pendanaan yang diberikan. Sejauh ini produk Prosa.ai fokus pada layanan Text & Speech-based Processing Tools yang dibuat kustom sesuai dengan kebutuhan kliennya.

Dalam sambutannya, CEO Kaskus, Edi Taslim menyampaikan bahwa perusahaan melihat Prosa.ai memiliki potensi dan kompetensi yang besar melalui layanannya. Prosa.ai dinilai sebagai perusahaan perangkat lunak pertama yang berhasil menghadirkan NLP komprehensif untuk Bahasa Indonesia. Dalam waktu dekat, Kaskus akan mengaplikasikan layanan Prosa.ai guna menyaring berita hoax maupun negatif di forum, sehingga dapat menghadirkan konten yang lebih positif kepada Kaskuser.

“Kami sangat senang bisa menjadi salah satu partner awal dalam pengembangan Prosa.ai melalui investasi ini. Kami harap investasi ini bisa membantu pengembangan Prosa.ai ke depannya,” ujar Edi.

Prosa.ai diinisiasi pada awal tahun 2018, dipimpin oleh Ayu Purwarianti sebagai NLP Chief Scientist. Produk yang dikembangkan memiliki misi untuk meniru kemampuan manusia dalam menganalisis sebuah teks dan percakapan.

Dalam implementasinya Prosa.ai memiliki dua produk utama. Pertama adalah Prosa Text (nama produk untuk rekognisi teks), menyediakan jasa dalam bentuk API dan juga customized application. Beberapa di antaranya adalah identifikasi berita hoax, hate speech, ekstraksi opini, klasifikasi jenis dokumen, ekstraksi informasi khusus, tools dasar NLP, dan lain-lain.

Sementara Prosa Speech (nama produk untuk rekognisi suara), memungkinkan mesin untuk mengenali ucapan dalam Bahasa Indonesia, mensintesis ucapan, mengenali identitas pengucap, dan mengenali maksud serta emosi dari ucapan. Hal ini memungkinkan mesin untuk menerima masukan dan keluaran dalam bentuk ucapan, seperti pada voice-commands, voice-id biometrics, atau sistem media monitoring.

“Kami sangat senang dan bangga mendapatkan dukungan dari Kaskus untuk semakin mengembangkan layanan Prosa.ai. Dengan memiliki SDM lokal yang kompeten, kami yakin dapat menghadirkan teknologi NLP terdepan yang dapat memberikan solusi terhadap kebutuhan klien dan partner,” sambut CEO Prosa.ai, Teguh Budiarto.

Kaskus Rambah Layanan Video Streaming, Umumkan Kehadiran “Kaskus TV”

Kaskus meresmikan layanan video streaming “Kaskus TV” dengan pendekatan program dan video format pendek seputar minat, hobi, dan gaya hidup sesuai dengan DNA perusahaan. Dalam mengisi konten, Kaskus bekerja sama dengan para pegiat hobi, komunitas, dan para mitra konten.

“Kaskus TV menghadirkan tayangan konten yang sudah dikurasi dan spesifik mengenai minat dan hobi, sesuai dengan fokus utama Kaskus. Di tahap awal ini, kami menghadirkan lebih dari 45 katalog program dengan total durasi lebih dari 200 jam,” terang CEO Kaskus Edi Taslim, Kamis (27/9).

Kaskus juga ikut memproduksi konten original yang dibuat khusus, seperti “Bermusik”, sebuah web series mengenai musik dan hobi yang dipandu mantan Editor-in-Chief Rolling Stone Indonesia Adib Hidayat. Tak hanya itu, bersama rumah produksi mereka menghadirkan secara eksklusif beberapa serial film pendek.

Dalam mengisi kontennya, Kaskus TV bekerja sama dengan sejumlah mitra, seperti Narasi.TV, Opini.id, SuperMusic, SuperAdventure, Indonesia Kaya, DailySocial, dan Kumparan.

Layanan ini juga menyuguhkan konten video mengenai minat dan hobi unik, berkolaborasi dengan pegiat hobi serta komunitas seperti Kaskus Traveller, Kaskus Table Tennis Club, Kaskus Motovlogger, SJCam, IndoExoticPets, dan masih banyak lagi.

“Kaskus TV berkaitan dengan platform diskusi Kaskus, jadi di bawah video ada thread untuk berdiskusi dengan sesama Kaskuser sebab inti utama Kaskus itu adalah forum diskusinya.”

Untuk mengisi konten di Kaskus TV akan ada proses kurasi yang dilakukan tim Kaskus. Jadi tidak sembarang konten yang bisa dikonsumsi di dalamnya. Langkah ini dilakukan demi memonitor kualitas konten tetap selaras dengan DNA Kaskus.

“Bisa ditonton siapa saja secara gratis tapi untuk mengisi kontennya kami yang kurasi. Prosesnya bisa dari kami yang mengajak kerja sama dengan pengisi konten, lalu diskusi sial model lisensinya seperti apa, dan komersialisasinya bagaimana. Siapa yang mau biayai, kemudian bagaimana sistem bagi hasilnya.”

Guna dukung para kreator konten, Kaskus sudah menyiapkan fasilitas studio mini lengkap beserta peralatan dan operatornya. Studio ini terletak di kantor Kaskus dan dimanfaatkan secara gratis.

“Platform video Kaskus TV dan fasilitas studio serta auditorium dibangun untuk mendukung berbagai aktivitas online dan offline komunitas di Kaskus. Juga untuk menghargai karya Kaskuser yang akan diproduksi dan dikembangkan jadi web series, baik format video dan audio podcast.”

Tambahan pemasukan bisnis

Edi melanjutkan Kaskus TV adalah rencana bisnis yang sudah jauh-jauh hari disiapkan Kaskus. Perusahaan mengalokasikan sejumlah investasi untuk menggunakan platform video khusus yang juga dipakai oleh jaringan TV kabel HBO. Kendati demikian, ia enggan menyebutkan nilai investasi ini.

Platform video tersebut dipakai untuk mendukung kontrol Kaskus terhadap konten agar tidak mudah dibajak, sekaligus mendukung unsur eksklusivitas setiap konten yang diproduksi karena tidak ada di platform streaming lainnya.

“Di Indonesia kebanyakan media tidak menggunakan platform video sendiri, akhirnya menggunakan platform yang gratis sehingga mengorbankan strategi monetisasinya jadi terbatas. Investasi yang kami keluarkan ini dapat sepadan dengan angka viewers yang bisa kami cetak ke depannya.”

Nantinya platform ini akan jadi manuver tambahan pemasukan dari iklan untuk bisnis Kaskus. Ada yang diambil dari sewa lisensi, bagi hasil revenue, atau lainnya. Persentase untuk bagi hasil bervariasi, ada 50-50, bahkan ada yang 70-30.

Pada tahap awal ini, strategi tersebut belum menjadi fokus Kaskus. Pihaknya ingin memastikan adanya pertumbuhan secara organik untuk angka penonton.

“Video ini memiliki nilai lebih dibandingkan konten tulisan atau gambar, lagipula susah juga untuk di-copy paste. Kami tidak ingin melulu soal revenue. Kaskus TV ini akan diarahkan untuk memanjakan komunitas supaya ada wadah baru.”

Sejak dua minggu ini dilepas secara publik, salah satu program Kaskus TV, yakni Bermusik telah tembus ditonton oleh 250 ribu orang. Angka ini terbilang cukup fantastis untuk sebuah platform video streaming yang baru berusia 1,5 bulan ini.

Edi menargetkan sampai akhir tahun diharapkan dapat tembus 1 juta unique views.

“Kami cukup percaya diri dengan pencapaian yang masih baru ini. Artinya, pengguna Kaskus bisa mendapat tontonan yang cukup layak dan bervariasi sesuai dengan hobi dan minat mereka,” pungkas Edi.

Untuk mendukung Kaskus TV, ada tambahan inovasi berupa audio podcast yang dapat digunakan untuk berinteraksi dengan komunitas. Audio podcast ini rencananya akan diresmikan pada bulan Oktober 2018.

Application Information Will Show Up Here

Kaskus to Acquire Four New Subsidiaries for Content Development

Kaskus will invest in four startups to support its effort on content production as it wants to stay relevant. The investment process is currently on due diligence stage and to be announced soon.

“We’re not a new startup founded only 2-3 years ago. We’ve sustained and will be standing still. The strategy is to invest in ourselves and subsidiaries. I can’t mention any name yet, but it’s in progress. There are four startups we want to invest in, they are companies with [business] alignment in Kaskus,” Edi Taslim, Kaskus’ new CEO, said (4/9).

The fresh investment will increase Kaskus’ subsidiaries portfolio. Garasi.id is one of the spin-off, engaged in automotive marketplace and launched in August 2017. It provides a comprehensive solution for online secondhand car sales and closely integrated with Kaskus Forum.

Taslim expects the strategy can work along the ambition to produce original and curated content, whether in a text, photo, or video. Although, the main focus remains to produce UGC (User Generated Content).

“Some new program to be launched, such as video-based program. Furthermore, there will be more live streaming, talk show, and others. Previously, all contents are fully user-generated, now we’re going to make original one.”

He said the biggest challenge for Kaskus is not to change the business model. The company focus to enhance its services as a community platform and should be able to attract people with similar interests.

Andrew Darwis, Kaskus’ Founder added, the users are getting less interested to produce content. Currently, Kaskus Kreator has 11,000 registered users.

“Therefore, we create Kaskus Kreator last year to ‘incentivize’ creators to write articles and get rewarded by the views they get. Per 1 view is Rp1. Last month, Rp30 million was redeemed to all creators,” Darwis explained.

Reducing hoax with AI

Content policies will be improved along with UGC. There will be no space for hate speech, pornography, and other contents violating the law. AI technology will be used by the moderator to filter content.

Darwis continued, in practical, AI machine will cross-check every content Kaskus received by referring it to the trusted media, whether it’s a fake news or duplicate. Moderator will process after the result came out.

“The AI is available only for internals, not users. We’ve been using it since last year, under Mr. On Lee leadership [Kaskus’ previous CEO].”

Taslim added, the content policy affirmation is Kaskus’ form of anticipation entering this political year. The company wants to moderate conversation to be more positive.

“We’ve been easy all this time. We want to assure that we won’t turn a blind eye for content violation. We’re gathering with moderators to direct the conversation to be more positive,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Perkuat Konten, Kaskus Siap Tambah Empat Anak Usaha Baru

Kaskus mengumumkan akan berinvestasi ke empat startup sebagai anak usaha baru guna perkuat produksi konten agar tetap relevan dan memenuhi kebutuhan forum diskusi dan komunitas. Adapun proses investasi tersebut sudah mencapai tahap due diligence dan bakal diumumkan dalam waktu dekat.

“Kita ini bukan startup yang baru berdiri 2-3 tahun, jadi sudah sustained dan harus tetap sustained. Jadi sekarang strateginya kita investasi ke diri sendiri dan buat anak usaha. Saya belum bisa bilang namanya, masih dalam proses. Ada empat startup yang mau kita invest, mereka itu perusahaan yang kita lihat ada alignment-nya dengan Kaskus,” terang CEO baru Kaskus Edi Taslim, Senin (9/4).

Investasi segar ini akan menambah portofolio anak usaha Kaskus. Kaskus telah memiliki Garasi.id yang telah di spin-off, bergerak di marketplace otomatif dan telah diluncurkan pada Agustus 2017. Terintegrasi erat dengan Kaskus Forum, Garasi,id menghadirkan solusi komprehensif untuk kemudahan jual beli mobil bekas secara online.

Edi menuturkan strategi tersebut diharapkan dapat sejalan dengan ambisi ingin mulai memproduksi konten original dan terkurasi, baik dalam format teks/foto dan video. Meskipun demikian, fokus utama Kaskus tetap mendorong pengguna menghasilkan konten berbasis UGC (User Generated Content).

“Beberapa program baru yang akan dihadirkan seperti video based program. Ke depannya akan ada banyak video live streaming, talkshow, dan lainnya. Kalau dulu kan konten di Kaskus benar-benar dari pengguna. Nah sekarang ini kita juga mau buat sendiri kontennya.”

Menurut Edi, tantangan terbesar yang dihadapi Kaskus bukan mengubah model bisnis untuk bersaing dengan yang lainnya. Fokus perusahaan adalah mempertajam layanan sebagai platform komunitas tempat berdiskusi. Kaskus harus bisa menarik orang-orang dengan kesamaan peminatan berkumpul di satu tempat.

Founder Kaskus Andrew Darwis menambahkan, saat ini pengguna Kaskus mengalami penurunan minat dalam memproduksi konten. Hal tersebut adalah dampak maraknya aplikasi media sosial yang memudahkan orang memproduksi konten dalam waktu singkat. Terhitung saat ini Kaskus Kreator telah memiliki 11 ribu anggota terdaftar.

“Makanya kami buat Kaskus Kreator pada tahun lalu untuk mendorong penulis menghasilkan artikel dan mendapatkan reward berdasarkan jumlah view yang mereka dapatkan. Per 1 view kita hargai Rp1. Bulan lalu kita redeem sekitar Rp30 juta untuk semua penulis,” terang Andrew.

Memanfaatkan AI kurangi berita bohong

Selain mendorong konten UGC, kebijakan konten juga akan diperbaiki. Tidak ada ruang untuk konten terkait SARA, pornografi, dan lainnya yang melanggar undang-undang. Salah satu teknologi yang dipakai membantu moderator dalam memfilter konten adalah AI.

Untuk praktiknya, sambung Andrew, setiap konten yang diterima Kaskus akan dicek kembali oleh mesin AI dengan mereferensikannya ke situs media terpercaya, apakah berita bohong, copy paste, atau bukan. Setelah mendapatkan hasil, moderator baru bisa memprosesnya.

“AI ini baru untuk internal, belum untuk pengguna. Kita sudah pakai ini sejak tahun lalu, saat kepemimpinan Pak On Lee [CEO Kaskus sebelumnya].”

Edi menambahkan, penegasan kebijakan konten juga merupakan bentuk antisipasi Kaskus karena tahun ini mulai memasuki tahun politik. Pihaknya ingin memoderasi percakapan ke arah yang lebih positif.

“Selama ini kita agak longgar. Sekarang mau ditegasin lagi karena kita enggak mau menutup mata bahwa ada konten yang melanggar aturan. Kita sekarang banyak berkumpul dengan para moderator untuk memoderasi percakapan ke arah positif,” pungkas Edi.

Application Information Will Show Up Here

Source: Edi Taslim is Promoted as Kaskus’ CEO

Edi Taslim, a digital media industry veteran, is reportedly becoming Kaskus’ CEO. The appointment is to support Kaskus’ strategies to stay relevant in current tech industry. Taslim joined Kaskus through the strategic investment on the adtech company he founded, ProPS, on last November.

According to our previous report, Taslim joined GDP Venture to help Kaskus’ business development. In his LinkedIn page, he’s listed as Kaskus’ COO since December 2017.

After Ken Dean Lawadinata left in 2016, Kaskus is in absence of de facto leadership and as interim  led by On Lee, the CTO (for Kaskus and GDP Venture). Kaskus received strategic funding from GDP Venture in 2011.

Taslim is expected to lead this company sailing through this digital era. Kaskus, a UGC-based community service, has strong competitors in two sectors, media/social media and classified ads. Aside from forum, Kaskus also owns messaging product (Kaskus Chat), payment platform (Kaspay), and digital ads platform (Kaskus Ads)

Taslim has been in the media industry for quite some time. Before founding ProPS, he was working with Kompas Gramedia Group, with the last position as Digital Group Director.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian