Startup EWA Paywatch Raih Pendanaan Rp491 Miliar dalam Bentuk Ekuitas dan Debt

Paywatch, penyedia layanan akses gaji instan (earned-wage access/EWA) mengamankan pendanaan sebesar Rp491 miliar dalam bentuk debt dan ekuitas. Pendanaan ini akan digunakan untuk memperluas bisnis dan meningkatkan solusi kesejahteraan karyawan di Asia Tenggara.

Detail pendanaan mencakup investasi ekuitas seri A sebesar Rp229 miliar yang dipimpin Third Prime, bersama dengan Vanderbilt University dan University of Illinois Foundation. Investor baru seperti Octagon Venture Partners dan Wooshin Venture Investment Corp juga turut berpartisipasi.

Selain itu, Paywatch mendapatkan fasilitas kredit sebesar Rp261 miliar dari sejumlah perbankan global termasuk Citi.

Dalam putaran pendanaan ini, Vanderbilt University dan University of Illinois Foundation turut berinvestasi di Paywatch, menandai pertama kalinya universitas Amerika Serikat berinvestasi langsung pada startup teknologi berbasis di Asia. General Partner Third Prime Michael Kim mengatakan bahwa EWA telah menjadi program benefit karyawan utama di berbagai pasar industri dan budaya, menunjukkan optimisme tinggi terhadap potensi Paywatch.

Dengan pendanaan ini, Paywatch berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan mereka dan memperluas jangkauan di Asia Tenggara, mendukung kesejahteraan finansial yang lebih baik bagi jutaan karyawan.

Paywatch menawarkan solusi EWA yang memungkinkan karyawan untuk mengakses sebagian dari gaji mereka secara real-time sebelum akhir siklus penggajian. Hal ini membantu mengurangi ketergantungan pada pinjaman dan meringankan beban utang rumah tangga, serta meningkatkan pengelolaan keuangan pribadi.

Teknologi automasi Paywatch diklaim telah terbukti meningkatkan retensi dan produktivitas karyawan, sehingga menghemat biaya rekrutmen dan pelatihan bagi perusahaan.

Capaian Paywatch

Paywatch telah memproses gaji lebih dari Rp949 miliar melalui sistem mereka dan mencairkan hampir Rp130 miliar per bulan, dengan pertumbuhan bulanan sebesar 15%. Akhir tahun ini diproyeksikan lebih dari Rp1,9 triliun gaji dibayarkan.

Didirikan pada tahun 2020 oleh dua bersaudara, Richard dan Alex Kim, Paywatch telah berkembang pesat di empat pasar utama: Malaysia, Filipina, Indonesia, dan Korea Selatan. Dengan pendanaan terbaru ini, Paywatch siap untuk berekspansi ke pasar baru dan mengembangkan metode inklusif secara finansial bagi pengguna.

Presiden dan Co-founder Paywatch Alex Kim menyatakan, “Kami sangat bangga dengan kepercayaan yang diberikan oleh para investor dan bank global terhadap visi kami. Meskipun perjalanan bisnis ini menantang, pertumbuhan pesat Paywatch dan portofolio klien berkaliber tinggi memvalidasi keberhasilan pendekatan kami.”

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

wagely Kantongi Rp362 Miliar untuk Pendanaan Ekuitas dan Debt

Startup earned wage access (EWA) wagely mengumumkan perolehan dana segar sebesar $23 juta (sekitar Rp362 miliar), yang terdiri dari pendanaan ekuitas dan debt. VC yang fokus pada penerapan generative AI, Capria Ventures, menjadi investor lead untuk pendanaan ekuitas, diikuti investor lainnya dari putaran terdahulu.

Sementara, investor untuk pendanaan debt hanya disampaikan datang dari perusahaan swasta terkemuka.

Dana segar ini akan digunakan perusahaan untuk memberdayakan lebih banyak pekerja dalam mengelola keuangan lebih baik di Indonesia dan Bangladesh dengan solusi yang relevan.

Dalam keterangan resmi, Managing Partner Capria Ventures Dave Richards menyampaikan, pihaknya terkesan dengan kinerja dari tim wagely yang dibuktikan dengan pertumbuhan yang mengesankan dalam menyediakan solusi finansial bagi kelompok pekerja kerah biru yang kurang terlayani.

“Kami melihat peluang besar bagi wagely untuk menerapkan generative AI dalam berbagai kasus penggunaan, seperti automasi pemrosesan dokumen dan antarmuka percakapan bahasa lokal bagi pekerja untuk membuat keputusan finansial yang lebih baik,” terangnya, Senin (4/3).

wagely beroperasi di Indonesia dan Bangladesh. Sebanyak 75% dari sekitar 195 juta pekerja di kedua negara ini menghadapi situasi finansial yang menantang dan bergantung pada setiap gaji yang mereka terima untuk memenuhi kebutuhan hidup. Keterbatasan akses layanan finansial konvensional mengakibatkan banyak pekerja kurang mendapatkan alat dan dukungan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan finansial.

Solusi yang ditawarkan wagely adalah fasilitas opsional untuk karyawan. Tak hanya itu, perusahaan juga memberikan kemampuan untuk melacak gaji dan mengakses sumber literasi finansial, sehingga membantu pekerja mengurangi tekanan finansial.

Diklaim sepanjang tahun lalu total gaji yang disalurkan wagely mencapai lebih dari $25 juta (Rp393 miliar), memroses hampir satu juta transaksi, dan diakses oleh 500 ribu pekerja. Pencapaian tersebut menobatkan wagely sebagai pemimpin di pasar karena memperlihatkan prospek pertumbuhan yang kuat.

wagely terakhir kali mengumumkan pendanaan pra-seri A pada Maret 2022. Putaran yang bernilai $8,3 juta ini dipimpin oleh East Ventures Growth Fund, diikuti Central Capital Ventura, Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.

Sejak awal berdiri di 2020, diklaim wagely telah digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan, di antaranya British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, Medco Energi, Mustika Ratu, dan masih banyak lagi.

Startup ini mengumumkan ekspansi ke Bangladesh pada Oktober 2021. Negara terbesar kelima di Asia ini memberikan peluang yang cukup besar dengan lebih dari 4,5 juta pekerja industri Ready-Made Garment (RMG). Para pekerja ini juga terkena dampak pandemi yang berakibat tingginya tekanan keuangan sehingga berdampak besar bagi produsen.

Application Information Will Show Up Here

Cerita Platform Job2Go Jadi Platform Manajemen HR

Kurniawan Santoso dan timnya di Job2Go tidak pernah menyangka bahwa beberapa bulan setelah perusahaannya diumumkan ke publik di Desember 2019, mereka harus memutar otak dan mencari cara untuk tetap bertahan.

Saat itu, Job2Go harus menelan pil pahit ternyata solusi yang ditawarkan pada saat itu —pencarian lowongan kerja berbasis on-demand— tidak bisa dilanjutkan karena semua perusahaan langsung pasang ikat pinggang di awal pandemi.

“Waktu itu [pandemi] pekerjaan yang sifatnya on-demand tidak ada, jadinya kita mulai pindah. Pertama bangun job portal in general sekitar tiga minggu, lalu ditambahkan dengan solusi lainnya hingga yakin dengan solusi manajemen HR inilah yang dibutuhkan oleh banyak perusahaan,” ujar Co-founder dan CEO Job2Go Kurniawan Santoso saat ditemui DailySocial.id, Senin (6/3).

Setelah dipelajari, ternyata ada mispersepsi arti pekerjaan on-demand di Indonesia dibandingkan di luar negeri. Hal ini berdampak pada minimnya tingkat permintaan dan pencarian pekerjaan jenis ini. Bisa dikatakan pekerjaan on-demand seperti ini baru terbukti berhasil di industri transportasi saja, seperti yang disediakan Grab dan Gojek.

“Definisi yang tepat buat di Indonesia itu adalah creative job untuk pekerjaan on-demand. Misalnya, ada orang yang biasa kerja freelance untuk desain, lalu ketika suatu perusahaan cari tenaganya tinggal pilih mana yang cocok.”

Terkait model bisnisnya saat ini, ia tidak bersedia menyebutnya sebagai pivot tetapi penajaman strategi menjadi platform manajemen HR menyeluruh, mulai dari rekrutmen, hiring, onboarding, training, penggajian, dan hubungan industrial. Tak hanya itu, Job2Go juga mulai masuk ke embedded finance melalui produk Job2Go Workforce, tawarkan EWA (earned wage access) dan asuransi mikro, bermitra dengan Kini.id, Beever, dan Asuransi Hanhwa Life.

Job2Go

Menurut Kurniawan, penyediaan solusi menyeluruh ini menjadi nilai lebih perusahaan dibandingkan pemain sejenisnya. Klien hanya perlu membayar management fee untuk seluruh layanan yang tersedia tanpa biaya tambahan, sehingga mereka pun lebih efisien dari sisi pengeluaran. Hal yang sama juga berpengaruh bagi bisnis Job2Go itu sendiri yang dapat menjaga pertumbuhan pendapatannya, terutama dari sisi margin dan komisi (fee based) yang diterima Job2Go dari produk finansial.

Embedded finance merupakan inovasi baru yang memberikan dampak positif dalam rangka meningkatkan literasi keuangan. EWA itu sendiri memungkinkan karyawan untuk mengakses gaji lebih awal apabila dalam keadaan mendesak, sehingga tidak perlu lari ke pinjaman online yang bunganya mencekik. Perkawinan antara solusi HR dan fintech ini diprediksi akan menciptakan solusi-solusi baru yang dapat menguntungkan karyawan dan pemberi kerja.

Rencana untuk mulai mengimplementasikan teknologi blockchain pun sudah diwacanakan. Apabila terjadi, dunia HR tentunya akan sangat terbantu dalam proses hiring karena sebelumnya harus memverifikasi berbagai data jadi tidak perlu dilakukan lagi, masih banyak lagi inovasi yang bisa terjadi melalui blockchain.

“Kami berencana untuk buat fitur investasi karena intinya kami mau meningkatkan literasi finansial bagi orang-orang yang berada di area blue-gray collar ini.”

Rencana Job2Go

Dua tahun dengan bisnisnya saat ini, Job2Go mengklaim telah mencetak pendapatan (revenue) sebesar $10 juta (lebih dari 153 miliar Rupiah) per tahunnya. Kurniawan mengungkapkan pencapaian positif ini akan dilanjutkan pada tahun ini dengan menjaga target pertumbuhan yang sama dengan tahun lalu, dibarengi mengontrol pengeluaran. Ia menargetkan Job2Go mencapai titik impas (BEP) agar segera cetak untung.

“Sekarang almost BEP, sekarang kita sedang lihat cost mana yang harus disesuaikan untuk capai profitabilitas. Target ini yang sedang kita kejar bagaimana jaga pertumbuhan tetap sustainable karena kebanyakan startup tuh tumbuh tapi enggak sustain, kita enggak mau kayak gitu.”

Mereka telah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencapai target ini, salah satunya selalu memantau tingkat kepuasan klien sembari terus mengejar penambahan klien baru. Pengembangan produk baruk tidak bakal semasif saat awal beroperasi.

Terhitung klien yang sudah pernah ditangani Job2Go mencapai 50 perusahaan lintas industri. Mereka didominasi sektor teknologi, konsumer, dan finansial. Beberapa nama perusahaannya adalah Grab, Tokopedia, Abbott, dan sebagainya. Tahun ini perusahaan akan menambah industri lainnya, seperti manufaktur dan pelayanan publik.

Berdasarkan data mereka, tenaga kerja yang paling banyak dicari para klien Job2Go banyak berkaitan dengan frontliner dan back office. Untuk frontliner, seperti salesman, telemarketer, dan customer service untuk penempatan di daerah. Sementara back office, pekerjaan umum seperti accounting, finance, administrasi, juga banyak dicari.

“Karena kita ini full service, jadi kita yang rekrut tenaga tersebut, absensi, dan payroll-nya mereka lewat kami, tapi kesehariannya mereka bekerja untuk klien. Kami yang menyediakan seluruh legalitasnya, termasuk jika ada pemutusan hubungan kerja (PHK).”

Tim Job2Go

Untuk rencana jangka panjangnya, Kurniawan memaparkan bahwa ia ingin Job2Go ekspansi ke pasar ASEAN dan melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Baginya, melantai di bursa adalah pembuktian bahwa model bisnis manajemen HR yang dijalankan Job2Go ini terbukti dapat bertahan lama dan relevan dengan kebutuhan semua industri.

“Negara ASEAN itu punya karakteristik yang sama satu sama lain, dari sisi region juga berdekatan, jadi secara ekonominya juga akan saling terhubung. Ambisi kita bisa serving ASEAN entah dengan masuk sendiri, partnering dengan pemain sejenis dari negara tersebut, atau merger. IPO atau ekspansi kita lihat mana yang duluan dalam 3-4 tahun lagi.”

Dalam ruang lingkupnya di Indonesia, Job2Go bersaing dengan MyRobin, Workmate, dan Staffinc. Apabila melihat dari industrinya, para startup ini bersaing dengan perusahaan outsourcing yang seluruh sistemnya masih konvensional, belum terintegrasi antar layanannya, baik itu workforce management, penggajian, dan rekrutmen harus pakai/sewa platform yang berbeda-beda. “Tapi kita mengembangkan service outsourcing ini dalam sistem yang sudah satu kesatuan.”

Job2Go yang didukung 50 orang karyawan ini sudah tiga kali mendapat pendanaan eksternal. Pertama kali angel round dari BANSEA (The Business Angel Network of Southeast Asia) dan investor dari Jepang pada Juni 2020. Kedua, terjadi pada tahun yang sama untuk putaran tahap pra-Seri A dari investor asal Korea Selatan. Nominal dana yang diraih dari kedua putaran ini sayangnya dirahasiakan.

Ketiga, pendanaan berbentuk debt (utang) sebesar $1,5 juta dari sejumlah investor dan startup p2p lending, yakni, Xencap, ChocoUp, dan Modal Rakyat dengan menggunakan skema invoice financing.

GajiGesa Tawarkan Akses Pencairan Gaji Instan Melalui WhatsApp

Platform penyedia akses gaji lebih awal atau earned wage access (EWA), GajiGesa, meluncurkan inovasi terbarunya yang memungkinkan karyawan untuk mengakses pendapatan mereka secara real-time, serta mencairkan sebagian upah mereka melalui WhatsApp. Inovasi ini diklaim menjadi yang pertama, kendati solusi berbasis EWA memang tengah ramai-ramai dikembangkan oleh banyak startup di Indonesia dan dunia.

Platform GajiGesa sendiri memungkinkan perusahaan mitra mengelola data karyawan dan arus kas secara efektif dan mudah, baik untuk manfaat keuangan, kesehatan, dan pendidikan holistik kepada karyawan. Karyawan pun dapat menarik gaji yang mereka peroleh sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional pada akhir bulan.

Bagi pengguna yang memiliki akses atau pemahaman terbatas dengan teknologi, fitur WhatsApp dapat memudahkan akses hanya dengan mengirim pesan ke GajiGesa menggunakan nomor yang sudah berhasil terdaftar. Setelah proses tersebut, pengguna akan mendapatkan instruksi yang mudah dilakukan dan dapat langsung melakukan transaksi.

Co-Founder GajiGesa Martyna Malinowska mengungkapkan fakta bahwa terdapat lebih dari 70% populasi orang dewasa di Asia Tenggara hidup dengan akses keuangan yang terbatas. Indonesia, dengan penduduk mencapai 270 juta jiwa, menyumbang setidaknya 6% populasi dunia yang tidak memiliki rekening bank.

Selama beberapa dekade, pasar ini disebut telah terpengaruh oleh rendahnya tingkat literasi keuangan, tidak adanya biro kredit formal sehingga menghasilkan data kredit yang buruk, bahkan tidak ada sama sekali. Semua itu belum termasuk kendala infrastruktur yang signifikan.

“Kami sangat antusias dalam mempelopori upaya untuk memastikan layanan keuangan inovatif yang didukung oleh teknologi memiliki potensi untuk mempercepat inklusi keuangan pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penetrasi WhatsApp di pasar seperti Indonesia akan membantu GajiGesa membuat sistem EWA ini lebih terjangkau bagi jutaan orang di seluruh Asia Tenggara,” tambahnya.

Sejak didirikan pada pertengahan 2020, solusi GajiGesa telah menjadi alat pemberdayaan yang sangat berharga bagi pengusaha dan karyawannya di berbagai sektor termasuk pabrik, perkebunan, manufaktur, ritel, restoran, rumah sakit, dan perusahaan teknologi. Hingga saat ini, perusahaan telah bermitra dengan lebih dari 300 perusahaan dan telah membantu sekitar 750 ribu karyawan.

Platform salary-on-demand di Indonesia

Solusi yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan finansial karyawan kian banyak bermunculan di ranah perusahaan fintech. Secara global, banyak perusahaan rintisan, penyedia layanan perbankan serta payment gateway yang berinisiatif menyediakan solusi untuk tekanan finansial yang cukup signifikan selama pandemi.

Laporan PwC yang bertajuk “Employee Financial Wellness” pada tahun 2022 menyebutkan bahwa di antara karyawan yang mengaku memiliki tekanan finansial merasakan dampak negatif yang cukup signifikan pada produktivitas, sekitar 67% berjuang untuk memenuhi pengeluaran rumah tangga mereka tepat waktu setiap bulan, 71% memiliki utang pribadi, dan 64% menggunakan kartu kredit untuk membayar untuk kebutuhan yang tidak mampu mereka beli.

Angka-angka ini menunjukkan bahwa situasi pandemi yang masih berlangsung telah berdampak negatif pada keadaan ekonomi para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa perusahaan yang menawarkan layanan serupa, seperti wagely, Gajiku, Kini, dan GetPaid yang berambisi menyehatkan keuangan karyawan dengan akses gaji lebih awal. Kehadiran layanan seperti ini diharapkan bisa mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman konsumtif yang dianggap merugikan karena bunganya yang tinggi.

Di samping itu, beberapa perusahaan fintech juga mulai memperluas layanan mereka ke ranah salary-on-demand, di antaranya KoinGaji dari KoinWorks, Halogaji dari Halofina, serta pengembang layanan SaaS untuk bisnis Mekari melalui produk Mekari Flex. Pada akhirnya, semua layanan ini memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini.

Application Information Will Show Up Here

CekAja Sediakan Solusi EWA, Bermitra dengan wagely

Startup marketplace produk finansial CekAja dan startup EWA wagely mengumumkan kerja sama strategis dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan finansial pekerja di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, CekAja kini menyediakan produk dari wagely melalui integrasi engine, untuk menjangkau lebih banyak pengguna baru dan memberi nilai lebih.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO wagely Tobias Fischer menyampaikan, untuk membuat hidup lebih baik bagi pekerja berpenghasilan rendah hingga menengah, diperlukan menjalin sinergi di dalam ekosistem finansial agar dapat menciptakan perubahan positif dalam skala yang jauh lebih besar.

“Kami siap bekerja sama dengan CekAja dan mitra perusahaan dalam menyediakan solusi yang dibutuhkan pekerja untuk membayar dan memenuhi kebutuhan hidup, memperkuat literasi keuangan, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan finansial mereka,” kata Fischer, Senin (26/9).

Commercial Director CekAja Kailas Nath Raina menambahkan perusahaan bersemangat untuk bermitra dengan wagely karena pihaknya memiliki nilai dan transparansi yang serentak mendukung inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia.

“Jutaan orang di Tanah Air telah menggunakan teknologi dan layanan kami, dan kemitraan dengan wagely memungkinkan kami untuk terus menambah layanan finansial baru yang berdampak dan membuat perbedaan nyata bagi kehidupan banyak orang,” kata Raina.

Pada tahap awal kemitraan ini diarahkan untuk mendukung pekerja di sektor manufaktur, salah satu sektor terbesar yang menyerap sekitar 18,7 juta tenaga kerja.

Wagely merupakan alternatif dari fintech lending yang bermain di bisnis konsumer, umumnya dengan bunga mencekik. Startup ini menawarkan akses gaji yang sudah diperoleh karyawan kapan pun sebelum tanggal gajian tiba. Inisiatif ini berdampak positif bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan retensi, menambah daya tarik, menciptakan produktivitas, dan keterlibatan yang lebih tinggi.

Wagely mengutip dari survei yang diterbitkan oleh Mercer disebutkan, dua tahun terakhir merupakan masa yang tidak mudah bagi perusahaan di seluruh dunia. Survei menemukan bahwa sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara termasuk Indonesia mengalami tingkat perputaran karyawan yang lebih tinggi, terutama pada tingkat karier  menengah jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Sebanyak 55% perusahaan menyatakan ketidakpuasan karyawan terhadap gaji sebagai penyebab utama, diikuti oleh kemampuan karyawan untuk mendapatkan benefit yang lebih baik di perusahaan lain sebesar 46%.

Di samping itu, perusahaan di Indonesia cenderung mengalami perputaran karyawan pada minggu-minggu setelah liburan Idul Fitri, dan sebuah studi dari LinkedIn yang dirilis sebelum pandemi menunjukkan bahwa 1 dari 10 karyawan Indonesia berganti pekerjaan setelah Hari Raya Idul Fitri. Fenomena ini menjadi sebuah tantangan yang cukup berat bagi perusahaan untuk mempertahankan karyawan mereka.

Sejak awal berdiri di 2020, diklaim wagely telah digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan termasuk oleh British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, Medco Energi, Mustika Ratu, dan masih banyak lagi.

Startup ini mengumumkan ekspansi ke Bangladesh pada Oktober tahun lalu. Negara terbesar kelima di Asia ini memberikan peluang yang cukup besar dengan lebih dari 4,5 juta pekerja industri Ready-Made Garment (RMG). Para pekerja ini juga terkena dampak pandemi yang berakibat tingginya tekanan keuangan sehingga berdampak besar bagi produsen.

Perkembangan CekAja

Adapun CekAja mengawali kehadirannya di 2014 sebagai agregator finansial yang menyediakan beragam produk finansial, seperti kartu kredit, pinjaman, tabungan, investasi, dan lainnya. Semakin berkembangnya CekAja dengan kemampuan mengumpulkan data-data, memutuskan perusahaan untuk bangun anak usaha di bidang skoring kredit bernama CekSkor (PT Puncak Akses Finansial).

Kemudian, pada akhir tahun lalu, induk CekAja, C88 Financial Technologies, mengumumkan rebrand menjadi Caxe Technologies (re: cakes). Caxe adalah anagram dari berbagai produk fintech B2B dari anak perusahaannya di Asia Tenggara. Solusinya tetap fokus pada data, analitik, manajemen risiko kredit, automasi pinjaman digital, regtech, dan penjualan digital, yang menyasar konsumer B2B.

Saat diberitakan, grup perusahaan ini memiliki lebih dari 400 karyawan yang tersebar di Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, Australia, dan Tiongkok. Khusus di Indonesia, Caxe memiliki bisnis marketplace produk finasial CekAja.

Co-founder CekAja, J.P Ellis mengundurkan diri dari posisinya Agustus 2022. Ellis kini menjabat di McKinsey & Company sebagai Expert Associate Partner. Kini posisi tertinggi di CekAja dipegang oleh Kailas Nath Raina.

Startup Fintech EWA “Kini” Dapat Suntikan Dana 64 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Startup fintech penyedia solusi earned wage access (EWA) Kini mengumumkan perolehan dana tahap awal sebesar $4,3 juta (lebih dari 64 miliar Rupiah) yang dipimpin East Ventures, dengan partisipasi dari investor lainnya, seperti Ten13, OurCrowd, K50 Ventures, dan Goodwater Capital.

Menariknya, ini adalah portofolio kedua bagi East Ventures di vertikal EWA, setelah berinvestasi di wagely pada Maret 2022.

Kini akan memanfaatkan dana baru tersebut untuk membangun rangkaian produk HR-tech, memperluas kemitraan, dan menyediakan teknologi HR untuk memperkuat solusi HR-fintech mereka melalui satu API.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan East Ventures dan semua investor kami. Dukungan mereka akan mempercepat misi kami untuk menciptakan hidup yang lebih baik bagi 99% pekerja di Indonesia, terutama bagi para pekerja yang hidup dari gaji ke gaji,” terang Co-Founder & CEO Kini Jordan Fain dalam keterangan resmi, Kamis (7/7).

Kini didirikan pada 2021 oleh Fain bersama Sidnei Budiman (CTO), veteran fintech di Indonesia. Berkat pengalamannya selama di Uber, Fain menyadari bahwa memperketat siklus pembayaran untuk pengemudi meningkatkan retensi dan akuisisi. Oleh karenanya, ia meyakini Kini dapat berguna dalam memberdayakan bisnis, terutama saat mengelola tenaga kerja kerah biru dalam skala besar.

Di Asia Tenggara sendiri, terutama di Indonesia, terdapat jutaan pekerja kerah biru yang masih underbanked, hidup dari gaji ke gaji, dan memiliki akses terbatas ke kredit, sehingga rentan terhadap pinjaman predator dari pemberi pinjaman.

“Kebutuhan akan inklusi keuangan bagi masyarakat Indonesia semakin penting dari sebelumnya. Kami percaya pada misi Kini untuk merevolusi cara jutaan pekerja mengelola uang mereka untuk mencapai kesehatan finansial yang lebih baik. Kami yakin bahwa tim Kini dapat menjadi mitra yang tepat bagi banyak perusahaan di Indonesia,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Diklaim, Kini mampu mencetak pertumbuhan volume transaksi bulanan rata-rata sebesar 70% dengan mitra lebih dari 50 perusahaan. Beberapa nama penggunanya adalah Ismaya Group, Asaba, DOKU, dan lainnya; termasuk berbagai perusahaan publik. Perusahaan juga telah terintegrasi dengan berbagai HRIS (Human Resources Information System). Total tim Kini sendiri baru beranggotakan 10 orang.

Model bisnis EWA

Seperti kebanyakan pemain EWA lainnya, Kini menyediakan layanan gaji on-demand (EWA) untuk membantu karyawan dari mitra perusahaan mengatur keuangan mereka. Pencairan gaji lebih cepat ini dapat mereka manfaatkan untuk membayar tagihan, membeli asuransi mikro.

Kini turut menambahkan fitur lainnya yang diperuntukkan untuk HRD perusahaan, termasuk di antaranya pencairan insentif atau tunjangan secara instan, voucher diskon, telekomunikasi, layanan penggajian, integrasi API, integrasi API dengan sistem informasi HR, dan sistem pelacakan waktu karyawan.

Tidak seperti fintech lending yang menerapkan bunga sebagai revenue stream, EWA punya pendekatan berbeda. Untuk layanan pencairan gaji cepat sendiri, mereka menggunakan biaya flat untuk besaran nominal yang telah ditentukan. Misalnya yang dilakukan Kini dengan mengenakan admin fee Rp30 ribu untuk setiap Rp1,2 juta gaji dicairkan.

Di luar itu, sebagai startup yang menyasar segmen B2B, biasanya platform EWA juga memiliki revenue stream lain, misalnya dari fee atas penggunaan platform HR-tech, API, dan pembayaran yang ada di dalamnya (seperti bill payment, QR payment dll).

Pendanaan dari VC untuk startup EWA

Selain Kini, sudah ada sejumlah perusahaan yang tertarik menggarap konsep serupa di Indonesia. Beberapa namanya, ada GajiGesa, wagely, Gigacover, GajiKoin yang diusung KoinWorks, Vinmo, Mekari Flex, Halogaji dari Halofina, GetPaid, dan Gajiku. Mayoritas dari pemain ini sudah didukung dalam bentuk investasi dari VC. Berikut daftarnya:

Startup Tahun berdiri Pendanaan terakhir Investor
GajiGesa 2020 Pra-Seri A ($6,6 juta) MassMutual Ventures, January Capital, Wagestream, OCBC NISP Ventura, Bunda Group, Patrick Walujo, Nipun Mehram, dll
wagely 2020 Pra-Seri A ($8,3 juta) East Ventures (Growth Fund), Central Capital Ventura, Integra partners, ADB, FGC, Trihill Capital, dll.
Gigacover 2020 (masuk ke Indonesia) Tahap awal (2019) Vectr Fintech, Quest Ventures Partners, Alto Partners, dll
GajiKoin 2020 Melalui KoinWorks, Seri C (ekuitas $43 juta dan debt $65  juta) MDI Ventures, Quona Capital, Triodos Investment Management, ACV, EV, dll
Vinmo September 2021
Mekari Flex 2020 Melalui Mekari, tahap lanjutan ($50 juta) Money Forward Inc, East Ventures, Beenect, MCI, Alto Partners, Prastia, dll.
Halogaji Agustus 2021 Tahap awal (2019) MCI, Finch Capita, Plug and Play Asia Pacific, Rekanext
GetPaid September 2021 (masuk ke Indonesia) Tahap awal ($1,15 juta) Grovey Pay dan Nityo Infotech Service
Gajiku Januari 2022 Tahap awal ($1,1 juta) AC Ventures, Agung Ventures, Monk’s Hill Ventures Scouts Program, Sampoerna, dll.

Permudah Akses EWA, GajiGesa Terintegrasi dengan Platform HRIS Gaji.id

Platform fintech earned wage access (EWA) GajiGesa mengumumkan kerja sama dengan platform manajemen karyawan (HRIS) Gaji.id. Kemitraan ini memungkinkan hadirnya solusi akses gaji fleksibel dari GajiGesa di platform Gaji.id untuk seluruh pengguna.

Kepada DailySocial.id, Co-founder dan CEO GajiGesa Vidit Agrawal memastikan bahwa kerja sama antara kedua perusahaan masih sebatas bisnis, belum ada aksi akuisisi yang dilakukan. GajiGesa berencana untuk perbanyak kerja sama serupa agar ambisi perusahaan menjangkau lebih dari 500 ribu perusahaan menengah hingga besar lebih cepat.

“Kami terbuka untuk kemitraan serupa karena kami ingin mengaktifkan ekosistem dengan produk EWA dan menjangkau sebanyak mungkin perusahaan di kawasan ini,” ucapnya.

Dijelaskan lebih jauh, kemitraan ini memberikan akses keuangan yang lebih bertanggung jawab kepada ribuan mitra perusahaan existing dan baru Gaji.id melalui aplikasi Gaji.id. Pada saat yang bersamaan, HR juga bisa langsung mengelola data karyawan di platform yang sama, sehingga efisiensi operasional meningkat.

Platform GajiGesa memungkinkan perusahaan mitra mengelola data karyawan dan arus kas secara efektif dan mudah, baik untuk manfaat keuangan, kesehatan, dan pendidikan holistik kepada karyawan. Karyawan pun dapat menarik gaji yang mereka peroleh sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional pada akhir bulan. Solusi sepert ini dianggap mampu menghapus ketergantungan pada pemberi pinjamna predator.

Pihak GajiGesa telah mengintegrasikan solusi penggajian sesuai permintaan yang terdepan untuk membuat seluruh proses aktivasi, eksekusi, dan rekonsiliasi mulus melalui Gaji.id untuk perusahaan.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, Agrawal menuturkan, “Kami sangat gembira bisa berkolaborasi dengan perusahaan seperti Gaji.id [..]. Sekarang setiap perusahaan yang menggunakan Gaji.id sebagai HRIS mereka juga dapat memberikan manfaat GajiGesa kepada semua karyawan mereka dalam satu genggaman. Kemitraan yang menarik ini menciptakan salah satu solusi tunjangan karyawan terbaik di pasar.”

CEO Gaji.id Harry Moeljo menambahkan, “[..[ Kami bercita-cita untuk terus memberikan inovasi terbaik sambil memenuhi kebutuhan mitra kami dalam memperpendek waktu pemrosesan untuk administrasi data karyawan. Kami yakin integrasi ini akan secara efektif menjawab kebutuhan karyawan dalam mengakses dana cepat tanpa biaya tambahan.”

Sejak didirikan pada pertengahan 2020, solusi GajiGesa telah menjadi alat pemberdayaan yang sangat berharga bagi pengusaha dan karyawannya di berbagai sektor termasuk pabrik, perkebunan, manufaktur, ritel, restoran, rumah sakit, dan perusahaan teknologi. Perusahaan mitra telah tumbuh sekitar 500% dalam enam bulan terakhir dan terus bertambah, termasuk perusahaan menengah hingga besar yang mulai memilih pendekatan holistik kesehatan karyawan.

Saat ini, lebih dari 250 perusahaan telah bermitra dengan GajiGesa, melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia. Kemitraan antara GajiGesa dan Gaji.id ini menjadi yang pertama dari banyak kolaborasi serupa untuk GajiGesa yang memiliki rencana agresif untuk melayani lebih dari 1.000 perusahaan baru tahun ini. Permintaan kesehatan holistik ini terus meningkat, mulai dari perusahaan menengah hingga besar, sebagai bagian dari program tunjangan baru untuk karyawan.

“Di bawah kemitraan bersama Gaji.id, kami telah mendapatkan tambahan kemitraan dengan lima perusahaan baru dan memiliki lebih dari 30 perusahaan dalam tahap kontrak,” tutup Agrawal.

Sebelumnya, pada Desember 2021, GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-Seri A sebesaar $6,6 juta (sekitar 94,5 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh MassMutual Ventures, dengan partisipasi dari January Capital, Wagestream, Bunda Group, Smile Group. Kemudian, sejumlah investor individual, seperti Oliver Jung, Patrick Walujo, Nipun Mehram, dan Noah Pepper. Lalu, ada investor lama yang ikut berpartisipasi, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

Solusi EWA di Indonesia

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand pay, instant pay, daily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Survei global yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program EWA memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginspirasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba.

Selain GajiGesa, sudah ada sejumlah perusahaan yang tertarik menggarap konsep serupa di Indonesia. Beberapa namanya, ada wagely, Gigacover, GajiKoin yang diusung KoinWorks, Vinmo, Mekari Flex, Halogaji dari Halofina, GetPaid, dan Gajiku.

Vinmo Ramaikan Industri EWA, Usung Layanan Pencairan Gaji Lebih Cepat

Vinmo menambah jajaran pemain earned wage access (EWA) yang beroperasi di Indonesia, dalam upaya mengurangi ketergantungan karyawan terhadap pinjaman online berbunga. Startup ini diusung oleh tiga orang founder, meliputi Kristoforus Giovanni, Adhi Pranata, dan Sastra Hamidjaja, dengan latar belakang pengalaman yang saling mendukung dalam merintis hadirnya Vinmo.

Kirstoforus misalnya, dulunya adalah HR Manager yang kesehariannya menyaksikan langsung fenomena karyawan yang memerlukan dana darurat dan mengajukan kasbon. Perusahaan pun tidak bisa membantu mereka karena terbentur aturan dan birokrasi yang memakan waktu lama, itupun jika disetujui. Adapun Sastra, pernah bekerja di beberapa perusahaan asing yang menerapkan EWA dan ia pun terinspirasi untuk menghadirkannya di Indonesia, tanpa mengganggu cash flow perusahaan.

Hadir dengan branding “kasbon”

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Kristoforus menyampaikan Vinmo hadir di tengah maraknya pinjaman online ilegal dan masyarakat butuh uang untuk membayar kebutuhan mendesak. Banyak orang tanpa berpikir panjang mengambil pinjaman ke aplikasi online tanpa memerhatikan bunga yang tinggi. “Kami harus bekerja keras untuk edukasi ke khalayak, terutama HRD dan bagian finance di perusahaan agar mengerti sistem EWA,” katanya.

Berkaitan dengan itu, pihaknya memperkenalkan diri ke publik dengan branding kasbon digital, bukan EWA. EWA memang dianggap sebagai istilah terkini yang menjelaskan bisnis utama Vinmo, tapi kata tersebut kurang familiar bagi orang Indonesia. Oleh karenanya, penggunaan kata kasbon digital diharapkan bisa lebih diterima. “Namun karena sekarang sudah zaman digital, maka Vinmo hadir sebagai kasbon digital.”

Seperti kebanyakan pemain EWA lainnya, Vinmo fokus pada penyediaan akses gaji lebih awal untuk karyawan agar mereka lebih sejahtera. Perusahaan tidak memosisikan diri sebagai perusahaan pemberi pinjaman karena tidak ada kerangka waktu pembayaran, biaya bunga, jaminan, pemeriksaan kredit, atau biaya keterlambatan. Karyawan yang memanfaatkan Vinmo hanya dibebani biaya administrasi sebesar 3% apabila melakukan pencairan.

Kristoforus menuturkan, diferensiasi Vinmo dengan pemain lain adalah transparansi dan dalam hal pengembalian dana, Vinmo menawarkan jangka waktu pembayaran lebih lama kemudian biaya transaksi yang lebih fleksibel. “Agar cash flow perusahaan tidak terganggu, sumber dana kasbon diambil dari Vinmo. Saat gajian tiba, tim Vinmo akan memberikan data ke HRD terkait penggunaan fasilitas Vinmo dan nominal yang harus dibayarkan oleh karyawan untuk dipotong gajinya.”

Cara kerja Vinmo

Untuk proses pencairan gaji, perusahaan diperlukan menjadi mitra di Vinmo dan mendaftarkan karyawannya. Selanjutnya, karyawan cukup mengunduh aplikasi Vinmo, mengisi data, dan menunggu verifikasi. Setelah itu, dana akan ditransfer ke rekening sesuai data yang diisi berdasarkan aplikasi yang diajukan dalam durasi 1×24 jam.

Terhitung, sejak Vinmo beroperasi pada September 2021, diklaim ada 30 perusahaan yang bergabung dan karyawan yang telah mengunduh aplikasi Vinmo tembus lebih dari 1.000 orang. “Target kami tahun ini bisa mencapai 100 perusahaan untuk diajak kerja sama.”

Target tersebut akan ditempuh dengan berbagai strategi pemasaran dan pengembangan inovasi baru untuk aplikasi. Di antaranya, penambahan fitur baru, seperti e-wallet, digital payment, dan digital agregator. Dengan demikian, aplikasi Vinmo dapat memenuhi semua kebutuhan pembayaran karyawan, tidak sekadar akses gaji lebih cepat saja.

“Banyak sekali perusahaan di Indonesia dan belum semua digarap oleh EWA. Kekuatan kami sebagai perusahaan lokal menjadi nilai lebih karena sangat mengerti attitude, habit, dan history orang Indonesia.”

Potensi bisnis EWA

Seperti diketahui, peluang EWA bertumbuh di Indonesia masih begitu besar karena memiliki segudang masalah, terutama dari sistem penggajian yang menjadi isu buat sebagian besar pekerja. Menurut data BPS, sekitar 129 juta pekerja menghadapi tekanan dan kesulitan finansial yang disebabkan oleh arus kas yang tidak teratur, jadwal pembayaran bulanan, pengeluaran tak terduga, dan akses finansial yang terbatas. Isu-isu di atas membuat mereka akhirnya “lari” meminjam uang dari lembaga tidak resmi, yang sering menetapkan bunga tinggi dan penagihan yang mencekam.

EWA hadir untuk untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pinjaman online yang dianggap merugikan karena bunganya yang tinggi. Mengutip dari studi Health Living Index oleh AIA, uang adalah sumber utama faktor stres di Indonesia. Keuangan rumah tangga menyebabkan orang Indonesia lebih stres daripada pekerjaan, hubungan, atau bahkan kesehatan fisik mereka.

Survei global lainnya yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

EWA dapat menjadi solusi untuk mendapatkan gaji lebih awal, bukan dalam bentuk pinjaman karena tidak memiliki bunga atau biaya keterlambatan. Pun, tidak memerlukan lisensi khusus, tidak seperti mengajukan perusahaan lending pada umumnya karena jaminannya langsung ke payroll karyawan, sehingga dari kacamata bisnis sangat masuk akal.

Application Information Will Show Up Here

wagely Umumkan Pendanaan Pra-Seri A 119 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures

Setelah umumkan pendanaan awal $5,6 juta pada pertengahan tahun lalu, platform Earned Wage Access (EWA) wagely kini mengumumkan putaran pendanaan pra-seri A. Kali ini nilainya mencapai $8,3 juta atau setara 119 miliar Rupiah. East Ventures (Growth Fund) memimpin pendanaan ini dengan partisipasi Central Capital Ventura, Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.

Dari seluruh putaran yang ada, total dana yang berhasil dikumpulkan wagely mencapai $14 juta — dalam kurun waktu kurang dari 2 tahun.

Seperti diketahui, layanan wagely memungkinkan karyawan perusahaan untuk mencairkan gajinya lebih awal untuk berbagai kepentingan mendesak. Selain di Indonesia, mereka turut melayani pasar Bangladesh.

Sejak 2021, wagely mengklaim mendapatkan pertumbuhan sampai 10x lipat yoy. Pertumbuhan ini didukung kemitraan bersama deretan perusahaan besar di Indonesia termasuk British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, dan Medco Energi.

Situasi pandemi yang masih berlangsung memperburuk keadaan ekonomi yang dihadapi oleh para pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, sehingga banyak perusahaan membutuhkan solusi untuk membantu mengurangi tekanan finansial dari banyak pekerjanya.

Platform EWA di Indonesia

Berbagai layanan EWA bermunculan akhir-akhir ini, mulai dari startup yang spesifik seperti wagely, Gajiku, GajiGesa, Kini, dan GetPaid; hingga sub layanan dari platform fintech Halogaji (Halofina), KoinGaji (KoinWorks), dan Flex (Mekari).

Semua tujuannya sama, memberikan fleksibilitas kepada pekerja untuk mengakses gajinya lebih dini. Lebih detail tentang cikal-bakal layanan EWA telah kami bahas di artikel ini: Konsep Earned Wage Access Menormalisasi Pembayaran Gaji di Muka.

Produk EWA dari wagely memungkinkan pekerja dari perusahaan yang menjadi mitra wagely untuk mengakses sebagian dari gaji yang mereka peroleh secara real-time yang terhitung dari total jumlah hari mereka telah bekerja. Konsep ini dinilai telah terbukti berhasil di beberapa pasar dunia dan telah diadopsi oleh beberapa organisasi terkemuka di antaranya Walmart, Pizza Hut, dan Visa, untuk mengurangi pergantian karyawan, menambah produktivitas, dan meningkatkan penghematan biaya bisnis.

“Kami bangga telah berhasil beroperasi di dua pasar terbesar di wilayah Asia yang mempekerjakan lebih dari 150 juta pekerja. Akses instan dalam memperoleh gaji kini memainkan peran penting bagi para pengusaha dalam mengurangi pembiayaan, meningkatkan produktivitas, serta memberi kesejahteraan bagi pekerja,” ujar Co-Founder & CEO wagely Tobias Fischer.

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana, mengatakan, “Dengan pertumbuhan pesat dari wagely dalam beberapa kuartal terakhir, kami yakin wagely akan menjadi mitra pilihan bagi banyak perusahaan besar yang berkomitmen untuk mengadakan perubahan dalam kesejahteraan finansial para pekerja di Indonesia dan sekitarnya. Kami sangat antusias dalam mendukung Tobias, Didi, Kevin, dan tim wagely, karena mereka telah memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di seluruh wilayah Asia, di mana lebih dari 75% penduduknya hidup dan bergantung dari gaji ke gaji.”

Application Information Will Show Up Here

Mekari Flex Hadirkan Fitur “Earned Wage Access”, Mudahkan Pencairan Gaji Lebih Awal

Sesuai dengan komitmennya untuk mendukung kesejahteraan karyawan secara holistik, pengembang layanan SaaS untuk bisnis Mekari menghadirkan fitur Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan pegawai untuk mencairkan gajinya lebih awal melalui produk Mekari Flex.

Diluncurkan tahun 2020 lalu, Mekari Flex merupakan platform digital yang terintegrasi dengan Human Resources Information System (HRIS), memungkinkan berbagai jenis perusahaan mengelola benefit karyawan yang lebih fleksibel tanpa mengeluarkan biaya yang besar.

Melalui fitur EWA, pegawai dari perusahaan yang menggunakan teknologi dari Mekari bisa melakukan pencairan gaji sebelum periode payroll. Pegawai juga bisa mengatur finansialnya dengan lebih fleksibel, tanpa dikenai bunga dan prosedur yang rumit. Nantinya gaji yang diakses lebih awal, akan dipotong dari gaji di bulan yang sedang berjalan, sehingga perusahaan tidak perlu mengalokasikan budget khusus.

Proses pencairan EWA pun mudah, yakni melalui aplikasi Mekari Flex yang tersedia untuk iOS dan Android. Pegawai dapat mengajukan pencairan gaji sewaktu-waktu secara mandiri tanpa membebani tim HR. Proses pengiriman dana pun hanya memakan waktu hitungan menit. Selain itu, pegawai juga dapat menggunakan porsi EWA-nya untuk membayar pulsa, paket data, tagihan listrik, dsb., langsung dari aplikasi Mekari Flex.

“Menawarkan berbagai manfaat tanpa biaya tambahan apa pun, Earned Wage Access dari Mekari Flex adalah solusi digital bagi perusahaan yang ingin meningkatkan kesejahteraan, produktivitas, serta loyalitas pegawai,” kata Direktur Layanan Finansial Mekari Jansen Jumino.

Melalui fitur baru ini, Mekari berharap tidak hanya membantu perusahaan klien untuk meningkatkan motivasi dan menjauhkan karyawan dari stres, namun juga menunjang pemenuhan kebutuhan darurat mereka tanpa membebani arus kas perusahaan. Dengan melakukan pencairan gaji sebelum periode payroll, pegawai bisa mengatur finansialnya dengan lebih fleksibel, tanpa dikenai bunga dan prosedur yang rumit.

“Sebagai SaaS yang menjembatani perusahaan dan karyawan, fitur EWA dari Mekari menjadi solusi win-win yang diharapkan memberikan fleksibilitas untuk kedua belah pihak,” kata Jansen.

Pertumbuhan bisnis Mekari

Dalam waktu 12 bulan terakhir, Mekari mengklaim telah mencatatkan peningkatan Gross Merchandise Value (GMV) sebesar 12x lipat. Jumlah pengguna yang bertransaksi aktif mencapai angka puluhan ribu, dengan total transaksi sejumlah ratusan ribu. Melalui sistem serba otomatis, Mekari mengklaim mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas berbagai aspek perusahaan, seperti sumber daya manusia, akuntansi, pajak, tunjangan karyawan, komunikasi internal, dan hubungan pelanggan.

Ked epannya, Mekari berkomitmen untuk terus mendukung kesejahteraan karyawan secara holistik – mulai dari kesehatan fisik, mental hingga keuangan – dengan platform benefit yang fleksibel dan fitur yang komprehensif serta sesuai dengan kebutuhan karyawan.

Selama pandemi Mekari juga mencatatkan pertumbuhan yang positif. Mekari mencatat, pengguna dengan jumlah karyawan di atas 500 orang tumbuh signifikan. Mereka menggunakan produk cloud HR yang sangat membantu saat adaptasi dengan situasi Covid-19 dan compliance dengan aturan-aturan baru seperti PPh 21 yang ditanggung pemerintah (DTP).

Tercatat dalam waktu 3 tahun terakhir Mekari telah mengakuisisi penuh tiga startup SaaS, yakni Talenta, Jurnal, dan KlikPajak pada April 2019. Lalu masing-masing layanan dikonsolidasikan ke dalam satu platform, menjadikan Mekari dapat menggaet target pengguna dari berbagai skala usaha.

Konsep EWA di Indonesia

Ada yang mengartikan kepanjangan EWA sebagai early wage access. Ada juga yang memakai istilah lainnya seperti, on-demand payinstant paydaily pay benefit, atau earned income access. Tapi seluruh nama tersebut merujuk pada solusi yang melakukan hal dasar yang sama: membantu karyawan mengakses upah yang telah mereka peroleh sebelum hari gajian tiba.

Survei global yang diselenggarakan PwC pada 2019 menemukan bahwa sebanyak 67% pekerja melaporkan berjuang pada tekanan finansial, yang berarti lebih dari dua pertiga populasi pekerja rentan terhadap migrain, depresi, dan kecemasan. Banyak penelitian menyoroti efek stres keuangan karyawan terhadap kinerja bisnis.

Sementara banyak pemberi kerja memberikan pinjaman karyawan (seperti kasbon), sebenarnya mereka hanya mengunci arus kas yang berharga dan belum dapat memberikan fleksibilitas dan solusi instan kepada karyawan. Misalnya, golongan pekerja kelas bawah yang harus berjuang dengan pendapatan atau pengeluaran yang tidak stabil karena berbagai alasan, termasuk tagihan yang tidak terduga atau meningkat dan jam kerja yang berfluktuasi.

Untuk para pemberi kerja, program EWA memungkinkan karyawan mengakses sebagian dari gaji mereka lebih awal dapat membantu mereka menyelaraskan waktu pendapatan mereka dengan pengeluaran yang diharapkan atau tidak terduga untuk menghindari biaya keterlambatan atau penalti.

Diterimanya konsep EWA di negara maju, menginspirasi perusahaan fintech dari negara berkembang untuk turut hadir. Sebab, umumnya di negara berkembang, di mana pekerja berupah rendah sering beralih ke pinjaman cepat dengan bunga tinggi untuk menjaga pengeluaran mendadaknya sebelum hari gajian tiba. Selain Mekari, beberapa layanan telah menawarkan solusi sejenis termasuk GajiGesa, wagely, Gigacover, dan GajiKoin yang diusung KoinWorks.

Application Information Will Show Up Here