HSBC Kembali Kucurkan ASEAN Growth Fund, Induk Modalku Dapat Kredit Rp1,5 Triliun

Funding Societies, induk dari platform fintech lending Modalku, mengumumkan perolehan fasilitas kredit dari HSBC melalui ASEAN Growth Fund. Melalui kesepakatan ini, HSBC memberikan komitmen kumulatif $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun untuk mendukung upaya Funding Societies dalam memperluas akses kredit bagi UMKM di wilayah ASEAN.

Langkah terbaru ini menjadi salah satu fasilitas kredit terbesar yang diberikan HSBC kepada lembaga peminjam UMKM berbasis digital di Asia Tenggara. Pendanaan ini diharapkan dapat memperdalam jangkauan Funding Societies dalam melayani segmen UMKM yang selama ini belum banyak terjangkau layanan keuangan formal.

Sebelumnya ASEAN Growth Fund tersebut juga telah dikucurkan ke sejumlah startup Indonesia, termasuk eFishery, Batumbu, dan AwanTunai.

Co-Founder & CEO Funding Societies Kelvin Teo menyatakan, “Dukungan berkelanjutan dari bank global seperti HSBC membuktikan komitmen mereka dalam mendukung platform digital seperti kami dan UMKM di tengah kenaikan suku bunga global. Dengan adanya fasilitas ini, kami dapat lebih leluasa mengembangkan pembiayaan yang berkelanjutan, serta memperkuat inklusi finansial bagi UMKM yang belum sepenuhnya terlayani di wilayah ini.”

Dengan adanya fasilitas ini, HSBC bertindak sebagai bank pengelola struktur kredit, pemberi pinjaman, dan agen keamanan bagi Funding Societies. Skema ini memberikan solusi pembiayaan yang skalabel dan regional untuk mendukung ekspansi Funding Societies di ASEAN.

Kepala Korporasi dan Bisnis Banking HSBC Singapura Harish Venkatesan menambahkan, “Sebagai pelopor dan pemimpin pembiayaan digital UMKM di ASEAN, kami bangga memberikan dukungan melalui fasilitas kredit ketiga ini. Kami berharap bisa terus mendukung Funding Societies dalam menyediakan solusi pembiayaan bagi UMKM yang menjadi pilar utama perekonomian di kawasan ASEAN.”

Pembiayaan ini juga sejalan dengan inisiatif HSBC ASEAN Growth Fund, yang diluncurkan pada Maret 2024 dengan alokasi dana mencapai US$1 miliar. Dana ini bertujuan untuk mendukung platform digital berbasis di Singapura dalam mencapai skala ekonomi di berbagai pasar internasional dan mengembangkan portofolio aset mereka.

Sejak berdiri pada 2015, Funding Societies telah menyalurkan lebih dari $4 miliar untuk pembiayaan bisnis, dan berkontribusi positif bagi lebih dari 100 ribu bisnis di Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Platform ini juga mencatat nilai transaksi tahunan sebesar $1,4 miliar sejak memperluas layanan ke sektor pembayaran pada 2022.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Paper.id Hadirkan Horizon Card, Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Paper.id, platform invoicing dan pembayaran digital, meluncurkan solusi terbaru, Horizon Card, sebuah kartu kredit virtual untuk bisnis yang dirancang untuk mempermudah proses pengadaan dan pengelolaan pengeluaran perusahaan. Inovasi ini diharapkan dapat mendukung transformasi digital dan mempercepat pertumbuhan bisnis, khususnya bagi perusahaan skala menengah hingga besar di Indonesia.

Dengan Horizon Card, perusahaan dapat memanfaatkan berbagai kemudahan, termasuk pengajuan kartu secara digital dan fleksibilitas pembayaran hingga 60 hari. Kartu ini terintegrasi dengan platform Paper.id, memungkinkan pengguna mengakses layanan pembayaran kepada supplier secara praktis dengan sistem yang transparan dan terstruktur.

Menurut Co-Founder & CEO Paper.id Yosia Sugialam, peluncuran Horizon Card bertujuan untuk mendukung perusahaan dalam memaksimalkan efisiensi operasional sekaligus merespons peluang pertumbuhan ekonomi digital yang kian meningkat. “Kami sangat bangga menghadirkan Horizon Card sebagai bagian dari layanan kami yang terintegrasi. Solusi ini tidak hanya mendorong digitalisasi, tapi juga membantu pelaku usaha dalam pengelolaan arus kas dan penghematan waktu pada proses pengadaan,” ujar Yosia.

Fitur unggulan Horizon Card antara lain adalah kemampuan pembuatan kartu digital yang dapat disesuaikan dengan limit untuk berbagai divisi dalam perusahaan. Fitur ini memungkinkan pengelolaan anggaran yang lebih efisien dan pengawasan pengeluaran secara terpusat melalui satu dashboard. Selain itu, fleksibilitas tanggal cetak tagihan memberi keleluasaan bagi perusahaan dalam mengatur siklus pembayaran sesuai kebutuhan.

Dalam peluncuran Horizon Card, Paper.id didukung berbagai pihak, termasuk Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan CIMB Niaga, yang menyatakan pentingnya inovasi ini bagi kemajuan ekonomi digital Indonesia. Dedy Sahat, Head of Digital Economy CIMB Niaga, menyebutkan bahwa digitalisasi ekosistem pembayaran seperti Horizon Card dapat menjadi katalis utama untuk inklusi keuangan bagi pelaku bisnis di Indonesia.

Antusiasme juga datang dari pelaku industri yang telah menggunakan Horizon Card, seperti Muhammad Haykal dari PT. Erdeha Multi Niaga. “Dengan Horizon Card, kami dapat mengelola pengadaan lebih efektif, menjaga stabilitas cash flow, dan mempercepat proses pembayaran tanpa kendala likuiditas,” kata Haykal.

Momentum peluncuran ini diharapkan dapat mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai $360 miliar pada 2030. Dengan komitmen untuk terus menghadirkan solusi digital yang memberdayakan bisnis, Paper.id siap menjadi bagian dari transformasi ekonomi digital yang kompetitif di Indonesia.

Paper.id didirikan pada tahun 2017 sebagai platform B2B untuk invoicing dan pembayaran digital yang telah membantu lebih dari 600.000 perusahaan, termasuk Kopi Kenangan dan J&T Cargo, dalam meningkatkan efisiensi dan keamanan finansial.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Finfra Umumkan Kemitraan dengan Tyme Group; Umumkan Pendanaan Rp39,3 Miliar

Finfra, penyedia infrastruktur teknologi pinjaman di Indonesia, mengumumkan kemitraan dengan Tyme Group, kelompok perbankan digital multinasional yang mengelola TymeBank di Afrika Selatan dan GoTyme Bank di Filipina. Kemitraan ini mendukung rencana ekspansi Tyme Group di Indonesia, seiring dengan strateginya untuk memperluas jangkauan di Asia Tenggara.

Kemitraan ini diumumkan usai Finfra berhasil meraih pendanaan awal sebesar $2,5 juta atau setara Rp39,3 miliar dipimpin Cento Ventures, didukung oleh Accion Venture Lab, Z Venture Capital, serta beberapa investor sebelumnya. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan kemampuan integrasi pinjaman digital Finfra, yang memungkinkan platform nonkeuangan untuk menawarkan layanan kredit secara langsung melalui transaksi pelanggan.

Dorongan digitalisasi UMKM di Indonesia

Indonesia, dengan jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 64 juta, menjadi target utama bagi layanan kredit berbasis digital. Seiring dengan upaya pemerintah mempercepat transformasi digital, sebanyak 24 juta UMKM telah memanfaatkan layanan digital, dan angka ini ditargetkan meningkat menjadi 30 juta pada 2025. Untuk memenuhi kebutuhan kredit yang terus bertumbuh ini, kemitraan antara Finfra dan Tyme Group memungkinkan pelaku usaha mendapatkan akses ke solusi kredit langsung dari platform digital mereka.

Co-founder & CEO Finfra Markus Prommik menyatakan bahwa kemitraan ini merupakan langkah penting bagi Finfra. “Kemitraan ini memperkuat misi kami dalam memperluas akses finansial yang inklusif di Indonesia dan membuka jalur baru bagi pertumbuhan berkelanjutan,” ujarnya. Tyme Group, dengan infrastruktur kuat Finfra, dapat memenuhi kebutuhan kredit bisnis yang selama ini kurang terlayani.

Finfra menawarkan infrastruktur pinjaman berbasis API yang memungkinkan integrasi kredit pada berbagai platform digital, seperti e-commerce dan logistik. Dengan fitur-fitur seperti sistem manajemen pinjaman, skor kredit, analitik portofolio, dan akses ke modal utang, Finfra memberikan solusi menyeluruh bagi bisnis digital untuk menawarkan produk kredit kepada pelanggan mereka.

Executive Chairman Tyme Group, Coen Jonker, menambahkan, “Indonesia adalah pasar penting bagi strategi pertumbuhan Tyme Group di Asia Tenggara. Bersama Finfra, kami dapat menghadirkan solusi kredit inovatif dengan cepat dan menyasar segmen UMKM yang besar di Indonesia.”

Dukungan investor untuk perluasan Finfra

Selain mendapatkan dana segar, Finfra juga memperkuat timnya dengan merekrut Hadi Tanzil, mantan co-founder EmpatKali, sebagai Chief Technology Officer. Dukungan dari investor seperti Cento Ventures dan Accion Venture Lab memperkuat kepercayaan pada model bisnis Finfra yang memungkinkan platform digital menghadirkan layanan kredit secara efisien dan sesuai regulasi.

Dengan pendanaan terbaru ini, Finfra telah mengumpulkan total $4,3 juta dan siap melanjutkan ekspansi untuk menjangkau lebih banyak pelaku usaha di Indonesia. Perusahaan ini menargetkan peningkatan profitabilitas di kuartal terakhir 2024.

Startup Fintech-Enabler Pallav Terima Pendanaan Awal, Bantu Lembaga Kredit Lakukan Digitalisasi

Startup fintech-enabler Pallav mengumumkan perolehan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan dari sejumlah investor termasuk M Venture Partners, Kadan Capital, dan Monk’s Hill Ventures. Selain itu beberapa eksekutif senior di bidang keuangan, seperti Jefferson Chen (pendiri Advance Intelligence Group) dan Arun Pai (mantan eksekutif Flow/AsiaCollect), juga berpartisipasi dalam investasi ini. Dana ini akan digunakan Pallav untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas tim guna memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

Pallav bertujuan untuk membangun sistem operasi kredit yang membantu lembaga keuangan tradisional di Indonesia dan sekitarnya. Co-founder & CEO Pallav Nathan Gunawan, menyatakan bahwa fokus utama mereka adalah memperkuat akses keuangan bagi masyarakat luas yang memerlukan kredit, dengan memberdayakan bank dan lembaga keuangan lainnya agar lebih efisien dan menguntungkan.

Selain Pallav, sejumlah startup lokal juga hadir sebagai fintech-enabler membantu lembaga keuangan tradisional lakukan digitalisasi. Misalnya Finfra, mereka memungkinkan bisnis untuk menambahkan fitur lending ke dalam model bisnisnya, misalnya untuk skenario invoice financing atau solusi pembiayaan purchasing. Selain itu ada juga Komunal yang fokus membantu proses digitalisasi BPR.

Transformasi digital untuk lembaga keuangan tradisional

Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi Pallav dalam operasional lembaga keuangan tradisional adalah praktik penagihan yang masih manual dan tidak efisien. Metode ini tidak hanya mempersulit lembaga untuk melayani nasabah dengan risiko lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan biaya operasional. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pallav memperkenalkan modul layanan pinjaman yang mendukung peminjaman berisiko tinggi dan mengoptimalkan proses penagihan melalui teknologi canggih.

Platform Pallav yang telah bersertifikasi ISO-27001 ini dilengkapi dengan template perilaku berbasis kecerdasan buatan (AI), proses penagihan digital, serta dasbor pemantauan yang memastikan kepatuhan terhadap regulasi ketat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Solusi ini membantu bank meningkatkan upaya pemulihan pinjaman mereka dengan lebih efektif.

Diluncurkan pada April 2024, Pallav kini telah bermitra dengan hampir 20 lembaga keuangan di Indonesia. Modul layanan pinjamannya membantu meningkatkan pemulihan pinjaman hingga 30% lebih tinggi dibandingkan metode konvensional yang digunakan oleh lembaga keuangan sebelumnya.

Dipimpin oleh Nathan Gunawan, Jason Rusli, Vikram Jain, dan Sajan Pruthi, tim Pallav memiliki pengalaman luas di industri keuangan dan teknologi. Mereka sebelumnya terlibat dalam proyek-proyek inovatif di perusahaan seperti Bain & Company, TravelokaPayLater, dan MoneyView di India.

Dengan pendanaan baru ini, Pallav berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi yang mampu mentransformasi layanan keuangan di Indonesia, khususnya dalam ruang pinjaman, demi memberikan solusi yang lebih aman dan efisien bagi masyarakat luas.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Maybank Berikan Investasi Strategis ke Induk Fintech Lending Modalku

Maybank mengumumkan investasi strategis ke induk fintech lending Modalku, yakni Funding Societies dengan nilai yang tidak disebutkan. Melalui investasi ini, Maybank berencana menjajaki sinergi kolaboratif dengan Funding Societies untuk mendorong inklusivitas dan mengatasi kesenjangan pembiayaan bagi komunitas yang dilayaninya.

Investasi ini merupakan langkah awal dalam inisiatif baru Maybank untuk berinvestasi dan bermitra dengan organisasi berbasis digital yang berkualitas di ASEAN. Upaya ini sejalan dengan strategi M25+ Maybank yang bertujuan mempercepat digitalisasi dan menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi, baik di dalam maupun di luar sektor perbankan.

Presiden dan CEO Grup Maybank Dato’ Khairussaleh Ramli menyatakan, “Investasi kami di Funding Societies menegaskan komitmen kami dalam mendorong inklusi keuangan, sesuai dengan tujuan kami untuk memanusiakan layanan keuangan. Dengan menggabungkan keahlian perbankan kami dan platform digital inovatif dari Funding Societies, Maybank bertekad membangun ekosistem UMKM yang kuat dan menciptakan masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi semua pihak.”

Kelvin Teo, Co-founder dan CEO Funding Societies, menambahkan, “Kami merasa terhormat dengan dukungan dari Maybank, yang mencerminkan komitmen bersama untuk melayani UMKM di Asia Tenggara. Kemitraan ini memperkuat dedikasi kami untuk memperluas akses kredit bagi UMKM yang kurang terlayani dan menghadapi kendala permodalan.”

Funding Societies saat ini telah memiliki lisensi operasional di Singapura, Indonesia, dan Thailand, serta terdaftar di Malaysia dan beroperasi di Vietnam. Setiap tahunnya, perusahaan teknologi finansial ini menyalurkan pembiayaan bisnis sebesar $1 miliar kepada UMKM di wilayah tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, Funding Societies mencapai tonggak strategis, termasuk mengakuisisi platform pembayaran digital regional CardUp serta berinvestasi bersama di Bank Index di Indonesia.

Grup perusahaan Modalku didukung oleh sejumlah investor terkemuka seperti SoftBank Vision Fund 2, Khazanah Nasional Berhad, CGC Digital, SBVA (sebelumnya SoftBank Ventures Asia), Peak XV Partners (sebelumnya Sequoia Capital India), Alpha JWC Ventures, SMBC Bank, BRI Ventures, VNG Corporation, dan Rapyd Ventures.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Siapkan Aturan untuk Platform Agregasi Finansial

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menyosialisasikan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK) mengenai Penyelenggara Agregasi Jasa Keuangan (PAJK). Aturan ini dirancang untuk memperkuat pengawasan terhadap layanan agregasi jasa keuangan yang semakin berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi dalam sektor keuangan.

Rancangan aturan tersebut akan mengatur kegiatan penyelenggara agregasi dalam memastikan layanan yang aman, bertanggung jawab, dan melindungi konsumen.

RPOJK ini bertujuan untuk memberikan kerangka regulasi yang jelas bagi para pelaku industri yang berperan dalam menyediakan platform pembanding dan distribusi produk keuangan, serta memperkuat pengawasan terhadap perlindungan data konsumen. Menurut OJK, dengan hadirnya aturan ini, layanan agregasi dapat berjalan optimal, meningkatkan efisiensi transaksi, serta memperluas inklusi keuangan di Indonesia.

Sebelumnya untuk layanan agregasi finansial diatur dalam regulatory sandbox OJK atau Inovasi Keuangan Digital. Per Maret 2024, ada 36 pemain digital yang masuk ke dalam sandbox tersebut, di antaranya CekAja, Cermati, Paper.id, Oy!, Alumak, BRIIX, dan beberapa lainnya.

Keamanan dan perlindungan konsumen

Salah satu sorotan utama dari rancangan peraturan ini adalah penguatan perlindungan konsumen, terutama dalam hal keamanan data pribadi dan transaksi keuangan. PAJK diharuskan mematuhi ketentuan keamanan siber dan perlindungan data sesuai standar internasional seperti ISO 27001. OJK menekankan pentingnya keamanan sistem elektronik yang digunakan PAJK, terutama dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan data konsumen.

Menurut OJK, PAJK memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan bahwa informasi produk keuangan yang disajikan kepada masyarakat akurat dan transparan. Di samping itu, mereka juga harus menjaga keandalan sistem informasi dan perlindungan data konsumen.

Selain itu, layanan agregasi jasa keuangan yang diatur dalam RPOJK ini diharapkan dapat mendukung upaya pemerintah dalam memperluas inklusi keuangan. PAJK berperan penting dalam membantu masyarakat membandingkan dan memilih produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan profil mereka. Dengan memanfaatkan platform digital, konsumen akan semakin mudah mengakses informasi tentang produk-produk keuangan seperti kredit, tabungan, hingga asuransi, tanpa harus mengunjungi lembaga keuangan secara langsung.

Aturan perizinan dan sanksi tegas

RPOJK ini juga mengatur perizinan bagi penyelenggara PAJK, di mana setiap pihak yang ingin menjalankan layanan agregasi wajib memperoleh izin usaha dari OJK. Selain itu, penyelenggara diwajibkan berbadan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor minimal Rp2,5 miliar.

Dalam hal penegakan aturan, OJK menetapkan sanksi tegas bagi PAJK yang melanggar ketentuan. Sanksi yang dapat diberikan antara lain peringatan tertulis, denda hingga Rp1 miliar, penghentian kegiatan, hingga pencabutan izin usaha.

PAJK diharuskan bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan (LJK) yang telah terdaftar dan memiliki izin dari OJK. Kerja sama ini dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mencakup tanggung jawab masing-masing pihak, termasuk mekanisme penanganan pengaduan dan pertukaran data konsumen yang aman.

Selain itu, dalam menjalankan kegiatan agregasi, PAJK diwajibkan untuk secara transparan menyampaikan kepada konsumen bahwa produk keuangan yang ditawarkan bukan milik PAJK, melainkan dari lembaga keuangan mitra. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya misinformasi yang dapat merugikan konsumen.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

OJK Luncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) untuk periode 2024-2028. Peluncuran ini dilakukan dalam acara Digital Financial Innovation Day atau OJK Digination Day 2024 di Jakarta.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menekankan bahwa kehadiran bidang baru IAKD di OJK diharapkan mampu menjadi platform yang membawa manfaat besar bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan inklusi keuangan di seluruh Indonesia. “Industri IAKD memiliki kontribusi penting dalam pembangunan nasional,” ujarnya.

Fokus empat pilar strategis

Peta Jalan IAKD 2024-2028 ini disusun untuk mendukung pertumbuhan sektor IAKD yang kuat, seimbang, inklusif, dan berkelanjutan. Fokus utamanya mencakup empat pilar strategis, yaitu Pengaturan dan Pengembangan, Pengawasan dan Penegakan Hukum, Perizinan dan Informasi, serta Inovasi.

Kepala Eksekutif Pengawas IAKD OJK, Hasan Fawzi, menyatakan bahwa peta jalan ini akan diimplementasikan dalam tiga fase yang saling berkesinambungan hingga tahun 2028. “Sembilan program strategis telah kami rumuskan untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkapnya. Program-program ini mencakup berbagai aspek penting, seperti pengembangan Regulatory Sandbox, peningkatan literasi keuangan digital, dan transformasi organisasi.

OJK juga menegaskan pentingnya sinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, kementerian, lembaga, pelaku industri, dan masyarakat. Kolaborasi ini dianggap sebagai kunci keberhasilan implementasi Peta Jalan IAKD.

Dalam acara peluncuran ini, OJK juga mengadakan talk show bertema “Arah Pengembangan dan Penguatan Industri IAKD ke Depan,” yang menghadirkan berbagai pembicara kunci dari internal OJK dan perwakilan asosiasi.

Rangkuman Peta Jalan IAKD 2024-2028

Peta Jalan Pengembangan dan Penguatan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) 2024-2028 yang disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki beberapa poin utama sebagai berikut:

  1. Empat Pilar Strategis
  • Pengaturan dan Pengembangan: Membangun regulasi yang mendukung inovasi, sambil memastikan mitigasi risiko yang efektif.
  • Pengawasan dan Penegakan Hukum: Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk menjaga stabilitas dan integritas pasar.
  • Perizinan dan Informasi: Memperkuat proses perizinan dan meningkatkan transparansi informasi di sektor IAKD.
  • Inovasi: Mendorong pengembangan inovasi teknologi yang berkelanjutan di sektor keuangan.
  1. Tiga Fase Implementasi
  • Fase 1 (2024-2025): Penguatan Fondasi Pengaturan dan Pengawasan.
  • Fase 2 (2026-2027): Akselerasi Pengembangan dan Penguatan.
  • Fase 3 (2027-2028): Pendalaman dan Pertumbuhan Berkelanjutan.
  1. Sembilan Program Strategis
  • Regulatory Sandbox: Pengembangan klaster Regulatory Sandbox untuk pengujian inovasi keuangan.
  • Digital Innovation Center: Pembentukan pusat inovasi digital untuk mendukung ekosistem keuangan.
  • Standarisasi dan Pedoman Inovasi: Penyusunan standar dan pedoman untuk inovasi teknologi di sektor keuangan.
  • Suptech dan Regtech: Penggunaan teknologi untuk mendukung pengawasan dan regulasi.
  • Pilot Project: Implementasi proyek percontohan untuk pertumbuhan sektor jasa keuangan.
  • Literasi dan Inklusi Keuangan Digital: Peningkatan literasi dan inklusi digital di masyarakat.
  • Transformasi Organisasi dan SDM: Transformasi kelembagaan dan pengembangan sumber daya manusia.
  • Aliansi Strategis: Pembentukan aliansi strategis dengan berbagai pemangku kepentingan.
  1. Target Utama
  • Peningkatan Produk dan Layanan: Diharapkan jumlah produk dan layanan ITSK meningkat dari 5 menjadi 100.
  • Peningkatan Kemitraan: Jumlah kemitraan di sektor ITSK diproyeksikan meningkat dari 953 menjadi 5.000.
  • Pertumbuhan Pengguna ITSK: Keterlibatan pengguna ITSK diharapkan meningkat dari 277.887 menjadi 5 juta pengguna.
  • Nilai Transaksi Aset Kripto: Nilai transaksi aset kripto diproyeksikan mencapai Rp 1.000 triliun pada tahun 2028.
  1. Penguatan Keamanan Siber
  • Peningkatan keamanan siber untuk melindungi ekosistem keuangan digital dari ancaman serangan siber.
  1. Komitmen Terhadap Keberlanjutan
  • Integrasi prinsip keberlanjutan (Environmental, Social, and Governance/ESG) dalam setiap inisiatif dan inovasi di sektor IAKD.

Poin-poin ini mencerminkan fokus OJK dalam menciptakan ekosistem keuangan digital yang inovatif, berkelanjutan, dan inklusif, sekaligus menjaga stabilitas dan integritas pasar keuangan di Indonesia.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Djoin Raih Pendanaan Awal dari 500 Global untuk Digitalisasi Lembaga Keuangan Mikro

Djoin, startup fintech berbasis di Bali, mengumumkan pendanaan awal dari 500 Global. Investasi ini akan memungkinkan Djoin mempercepat strategi pemasaran, memperluas tim untuk mendukung permintaan yang meningkat, serta memperluas kemampuan platform pinjaman ke wilayah-wilayah baru di Indonesia.

Sebelumnya pada pertengahan 2022 lalu, Djoin juga mengumumkan perolehan pendanaan angel round dari investor yang tidak disebutkan.

Co-founder & CEO Djoin Indra Adhi Suputra menyatakan, “Mayoritas orang mengenal Bali karena pariwisatanya; runtuhnya industri ini selama pandemi COVID-19 mendorong generasi technopreneur lokal baru dan munculnya ekosistem inovasi yang dinamis. Dengan memberdayakan lembaga keuangan mikro melalui teknologi yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional mereka, kami berharap untuk membangun komunitas yang lebih kuat dan tangguh di Indonesia.”

Lebih dari 50% masyarakat Indonesia tidak memiliki akses penuh atau sama sekali ke layanan perbankan, sehingga sangat bergantung pada lembaga keuangan mikro, terutama koperasi simpan pinjam. Tidak seperti bank konvensional yang melayani pelanggan di kota besar, koperasi simpan pinjam menjangkau daerah pedesaan dan terpencil yang melayani setengah dari populasi negara ini.

Transformasi digital lembaga keuangan mikro

Djoin menyediakan platform perbankan menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan lembaga keuangan mikro seperti koperasi dan masyarakat yang kurang terlayani. Layanan mereka mencakup sistem perbankan SaaS, mesin keputusan kredit, dan produk penyaluran pinjaman. Antarmuka berbasis data Djoin dinilai dapat meningkatkan efisiensi operasional, mengoptimalkan manajemen pinjaman, mengurangi kredit bermasalah, dan mendorong stabilitas keuangan.

Inovasi ini memungkinkan lembaga keuangan mikro menawarkan pembiayaan kepada komunitas yang kurang terlayani dengan suku bunga lebih rendah, membantu menutup kesenjangan pembiayaan sebesar $140 miliar dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Sejumlah startup turut mengambil porsi di pasar ini dengan pendekatan sebagai fintech enabler maupun SaaS. Di pasar koperasi misalnya ada Kodi, Kuelap, dan Cashcoop by Finnet yang menyediakan platform digitalisasi proses bisnis. Sementara di lembaga keuangan kecil lainnya ada Komunal yang fokus mendigitalkan layanan perbankan di BPR.

Peran strategis Djoin

Pada tahun 2023, Djoin memfasilitasi penyaluran pinjaman lebih dari Rp700 miliar (~$35 juta). Tim ini berhasil mengakuisisi lebih dari 80 klien lembaga keuangan mikro di Bali, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur, serta berhasil mengurangi rata-rata kredit bermasalah mereka sebesar 52% dari tahun 2022 hingga 2023.

Managing Partner 500 Global Khailee Ng menambahkan, “Untuk mengikutsertakan seluruh Indonesia dalam ekonomi yang terus berkembang, kita perlu menggunakan teknologi. Koperasi simpan pinjam telah melayani banyak komunitas yang tidak memiliki akses perbankan, penggunaan Djoin untuk membantu mereka berkembang dapat memungkinkan lebih banyak lagi untuk negara ini.”

Djoin dipimpin oleh I Wayan Indra Adhi Suputra, Farzikha Soerono, dan I Putu Takumi Wijaya yang memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di industri koperasi, keuangan, dan teknologi. Misi mereka selaras dengan visi Mohammad Hatta tentang koperasi sebagai soko guru perekonomian berbasis Pancasila di Indonesia, dengan komitmen untuk memberikan pinjaman berkualitas dan meningkatkan kelas koperasi.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Platform Marketplace Produk Pinjaman Lendingpot Perluas Bisnis ke Segmen Konsumen

Setelah meresmikan kehadirannya di Indonesia pada 2023 lalu. Lendingpot platform loan-matching yang menghubungkan pendana dengan peminjam, resmi meluncurkan Layanan Pinjaman Pribadi di Indonesia. Langkah ini diambil setelah sukses membantu Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di tanah air melalui Layanan Bisnis Lendingpot.

Layanan Pinjaman Pribadi ini menawarkan pinjaman yang langsung disetorkan ke rekening bank peminjam, memberikan fleksibilitas dalam penggunaan tanpa memerlukan jaminan. Selain itu, pinjaman ini tersedia dengan cepat dalam waktu singkat, memudahkan peminjam untuk memenuhi kebutuhan mendesak.

“Kami merancang layanan pinjaman pribadi ini agar mudah beradaptasi dan siap memenuhi kebutuhan mendesak. Penting untuk membedakannya dari jenis pinjaman lainnya seperti pinjaman mobil atau renovasi yang biasanya dicairkan langsung ke dealer,” kataHead of Commercial Development Lendingpot Jonathan Surya.

Menurut studi NielsenIQ Indonesia, 85,66 persen milenial Indonesia berada dalam situasi keuangan genting. Perilaku konsumtif dan peran sebagai generasi sandwich menjadi faktor pendukung. Kondisi ini diperparah oleh maraknya platform pinjaman ilegal. Oleh karena itu, Lendingpot berusaha memberikan solusi yang aman dan terpercaya.

“Kami ingin merevolusi pengalaman peminjaman, tidak hanya untuk bisnis tetapi juga individu, dengan menyederhanakan proses dan memberikan opsi terbaik dari para mitra eksklusif pemberi pinjaman kami,” tambah Jonathan.

Layanan ini memungkinkan peminjam untuk membandingkan berbagai pemberi pinjaman sehingga bisa mendapatkan tingkat bunga terendah. Sistem ini membantu peminjam membuat keputusan yang tepat dengan memilih proposal yang paling menguntungkan.

Lendingpot juga telah menjalankan layanan ini di Singapura dengan lebih dari 6.000 pelanggan bergabung dan tingkat persetujuan 70% dalam waktu kurang dari 60 menit. Kesuksesan ini ingin direplika di Indonesia, bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan termasuk bank dan perusahaan fintech.

“Kami berkomitmen untuk menjadi mercusuar dalam pemberdayaan keuangan. Dengan solusi keuangan yang mudah diakses dan transparan, kami berharap dapat mengangkat semangat individu dan komunitas,” tutup Jonathan.

Sejak didirikan tahun 2019 di Singapura oleh Randy Sim dan Eric Koh, Lendingpot kini telah menyalurkan dana lebih dari S$146 juta kepada 6.000 pengguna di Singapura dan Indonesia. Diklaim, dengan melalui Lendingpot proses approval 70% menjadi lebih cepat.

Sejumlah mitra yang menjadi pemberi dana seperti CIMB, UangMe, DBS Bank, dan beberapa lainnya.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

HSBC Berikan Debt Funding Rp300 Miliar ke AwanTunai

HSBC memberikan fasilitas debt sebesar Rp300 miliar ($18,5 juta) kepada AwanTunai untuk mendukung pengadaan persediaan bagi UMKM di Indonesia. Pembiayaan ini diharapkan dapat membantu AwanTunai mengatasi tantangan pengelolaan inventaris yang dihadapi oleh sekitar 3,5 juta warung di seluruh Indonesia.

HSBC bertindak sebagai bank penyusun, pemberi pinjaman bilateral, agen fasilitas, agen keamanan, dan bank akun dalam struktur pendanaan ini. Pembiayaan ini dirancang dengan fleksibilitas yang diperlukan AwanTunai untuk tumbuh, dengan paket keamanan yang terkait dengan kinerja buku pinjaman daripada ketentuan keuangan pada perusahaan secara keseluruhan.

Ini adalah pendanaan kedua yang diumumkan AwanTunai tahun ini. Maret lalu perusahaan juga baru membukukan pendanaan seri B senilai $27,5 juta dipimpin Norfund, MIUP (lengan investasi MUFG), dan FinnFund.

Warung, yang menguasai 70% pasar penjualan bahan makanan di Indonesia, sering kali mengandalkan uang tunai dan tidak memiliki akses ke layanan keuangan formal. Menurut data AwanTunai, kesenjangan pembiayaan pembelian persediaan untuk UMKM di Indonesia mencapai $50 miliar.

Untuk menjembatani kesenjangan ini, AwanTunai mengembangkan platform AwanToko yang memungkinkan pemilik warung memeriksa stok dan harga dari ratusan grosir serta melakukan pemesanan secara online. Selain itu, layanan AwanTempo memberikan pendanaan hingga Rp500 juta kepada pemilik warung untuk membeli persediaan.

“Kami menantikan kemitraan strategis jangka panjang dengan HSBC, yang memiliki visi dan komitmen untuk memungkinkan inklusi keuangan dalam skala besar. Kami berharap dapat membuka segmen UMKM yang sulit dilayani di Indonesia dan di pasar berkembang lainnya dengan dukungan global HSBC,” kata Co-Founder & CEO AwanTunai, Dino Setiawan.

Direktur Perbankan Wholesale, Commercial Banking HSBC Indonesia, Riko Tasmaya menyatakan, “Kami senang mendukung tujuan AwanTunai dalam menggunakan pembiayaan tertanam untuk membantu bisnis kecil di Indonesia mengatasi hambatan dalam mengejar peluang pertumbuhan.”

Ia menambahkan bahwa kesenjangan pembiayaan global untuk UMKM formal dan informal diperkirakan mencapai $8 triliun, dan kerja sama antara bank dan fintech sangat penting untuk mengatasi hambatan kritis ini terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kualitas hidup di seluruh dunia berkembang.

Debt funding khusus dari HSBC

Maret lalu, HSBC mengumumkan peluncuran debt fund khusus startup “ASEAN Growth Fund” senilai $1 miliar (sekitar Rp15,8 triliun) untuk mengakselerasi ekspansi startup di kawasan Asia Tenggara yang tumbuh pesat. Dana ini dikhususkan pada startup/perusahaan digital, terutama di sektor new economy yang mengincar ekspansi ke Asia Tenggara.

Ticket size untuk tiap pinjaman ini dimulai dari $15 juta-$100 juta dengan tenor satu sampai tiga tahun. Bank akan menggunakan metriks saat penilaian dengan mempertimbangkan operasional bisnis terkait portofolio aset generatif arus kas perusahaan, termasuk piutang, dibandingkan hanya berpatokan pada metrik keuangan tradisional.

Hal menarik lainnya, untuk startup yang ingin ekspansi ke kawasan ASEAN dapat menggunakan limit yang mereka terima dan dicairkan sesuai mata uang negara di mana negara yang akan mereka sasar. Sebagai catatan, di kawasan ini HSBC beroperasi di enam negara, yakni Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Sejumlah startup dari kawasan ini telah mendapat fasilitas pembiayaan dari HSBC, di antaranya Akulaku, Sea Group, eFishery, Atome, dan Funding Societies.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten