Siapkah Industri Indonesia Mengadopsi Digital Industrial?

Dunia akan terus berjejaring. Dari tahun ke tahun, kultur digital semakin membaur dan meningkat di kehidupan masyarakat dunia. Pemanfaatan platform digital sudah diadopsi banyak oleh masyarakat, apalagi jika berbicara tentang bagaimana mereka terhubung satu sama lain—seperti messenger dan social networking.

Secara global, potret lanskap digital 2017 menunjukkan jumlah masyarakat Internet yang kini telah menyentuh angka di kisaran 3,7 triliun, dengan penetrasi sebesar 50% serta peningkatan 10% sejak tahun lalu. Penetrasi Internet di Asia Tenggara punya angka yang tak kalah besar, yakni sebesar 53%. Lebih mengerucut, bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia punya tingkat penetrasi yang tergolong cukup baik dengan angka 51%, terutama dibandingkan dengan beberapa negara berkembang Asia Tenggara lainnya seperti Myanmar, Laos, dan Kamboja.

Meski boleh dianggap besar secara kuantitas, namun apakah Indonesia benar-benar siap melancarkan digitalisasi? Sebab, yang dipersoalkan di sini bukan hanya dari lingkup masyarakatnya saja, tapi juga industri. Terlebih dengan hadirnya konsep baru yang ditawarkan perusahaan teknologi asal Negeri Paman Sam, GE, dengan nama Digital Industrial, sebuah konsep teknologi yang mengintegrasikan sebuah objek fisik—yang sudah ditanam sensor—dengan jaringan nirkabel.

Terminologi tersebut dikenal sejalan dengan pengembangan teknologi yang telah diluncurkan GE bernama PREDIX, sistem operasi yang diluncurkan sekitar tahun 2015 yang secara khusus ditujukan untuk perindustrian. PREDIX disinyalir dapat memudahkan para engineer dalam menciptakan aplikasi, mengambil data dari teknologi industri dan mengirimnya ke sistem cloud untuk kemudian dianalisis.

Yang menarik adalah GE telah membuka pintu kolaborasi untuk merangkul pihak-pihak dari berbagai lapisan industri Tanah Air untuk ikut serta memajukan dunia perindustrian dan teknologi bangsa. Kerja sama strategis tersebut dilakukan bersama regulator dan pelaku industri (termasuk startup). Tiga startup potensial mendapatkan dukungan langsung dari GE, antara lain Dattabot, Fishare, dan 3i.

Dattabot, Mitra Pertama PREDIX di Dunia untuk Industri Pertanian

Sebagai perusahaan big data analytics, Dattabot turut serta membangun perekonomian Indonesia di sektor pertanian. Perusahaan yang dulunya bernama Mediatrac ini berusaha mengubah pola pikir terhadap dunia pertanian yang masih dianggap tradisional, melalui produk Internet of Things.

Ditandai dengan penandatangan MoU, GE memperlihatkan keseriusannya mendukung IIoT untuk pertanian bersama Dattabot lewat HARA, aplikasi pertanian yang dapat membantu mengembangkan agribisnis dari sisi efisiensi dan profitabilitas.

HARA adalah aplikasi IIoT pertama di Indonesia yang menggunakan platform Predix. “Dengan demikian, Dattabot bisa memahami luas sawah yang digunakan petani, real-time, jadi bisa memahami permasahan langsung meski posisinya sangat jauh lokasi tempat Anda berada,” terang CEO Dattabot Regi Wahyu.

Industrial IoT Startup Anak Bangsa yang Berpotensi Mendisrupsi Pasar

Selain itu, GE turut memperkenalkan startup-startup tanah air di bidang Industrial Internet of Things yang disinyalir mampu membuat terobosan baru di sektor perindustrian dan perikanan.

Fishare
Fishare adalah produk Internet of Things yang fokus pada kemajuan kehidupan petani ikan dengan self-farming module. “Produktivitas budidaya ikan negara kita masih tergolong rendah, dibandingkan dengan Tiongkok,” ujar CEO Fishare Marvinus Arif. Itulah salah satu latar belakang kelahiran Fishare.

Fishare menyajikan fish feeding assistant dengan sensor, di mana para petani ikan akan mendapatkan informasi secara transparan dan objektif mengenai kondisi ikan mereka, yang terlihat di smart dashboard.

3i
Bersama ungkapan “the future of maintenance”, 3i mengembangkan sensor online untuk membantu pabrikan mengurangi downtime tak terencana melalui data analytics dan machine learning. Teknologi sensor pintar 3i memudahkan pabrikan untuk melakukan pemeliharaan preventif dan prediktif; meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya operasional, sekaligus meningkatkan keuntungan perusahaan.

“Sensor ini ditanam di dalam mesin dan dihubungkan ke mobile device pengguna agar pengguna dapat melihat keadaan mesin secara real-time,” terang Gimin, CEO 3i.

Mau tidak mau dunia perindustrian Indonesia harus siap dengan digitalisasi dalam operasional mereka. Kita semua bisa melihat bagaimana teknologi dan hal-hal yang dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia (sawah, ikan, dan pabrik) dapat terkoneksi untuk membangun perekonomian negara. Maka, industri yang lebih dipandang “progresif” mestinya juga bisa mengadopsi IIoT, ‘kan?

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.

Pola Pikir dan Teknologi Baru untuk Industri Indonesia

Lahirnya inovasi selalu membuat hidup tidak lagi sama. Lihat saja bagaimana Anda kini ‘mengubah’ ponsel bukan cuma sebagai peranti komunikasi, tapi menjadi ‘hidup’. Lihat juga bagaimana Anda terhubung dan berjejaring melalui inovasi media sosial. Dan yang fenomenal di beberapa tahun belakang, Anda bisa melihat bagaimana ojek sekarang menjadi pilihan utama dalam bertransportasi dengan adanya layanan on-demand.

Inovasi digital seperti ini memang dilahirkan untuk membuat gaya hidup manusia berbeda dan lebih mudah, tak terkecuali untuk kehidupan industri. General Electric (GE), sebagai perusahaan teknologi yang mencakup multi-industri, tergerak untuk turut serta mengambil lakon dalam kemajuan inovasi melalui konsep Digital Industrial.

Melalui acara bertajuk Digital Industrial Forum 2017, GE memperlihatkan bagaimana dewasa ini industri semestinya mengadopsi kemajuan-kemajuan teknologi yang menghubungkan cloud dengan smart component yang ada di tempat perindustrian. GE memperkenalkan PREDIX, sebuah platform PaaS (platform as a service) layanan cloud computing yang mendukung pengembangan aplikasi yang menggunakan data operasional untuk menggali informasi sebagai landasan pengambilan keputusan yang lebih baik, juga cepat.

Salah satu aplikasi pintar yang dibangun di dalam PREDIX adalah Digital Twin. Sederhananya Digital Twin adalah jembatan antara instrumen fisik dengan instrumen digital. “Digital Twin membantu mengenali aset fisik yang Anda miliki. Apakah ada risiko di dalamnya dan bagaimana keadaannya. Digital Twin membantu mempelajari usia dan penggunaan mesin,” ujar Vinay B. Jammu, Technology Leader and Physical-Digital Analytics General Electric, sembari langsung mendemonstrasikannya.

CT scan machine, contohnya. Saat industri kesehatan memerlukan mesin ini untuk hal-hal darurat, Digital Twin membantu mengingatkan apakah mesin ini perlu masuk fase perawatan. “Platform ini bisa diaplikasi ke wind power forecasting, construction vehicles performance, dan marine engine oil health. Baik untuk produk GE maupun non GE.”

GE juga berupaya membuktikan bahwa pola pikir digital industrial yang mereka canangkan tergolong adaptif untuk segala ranah industri.

Dalam event yang berlangsung di Fairmont Hotel ini, dihadirkan sebuah sesi perbincangan antara Luis F. Gonzalez (Chief Digital Officer General Electric Asia Pasifik) yang mewakili industri energi, David Wu (General Manager Healthcare, GE, Asia Pasifik) mewakili industri kesehatan, David Parkinson (General Manager, GEOil and Gas, Asia Pasifik) mewakili industri migas, Hardik Raithatha (Digital Growth Leader GE Renewable, Asia Pasifik) mewakili industri energi baru terbarukan, Frank Siegers (Senior Program Manager GE Aviation) mewakili industri aviasi, Jonathan Lim (Commercial Director, GE Transportation, Asia Tenggara) dan Alvin NG (General Manager , GE Digital Electric Asia Tenggara) selaku moderator. Masing-masing panelis mendemonstrasikan berbagai macam implementasi digital industrial di sektor energi, kesehatan dan transportasi.

Berlanjut setelah perbincangan hangat serta sesi tanya-jawab dengan audiens, Digital Industrial Forum menghadirkan Direktur Jenderal APTIKA Kominfo Samuel Pangarepan, yang membahas visi Indonesia secara digital pada tahun 2020, yakni 1000 startup (total valuasi Rp 150 triliun), satu juta petani dan nelayan yang go digital, serta delapan juta UKM yang go digital.

“Sampai 2016, kita sudah launch program Go Digital Vision dengan 50 teknopreneur yang sudah terlibat,” terangnya.

Teknologi baru yang dibawa GE ternyata menyentuh perekonomian akar rumput, seperti sektor pertanian, perikanan, maupun manufaktur. Hal ini diangkat pada salah satu segmen acara yang bertajuk The Pioneers; di mana GE memperkenalkan tiga startup berpotensi Indonesia yang bermain di ranah Industrial IoT; Dattabot, Fishare dan 3i.

Dattabot adalah startup big data analytics Indonesia pertama yang membangun sebuah aplikasi precision agriculture bernama HARA, yang dibangun di atas platform industrial internet dari GE Bernama PREDIX. HARA adalah sebuah field management application yang menganalisis sawah, membantu produksi pertanian meningkat hingga 80%, dan menurunkan biaya hingga 10%.

Dattabot menggunakan platform PREDIX dari GE dalam mengembangkan aplikasi untuk memahami bagian-bagian kendaraan yang rusak atau perlu dirawat segera. Fishare memerlukan GE untuk membuat self-farming module.

Selain itu, GE juga memperkenalkan dua startup lainnya yang bergerak di bidang Industrial Internet of Things (IIoT), yang disinyalir mampu mendisrupsi pasar; yakni 3i dan Fishare. 3i mengembangkan teknologi sensor online yang memudahkan pabrikan untuk melakukan pemeliharaan preventif dan prediktif melalui kemampuan data analytics dan machine learning.

Sedangkan, Fishare adalah produk Internet of Things yang fokus pada kemajuan kehidupan petani ikan dengan self-farming module.

Digital Industrial Forum ditutup oleh closing speech yang ditunggu oleh sebagian besar audiens, yakni Presiden Republik Indonesia ketiga, H.E. Prof. BJ. Habibie.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.