Kamera Nikon D5500 Ini Secara Khusus Dimodifikasi untuk Kebutuhan Astrophotography

Astrophotography adalah cabang fotografi yang sangat menarik dan sulit untuk dikuasai. Selain dituntut untuk mengeksekusi teknik yang benar, Anda juga perlu menggunakan perlengkapan yang tepat.

Salah satunya adalah kamera yang sanggup mengambil long exposure hingga ratusan detik. Masalahnya, teknik ini kerap membuat sensor gambar jadi kepanasan, dan efek buruknya hasil jepretan akan dicemari oleh noise.

Kuncinya ada pada sistem pendingin yang efektif, dan itulah yang dilakukan oleh produsen peralatan astrophotography asal Itali, PrimaLuceLab. Mereka memodifikasi Nikon D5500, menambatkan sistem pendingin termoelektrik tepat di sensornya yang kelihatan seakan-akan seperti sebuah AC mini dari luar.

Nikon D5500a Cooled / PrimaLuceLab
Nikon D5500a Cooled / PrimaLuceLab

Hasilnya, suhu sensor gambar bisa ditekan hingga 27º Celsius lebih rendah ketimbang suhu udara di sekitar. Dengan demikian, pengguna tak perlu khawatir terjadi overheating ketika shutter speed menunjuk angka 900 detik.

Bersamaan dengan itu, PrimaLuceLab turut menerapkan sistem anti-embun pada sebuah filter yang berada di depan sensor. Lebih lanjut, D5500 versi modif ini juga mengemas filter warna merah seperti konsep yang diadopsi Nikon D810, yang memang secara spesifik diciptakan untuk kegiatan astrophotography.

PrimaLuceLab memasarkan Nikon D5500a Cooled ini seharga €2.190 atau sekitar Rp 31,4 juta. Meski terdengar mahal, garansi selama 4 tahun yang diberikan menjadikannya sebagai investasi yang menarik bagi para ‘penjelajah bintang’.

Sumber: DPReview dan PrimaLuceLab.

Sony RX100 V Masih Mungil dan Jago Potret, Tapi Kini Berbekal Sistem Autofocus yang Lebih Cepat dan Akurat

Tahun demi tahun, Sony RX100 terus mengukuhkan dirinya sebagai kamera saku terbaik. Iterasinya telah mencapai yang kelima kali, dan tahun ini Sony RX100 V membawa sejumlah pembaruan yang cukup menarik dibanding RX100 IV tahun lalu.

Lewat RX100 V, Sony ingin mengedepankan aspek performa. Ukuran yang kecil bukan berarti RX100 V harus punya kinerja kelas miniatur. Sistem autofocus-nya telah dirombak menjadi sistem hybrid, mengandalkan total 315 titik phase-detection yang terbukti jauh lebih efektif saat digunakan untuk tracking maupun mengunci objek yang bergerak cepat.

Menemani sistem tersebut adalah sebuah prosesor tambahan yang Sony rancang sendiri untuk meningkatkan kinerja kamera secara keseluruhan sekaligus buffer rate-nya, sama seperti yang terdapat pada Sony A6500 yang juga baru saja diperkenalkan. Hasilnya, RX100 V mampu memotret secara konstan dengan kecepatan 24 fps dalam resolusi penuh dan autofocus sekaligus auto-exposure menyala. Buffer rate-nya sendiri berada di kisaran 150 foto dalam format JPEG + RAW.

Spesifikasi RX100 V sebagian besar tidak berubah dari pendahulunya, terkecuali sistem autofocus yang jauh lebih cepat / Sony
Spesifikasi RX100 V sebagian besar tidak berubah dari pendahulunya, terkecuali sistem autofocus yang jauh lebih cepat / Sony

Kualitas video RX100 V juga ikut meningkat. Resolusinya masih sama 4K, tapi RX100 V mengambilnya dari resolusi asli 5028 x 2828 pixel (oversampling). Dengan teknik seperti ini, video 4K yang dihasilkan diyakini punya detail yang lebih tajam. Di saat yang sama RX100 V tetap mendukung mode slow-motion dalam kecepatan ekstrem – sampai 960 fps.

Selebihnya, Anda akan mendapat kamera yang sama dengan RX100 IV. Lensanya sama, bodinya sama, bahkan viewfinder dan layarnya pun sama, yang berarti sayang sekali layarnya masih bukan touchscreen. Satu-satunya perbedaan kecil adalah, layar ini sekarang tak cuma bisa dimiringkan ke atas 180 derajat, tapi juga ke bawah 45 derajat.

Sony RX100 V akan tersedia mulai bulan Oktober ini juga seharga $1.000. Bersamaan dengan itu, Sony juga akan menawarkan aksesori berupa underwater case secara terpisah seharga $350, kompatibel dengan seluruh seri RX100.

Sumber: DPReview.

Sony Luncurkan A6500, Kini Dilengkapi Layar Sentuh dan Image Stabilization 5-Axis

Hasil foto dan video yang berkualitas serta performa yang amat cepat menjadikan Sony A6300 sebagai salah satu kamera mirrorless terbaik yang bisa Anda beli saat ini. Hingga akhirnya tahtanya direbut oleh suksesornya sendiri, A6500, yang Sony perkenalkan kurang lebih delapan bulan setelah A6300.

Secara garis besar Sony A6500 adalah kamera yang sama seperti A6300. Desain bodinya tidak berubah, masih mengemas hand grip berukuran besar yang ergonomis. Sensor yang digunakan juga sama, APS-C 24,2 megapixel dengan kemampuan merekam video 4K yang sama pula.

Sistem autofocus-nya pun juga sama cepatnya, sanggup mengunci fokus dalam waktu 0,05 detik saja, dengan bekal 425 titik phase-detection yang akan menjamin akurasinya. Lalu apanya yang berubah? Mengapa Sony merasa perlu merilis penerus A6300 kalau kamera itu saja umurnya belum ada setahun?

Sony A6500 kini dilengkapi layar sentuh yang berfungsi bahkan ketika pengguna memakai viewfinder / Sony
Sony A6500 kini dilengkapi layar sentuh yang berfungsi bahkan ketika pengguna memakai viewfinder / Sony

Jawabannya ada dua: layar sentuh dan sistem image stabilization 5-axis. Saya pribadi sudah sejak lama mendambakan kamera mirrorless Sony yang dibekali dengan touchscreen. Kehadiran layar sentuh terbukti efektif dalam mempermudah pengguna menentukan titik fokus, seperti yang sudah saya alami selama beberapa tahun dengan kamera mirrrorless garapan Panasonic dan Olympus.

Jadi ketimbang susah-susah memakai tombol, pengguna A6500 bisa langsung menyentuh layar untuk menentukan titik fokus seperti ketika menggunakan smartphone. Fitur ini bahkan juga berfungsi saat menggunakan viewfinder, dimana layar otomatis beralih peran menjadi sebuah touchpad, lagi-lagi demi kenyamanan menentukan titik fokus secara cepat.

Spesifikasi Sony A6500 secara garis besar sama seperti A6300 / Sony
Spesifikasi Sony A6500 secara garis besar sama seperti A6300 / Sony

Setelah touchscreen, ada image stabilization 5-axis yang akan memastikan hasil foto tidak blur ketika memotret dengan shutter speed rendah tanpa memakai tripod. Efek kompensasinya setara 5 stop exposure, dan stabilization juga berfungsi dalam perekaman video.

Selebihnya, ada perubahan kecil berupa peningkatan buffer rate saat kamera dipakai untuk memotret tanpa henti. Kecepatannya sendiri masih sama di angka 11 fps, tapi buffer rate-nya meningkat menjadi sekitar 300 gambar dalam format JPEG, atau 100 gambar dalam format JPEG + RAW, sebelum akhirnya kamera menolak untuk mengambil gambar lagi kalau belum didiamkan beberapa saat.

Sony A6500 akan dipasarkan mulai akhir November seharga $1.400 (body only). Konsumen yang sudah terlanjur membeli A6300 tidak perlu minder dan tergesa-gesa ingin upgrade, budget yang tersedia mungkin akan lebih ideal jika dialokasikan ke lensa tambahan.

Sumber: DPReview.

Mirrorless Adalah Masa Depan Industri Kamera Digital

Kalender menunjuk tanggal 16 Oktober 2013. Pada hari itu, Sony membuat dunia gempar dengan memperkenalkan duo kamera mirrorless terbarunya yang amat istimewa: A7 dan A7R. Keduanya berhasil mencatatkan sejarah penting di industri kamera digital sebagai kamera mirrorless pertama yang mengusung sensor full-frame.

Sebelum A7 dan A7R, mayoritas publik masih menganggap mirrorless sebagai versi mini DSLR dengan kualitas lebih inferior. Fleksibilitasnya memang jauh melampaui kamera saku berkat lensa yang bisa dilepas-pasang, akan tetapi dimensi yang ringkas otomatis juga berarti keterbatasan ruang yang tersedia untuk sensor gambar, yang hingga saat ini masih menjadi indikator utama kualitas gambar sebuah kamera digital.

Sampai akhirnya Sony A7 dan A7R menampik anggapan tersebut. Dibandingkan dengan DSLR termurah Canon pada saat itu, EOS 100D, bodi A7 hanya sedikit lebih besar dan lebih berat, tapi tebalnya cuma 2/3 dari 100D. Di saat yang sama, kualitas gambarnya bisa disetarakan dengan DSLR full-frame Nikon D800E yang berbobot dua kali lebih berat dan berharga lebih mahal.

Singkat cerita, Sony A7 dan A7R membuktikan kalau tidak selamanya kualitas gambar mirrorless lebih buruk dari DSLR. Dan di tahun 2016 ini, saya yakin tidak ada lagi para skeptis yang masih berani meragukan kamera mirrorless. Bahkan kalau diamati perkembangannya dari tahun ke tahun, kamera mirrorless boleh dibilang merupakan masa depan industri kamera digital.

Mirrorless kini lebih unggul soal sensor dibanding DSLR

Fujifilm GFX 50S / Fujifilm

Pernyataan di atas bukannya mengada-ada. Seperti yang kita tahu, ukuran penampang sensor yang lebih besar selalu berujung pada kualitas gambar yang lebih baik, terutama di kondisi minim cahaya. Full-frame sudah berhasil dicapai oleh Sony di tahun 2013, lalu apa lagi yang bisa melampaui hal tersebut? Medium format jawabannya.

Bulan Juni kemarin, Hasselblad X1D terlahir ke dunia. Ini merupakan kamera mirrorless pertama yang mengemas sensor medium format. Memangnya ukuran medium format lebih besar lagi ketimbang full-frame? Jauh: 44 mm x 33 mm untuk medium format, dibanding 36 x 24 mm untuk full-frame – sekitar 1,7x lebih besar.

Hasselblad sendiri merupakan dedengkot kamera medium format sejak zaman digital belum eksis, dan X1D tidak luput dari keahlian dan pengalaman panjang perusahaan asal Swedia tersebut. Selain ukuran sensornya melebihi DSLR termahal sekalipun, resolusinya mencapai angka 50 megapixel, dan dynamic range-nya seluas 14 stop.

Menariknya, Hasselblad ternyata tidak sendirian dalam konteks mirrorless medium format ini. Baru pekan kemarin di ajang Photokina 2016 di Jerman, Fujifilm mengumumkan bahwa mereka selama ini diam-diam menggodok kamera mirrorless medium format bernama GFX 50S. Kamera tersebut memang baru berupa prototipe dan peluncuran resminya baru akan diadakan tahun depan, tapi ini semakin membuktikan ‘keganasan’ mirrorless dalam menghadapi DSLR.

Mirrorless kini semakin relevan di tangan fotografer olahraga

Olympus OM-D E-M1 Mark II dengan grip opsional / Olympus
Olympus OM-D E-M1 Mark II dengan grip opsional / Olympus

Tanya ke beberapa fotografer olahraga apa kriteria utama kamera yang mereka butuhkan, saya yakin jawabannya adalah performa autofocus dan continuous shooting. Itulah mengapa kamera-kamera seperti Canon 1DX Mark II dan Nikon D4s menjadi pilihan mereka; bodi kamera yang besar memungkinkan Canon dan Nikon untuk menyematkan sistem tercepat yang bisa mereka buat.

Sampai di titik ini, mirrorless sebenarnya masih belum benar-benar bisa melampaui DSLR dalam hal performa – meski gap-nya semakin tahun semakin menyempit. Contoh yang paling gampang datang dari Canon sendiri lewat kamera mirrorless terbarunya, EOS M5.

Entah apakah Canon akhirnya senewen setelah bertahun-tahun dikritik tidak serius dalam menggarap kamera mirrorless, EOS M5 akhirnya datang mengusung teknologi yang sangat istimewa: Dual Pixel AF. Teknologi ini merupakan salah satu alasan mengapa Canon 1DX Mark II tadi sangat andal dalam hal kecepatan dan akurasi autofocus, dan kini ia sudah hadir di mirrorless.

Oke, autofocus sudah teratasi, bagaimana dengan kinerja continuous shooting? 1DX Mark II sanggup menjepret foto tanpa henti dengan kecepatan 14 fps dalam posisi autofocus menyala. Mirrorless bisa apa? Bisa melampauinya, seperti yang ditunjukkan oleh Olympus OM-D E-M1 Mark II.

Sekuel dari model mirrorless terandal Olympus ini sanggup memotret tanpa henti dengan kecepatan 18 fps dengan posisi AF Tracking menyala. Lebih istimewa lagi, semua foto tersebut disimpan dalam format RAW beresolusi penuh (20,4 megapixel).

Akan tetapi performa gesit tersebut hanya bisa dicapai ketika menggunakan electronic shutter. Saat memakai mechanical shutter, kecepatannya menurun menjadi 10 fps. Itulah mengapa saya sempat menyebutkan kalau mirrorless sejauh ini masih belum bisa mengalahkan DSLR dalam hal performa, tapi setidaknya sudah sangat mendekati.

Mirrorless kian populer di kalangan videografer profesional

Gambar teaser Panasonic Lumix GH5 / Panasonic
Gambar teaser Panasonic Lumix GH5 / Panasonic

Bicara soal videografi profesional, mungkin brand yang paling populer adalah RED yang bahkan sudah memiliki kamera sinema beresolusi 8K. Pun demikian, mirrorless masih mampu menunjukkan tajinya di ranah ini, terutama berkat Panasonic Lumix GH4 yang dirilis di pertengahan tahun 2014.

Kamera tersebut mengemas hampir segala fitur yang dibutuhkan pembuat film; perekaman video 4K tanpa memerlukan recorder eksternal, jack headphone dan mikrofon, dan masih banyak lagi. Akan tetapi suksesornya nanti akan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Sejauh ini masih dalam tahap pengembangan, Lumix GH5 bermisi menjadi kamera mirrorless pertama yang bisa merekam video 4K 60 fps. Tidak cuma itu, format warna 4:2:2 10-bit juga turut didukung. Dan ini semua dilakukan tanpa ada resiko overheating.

Anda memang bisa mendapatkan kamera sinema dengan kualitas dan fitur yang lebih baik dari Lumix GH4 atau GH5 nanti, tapi perlu diingat, kedua kamera ini juga bisa menjepret foto still. Fleksibilitas seperti ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar konsumen.

Mirrorless punya segudang pilihan lensa berkualitas

Koleksi lensa untuk lini kamera mirrorless Fujifilm / Fujifilm
Koleksi lensa untuk lini kamera mirrorless Fujifilm / Fujifilm

DSLR mungkin masih menang soal ini, tidak heran mengingat Canon sudah memproduksi lensa EF Mount sejak tahun 1987. Kendati demikian, apa yang berhasil dicapai Panasonic dan Olympus selaku pengembang platform Micro Four Thirds dalam kurun waktu 8 tahun saja sudah cukup fenomenal: total ada 58 lensa dengan variasi yang sangat luas.

Di tempat lain, Fujifilm tidak kalah serius dalam hal pengembangan lensa untuk lini mirrorless X-Series. Sejak tahun 2012, sekarang sudah ada 21 pilihan lensa untuk kamera mirrorless Fujifilm, sebagian di antaranya bahkan memiliki kualitas optik yang luar biasa dengan aperture besar.

Mempertimbangkan semua faktor di atas, sederhananya mirrorless sudah tidak bisa dipandang sebelah mata. Dilihat dari sudut pandang yang paling ekstrem, kalau pabrikan kamera mau bertahan ke depannya, mereka harus mau berinovasi di ranah mirrorless. Kalau perusahaan veteran sekelas Hasselblad saja mau, kenapa yang lain tidak?

Gambar header: Hasselblad X1D.

Tersedia di Indonesia, Huawei P9 Lite Ajak Anda Menjepret Ala Fotografer Profesional

Ranah fotografi terus berevolusi selama hampir dua dekade, dan medium terakhirnya adalah istilah yang kita kenal dengan ‘mobile photography‘. Ia merupakan inkarnasi paling radikal karena bukan hanya mendorong berubahnya cara kita mengambil gambar, tapi juga cara kita melihat serta berbagi hasilnya. Dan hampir semua produsen smartphone berlomba-lomba buat jadi yang terdepan.

Seperti mayoritas produsen ternama lain, fotografi merupakan elemen esensial dalam handset-handset Huawei. Berupaya melampaui kompetitornya, perusahaan telekomunikasi Tiongkok ini diketahui menggandeng Leica buat membantu mereka meramu P9 dan P9 Plus. Sampai sekarang, kedua device memang belum hadir resmi di Indonesia, namun ada secercah harapan bagi mereka yang menantinya. Minggu ini, Huawei melepas varian Lite-nya di tanah air.

Huawei P9 Lite 13

Klaim Huawei tidak tanggung-tanggung, menyebut handset bernama P9 Lite itu sebagai smartphone dengan kamera profesional – bisa dimanfaatkan oleh para user casual yang gemar mengambil self-portrait dan foto boga dadakan, serta andal dalam menangani light painting, night shot hingga menyuguhkan keleluasaan pemilihan filter dan pemakaian mode manual. Huawei bilang, konsumen berusia 25-35 tahun merupakan target utama P9 Lite, tapi tidak menutup kemungkinan ia digemari oleh segmen pengguna di luar rentang umur tersebut.

Huawei P9 Lite 6

Desain & fingerprint scanner

P9 Lite adalah penerus P8 Lite, pentolan Huawei di kelas mid-range, sebuah smartphone berlayar 5,2-inci dengan tubuh unibody. Frame logam memungkinkan produsen meramu handset agar tampil ramping – ketebalannya hanya 7,5-milimeter. Rasio display full-HD berkepadatan 424ppi di handset ke tubuh adalah sebesar 76 persen. Penyajiannya cukup familier; dua tombol fisik berada di sisi kanan, tiga tombol navigasi kapasitif jadi bagian dari layar, dan di belakang ada sensor pemindai sidik jari.

Huawei P9 Lite 5

Huawei P9 Lite 12

Huawei P9 Lite 4

Huawei kembali mengklaim bahwa mereka ialah pakarnya fingerprint scanner. Di P9 Lite, mereka menyematkan teknologi ARM TrustZone, menjanjikan level keamanan yang tinggi. Selain untuk meng-unlock, sensor sidik jari bisa dipakai buat menjawab panggilan masuk, mematikan alarm, berperan sebagai tombol shutter kamera, sampai untuk membuka/mengamankan app. Proses scanning dapat dilakukan dari sudut manapun karena ia mampu membaca sidik jari seluas 360 derajat.

Huawei P9 Lite 16

Huawei P9 Lite 10

Huawei P9 Lite 8

Kamera

Di kamera utamanya, smartphone mengusung sensor back-illuminated Sony IMX214 13-megapixel dengan setting aperture f/2.0 plus autofocus. Device menyajikan keleluasaan kustomisasi white balance, ISO, sampai exposure value sesuai kebutuhan Anda di mode manual – cukup menggeser dial di interface app. Jika Anda gemar menjepret foto-foto artistik, Huawei menyediakan beragam mode dan filter, misalnya light painting (shutter speed mencapai 40 detik), tail light, silky water, hingga star trail.

Huawei P9 Lite 9

Anda juga tidak akan kecewa jika umumnya memakai smartphone untuk ber-selfie atau mengambil foto makanan sebelum disantap. Untuk self-portrait, P9 Lite dibekali Perfect Selfie dan Beauty. Mereka memang bukanlah fitur baru, namun Huawei memberikan sedikit twist menarik: mode beautify dapat diterapkan secara eksklusif di wajah Anda. Dan selain foto still, Beauty juga bisa digunakan dalam perekaman video.

Lalu buat foto makanan sendiri, tersedia mode Good Food sehingga hidangan terlihat lebih lezat.

Huawei P9 Lite 15

Huawei P9 Lite 2

Buat kebutuhan selfie, P9 Lite menyimpan sensor 8-megapixel dan lensa wide-angle 26-milimeter f/2.0 di depan. Kabarnya, sensor tersebut sensitif dalam mendeteksi cahaya. Saat proses selfie dilakukan di kondisi temaram, smartphone secara otomatis akan menggunakan pencahayaan dari layar untuk membantu menerangi wajah Anda.

Huawei P9 Lite 1

Spesifikasi

Huawei P9 Lite dipersenjatai chip HiSilicon Kirin 650 berisi prosesor octa-core (quad-core Cortex-A53 2GHz dan quad-core Cortex-A53 1,7GHz) serta GPU Mali-T830MP2, ditemani RAM 3GB dan flash memory 16GB. Perangkat berjalan di platform Android 6.0 Marshmallow dan telah beroperasi di jaringan 4G. Selain konektivitas wireless standar, P9 Lite juga memiliki NFC.

Huawei P9 Lite 7

Huawei P9 Lite 10

Meski berpenampilan ramping, daya tahan baterai P9 Lite sama sekali tidak ‘tipis’. Baterai 3.000mAh dipadu teknologi power saving pintar, kabarnya sanggup menjaga smartphone tetap aktif dalam pemakaian berat hingga 1,3-hari.

Huawei P9 Lite 14

Harga dan ketersediaan

Smartphone Huawei P9 Lite sudah bisa dipesan di situs-situs eCommerce lokal terhitung mulai hari ini: Lazada, Blibli, MatahariMall, Blanja, Alfacart, KlikIndomaret, Dinomarket, Bhinneka dan ES.id. Lalu Ia akan tersedia offline di Erafone, Telesindo, Indosat Gallery dan outlet resmi Huawei mulai tanggal 1 Oktober 2016 nanti. Produk dijajakan seharga Rp 3,8 juta.

Kehadiran P9 Lite boleh jadi menandai pendaratan keluarga besar P9 di Indonesia. Huawei sempat bilang, mereka berniat membawa model flagship ke nusantara sebelum tahun 2016 berakhir.

Huawei P9 Lite 3

Leica Luncurkan Leica Q Edisi Khusus Indonesia, Hanya Tersedia Sebanyak 45 Unit saja

Mewah, elegan, serta ikonik, tidak heran apabila kamera buatan Leica kerap menjadi incaran para kolektor. Dipadukan dengan kualitas optik yang superior, wajar seandainya hampir semua fotografer mempunyai impian untuk memiliki kamera Leica.

Dilihat dari sudut pandang manapun, Leica memang terkesan lebih eksklusif dari brand lain, terutama karena harga kameranya yang mahal-mahal. Hal ini semakin diperkuat oleh kebiasaan Leica merilis edisi terbatas suatu model, dan Indonesia rupanya tidak luput dari perlakuan khusus semacam ini.

Tahun lalu, Leica Store Indonesia selaku distributor resmi Leica di tanah air meluncurkan kamera D-Lux (Typ 109) Indonesia Special Edition LE45. Tahun ini, mereka kembali membuat gebrakan dengan barang collectible lain berupa Leica Q Indonesia Edition 2016 yang didesain khusus untuk pencinta Leica di nusantara.

Secara spesifikasi, kamera ini tidak berbeda dengan yang dipamerkan di Leica Store Indonesia tahun lalu. Bodi compact-nya mengemas sensor full-frame 24,2 megapixel, yang didampingi oleh lensa Summilux 28mm f/1.7 ASPH untuk semakin meningkatkan kehandalan Leica Q di kondisi low-light.

Leica Q Indonesia Edition 2016 mengemas grafir peta Indonesia di panel atasnya / Leica Store Indonesia
Leica Q Indonesia Edition 2016 mengemas grafir peta Indonesia di panel atasnya / Leica Store Indonesia

Namun dalam edisi spesial ini, tampilan keseluruhannya jadi lebih spesial sekaligus stylish. Panel depannya dibalut material kulit dengan warna hijau safari. Dipadukan dengan strap kulit berwarna coklat, kekayaan alam yang dimiliki bumi tanah air semakin tersiratkan dari kamera ini.

Namun yang paling istimewa adalah kehadiran grafir peta Indonesia di panel atas kamera, tepat di bawah branding Leica Q, yang secara simbolis menggambarkan perjalanan Leica dalam mengabadikan beragam momen dan keindahan alam Indonesia.

Demi menjunjung tinggi aspek eksklusivitas, Leica Q Indonesia Edition 2016 hanya akan dipasarkan dalam jumlah yang amat terbatas, sebanyak 45 unit saja dan hanya bisa diperoleh di Leica Store Indonesia. Tidak ada info soal harganya, tapi yang pasti lebih mahal dari Leica Q standar dan pre-order akan dibuka mulai tanggal 1 Oktober mendatang.

Panasonic Lumix GH5 Bakal Jadi Kamera Mirrorless Pertama yang Bisa Merekam Video 4K 60 fps

Tidak bisa dipungkiri, Panasonic Lumix GH4 merupakan salah satu kamera mirrorless yang paling dicintai oleh kalangan videografer. Bagaimana tidak, saat diperkenalkan di pertengahan tahun 2014, belum banyak kamera mirrorless yang bisa merekam video 4K, apalagi merekamnya langsung ke memory card seperti Lumix GH4.

Dua tahun berselang, Panasonic rupanya telah sibuk menyiapkan suksesornya. Didapuk Lumix GH5, kamera yang sejauh ini masih dalam tahap pengembangan tersebut nantinya bakal menjadi kamera mirrorless pertama yang bisa merekam video 4K 60 fps – untuk sekarang opsi teratas yang ada di mayoritas kamera adalah 4K 30 fps.

Opsi perekaman video 4K 4:2:2 10-bit turut tersedia, demikian pula halnya dengan mode 6K Photo, dimana kamera dapat mengekstrak gambar foto 18 megapixel dari video yang direkam, atau foto 8 megapixel dari video 4K 60 fps.

Apa yang dilakukan Panasonic ini bukanlah pekerjaan mudah. Mereka harus pintar-pintar mengakali bagaimana kamera bisa menggelontorkan panas secara efisien. Hal ini krusial mengingat chip pengolah sinyal digital milik Lumix GH5 akan bekerja secara maksimal dalam menyuguhkan kapabilitas perekaman secanggih itu, dan resikonya tentu saja adalah overheating.

Seperti yang sudah disebutkan, Panasonic Lumix GH5 sejauh ini masih dalam tahap pengembangan. Tidak ada informasi mengenai banderol harga maupun jadwal peluncurannya, yang ada hanyalah sebuah prototipe yang tengah dipamerkan di ajang Photokina di Jerman.

Sumber: DPReview.

Panasonic Perkenalkan Trio Kamera Baru, Masing-Masing Sanggup Merekam Video 4K

Saat pabrikan lain hanya muncul dengan satu atau dua produk, Panasonic mengungkap trio kamera baru sekaligus di ajang Photokina yang berlangsung selama 20 – 25 September ini. Ketiganya adalah Lumix G80, Lumix LX10 dan Lumix FZ2500.

Panasonic Lumix G80

Lumix G80 merupakan suksesor Lumix G7 yang mempunyai gaya desain serupa. Bodinya sama-sama bergaya DSLR, akan tetapi G80 tahan cipratan air dan debu, plus sedikit lebih kokoh berkat pelat depan berbahan magnesium.

Penggunaan material magnesium ini didukung oleh sistem shutter baru yang memanfaatkan mekanisme elektromagnetik, dimana perpaduan keduanya dapat mengurangi hentakan maupun suara yang timbul saat tombol shutter dijepret.

Lumix G80 / Panasonic
Lumix G80 / Panasonic

Sebagian besar spesifikasi dan fitur yang ditawarkan G80 mengingatkan saya akan Lumix GX80 yang dirilis di bulan April lalu. Kemiripannya bermula dari sensor Four Thirds 16 megapixel tanpa low-pass filter, opsi perekaman video 4K, teknologi Depth from Defocus untuk autofocus dan berlanjut sampai sistem image stabilization 5-axis.

Dirinya turut dibekali EVF berpanel OLED 2,36 juta dot, dengan tingkat magnifikasi 0,74x dibandingkan milik Lumix G7 yang hanya 0,7x. Di bawahnya terpasang sebuah layar sentuh 3 inci yang bisa dibuka ke samping dan diputar-putar.

Panasonic Lumix G80 akan dipasarkan mulai Oktober mendatang seharga $899 body only, atau $999 bersama lensa kit 12-60mm f/3.5-5.6 Power O.I.S.

Panasonic Lumix LX15

Seri LX selama ini tidak pernah lebih dari sekadar kamera saku, tapi dengan LX15 Panasonic telah membawanya masuk ke level premium yang selama ini dikuasai oleh Sony RX100. Kuncinya ada pada penggunaan sensor berukuran lebih besar dari standar kamera saku; 1 inci dengan resolusi 20 megapixel – seperti milik Lumix TZ100 – plus lensa 24-72mm f/1.4-2.8.

Lumix LX15 / Panasonic
Lumix LX15 / Panasonic

Lumix LX15 turut dipersenjatai oleh sistem Hybrid OIS+ 5-axis, dimana perekaman video dalam resolusi 1080p akan distabilkan dengan perpaduan sistem electronic dan optical. Perekaman video 4K juga menjadi nilai jual dari LX15, dan ia turut dilengkapi fitur-fitur unik khas Panasonic, seperti misalnya Post Focus dimana pengguna bisa mengatur ulang titik fokus pasca pemotretan.

Tidak ada EVF pada bodi kecil LX15, jadi semua pengoperasian mengandalkan layar sentuh 3 incinya yang bisa dimiringkan 180 derajat untuk memudahkan selfie. Kamera ini rencananya akan masuk ke pasaran mulai bulan November seharga $699.

Panasonic Lumix FZ2000

FZ2000, sesuai dugaan, merupakan penerus dari Lumix FZ1000 yang populer di kalangan videografer. Keunggulan utama FZ2000 ada pada lensa dengan jangkauan zoom yang amat jauh, 20x optical zoom, atau tepatnya 24-480mm f/2.8-4.5. Sensor yang dipakai masih sama, 1 inci dengan resolusi 20 megapixel, plus teknologi autofocus Depth from Defocus.

Menariknya, mekanisme lensa ini berbeda dengan milik FZ1000. Di sini lensanya akan keluar saat kamera dinyalakan, dan tidak akan bergerak maju-mundur saat pengguna melakukan zooming. Semuanya berjalan secara internal seperti di camcorder, dan hasilnya zooming bisa berjalan lebih mulus, krusial untuk skenario videografi.

Lumix FZ2000 / Panasonic
Lumix FZ2000 / Panasonic

Menyinggung soal video, resolusi 4K 30 fps dengan bitrate 100 Mbps adalah opsi maksimum yang bisa dipilih dengan FZ2000. Fitur lain yang akan membuat para videografer tersenyum adalah ND filter terintegrasi, dengan variasi -2EV, -4EV dan -6EV.

Desain Lumix FZ2000 tidak berubah banyak. Pengguna masih akan menjumpai sebuah EVF, tapi kini dengan panel OLED dan tingkat magnifikasi 0,74x, plus sebuah layar sentuh 3 inci yang bisa diarahkan ke samping lalu diputar-putar seperti milik G80 di atas.

Soal harga, Lumix FZ2000 dipatok $1.199 dan akan dipasarkan mulai November mendatang.

Sumber: 1, 2, 3, 4.

Olympus OM-D E-M1 Mark II Tawarkan Performa yang Luar Biasa Cepat untuk Kamera Seukurannya

Sekitar empat tahun sejak memperkenalkan kamera andalannya, OM-D E-M1, Olympus kini sudah siap dengan suksesornya. Berlabel Mark II, perubahannya hampir tidak terlihat dari luar. Meski jeroannya saja yang dirombak, apa yang ditawarkan OM-D E-M1 Mark II amat signifikan dibanding pendahulunya.

Tema utama yang hendak diangkat Olympus lewat OM-D E-M1 Mark II adalah kecepatan. Performanya sangat mencengangkan untuk kamera seukurannya: continuous shooting secepat 60 fps dalam posisi AF Lock, atau 18 fps dalam posisi AF Tracking, dan semua ini disimpan dalam format RAW beresolusi penuh.

Itu tadi menggunakan electronic shutter, tapi kinerjanya tidak kalah fenomenal meski memakai mechanical shutter: 15 fps dalam posisi AF dan AE terkunci, atau 10 fps dengan AF dan AE Tracking menyala. Digabungkan dengan sistem autofocus kelas dewa, kamera ini bisa menjadi incaran para fotografer olahraga maupun satwa liar nantinya.

Wujud Olympus OM-D E-M1 Mark II hampir tidak berubah jika dibandingkan pendahulunya / Olympus
Wujud Olympus OM-D E-M1 Mark II hampir tidak berubah jika dibandingkan pendahulunya / Olympus

Benar saja, total ada 121 titik fokus bertipe cross-type pada OM-D E-M1 Mark II. Sistem ini turut ditemani oleh sebuah prosesor yang secara khusus akan menangani kinerja autofocus, memastikan penguncian fokus berlangsung secepat mungkin dan seakurat mungkin, termasuk halnya dalam mode tracking.

Olympus OM-D E-M1 Mark II mengemas sensor Four Thirds baru beresolusi 20,4 megapixel, didampingi oleh prosesor quad-core TruePic VIII yang diyakini bisa bekerja 3,5 kali lebih kencang ketimbang versi sebelumnya. Kamera turut mendukung fitur High Res Shot 50 megapixel, sedangkan video bisa direkam dalam resolusi 4K dengan bitrate hingga 237 Mbps.

Cukup jarang kita menemui kamera mirrorless dengan layar sentuh yang fully articulated seperti ini / Olympus
Cukup jarang kita menemui kamera mirrorless dengan layar sentuh yang fully articulated seperti ini / Olympus

Image stabilization 5-axis yang dipopulerkan oleh Olympus sendiri tentunya masih tersedia, demikian pula dengan electronic viewfinder yang kini memiliki frame rate 120 fps. Layar sentuh tiga incinya bisa diputar-putar dan dibolak-balik sesuka hati, dan bodinya yang tahan terhadap cuaca ekstrem ini turut mengemas sepasang slot SD card.

Olympus tidak mengungkapkan kapan kamera ini akan diluncurkan secara resmi, tapi yang pasti sebelum pergantian tahun. Apa yang dikerjakan Olympus selama 4 tahun sepertinya membuahkan hasil dan perubahan yang cukup drastis – bahkan daya baterainya meningkat 37 persen dan waktu charging yang diperlukan 50 persen lebih singkat.

Sumber: PetaPixel dan DPReview.

Sony A99 II Andalkan Sensor Full-Frame 42,4 Megapixel dan Sistem 4D Focus

Beberapa tahun belakangan ini Sony terbilang sibuk mendalami ranah mirrorless dengan meluncurkan deretan model bersensor full-frame. Sejatinya mirrorless dan DSLR sekarang sudah seimbang soal kualitas gambar, tapi soal kinerja dan performa autofocus, sejauh ini masih dibutuhkan bodi bongsor untuk menampung segala komponen yang diperlukan.

Itulah mengapa Sony memperkenalkan A99 II dengan bodi bergaya DSLR. Ukuran besar ini memungkinkan Sony untuk menyematkan sejumlah fitur yang mustahil – untuk sekarang – ditanamkan ke seri A7 yang berwujud ringkas, utamanya adalah sistem 4D Focus.

Sistem ini memadukan sensor phase-detection autofocus (PDAF) terpisah yang mengemas 79 titik dengan 399 titik fokus di sensor gambar guna menghasilkan 79 titik “Hybrid Cross AF” yang sangat cepat sekaligus presisi. Begitu istimewanya, sistem ini bahkan diklaim bisa mengunci fokus meski kondisi pencahayaan sangat minim (hingga -4 EV).

A99 II adalah kamera pertama Sony yang mengemas teknologi 4D Focus / Sony
A99 II adalah kamera pertama Sony yang mengemas teknologi 4D Focus / Sony

Kegesitannya belum berhenti sampai di situ saja, Sony A99 II sanggup memotret dalam mode continuous dengan kecepatan 12 fps meski fitur AF tracking sedang menyala. Pengguna juga bisa mengaktifkan live view dalam mode continuous, tapi kecepatannya sedikit menurun menjadi 8 fps.

Sensor gambarnya merupakan jenis full-frame beresolusi 42,4 megapixel tanpa low-pass filter – kemungkinan besar sama seperti yang dimiliki A7R II – dengan sensitivitas ISO 50 – 102.400 dan ditemani image stabilizer 5-axis. Video dapat ia rekam dalam resolusi 4K dengan bitrate 100 Mbps menggunakan codec XAVC S, dan tanpa memakai metode pixel binning demi menghasilkan kualitas yang terbaik.

Sony A99 II pada dasarnya merupakan A7R II dengan kinerja autofocus yang sangat istimewa / Sony
Sony A99 II pada dasarnya merupakan A7R II dengan kinerja autofocus yang sangat istimewa / Sony

Secara desain, sepintas A99 II sangat identik dengan pendahulunya. Pada kenyataannya, ukurannya 8 persen lebih kecil, dan hand grip-nya telah didesain ulang supaya bisa lebih nyaman dalam genggaman. Demikian pula dengan shutter unit-nya, yang diklaim sanggup beroperasi dengan baik hingga lebih dari 300.000 kali jepret.

A99 II tidak lupa mengemas electronic viewfinder (EVF) berpanel OLED dengan tingkat magnifikasi 0,78x, plus sebuah LCD berukuran 3 inci yang bisa dimiringkan ke tiga arah, dengan tampilan menu yang sudah disederhanakan. Menutup semua itu adalah slot SD card ganda.

Sony A99 II dapat dibeli mulai November mendatang seharga $3.200 untuk bodinya saja. Melihat harga dan performa yang ditawarkan, jelas sekali bahwa target pasar Sony kali ini adalah kalangan profesional, terutama para photojournalist maupun fotografer olahraga.

Sumber: DPReview.