Fujifilm Instax Mini Evo Adalah Hybrid Instant Camera Sekaligus Printer Smartphone

Fujifilm telah mengumumkan instax mini Evo. Sebuah hybrid instant camera dan sekaligus printer smartphone dalam satu paket. Fujifilm menggabungkan kamera instan analog dengan kemampuan digital. Artinya pengguna instax mini Evo dapat memotret sebanyak mungkin, memilih foto mana yang ingin langsung dicetak, foto mana yang ingin dibagikan, dan menyimpan foto untuk diakses nanti.

Berbagai pilihan unik tersebut, berpadu dengan gaya analog klasik kamera instax tradisional yang mampu menciptakan pengalaman premium yang melampaui fotografi kamera instan standar.

Instax mini Evo memberikan para penggunanya 100 kemungkinan kombinasi berkat 10 efek lensa dan 10 efek film yang dimilikinya. Efek lensa yang tersedia meliputi Normal, Vignette, Soft Focus, Blur, Fisheye, Color Shift, Light Leak, Mirror, Double Exposure, dan Half-Frame. Sementara, 10 efek filmnya termasuk Normal, Vivid, Pale, Canvas, Monochrome, Sepia, Yellow, Red, Blue, dan Retro.

Selain dapat mencetak langsung dari kamera menggunakan Instax Mini film, Anda dapat menyimpannya ke kartu microSD atau mengirimkan foto ke galeri smartphone yang terhubung menggunakan aplikasi Instax Mini Evo Smartphone. Sebaliknya, dengan aplikasi tersebut Anda juga dapat mencetak foto hasil bidikan kamera smartphone.

Dari segi desain, instax mini Evo tampak seperti kamera analog dengan gaya rangrinder. Warna silver dan paduan cover kulit imitasi hitamnya menambah kesan klasiknya. Dimensi tepatnya 87×122.9×36 mm dan beratnya sekitar 285 gram.

Bagian depan terdapat layar 3 inci dan beberapa tombol untuk navigasi di samping kanannya. Lalu, di pelat atas terdapat roda putar untuk beralih lensa dan efek film, serta tuas untuk mencetak foto. Dalam sekali pengisian daya, instax mini Evo dapat menjepret hingga 100 foto.

Bagian dalam, ia mengemas sensor CMOS 1/5 inci dengan filter warna primer dan di depannya lensa 28mm dengan aperture F2.0. Foto digital yang disimpan beresolusi 2.560×1.920 piksel atau hanya sekitar 4,9MP.

Kamera memiliki rentang ISO dari 100 hingga 1600 dan rentang shutter speed dari 1/4s hingga 1/8000s. Jarak fokus minimumnya 10 cm, exposure compensation tersedia dari -2 hingga +2 dan kamera menggunakan sistem pengukuran TTL. Selain white balance otomatis, ada beberapa prasetel WB yang dapat dipilih pengguna dan jarak flash bawaannya sekitar 50 cm hingga 1,5 m.

Bersama instax mini Evo, Fujifilm juga merils film instan baru bernama Instax Mini Stone Grey dan dipaketkan dalam penjualan kamera. Harga instax mini Evo dibanderol US$199.95 atau sekitar Rp2,8 jutaan dan satu pack film barunya dijual US$14.99 (Rp200 ribuan).

Sumber: DPreview

3 Setup Kamera Mirrorless Pilihan dan Lensanya Untuk Pecinta Fotografi

Saat ini bagi yang memiliki ketertarikan dengan fotografi, tentunya Anda bisa memulai menekuni hobi memotret menggunakan kamera smartphone. Setelah mantap jatuh hati pada dunia fotografi dan mendambakan pengalaman memotret yang lebih dalam, selanjutnya Anda bisa beralih ke kamera mirrorless.

Kenapa kamera mirrorless, bukan DSLR ataupun analog? Ketiganya menurut saya ‘luar biasa’, tetapi bila mempertimbangkan faktor teknologi, keandalan, desain, dan biaya yang harus dikeluarkan, maka mirrorless ialah pilihan paling ideal saat ini.

Bicara kamera mirrorless, saya memiliki tiga rekomendasi setup kamera mirrorless pilihan dan lensa-lensanya. Ketiganya berada direntang harga Rp10 jutaan, mereka sangat cocok sebagai ‘everyday carry‘. Langsung saja, kita mulai dari Nikon Z fc.

1. Nikon Z fc

Dia terlihat seperti kamera SLR legendaris Nikon FM2, tetapi di dalamnya tertanam sistem kamera baru Nikon Z. Ia mengusung sensor APS-C 21MP, prosesor gambar Expeed 6 yang mampu memotret beruntun hingga 11 fps dengan autofocus atau 9 fps untuk Raw 14-bit.

Tak berhenti pada tampilan, kita bisa merasakan sensasi pengalaman memotret seperti kamera analog berkat kontrol mekaniknya. Di pelat atas tersemat dial untuk mengatur ISO dan tuas untuk beralih mode autofocus.

Kemudian ada dial shutter speed dengan tuas untuk beralih ke mode foto dan video. Juga terdapat dial exposure compensation, serta dua roda putar di depan dan belakang untuk mengatur exposure.

Ya, hampir semua kontrol dapat dilakukan lewat bodi kamera. Bila perlu, Anda bisa membalikkan layar sentuh 3 inci 1,04 juta dot ke dalam yang memungkikan berkat mekanisme vari-angle. Lalu, memotret hanya dengan jendela bidik elektronik yang menggunakan panel OLED 2,36 juta dot.

Harga Nikon Z fc body only di Indonesia dibanderol Rp13.999.000 dan Rp15.999.000 dengan lensa kit Nikkor Z DX 16-50mm F3.5-6.3 VR. Pasangan serasi untuk lensa native ialah Nikkor Z 28mm F2.8 (SE) atau Nikkor Z 40mm F2 untuk mendapatkan setup kamera yang ringkas.

2. Fujifilm X-E4

Kalau Nikon Z fc menawarkan look dan feel layaknya kamera SLR Nikon zaman dulu, Fujifilm X-E4 mengusung desain klasik bergaya rangefinder yang tak kalah menarik. Dibanding Nikon Z fc, dimensi bodi Fujifilm X-E4 jauh lebih ramping apalagi bila dipasangkan dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

Bila Nikon Z fc sangat ramai, Fujifilm X-E4 justru tampil minimalis dan sistem kontrolnya lebih simpel. Di pelat atas, hanya terdapat dial untuk mengatur shutter speed dan exposure compensation, serta satu roda putar di bagian belakang.

Ke bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS X-Trans 4 26MP dengan prosesor gambar quad-core X-Processor 4. Ia dapat memotret beruntun 20 fps dengan electronic shutter dan 8 fps dengan mechanical shutter.

Tentu saja, daya tarik kamera Fuji adalah film simulation. Total ada 18 film simulation pada Fujifilm X-E4, termasuk ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Selain itu, layar sentuh 3 incinya memiliki resolusi 1,63 juta dot dan bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan. Lalu, jendela bidik elektroniknya menggunakan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot.

Harga Fujifilm X-E4 body only di Indonesia dibanderol Rp13.499.000 dan Rp16.499.000 dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR.

3. Sony Alpha ZV-E10

Pilihan yang satu ini menawarkan pengalaman memotret yang berbeda dengan opsi pertama dan kedua. Bodinya lebih kecil dari Fujifilm X-E4 dengan grip mungil yang memberikan cengkraman yang kuat dan kontrol kameranya paling sederhana tetapi sangat cepat.

Dari segi desain, Sony Alpha ZV-E10 tampak seperti hasil fusion dari kamera compact ZV-1 dan A5100, ia juga dirancang untuk pengambilan video vlog. Tanpa dibekali jendela bidik, namun memiliki layar vari-angle yang memberikan fleksibilitas lebih baik dalam menyusun komposisi foto.

Di dalamnya tertanam sensor CMOS Exmor APS-C 24,2MP dan mampu memotret berturut-turut hingga 11 fps dengan continuous autofocus. Untuk lensa native, Sony ZV-E10 sangat cocok bila dipasangkan dengan Sony E 35mm F1.8 OSS, Sony E 20mm F2.8, dan Sony E 16mm F2.8 Pancake.

Terakhir tetapi tak kalah penting adalah dukungan lensa pihak ketiga, terutama 7Artisans dan TTArtisan yang menawarkan lensa prime terjangkau dengan aperture besar. Lensa manual juga cocok sebagai teman berlatih untuk menambah jam terbang dan mengasah kreativitas.

Dari 7Artisans, lensa terbaru yang murah meliputi 7Artisans Photoelectric 50mm f/0.95 Rp2.990.000, 7Artisans 55mm F/1.4 Mark II Rp1.690.000, 7Artisans 35mm F1.2 Mark II Rp1.650.000, dan 7Artisans 35mm F0.95 Rp2.990.000. Sementara dari TTArtisan, meliputi TTArtisan 17mm F1.4 Rp1.799.000, TTArtisan 50mm F1.2 Rp1.499.000, TTArtisan 35mm F1.4 Rp1.099.000.

Instax Link Wide Adalah Printer Smartphone Terbaru Fujifilm dengan Format Instant Film Instax Wide

Fujifilm telah mengumumkan printer smartphone baru Instax Link Wide yang mampu mencetak foto berukuran lebih besar menggunakan format instant film Instax Wide. Konsepnya serupa dengan Instax Mini Link, cukup sambungkan smartphone Anda melalui Bluetooth, lalu gunakan aplikasi untuk mengedit dan mencetak foto dengan format Instax dari rol kamera Anda.

Instant film Instax Mini yang digunakan Instax Mini Link hanya berukuran 86×54 mm dan fotonya 62×46 mm, cukup kecil dan dapat dengan mudah disimpan di dalam dompet. Sementara, Instax Wide punya dimensi 86×108 mm dan foto di dalamnya 62×99 mm, jauh lebih besar dan cocok buat pajangan di dinding maupun di meja.

Instax-Link-Wide-1 Instax-Link-Wide

Dengan demikian, bentuk dari printer Instax Link Wide memang lebih bongsor daripada Instax Mini Link. Namun masih cukup ringkas dibawa bepergian, dimensinya 139×127.5×33.7 mm dengan bobot 340 gram termasuk instant film dan dilengkapi dengan dock bawaan.

Instax Link Wide juga kompatibel dengan kamera mirrorless Fujifilm X-S10 dan memungkinkan Anda mencetak langsung dari kamera tersebut. Kombinasinya dengan fitur film simulation dapat menghasilkan warna yang sangat menarik.

Tentu saja, Anda tetap bisa mencetak foto yang diambil dari kamera smartphone atau kamera mirrorless lain. Caranya dengan mengirimkannya ke smartphone dan kemudian ditambahkan ke aplikasi Instax Link.

Mode color rich dan natural di Fujifilm Instax Link Wide.
Mode color rich dan natural di Fujifilm Instax Link Wide.

Untuk sekali pengisian daya, Fujifilm mengklaim bahwa Instax Link Wide dapat mencetak hingga 100 kali. Ada dua mode pencetakan yang tersedia, rich dan natural yang memungkinkan Anda memilih antara keluaran warna terang dan imersif atau jenuh dan klasik.

Harga printer smartphone terbaru dari Fujifilm ini dibanderol US$149,95 atau sekitar Rp2,1 jutaan dengan pilihan warna ash white dan mocha gray. Fujifilm juga bakal memperkenalkan varian baru dari film Instax Wide dengan harga US$21,99 isi 10 lembar.

Sumber: TheVerge

Dibanderol $3.999, Fujifilm GFX 50S II Adalah Kamera Mirrorless Medium Format Termurah Fujifilm Sejauh Ini

Dengan ukuran sensor yang lebih besar dari kamera mirrorless full-frame, wajar apabila kamera mirrorless medium format seperti Fujifilm GFX 100S dijual dengan harga selangit. Namun tidak selamanya harus seperti itu, sebab seiring waktu ongkos pengembangan suatu teknologi pasti akan terus menurun, sehingga pada akhirnya pabrikan bisa menjual produk dengan harga yang lebih murah.

Kira-kira begitulah sentimen yang saya dapat setelah mendengar kabar tentang perilisan Fujifilm GFX 50S II. Dibanderol $3.999, atau kurang lebih sekitar 57 jutaan rupiah, ia merupakan kamera medium format paling terjangkau yang pernah Fujifilm luncurkan. Memang belum bisa dikatakan murah, tapi setidaknya bisa membantu konsumen mengalokasikan sisa dana yang ada ke lensa.

GFX 50S II mengemas sensor medium format beresolusi 51,4 megapixel, sementara kemampuan merekam videonya terbatas di resolusi 1080p. Tidak seperti GFX 100S yang dibekali sistem phase-detect autofocus, GFX 50S II masih mengandalkan sistem contras-detect. Meski demikian, Fujifilm mengklaim GFX 50S II punya kemampuan Face / Eye Detection AF yang lebih akurat daripada generasi pertamanya.

Ini dimungkinkan berkat penggunaan chip X-Processor 4 seperti yang terdapat pada GFX 100S. Singkat cerita, bila dibandingkan dengan pendahulunya, GFX 50S II punya sensor yang sama, tapi prosesornya lebih baru.

Yang cukup istimewa dari GFX 50S II adalah sistem IBIS (in-body image stabilization) lima porosnya, yang diklaim mampu mengompensasi guncangan hingga 6,5 stop, paling baik di antara semua kamera dari lini Fujifilm GFX. Berkat sistem IBIS yang efektif, GFX 50S II jadi bisa menawarkan Pixel Shift Multi-Shot, yakni fitur untuk menghasilkan foto beresolusi 200 megapixel dengan cara menjepret dan menggabungkan 16 gambar dalam format RAW.

Dari segi fisik, GFX 50S II mengemas bodi yang identik dengan GFX 100S, bahkan bobotnya pun sama-sama 900 gram. Pengguna dapat menjumpai layar kecil (1,8 inci) di pelat atasnya yang berfungsi sebagai indikator parameter exposure, sementara sisi belakangnya dihuni oleh LCD 3,2 inci yang dapat dimiringkan ke tiga arah yang berbeda, plus viewfinder elektronik dengan panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Seperti yang sudah disebutkan, Fujifilm GFX 50S II akan dijual dengan harga $3.999 (body only), jauh lebih murah daripada GFX 50S orisinal yang dihargai $6.499 ketika pertama diluncurkan di tahun 2017.

Fujifilm juga akan menjual GFX 50S II bersama lensa baru GF 35-70mm f/4.5-5.6 WR dengan harga $4.499. Di Amerika Serikat, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai akhir bulan Oktober 2021.

Sumber: DPReview.

Tamron Ungkap Lensa Telephoto 18-300mm F3.5–6.3 untuk Kamera APS-C Sony

Tamron telah mengumumkan lensa zoom telephoto all-in-one terbaru untuk kamera mirrorless dengan sensor APS-C, 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD. Lensa ini tersedia untuk sistem kamera Sony E-mount mulai tanggal 27 September 2021, nantinya juga bakal ada versi Fujifilm X-mount pada akhir tahun.

Kalau di full frame, Tamron 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD menawarkan rentang zoom setara 27-450mm. Secara optik, lensa ini dibuat dari 19 elemen dalam 15 grup, termasuk tiga elemen hybrid aspherical dan empat low dispersion (LD).

Tamron menggunakan diafragma aperture melingkar tujuh bilah dan memiliki ulir filter depan 67mm. Rentang aperture maksimumnya antara F3.5 hingga 6.3, sedangkan untuk minimumnya F22 pada ujung lebar dan F40 pada ujung panjangnya.

Autofocus-nya didorong oleh linear motor Voice-coil eXtreme-torque Drive (VXD) dan punya optical image stabilization dengan teknologi vibration compensation (VC) milik Tamron. Dengan menggunakan AI, lensa akan memilih karakteristik kompensasi untuk videografi pada panjang fokus 70mm atau kurang.

Jarak pemfokusan minimum lensa ini ialah 15mm pada ujung lebar dan 99mm pada ujung panjangnya, dengan rasio perbesaran masing-masing 1:2 dan 1:4. Kontruksi bodinya sudah moisture-resistant dengan fluorine coating, diameternya 75,5mm, dan berbobot 621 gram.

Untuk keamanan saat menyimpan ataupun membawanya, Tamron melengkapinya dengan tuas untuk mengunci zoom. Dengan cakupan yang luas ini, Tamron 18–300mm F3.5–6.3 Di III-A VC VXD adalah lensa serbaguna untuk berbagai kebutuhan baik still maupun video.

Sumber: DPreview

Fujifilm GFX 100S, X-E4, dan 3 Lensa Terbarunya Resmi Hadir di Indonesia

Fujifilm akhirnya secara resmi meluncurkan lima produk terbarunya di Indonesia, yang pertama kali diperkenalkan di acara Summit Global 2021 pada 27 Januari 2021. Terdiri dari dua kamera baru, Fujifilm GFX 100S dan X-E4. Serta, tiga lensa meliputi GF 80mm F1.7 R WR, XF 27mm F2.8 R WR, dan XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

Fujifilm GFX 100S Rp92.999.000

Lewat GFX 100S, babak baru kamera large format Fujifilm dimulai. Karena dibanding pendahulunya GFX 100, GFX 100S dikemas dalam bodi lebih ringkas dan dibanderol lebih terjangkau.

Takashi Miyako, GM Strategi Planner FFID menjelaskan bahwa kamera medium format sistem GFX keempat Fujifilm ini dirancang untuk memberikan mobilitas dan portabilitas dengan. Ukurannya mirip dengan kebanyakan kamera full frame.

Sebagai informasi, GFX 100 memiliki dimensi 156x144x75 mm dengan bobot 1.320 gram. Sedangkan, bodi Fujifilm GFX 100S berukuran lebih ringkas dan ringan, 150x104x87 mm dengan bobot 900 gram.

Meski lebih kecil, GFX 100S tetap mewarisi sensor BSI CMOS berukuran medium format 44×33 mm dengan resolusi 102MP yang sama. Serta, sudah ditenagai prosesor gambar terbaru CPU quad-core X-processor 4.

Sensor medium format sendiri berukuran 1,7 kali lebih besar dari full frame. Artinya lebih peka terhadap cahaya, depth of field lebih dangkal, dynamic range lebih lebar, dan reproduksi warna lebih sesuai dengan dukungan true colors 16 bit untuk warna yang kaya dan gradasi yang halus.

Fitur eksklusif yang saat ini hanya tersedia di GFX 100S adalah memiliki mode film simulation baru bernama Nostalgic Neg. Film simulation ini mengingatkan pada era fotografi warna baru Amerika yang populer di tahun 1970-an, dengan karakteristik menambahkan warna kuning di bagian highlight, warna merahnya cenderung ke orange (vermillion red), warna biru cenderung ke arah kehijauan, serta menambahkan saturasi dan detail di bagian shadow.

Di Indonesia, harga Fujifilm GFX 100S body only dibanderol Rp92.999.000 dan dapat dipesan secara pre-order dari tanggal 25 Februari – 31 Maret 2021 dengan free gift senilai Rp3 juta. Juga ada program trade-in bonus Rp5 juta rupiah. Sementara, lensa Fujifilm GF 80mm F1.7 R WR yang menawarkan focal lenght setara dengan 63mm di full frame ini dibanderol Rp35.999.000.

GFX-100S

Fujifilm X-E4 Rp13.499.000

Fujifilm X-E4 merupakan generasi keempat dari X-E series yang menghadirkan desain klasik bergaya rangefinder dalam bodi yang ringkas. Berdimensi 121x73x33 mm dan bobot hanya 364 gram, kamera ini dirancang serata mungkin agar lebih mudah masuk ke dalam saku jaket dan tas kecil.

Dibanding pendahulunya, X-E4 tampil lebih stylish dan tidak lagi kaku seperti X-E3, sekilas desainnya cukup mirip dengan X100V. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan tombol Q.

Bila dipasang dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR yang baru, ukuran X-E4 masih sangat ringkas dan menawarkan focal length ekuivalen 40,5mm. LCD layar sentuh 3 inci yang beresolusi 1,63 juta dot-nya kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut. Jendela bidik elektronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x.

Bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS 4 26MP tanpa IBIS dan digerakkan prosesor gambar quad-core X-Processor 4 yang menyuguhkan performa autofocus yang sama dengan flagship X-T4. Kamera dapat memotret beruntung 20fps dengan electronic shutter dan 8fps dengan mechanical shutter. Dilengkapi 18 film simulation, termasuk yang terbaru ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Fuji-X-E4

Harga Fujifilm X-E4 body only di Indonesia dibanderol Rp13.499.000 dan Rp16.499.000 dengan 16.499.000. Pemesanan pre-order dibuka sejak 25 Februari sampai 7 Maret dengan bonus Rp2,5 juta. Lensa XF 27mm F2.8 R WR juga dijual terpisah dengan harga Rp6.199.000 dan Rp12.499.000 untuk lensa XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

ND Filter Bawaan Fujifilm X100V Akhirnya Bisa Digunakan untuk Merekam Video

Fujifilm baru-baru ini mengumumkan perilisan pembaruan firmware baru untuk tiga kameranya, yakni Fujifilm X100V, X-T30, dan X-Pro3. Pembaruan ini akan datang pada akhir bulan Februari 2021 mendatang dan menambahkan fitur baru seperti dukungan untuk Fujifilm X Webcam serta banyak lagi.

Mari mulai dari X100V, dirilis tepat satu tahun yang lalu – X100V merupakan kamera compact premium yang sangat unik. Dikemas dalam bodi rangefinder yang ringkas, menawarkan tombol kontrol manual yang lengkap, serta memiliki hybrid viewfinder optical dan electronic.

Generasi ke-5 dari X100 series ini sudah menggunakan sensor, prosesor, dan lensa baru fix 23mm f/2 generasi kedua. Karena sudah menggunakan sensor CMOS X-Trans 4 26MP dan X-Processor 4, meski berorientasi pada fotografi, kemampuan video X100V juga meningkat signifikan.

X100V juga memiliki ND filter bawaan 4 stop, tetapi hanya bisa digunakan untuk foto. Lewat pembaruan firmware versi 2.00, ND filter tersebut bakal bisa dimanfaatkan untuk perekaman video. Fitur ini cukup berguna, karena memungkinkan menggunakan aperture besar dan menjaga motion blur yang alami dengan shutter speed mendekati 2x frame rate saat syuting di kondisi cahaya berlimpah.

Selain itu, software Fujifilm X Webcam bakal mendukung film simulation pada X100V. Lalu, saat menggunakan fitur digital teleconverter, pengguna kini dapat menyimpan foto dalam RAW + JPEG ke kartu memori.

Lanjut ke Fujifilm X-T30, versi hemat X-T3 ini juga mendapatkan firmware versi 1.40 yang kini dapat digunakan sebagai webcam lewat software Fujifilm X Webcam dengan menghubungkannya ke komputer melalui kabel USB dan mode film simulation juga bisa digunakan. Selain itu, rating informasi yang disimpan di kamera, kini dapat dilihat di software edit foto untuk peningkatan manajemen katalog.

Fujifilm-X-PRO3

Beralih ke Fujifilm X-Pro3 dengan firmware versi 1.20 memungkinkan untuk mengatur posisi bingkai terang ke lokasi bergesernya dalam mode optical viewfinder ketika tombol rana ditekan setengah. Dengan mengaktifkan fitur ini, kamera tidak perlu menyesuaikan kembali posisi binkai setiap kali fokus diperoleh.

Fitur tersebut juga tersedia untuk X100V dan X-Pro3 sendiri merupakan kamera mirrorless yang ditujukan untuk para fotografer berpengalaman yang merindukan sensasi memotret menggunakan kamera film. Punya hybrid viewfinder, dengan dual screen dengan panel LCD utama menghadap ke belakang dan perlu dibalik untuk menggunakannya yang secara dramatis akan mengubah kebiasaan cara memotret para penggunanya.

Sumber: Cined.com

Fujifilm GFX 100S Ialah Kamera Large Format, Lebih Ringkas dengan Film Simulation Baru Nostalgic Neg

Selain merilis Fujifilm X-E4, Fuji juga memperkenalkan kamera mirrorless dengan sensor medium format Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR. Dibanding pendahulunya (GFX 100), kamera large format sistem GFX keempat Fujifilm ini dikemas dalam bodi lebih ringkas.

Sebagai perbandingan, Fujifilm GFX 100 memiliki dimensi 156x144x75 mm dan bobot 1.320 gram. Sementara, bodi Fujifilm GFX 100S berukuran lebih ringkas dan ringan, berdimensi 150x104x87 mm dengan bobot 900 gram. Fujifilm GFX 100S pun mewarisi sensor BSI CMOS berukuran medium format 44×33 mm dengan resolusi 102MP yang sama.

Hadir dengan bodi lebih ringkas, Fujifilm juga menggunakan sistem 5-axis in-body image stabilization (IBIS) rancangan baru yang ukurannya 20% lebih kecil dan 10% lebih ringan dibanding GFX 100. Meski lebih kecil, performanya justru meningkat 0,5 stop dari GFX 100 dan menawarkan stabilisasi hingga 6 stop.

Lebih lanjut, GFX 100S menggunakan prosesor gambar X-Processor 4 dan memiliki sistem AF phase detection pixel yang mencakup hampir 100% area. Fuji mengklaim GFX 100S dapat menangkap fokus hanya dalam 0,16 detik dan AF dapat bekerja meski di kondisi cahaya rendah -5,5 EV.

Fujifilm merancang GFX 100S agar tetap dapat beroperasi pada suhu serendah 14°F (-10°C), bodinya juga sudah tahan debu dan kelembaban. Casing yang digunakan terbuat dari magnesium alloy yang sengaja didesain 1mm lebih padat di sekitar dudukan lensa dibanding GFX 100.

Kemudian pada bagian belakang terdapat LCD monitor 3,2 inci beresolusi 2,36 juta dot dengan mekanisme tilting yang dapat dimiringkan ke tiga arah, 90° ke atas, 45° ke bawah, dan 60° ke kanan. Juga ada LCD monitor 1,8 inci di pelat atas yang dapat menampilkan sejumlah parameter seperti shutter speed, aperture, ISO, dan exposure compensation. Lalu, ada jendela bidik elekronik dengan panel OLED 3,68 juta dot, tetapi posisinya tetap.

Keistimewaan lainnya ialah kamera ini memiliki mode film simulation baru yang saat ini tersedia secara eksklusif untuk GFX 100S dan totalnya menjadi 19 film simulation. Bernama Nostalgic Neg dengan warna dan nada yang mengingatkan pada “American New Color” yang muncul di tahun 1970-an.

Terkait videografi, GFX 100S dapat merekam video 4K pada 30fps dengan bit rate hingga 400Mbps dalam 10-bit 4:2:0 F-log secara internal. Juga mendukung 10-bit 4:2:2 F-Log atau 12-bit RAW lewat port HDMI.

Soal harga juga sangat menarik, pasalnya Fujifilm GFX 100S dibanderol lebih murah dibanding GFX 100 yakni US$5.999 atau sekitar Rp84,6 jutaan dan akan dipasarkan mulai bulan Maret. Bersama GFX 100S, Fuji juga meluncurkan lensa baru GF 80mm F1.7 R WR seharga US$2.299 atau Rp32,4 jutaan.

Lensa Fujifilm GF 80mm F1.7 R WR ini menawarkan focal lenght setara dengan 63mm di full frame. Lensa GFX ini memiliki 12 elemen yang mencakup satu elemen aspherical dan dua Super ED. Jarak fokus minimumnya 70cm dengan perbesaran maksimum 0,15x, beratnya 795 gram dan filternya berdiameter 77mm.

Sumber: DPreview

Fujifilm X-E4 Resmi Diumumkan, Kombinasi X-Pro3 & X100V dengan Harga Lebih Terjangkau

Pada tanggal 27 Januari kemarin, Fujifilm menggelar acara virtual bertajuk ‘X Summit Global 2021‘. Di ajang tersebut, mereka memperkenalkan beberapa produk meliputi kamera mirrorless medium format Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR. Serta, kamera mirrorless APS-C Fujifilm X-E4, lensa XF 27mm F2.8 R WR, dan XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR.

Sesuai judul, di artikel ini saya akan membahas Fujifilm X-E4 dan dua lensa XF terbarunya. Untuk Fujifilm GFX 100S dan lensa GF 80mm F1.7 R WR akan saya bahas pada artikel terpisah.

Fujifilm X-E4

Saya termasuk penggemar Fujifilm, kamera Fuji pertama saya ialah X100F. Saya suka film simulation dan desain rangefinder dengan kontrol manual serta dimensi yang ringkas.

Saat mengulas Fujifilm X-Pro3, kamera tersebut bikin saya mabuk kepayang. Namun saya harus menahan diri karena faktanya LCD yang tersembunyi tersebut menjadi deal breaker buat saya dan faktor harga yang juga belum masuk.

Fujifilm X-T3 dan X-T30 lebih cocok untuk kebutuhan saya, namun desain dan belum adanya film simulation Classic Negative menjadi pertimbangan saya. Fujifilm X100V sangat mempesona, tetapi sempurna untuk kamera sekunder dan saya tidak bisa bekerja dengan satu focal length. Saya hampir memilih Fujifilm X-S10, sudah ada film simulation Classic Negative tetapi tidak sreg dengan desain ala DSLR-nya.

Saya ingin kombinasi Fujifilm X-Pro3 dengan lensa yang dapat ditukar dalam desain seringkas X100V, serta harga yang lebih terjangkau dan memiliki semua mode film simulation terbaru. Itu akhirnya terwujud pada Fujifilm X-E4.

Meski terdapat sejumlah perbedaan, tetapi kalau dipandang sekilas desain Fujifilm X-E4 sangat mirip dengan X100V dan tersedia dalam warna hitam serta silver. Penampilannya tidak lagi kaku seperti X-E3, terlihat lebih modern.

Untuk ukuran dimensi bodinya saja bahkan sedikit lebih ringkas, yakni 121x73x33 mm vs 128x75x53 mm. Fujifilm mengatakan bahwa X-E4 didesain serata mungkin agar lebih mudah masuk ke dalam saku.

Bila dipasang dengan lensa XF 27mm F2.8 R WR yang baru, ukuran X-E4 masih sangat ringkas dan menawarkan focal length ekuivalen 40,5mm yang tidak terlalu jauh dengan 35mm di X100V. Yang juga penting ialah layar sentuh 3 inci beresolusi 1,63 juta dot-nya kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut.

Jendela bidik eletronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan ada tambahan tombol Q.

Bagian dalam, Fujifilm X-E4 mengemas sensor BSI-CMOS 4 26MP tanpa IBIS dan digerakkan prosesor gambar quad-core ‘X-Processor 4’ yang menyuguhkan performa autofocus yang sama dengan flagship X-T4. Kamera dapat memotret beruntung 20fps dengan electronic shutter dan 8fps dengan mechanical shutter. Dilengkapi 18 film simulation, termasuk yang terbaru ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Fujifilm X-E4 rencananya akan tersedia mulai awal Maret. Dengan harga US$850 atau sekitar Rp12 jutaan untuk body only dan US$1050 atau Rp14,8 jutaan dengan kit lensa 27mm F2.8 R WR.

Fujifilm XF 27mm F2.8 R WR dan Fujifilm XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR

Lensa pancake populer 27mm Fuji akhirnya mendapatkan pembaruan, XF 27mm F2.8 R WR yang baru ini sudah weather-sealing dan memiliki ring aperture yang dapat dikunci tanpa memperbesar ukuran lensa. Filter depannya berukuran 39mm dan beratnya hanya 84mm.

Sementara, XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR merupakan lensa zoom telephoto berukuran ringkas yang menawarkan focal length setara 107mm-457mm pada kamera Fujifilm X-series. Lensa ini menawarkan stabilisasi hingga 5,5 stop, memiliki 17 elemen dalam 12 grup termasuk elemen aspherical dan ED glass.

Jarak fokus minimumnya 83cm dengan perbesaran maksimum 0,33x, ring aperture dan zoom-nya bisa dikunci untuk mencegahnya memanjang saat dibawa. Ukuran filternya 67mm dan mendukung telekonverter Fujifilm 1,4x maupun 2x.

Fujifilm XF 27mm F2.8 R WR akan dijual seharga US$399 (Rp5,6 jutaan) dan US$799 (Rp11,2 jutaan) untuk Fujifilm XF 70-300 F4-5.6 R LM OIS WR. Sama seperti Fujifilm X-E4, rencananya kedua lensa juga akan tersedia mulai awal Maret 2021 mendatang.

Sumber: DPReview

7 Kamera Fujifilm dengan Sensor X-Trans CMOS 4

Pada bulan September 2018, Fujifilm mengumumkan X-T3. Kamera mirrorless flagship mereka yang pertama menggunakan sensor baru BSI CMOS X-Trans beresolusi 26MP dan X-Processor generasi ke-4.

Sensor X-Trans CMOS 4 ini sudah mengusung struktur backside illuminated yang meningkatkan performanya di kondisi minim cahaya. Serta, menawarkan sistem autofocus hybrid canggih dengan 425 phase-detect point yang mencakup seluruh frame.

Kemudian pada tahun 2019 Fujifilm merilis X-T30 dan X-Pro3. Serta, X-T4 dan X100V di awal tahun 2020. Keempat kamera ini juga tetap mengandalkan sensor BSI CMOS X-Trans 26MP dan X-Processor 4. Meski begitu, masing-masing kamera ini punya daya tariknya sendiri.  Mari bahas satu per satu.

1. Fujifilm X-T3

Fujifilm X-T3
Fujifilm X-T3 | Foto Fujifilm

Meski penerusnya sudah ada, tapi kemampuan Fujifilm X-T3 masih sangat mumpuni. Dalam hal video, ia sanggup merekam video 4K 60fps dengan output video 10-bit 4:2:0 langsung ke SD card (menggunakan codec H.265/HEVC) atau 10-bit 4:2:2 ke external recorder melalui HDMI.

Dari fisik, Fujifilm X-T3 memiliki body dan grip kamera yang cukup besar, dengan sistem kontrol fisik yang lengkap dan intuitif sehingga sangat nyaman digunakan untuk bekerja dan produksi konten yang serius. Layarnya bisa dimiringkan ke atas-bawah maupun ke kiri untuk memudahkan memotret secara vertikal.

Jelas bahwa Fujifilm merancang kamera ini untuk mereka para fotografer maupun videografer profesional. Soal harga, Fujifilm X-T3 body only dibanderol sekitar Rp20 juta dan bisa lebih murah bila belinya saat ada diskon.

2. Fujifilm X-T30

Fujifilm X-T30
Fujifilm X-T30 |Foto Fujifilm

Kamera ini mengemas sensor, prosesor, dan sistem autofocus baru yang sama milik flagship X-T3 ke dalam body X-T30 yang jauh lebih ringkas dan harga lebih terjangkau (body only Rp14 juta). Artinya lebih mudah dibawa bepergian dan tidak terlalu mencolok saat memotret di tempat umum. Sangat cocok bagi para pecinta fotografi, content creator yang ingin meningkatkan kualitas kontennya, dan traveler.

Body yang kecil membuat kemampuan videonya terpangkas. Namun, Fujifilm X-T30 masih sanggup merekam video 4K UHD dan DCI pada 30 fps 200 Mbps dengan output video 4:2:0 8-bit menggunakan internal recording dan output video 4:2:2 10-bit menggunakan external recorder lewat HDMI.

3. Fujifilm X-Pro3

Fujifilm X-Pro3
Fujifilm X-Pro3 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-Pro3 ditujukan untuk para fotografer berpengalaman yang merindukan sensasi memotret menggunakan kamera film. Punya hybrid viewfinder tipe optical dan electronic, dengan dual screen. Di mana panel LCD utamanya menghadap ke belakang dan perlu dibalik untuk menggunakannya.

Mekanisme layarnya tampak seperti perubahan kecil, namun secara dramatis akan mengubah ‘kebiasaan’ cara memotret para penggunanya. Misalnya kebiasaan mengambil gambar lewat layar dan mengintip foto setelah memotret, pengguna pun didorong untuk memotret melalui jendela bidik. Harga Fujifilm X-Pro3 body only dibanderol Rp28 juta.

4. Fujifilm X-T4

Fujifilm X-T4
Fujifilm X-T4 | Foto Fujifilm

Seperti Fujifilm X-T3, X-T4 juga dirancang untuk produksi konten serius dan ditujukan untuk para fotografer dan videografer profesional. Lantas apa saja peningkatannya?

Pertama adalah fitur in-body image stabilization atau IBIS yang mampu mengurangi guncangan hingga 6,5 stop. Kemudian layarnya kini memiliki mekanisme fully articulated yang sangat berguna untuk memastikan framing dan autofocus-nya tepat saat syuting.

Selain itu, Fujifilm X-T4 menggunakan jenis baterai baru NP-W235 yang memiliki kapasitas sekitar 1,5 kali lebih besar dibanding NP-W126S. Sehingga sanggup menjepret hingga 500 sekali charge, bahkan 600 jepretan bila menggunakan mode ‘economy‘. Harga Fujifilm X-T4 dibanderol Rp26.999.000 untuk body only.

5. Fujifilm X100V

Fujifilm X100V
Fujifilm X100V | Foto Fujifilm

Fujifilm X100V adalah kamera compact premium penerus X100F yang dikenal sebagai kamera untuk street photography dan traveler.

Generasi ke-5 dari X100 series ini sudah menggunakan sensor dan prosesor baru. Namun tetap mempertahankan ciri khasnya seperti hybrid viewfinder optical dan electronic dan lensa fix 23mm f/2 yang tidak bisa diganti.

Meski begitu, Fujifilm telah membenahi rancangan optiknya supaya lebih cekatan mengunci fokus dari jarak dekat dan dapat menghasilkan gambar yang lebih tajam di bagian ujung frame. Serta, menyempurnakan viewfinder electronic-nya lewat panel OLED beresolusi 3,69 juta dot.

Selain itu, layarnya kini sudah touchscreen dan bisa di-tilt dua arah. Serta, mampu merekam video 4K 30 fps dengan mode F-log. Tertarik? Fujifilm X100V dibanderol Rp21.999.000 di Indonesia.

6. Fujifilm X-S10

Fujifilm-X-S10-1
Fujifilm X-S10 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-S10 merupakan lini baru kamera Fuji dengan desain berbeda tidak seperti Fuji X-series lain. Fisiknya bergaya DSLR dengan grip cukup besar seperti X-H1, tetapi dimensinya lebih compact. Harga Fujifilm X-S10 untuk body only di Indonesia dibanderol Rp15.999.000.

Sementara bila dilihat dari atas, X-S10 menyerupai banyak kamera mirrorless lain di pasaran. Panel atas yang biasanya dihuni oleh dial untuk mengatur shutter speed, ISO, dan exposure compensation kini telah digantikan oleh dial PASM dan dua dial generik di ujung kiri dan kanan.

Sangat jelas bahwa Fujifilm X-S10 ini lebih berkonstrasi pada video. Kamera ini dapat merekam video 4K hingga 30fps dengan bit rate 200Mbps, belum secanggih X-T3 mengingat posisinya berada di kelas menengah. Juga dapat merekam video 1080p dengan frame rate tinggi pada 120fps atau 240fps.

Layar 3 incinya memiliki mekanisme fully articulated, punya port mikrofon 3,5mm, port USB-C bisa digunakan untuk headphone guna memonitor audio, dan juga telah dilengkapi sistem in-body image stabilization (IBIS). Sebagai kamera Fuji dengan Sensor X-Trans CMOS 4 terbaru, X-S10 juga mengemas mode film simulatio anyar termasuk Classic Negative dan Eterna Bleack Bypass.

7. Fujifilm X-E4

Fijifilm X-E4 1
Fijifilm X-E4 | Foto Fujifilm

Fujifilm X-E4 merupakan kamera Fuji terbaru dengan sensor X-Trans CMOS 4 dan juga mengemas 18 mode film simulation termasuk ETERNA Bleach Bypass dan Classic Negative. Berbeda dengan X-S10 yang mengusung desain bergaya DSLR dan memiliki IBIS, X-E4 tidak punya IBIS tapi mengusung desain rangefinder yang ringkas dengan pengalaman gabungan X-Pro3 dan X100V dengan harga lebih terjangkau.

Penampilan X-E4 sekilas mirip X100V, tidak lagi kaku seperti X-E3 dan lebih modern. Upgrade penting lainnya ialah ia punya layar sentuh 3 inci 1,63 juta dot yang kini bisa ditarik dan ditekuk hingga 180 derajat ke depan untuk kemudahaan pengambilan foto maupun video dari berbagai macam sudut.

Jendela bidik eletronik-nya punya cup bulat dengan panel OLED beresolusi 2,36 juta dot dengan magnification 0.62x. Di pelat atas, masih terdapat dial shutter speed, exposure compensation, tombol shutter beserta tuas on/off, dan ada tambahan tombol Q.

Untuk perekam videonya, X-E4 sanggup menangkap footage 4K DCI atau 4K UHD hingga 30fps 4: 2: 0 8-bit dan juga mendukung 4K 30P 4:2:2 10-bit melalui port HDMI-nya. Selain itu, pada resolusi 1080p kamera dapat merekam video frame rate tinggi hingga 240fps.

Keterangan: Artikel ini pertama kali tayang pada 20 April 2020 dan di-update dengan menambahkan Fujifilm X-S10 ke dalam daftar pada 25 Januari 2021 dan menambahkan Fujifilm X-E4 pada 28 Januari 2021.