Tak Harus Putih, Cover PS5 Kini Dapat Diganti dengan 5 Warna Lain Berkat Aksesori Resmi dari Sony

Saat pertama kali diungkap, PlayStation 5 langsung menuai banyak kontroversi terkait desainnya. Lalu ketika Sony sudah mulai memasarkannya, tidak sedikit konsumen yang terkejut melihat ukuran fisik PS5 yang tergolong bongsor. Singkat cerita, desain PS5 bukan untuk semua orang, dan Sony tampaknya sadar akan hal itu.

Namun tentu saja merombak desainnya secara drastis sekarang terdengar kurang rasional — mungkin ini bisa jadi salah satu ekspektasi kita untuk PlayStation 5 Pro nanti, seandainya ada. Yang bisa Sony lakukan sekarang setidaknya adalah memberikan opsi personalisasi warna kepada para pengguna PS5.

Ya, PS5 sekarang tidak harus berwarna putih. Sony baru saja menyingkap aksesori PS5 Console Cover dalam lima pilihan warna yang berbeda: Cosmic Red, Galactic Purple, Midnight Black, Starlight Blue, dan Galactic Purple. Cara pemasangannya mudah kalau menurut Sony sendiri; cukup lepas cover putih bawaan PS5, lalu ganti dengan yang baru ini. Selain untuk versi standarnya, aksesori ini juga tersedia buat PS5 Digital Edition, jadi jangan sampai Anda salah beli.

Supaya klop, Sony tidak lupa menyediakan controller DualSense dalam lima opsi warna yang sama persis, meski dua di antaranya (Cosmic Red dan Midnight Black) sebenarnya sudah tersedia selama beberapa bulan. Dari sisi fungsionalitas, controller baru ini sama persis seperti versi putih yang disertakan dalam paket penjualan PS5.

Di Indonesia, PS5 Console Cover bakal dijual secara resmi dengan harga Rp939.000, sedangkan controller DualSense dalam tiga warna barunya dibanderol Rp1.359.000. Sejauh ini belum ada informasi apakah ke depannya Sony bakal menjual konsol PS5 dalam warna-warna baru ini. Untuk sekarang, warna-warna baru ini sifatnya sebatas add-on yang opsional.

Untuk PS5 Console Cover varian Cosmic Red dan Midnight Black, pemasarannya dijadwalkan berlangsung mulai 21 Januari 2022. Sementara tiga varian warna sisanya diperkirakan bakal menyusul tidak lewat dari babak pertama 2022. Controller-nya sendiri akan lebih dulu dijual mulai 14 Januari 2022.

Di luar sana, sebenarnya sudah eksis sejumlah opsi cover untuk PS5 dari sejumlah produsen pihak ketiga — yang akhirnya memicu perseteruan hukum antara Sony dan produsen-produsen tersebut, sekaligus mendorong Sony untuk mematenkan desain cover PS5.

Sumber: Sony.

8 Detail Teknis Steam Deck yang Perlu Anda Ketahui

$400 untuk sebuah konsol genggam yang jauh lebih perkasa ketimbang Nintendo Switch merupakan premis yang sangat menggiurkan, belum lagi fakta bahwa konsol tersebut juga bisa berfungsi layaknya PC tradisional ketika dibutuhkan. Tidak heran kalau kemudian Steam Deck terus menjadi buah bibir meski peluncurannya harus ditunda dua bulan.

Sambil menunggu, Valve rupanya ingin berbagi lebih banyak mengenai konsol genggamnya tersebut. Lewat sebuah live stream yang ditujukan untuk kalangan developer, Valve menyingkap banyak detail baru terkait Steam Deck, khususnya dari sudut pandang teknis. Berikut rangkuman poin-poin yang paling menarik dari presentasi Valve.

1. Aerith SoC

Penggemar Final Fantasy VII mungkin bakal tersenyum mendengar ini: chip bikinan AMD yang mengotaki Steam Deck dinamai Aerith. Sebagai pengingat, chip ini merupakan sebuah APU yang menggabungkan 4-core dan 8-thread CPU Zen 2 dengan 8 compute unit (CU) RDNA 2.

CPU-nya mampu berjalan di kecepatan 2,4-3,5 GHz, sementara GPU-nya di 1-1,6 GHz. Sepintas terkesan pelan, dan chip-nya pun tidak dibekali teknologi turbo boost sama sekali. Menurut Valve, rancangan seperti ini disengaja guna memastikan performa Steam Deck bisa konsisten di segala skenario.

“Performa game Anda dalam sepuluh detik pertama kemungkinan besar bakal sama dengan performanya dua jam dari sekarang, atau seterusnya jika perangkat dicolok ke listrik,” terang Yazan Aldehayyat selaku Hardware Engineer Valve.

2. TDP 15 W

Aerith secara spesifik dirancang untuk beroperasi seefisien mungkin, dengan rentang thermal design power (TDP) sebesar 4-15 W. Namun sekali lagi, supaya kinerjanya bisa konsisten, baik dalam posisi handheld atau docked, Valve tidak membatasi seberapa besar daya yang bisa dikonsumsi oleh Aerith.

Kendati demikian, Valve tetap menerapkan sejumlah optimasi, semisal fitur global frame rate limiter (30 fps atau 60 fps) untuk game apapun sehingga masing-masing pengguna bebas menentukan apakah mereka lebih mementingkan performa atau daya tahan baterai.

Tidak kalah menarik adalah bagaimana Steam Deck dirancang agar membatasi kecepatan charging, kecepatan download, atau bandwith SSD-nya ketika suhu perangkat terdeteksi cukup tinggi. Tujuannya supaya kinerja optimal GPU-nya tetap bisa dipertahankan dalam kondisi yang kurang ideal, seperti ketika sedang bermain di bawah terik matahari misalnya.

3. RAM 16 GB

Aerith ditandemkan dengan RAM LPDDR5 berkapasitas 16 GB dan VRAM 1 GB. Valve menjelaskan bahwa mayoritas game modern sebenarnya tidak membutuhkan memori lebih dari 8 GB atau 12 GB, dan angka 16 GB ini murni Valve maksudkan untuk keperluan future-proofing.

Kok VRAM-nya kecil sekali? Ya, tapi kita juga tidak boleh lupa bahwa memorinya bersifat unified. Ini berarti GPU-nya bisa memanfaatkan kapasitas ekstra (hingga 8 GB) seandainya VRAM 1 GB tersebut terbukti kurang. Secara total, Steam Deck punya bandwith memori sebesar 88 GB/detik.

4. Performa mengalahi mini PC seharga $670

Pada laman dokumentasi untuk developer, Valve membandingkan Steam Deck dengan mini PC seharga $670 yang mengemas prosesor Ryzen 7 3750H, GPU Radeon RX Vega 10, dan RAM DDR4 16 GB. Menurut Valve, CPU-nya memang sedikit lebih perkasa ketimbang milik Steam Deck, akan tetapi GPU-nya lebih lemah dan bandwith memorinya lebih kecil, sehingga secara keseluruhan Steam Deck masih lebih superior.

5. eMMC vs SSD NVMe

Seperti yang kita tahu, Steam Deck hadir dalam tiga varian storage: 64 GB, 256 GB, dan 512 GB. Khusus untuk varian 64 GB, tipe storage yang digunakan adalah eMMC, sementara dua varian sisanya menggunakan SSD NVMe. Sudah bukan rahasia kalau NVMe punya kinerja yang lebih gegas dibanding eMMC. Namun yang jadi pertanyaan adalah, seberapa jauh selisihnya?

Di atas kertas, selisihnya rupanya tidak terlalu jauh kalau berdasarkan penjelasan Valve. Untuk loading game, varian 64 GB dengan eMMC cuma sekitar 12% lebih lambat dari varian 512 GB dengan NVMe, sedangkan untuk booting awal, selisihnya berkisar 25%. Waktu loading yang paling lama adalah jika game disimpan di kartu microSD, yakni sekitar 18% lebih lambat.

6. FSR untuk semua game

Secara teknis, port USB-C milik Steam Deck bisa mengakomodasi hingga dua monitor 4K 60 Hz sekaligus. Tentu saja itu konteksnya bukan bermain, sebab Steam Deck jelas bakal sangat kewalahan menjalankan game di resolusi setinggi itu.

Kabar baiknya, Steam Deck sepenuhnya kompatibel dengan teknologi upscaling FidelityFX Super Resolution (FSR) besutan AMD, yang tentunya bisa membantu meningkatkan performa ketika dipaksa menjalankan game di atas resolusi bawaannya (1200 x 800).

Memang tidak semua game, melainkan hanya judul-judul yang sejauh ini sudah mendukung FSR itu sendiri. Kendati demikian, Valve sudah punya rencana untuk merilis update sehingga Steam Deck bisa mendukung FSR di level sistem operasi, sehingga FSR dapat diaplikasikan ke game apapun.

7. Steam Remote Play

Berbekal Wi-Fi AC (Wi-Fi 5), Steam Deck diyakini mampu memberikan pengalaman Remote Play yang optimal — game dijalankan di PC, lalu di-stream oleh Steam Deck via Wi-Fi. Kenapa harus streaming kalau perangkatnya sanggup menjalankan game secara mandiri? Well, Valve bilang baterai Steam Deck bisa bertahan lebih lama saat dipakai streaming daripada saat menjalankan game-nya sendiri.

8. Quick suspend/resume

Sebagai sebuah konsol genggam, sudah sewajarnya apabila Steam Deck mendukung fitur quick suspend/resume. Tekan tombol power, maka perangkat masuk ke sleep mode. Tekan kembali, maka pengguna bisa langsung melanjutkan sesi bermain terakhirnya. Tidak dinyala-matikan seperti PC atau laptop.

Agar fitur ini bisa bekerja, Valve harus mengubah cara kerja sistem cloud save yang Steam tawarkan. Kalau sekarang sinkronisasinya cuma berlangsung ketika pengguna keluar dari game, nantinya sinkronisasi bakal berlangsung di background ketika fitur suspend tadi aktif.

Teorinya, ini berarti pengguna dapat berpindah dari Steam Deck ke PC secara cepat, ataupun sebaliknya. Tinggal pause game-nya, maka progresnya bisa langsung dilanjutkan di perangkat yang lain. Praktis dan sangat membantu.

Sumber: The Verge.

Versi Revisi Pertama PlayStation 5 Punya Sistem Pendingin yang Lebih Inferior

Belum lama ini, beredar kabar bahwa Sony mulai memasarkan PlayStation 5 versi revisi pertamanya di Australia. Versi tersebut tampak identik dengan yang pertama diluncurkan, akan tetapi desain dudukannya sedikit berbeda, dan bobotnya hampir 300 gram lebih ringan.

Tidak seperti sebelumnya, dudukan baru itu mengandalkan thumbscrew ketimbang sekrup biasa, sehingga konsumen bisa memasang atau melepasnya tanpa memerlukan bantuan obeng. Namun yang mencurigakan tentu adalah perbedaan bobotnya, sebab 300 gram itu sangatlah signifikan, dan semestinya dapat kita rasakan perbedaannya dengan mudah.

Daripada sekadar berasumsi, saya ingin mengajak Anda menonton video unggahan YouTuber Austin Evans. Di video tersebut, Austin membandingkan unit PS5 Digital Edition yang pertama dirilis dengan unit revisinya (yang sejauh ini baru dijual di Australia, Jepang, dan Amerika Serikat). Benar saja, angka di timbangannya menunjukkan selisih berat 287 gram antara versi lama dan barunya.

Untuk mengetahui apa yang berubah, Austin lanjut membongkar jeroan kedua unit PS5 tersebut (karena sekali lagi, tampilan luarnya sama sekali tidak ada yang berubah). Usut punya usut, Sony rupanya telah mengganti komponen heatsink di PS5 versi revisi ini. Bentuknya lebih ringkas daripada milik versi orisinalnya, dan ukuran pelat tembaganya pun juga tidak sebesar sebelumnya.

Namun yang lebih penting untuk disoroti adalah, perubahan desain heatsink ini juga berdampak pada performa termal PS5. Pengujian yang Austin lakukan menunjukkan bahwa versi revisinya mencatatkan suhu sekitar 3° sampai 5° C lebih panas daripada versi orisinal. Meski demikian, dampaknya ke performa CPU dan GPU masih belum bisa diketahui.

Heatsink PS5 versi orisinal (kiri) dan versi revisi (kanan) / Austin Evans

Kesimpulannya, PS5 versi revisi mengemas sistem pendingin yang lebih inferior ketimbang versi aslinya. Namun sejauh ini tidak diketahui apakah hal yang sama juga berlaku untuk PS5 standar yang dilengkapi disc drive.

Kenapa Sony menerapkan pembaruan yang ternyata malah berpengaruh negatif? Salah satu jawabannya mungkin adalah untuk menekan ongkos produksi. Kebetulan, Bloomberg belum lama ini melaporkan bahwa Sony sekarang sudah mulai mencetak laba dari penjualan PS5 standar.

Sumber: The Verge. Gambar header: Charles Sims via Unsplash.

Evercade VS Adalah Console Retro untuk Semua Kalangan Konsumen

Ada banyak cara untuk bisa memainkan deretan video game lawas. Namun bagaimanapun juga, kesan nostalgia yang terbaik baru bisa didapat apabila kita memainkannya menggunakan hardware aslinya, atau setidaknya menggunakan hardware baru yang secara spesifik diciptakan untuk retro gaming.

Kira-kira seperti itulah premis yang ditawarkan Evercade VS, game console baru buatan sebuah perusahaan bernama Blaze Entertainment. Sepintas, konsepnya mungkin terdengar mirip seperti Analogue Nt Mini, akan tetapi cara kerja kedua console benar-benar berbeda. Kalau Nt Mini punya slot untuk ditancapi kaset NES orisinal, VS justru menggunakan jenis kaset proprietary rancangan pengembangnya sendiri.

Alhasil, konsumen yang tidak pernah mencicipi permainan NES pun bisa ikut menikmati produk ini. Anda tidak perlu punya koleksi kaset game lawas untuk bisa menjadi konsumen Evercade VS, sebab semua kaset kompilasinya dapat dibeli langsung dari pengembangnya. Sejauh ini, pengembangnya sudah mengamankan lisensi dari 260 judul game agar dapat mereka kemas menjadi kaset untuk VS.

Bentuk kasetnya kecil dan langsung mengingatkan saya pada kaset GameBoy. VS dapat menampung hingga dua kaset sekaligus, dan tampilan antarmuka software-nya telah dioptimalkan supaya mudah untuk dinavigasikan. VS mengandalkan teknologi emulasi berkualitas tinggi, dan output 1080p yang dikirimkan ke TV via HDMI dipastikan akan selalu “pixel perfect“.

Pada kenyataannya, teknologi emulasinya sudah sangat terbukti karena VS bukanlah console retro pertama besutan Blaze. Sebelumnya, Blaze sudah lebih dulu merilis Evercade Handheld, yang pada dasarnya mengusung konsep retro gaming yang serupa dan dengan jenis kaset yang sama pula, hanya saja dalam kemasan yang portabel. Menurut analisis yang dilakukan Digital Foundry, kualitas emulasi yang ditawarkan Evercade Handheld sangatlah tinggi, dan itu semestinya bisa menjadi jaminan atas kinerja Evercade VS.

Teknologi emulasi dan jenis kaset yang digunakan Evercade VS sama persis dengan yang dipakai Evercade Handheld / Blaze Entertainment

Di bawah kompartemen kaset VS, ada empat colokan USB untuk controller. Selain menggunakan controller bawaannya yang juga kelihatan sangat retro, pengguna juga bisa menyambungkan beragam controller lain yang memang memanfaatkan sambungan USB. Bagi para pemilik Evercade Handheld, mereka bahkan juga bisa menggunakan console handheld tersebut sebagai controller untuk VS dengan bantuan sebuah kabel tambahan.

Rencananya, Evercade VS akan mulai dipasarkan pada bulan November 2021. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $100, sedangkan kasetnya dijual seharga $20 per unit (satu kaset bisa berisikan beberapa judul game lawas sekaligus).

Sumber: The Verge.

Nintendo Kabarnya Sedang Siapkan Switch Model Baru dengan Layar OLED yang Lebih Besar

Tidak terasa sudah empat tahun berlalu semenjak Nintendo Switch pertama kali dirilis. Selama itu, Switch belum pernah mendapatkan pembaruan yang berarti kecuali update minor yang meningkatkan efisiensi dayanya di tahun 2019. Namun itu bisa saja berubah tahun ini.

Berdasarkan laporan terbaru yang dipublikasikan Bloomberg, Nintendo sudah punya rencana untuk merilis model anyar Switch yang mengemas layar berukuran lebih besar tahun ini. Mereka kabarnya tengah menunggu kiriman suplai panel dari Samsung. Panel yang dimaksud sendiri adalah panel OLED 7 inci dengan resolusi 720p.

Namun sebelum Anda memutuskan untuk menunda membeli Switch dalam waktu dekat ini, perlu dicatat bahwa perilisan Switch model anyar ini kemungkinan besar masih lama. Menurut Bloomberg, Samsung baru akan mulai memproduksi panel OLED tersebut paling cepat di bulan Juni. Targetnya tentu adalah supaya Switch baru ini bisa mulai dijual memasuki musim liburan 2021.

Bentang diagonal 7 inci jelas merupakan peningkatan yang signifikan dibanding layar 6,2 inci milik Switch. Apakah itu berarti dimensi fisik Switch baru ini bakal membesar? Bisa jadi begitu, tapi tidak menutup kemungkinan juga ukurannya bisa dipertahankan dengan cara menyusutkan bezel layarnya.

Dari segi kualitas, OLED jelas punya banyak keunggulan dibanding LCD. Selain tingkat kontras yang lebih baik, OLED juga bisa membantu meningkatkan daya tahan baterai perangkat. Tentunya ini merupakan faktor sangat krusial untuk handheld console seperti Nintendo Switch.

Sumber gambar: Depositphotos.com
Sumber gambar: Depositphotos.com

Yang mungkin terdengar agak mengecewakan adalah resolusinya. Di saat yang sama, laporan Bloomberg juga mengatakan bahwa Switch model anyar ini mampu mendukung resolusi 4K ketika disambungkan ke TV via unit docking-nya. Kedengarannya memang menguntungkan buat konsumen, tapi bisa jadi memusingkan bagi kalangan developer karena mereka harus mengakomodasi gap resolusi yang bahkan lebih lebar lagi daripada sebelumnya.

Tidak seperti Sony ataupun Microsoft, Nintendo memang tidak pernah menitikberatkan soal spesifikasi ketika memperkenalkan console baru. Mereka lebih berfokus pada pengalaman keseluruhan yang bisa dinikmati oleh konsumen, dan keberadaan layar OLED tentu saja bisa berkontribusi besar terhadap hal ini.

Tentu saja tidak akan ada yang menolak seandainya Switch model anyar ini juga menghadirkan peningkatan dari sisi performa, terutama jika melihat deretan game yang dijadwalkan meluncur tahun depan macam Splatoon 3 maupun Pokemon Legends: Arceus.

Sumber: Bloomberg. Gambar header: Depositphotos.com.

Mending Rakit PC Daripada Beli PS5, Benarkah Begitu?

Harga resmi PlayStation 5 di Indonesia sudah dikonfirmasi oleh Sony, dan spontan langsung ramai percakapan di media sosial yang mengeluhkan bahwa harganya di sini terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga jualnya di beberapa negara lain.

Kita ambil contoh yang paling dekat, yaitu Malaysia. Di sana, PS5 dibanderol 2.299 ringgit. Anggap saja 1 ringgit setara 3.500 rupiah (lebih tinggi daripada kurs sebenarnya saat artikel ini ditulis), berarti kita mendapat harga jual PS5 di Malaysia setara Rp8.046.500.

Seperti yang kita tahu, PS5 di Indonesia bakal dipasarkan seharga Rp8.799.000. Selisih sekitar 750 ribu rupiah itu tentu tergolong lumayan, dan cukup untuk dibelikan satu keping game PS5, macam Marvel’s Spider-Man: Miles Morales misalnya.

Melihat perbedaan harga yang cukup signifikan seperti itu, tidak sedikit pula yang menyerukan sentimen macam “mending rakit PC” di media sosial. Saya sendiri termasuk seorang gamer PC akut sejak usia empat tahun, tapi saya kurang setuju dengan argumen tersebut.

Alasannya, merakit PC dengan spesifikasi yang setara PS5 di rentang harga yang sama terbilang sulit. Supaya lebih jelas, mari kita jabarkan spesifikasi PS5 satu per satu, lalu kita cari ekuivalennya untuk PC.

CPU

AMD Ryzen 7 3700X

Sesuai informasi dari Sony sendiri, PS5 mengemas custom CPU buatan AMD yang menggunakan arsitektur Zen 2. Prosesor itu mempunyai 8-core dan 16-thread, dengan clock speed maksimum setinggi 3,5 GHz.

Prosesor untuk PC yang paling dekat dengan spesifikasi tersebut adalah AMD Ryzen 7 3700X yang sama-sama menggunakan arsitektur Zen 2 dan terdiri dari 8-core dan 16-thread, meski clock speed maksimumnya lebih tinggi di angka 4,4 GHz. Di Indonesia, prosesor itu dijual rata-rata seharga 5 jutaan rupiah.

Oke, 5 juta untuk sebuah prosesor mungkin terlalu mahal dalam konteks ini. Alternatifnya mungkin kita bisa menggantinya dengan Ryzen 5 3600 saja. Prosesor ini memang hanya dibekali 6-core dan 12-thread, akan tetapi boost clock-nya bisa menembus 4,2 GHz, jauh lebih tinggi daripada milik PS5. Harganya sendiri terpantau ada di rentang 3,3 jutaan rupiah.

GPU

AMD Radeon RX 5700 XT

Perihal kinerja grafis, Sony turut memercayakan PS5 sepenuhnya kepada AMD. Yang tertanam di dalam console next-gen tersebut adalah custom GPU dari arsitektur terbaru RDNA 2, dengan total 36 compute unit (CU) dan daya komputasi sebesar 10,3 teraflop.

Mencari ekuivalen GPU ini menurut saya adalah bagian yang tersulit, sebab GPU RDNA 2 untuk PC baru saja AMD umumkan sekitar dua pekan lalu, yakni Radeon RX 6000 Series, dan ketiganya mempunyai spesifikasi jauh di atas yang milik PS5 tawarkan.

Maka dari itu, dengan terpaksa kita harus menggunakan GPU dari generasi sebelumnya, yakni Radeon RX 5700 XT yang memiliki total 40 CU dan daya 9,75 teraflop. Di Indonesia, saat ini RX 5700 XT masih dijual di kisaran 7 jutaan rupiah – bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung merek.

Namun yang menjadi masalah adalah, RX 5700 XT tidak mendukung fitur ray tracing sama sekali, sedangkan ray tracing merupakan salah satu cara PS5 menyuguhkan visual yang lebih next-gen daripada PS4. Kalau memang dukungan ray tracing merupakan suatu keharusan, dengan terpaksa kita harus berpaling ke kubu sebelah, yakni Nvidia, spesifiknya RTX 2060 yang merupakan GPU paling murah saat ini yang bisa menyajikan efek ray tracing.

Kalau memilih RTX 2060, itu berarti kita harus mengorbankan performa demi ray tracing, sebab kinerjanya secara keseluruhan memang lebih lemah daripada RX 5700 XT tadi. Positifnya, RTX 2060 saat ini bisa didapat dengan harga paling murah 5 juta rupiah.

SSD

SSD PCIe 4.0

Kapasitas 825 GB (667 GB usable) di PS5 sepintas terdengar sedikit, tapi yang diutamakan di sini adalah kecepatan. Di atas kertas, SSD milik PS5 memiliki kecepatan membaca sampai 5,5 GB per detik, dan itu berarti kita harus mencari ekuivalen SSD yang menggunakan teknologi PCIe 4.0, sebab SSD PCIe 3.0 terbaik pun hanya mampu menawarkan kecepatan membaca hingga 3,5 GB per detik.

SSD PCIe 4.0 untuk PC saat ini sudah tersedia dari beberapa merek, dan salah satu yang akan segera hadir di Indonesia datang dari WD, yakni WD Black SN850. Perangkat itu menawarkan kecepatan baca yang lebih superior daripada SSD milik PS5; hingga 7.000 MB/s read dan 5.300 MB/s write pada varian yang berkapasitas 1 TB.

Berhubung total kapasitas penyimpanan yang bisa digunakan di PS5 cuma 667 GB, mungkin kita juga bisa sedikit berhemat dengan memilih SSD berkapasitas 500 GB saja untuk PC, dan di sini kita harus menyiapkan dana Rp2.488.000 untuk meminang WD Black SN850 tadi.

Sejauh ini total biaya yang dibutuhkan untuk merakit PC yang selevel dengan PS5 ini sudah melampaui harga jual PS5 itu sendiri – 3,3 juta + 5 juta + 2,5 juta = 10,8 juta – tapi rupanya kita masih jauh dari kata selesai.

Motherboard

B550 motherboard

Saya tahu, memang tidak akan ada orang yang membahas mengenai motherboard PS5 secara merinci. Namun untuk bisa menampung SSD PCIe 4.0 tadi, Anda tidak boleh sembarangan dalam memilih motherboard untuk PC Anda. Salah membeli motherboard berarti sia-sia Anda membayar mahal untuk mendapatkan SSD PCIe 4.0 tadi.

Cukup disayangkan pilihan motherboard-nya sejauh ini agak terbatas, yakni antara seri B550 atau X570. Berdasarkan pantauan saya, motherboard yang mendukung teknologi PCIe 4.0 dengan harga paling murah saat ini adalah ASRock B550M-HDV, yang dibanderol di kisaran Rp1,4 jutaan di Indonesia.

PSU

600W PSU

Selain motherboard, PSU alias power supply unit mungkin juga bukan komponen yang bakal dibahas secara mendetail saat membicarakan tentang PS5. Namun kalau berdasarkan video teardown PS5 dari Austin Evans, PS5 tercatat memiliki PSU berdaya 370 W.

Tentu saja angka itu tidak bisa dijadikan acuan, sebab AMD sendiri menyarankan PSU berdaya minimal 600 W untuk GPU Radeon RX 5700 XT tadi, yang berarti Anda harus menyiapkan dana setidaknya 1 jutaan rupiah untuk mendapatkan PSU 600 W yang bisa diandalkan, alias bukan abal-abal.

Kalau GPU yang digunakan ternyata adalah RTX 2060, maka rekomendasi PSU-nya bisa yang berkapasitas 500 W, dan Anda mungkin bisa menghemat sekitar 200-400 ribuan rupiah – sekali lagi dengan asumsi memilih PSU yang setidaknya punya sertifikasi 80 Plus.

RAM

DDR4 RAM

Rincian spesifikasi PS5 menunjukkan bahwa perangkat itu dibekali memory GDDR6 berkapasitas 16 GB, dan saya menduga ini merupakan model unified antara RAM dan VRAM. Mencari ekuivalen yang sama persis di PC jelas sulit, sebab PC memang memerlukan modul RAM yang terpisah.

Untuk amannya, mungkin lebih bijak memilih setidaknya RAM berkapasitas 16 GB buat PC Anda, sebab kalau berdasarkan pengalaman pribadi, gamegame berat macam Borderlands 3 terkadang bisa melahap sampai 13 GB RAM sekaligus.

RAM untuk PC pun sangat bervariasi tergantung kecepatan sekaligus latency-nya, jadi bukan sebatas kapasitas saja. Namun kalau secara umum, RAM DDR4 2 x 8 GB dijual di kisaran harga 1 jutaan rupiah.

Kesimpulan

Harga PlayStation 5 di Indonesia

Rp8.799.000 adalah harga untuk PS5 versi standar yang dilengkapi Ultra HD Blu-ray disc drive. Berhubung optical drive sudah tidak begitu relevan dalam konteks PC, mungkin bagian ini bisa kita abaikan. Namun itu berarti yang dijadikan patokan sekarang adalah PS5 Digital Edition, yang harganya lebih terjangkau di angka Rp7.299.000.

Harga PS5 di Indonesia memang lebih mahal daripada harganya di negara lain, tapi kita juga harus ingat bahwa harga komponen-komponen PC di sini sering kali juga lebih mahal ketimbang jika dikonversikan langsung dari SRP (suggested retail price) masing-masing pabrikan yang menjualnya. Ditambah lagi, jujur masih ada banyak komponen lain yang belum masuk hitungan di sini, mulai dari casing sampai periferal seperti keyboard, mouse, headset atau speaker, dan monitor.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa sejumlah game mewajibkan PC untuk menjalankan Windows 10, dan sistem operasi tersebut tentu juga punya harganya tersendiri. PS5 di sisi lain memakai sistem operasi khusus berbasis Linux FreeBSD, yang sendirinya punya banyak kemiripan dengan Linux.

Tanpa harus saya jumlah semuanya, saya kira Anda sudah bisa mendapat gambaran seberapa mahal biaya yang dibutuhkan untuk merakit gaming PC dengan spesifikasi setara PS5. Kendati demikian, membayar lebih mahal untuk merakit sebuah PC tentu ada manfaatnya tersendiri, dan salah satu yang paling jelas adalah bagaimana PC juga bisa kita gunakan untuk bekerja, seperti saya sendiri yang sedang mengetik artikel ini menggunakan PC yang juga saya pakai untuk bermain game.

Gambar header: Zotac.

*Koreksi: Ada pembetulan pada informasi mengenai sistem operasi yang digunakan PS5, yang semestinya bukanlah berbasis Linux, melainkan berbasis FreeBSD.

Bos Xbox: Semua Karya Xbox Game Studios Akan Tersedia di PC

November ini, perang console next-gen akan resmi dimulai dengan diluncurkannya PlayStation 5 dan Xbox Series X. Terakhir peristiwa serupa terjadi adalah di bulan November 2013, tepatnya ketika PlayStation 4 dan Xbox One juga dirilis hampir bersamaan.

Definisi “perang console” sendiri menurut saya sudah bergeser menjadi “perang game eksklusif”. Pasalnya, kalau kita lihat dari sisi teknis, PlayStation 5 dan Xbox Series X punya spesifikasi yang tidak begitu jauh berbeda, dan keduanya pun sama-sama menjanjikan kualitas grafik next-gen yang kurang lebih sama, dengan dukungan resolusi maksimum 8K atau 4K 120 fps.

Buat saya, memilih console next-gen apa yang harus saya beli sama saja dengan memilih game apa yang ingin saya mainkan. Kalau saya suka game balapan, berarti saya tinggal memilih apakah saya lebih tertarik memainkan Gran Turismo 7 (PS5) atau Forza Motorsport (Xbox Series X). Kira-kira begitu pola pertimbangan paling sederhananya.

Di kubu Sony, definisi eksklusif sendiri sangat jelas: sebagian besar game yang dibuat oleh studio internal mereka (yang berada di bawah naungan PlayStation Studios) hanya bisa dimainkan di PlayStation 5. Namun di kubu Microsoft, definisinya terbilang abu-abu, sebab seperti yang kita tahu, mayoritas game bikinan anak-anak perusahaan Xbox Game Studios dalam beberapa tahun terakhir ini juga tersedia di PC.

Microsoft xCloud (Xbox Game Pass)

Ke depannya, Phil Spencer selaku petinggi Xbox malah memastikan bahwa semua karya studio internal mereka juga akan hadir di PC. Pernyataan ini disampaikan dalam wawancaranya bersama Gamereactor, dan beliau turut mengonfirmasi bahwa ketersediaan di PC ini bukan cuma melalui Microsoft Store, melainkan juga Steam.

Bagi Microsoft, eksklusif bukan berarti mereka harus memaksa konsumen untuk membeli sebuah console Xbox. Di titik ini, Xbox sendiri bisa kita anggap sebagai sebuah ekosistem, dan kebetulan ekosistem tersebut dapat diakses dari berbagai macam perangkat; dari PC atau dari perangkat Android dengan bantuan layanan xCloud (Xbox Game Pass).

Merujuk kembali pada logika “membeli console berdasarkan katalog game eksklusifnya” saya tadi, mudah sekali muncul pertanyaan: “Mengapa saya harus membeli Xbox Series X kalau memang koleksi game-nya bakal bisa dimainkan lewat PC atau perangkat Android?”

Jawabannya adalah timing. Phil memang tidak menjelaskan secara merinci, akan tetapi beliau ada menyinggung soal timing dalam wawancaranya, dan yang saya tangkap, bisa jadi beberapa game eksklusifnya akan hadir lebih dulu di Xbox Series X sebelum akhirnya menyusul ke PC dan xCloud. Kalau ditambah dengan faktor lain seperti kepraktisan atau harga, seharusnya bakal semakin jelas mengapa masih ada orang yang mau membeli console Xbox ketimbang PC.

Via: PC Gamer.

Microsoft Resmikan Xbox Series S, Console Next-Gen Seharga $299

Apa yang dirumorkan sejak Juni lalu rupanya benar. Di samping Xbox Series X, Microsoft rupanya juga telah menyiapkan console alternatif yang lebih terjangkau. Eksistensinya akhirnya dikonfirmasi oleh Microsoft sendiri. Sesuai dugaan sebelumnya, perangkat tersebut mereka namai Xbox Series S.

Seperti yang bisa kita lihat pada gambar di atas, bentuknya yang tipis lebih mirip seri Xbox One ketimbang Series X, dan perangkat juga dapat diposisikan secara horizontal kalau melihat orientasi logo Xbox yang terpampang. Microsoft bilang Series S merupakan Xbox paling mungil yang pernah mereka buat, dengan volume hampir 60% lebih ringkas daripada Series X.

Berbeda dari Series X, Series S sama sekali tidak memiliki optical drive, yang berarti semua kontennya hanya bisa didapat secara digital saja. Performanya juga tidak seberingas Series X, akan tetapi Microsoft tetap mengategorikannya “next-gen“. Spesifiknya, Series S siap menjalankan game di resolusi 1440p 120 fps.

Beberapa fitur pelengkap, seperti dukungan DirectX Raytracing, Variable Rate Shading, dan Variable Refresh Rate, juga tersedia pada Series S. Kalau memang Anda bersikeras ingin bermain di resolusi 4K, Series S bisa mewujudkannya tapi via teknik upscaling. Di luar gaming, Series S siap dipakai untuk streaming video dengan resolusi 4K.

Terlepas dari performa grafis yang lebih inferior, Series S banyak mewarisi teknologi-teknologi baru yang diusung kakaknya. SSD yang tertanam misalnya, menggunakan interface NVMe yang sama ngebutnya, hanya saja kapasitasnya di-downgrade menjadi 512 GB ketimbang 1 TB. Loading game dipastikan jauh lebih kencang daripada sebelumnya, dan fitur Quick Resume seperti yang ditawarkan Series X pun juga bisa diwujudkan di sini.

Namun tema utama yang diangkat Series S adalah bagaimana ia bisa dijangkau oleh lebih banyak kalangan, dan itu Microsoft wujudkan dengan membanderolnya seharga $299 saja. Xbox Series X di sisi lain belum punya harga resmi, akan tetapi Windows Central melaporkan harganya dipatok $499.

Di Amerika Serikat, Microsoft bakal memasarkan Xbox Series S mulai 10 November. Series X kabarnya juga akan mulai dijual di hari yang sama.

Xbox Series X Resmi Meluncur November 2020

Resmi sudah, walaupun belum ada tanggal pastinya, Microsoft telah mengonfirmasi bahwa Xbox Series X bakal tersedia mulai bulan November. Timing-nya sesuai dengan janji awal mereka untuk menghadirkan sang console next-gen pada musim liburan 2020.

Yang belum terjawab hingga kini adalah eksistensi console next-gen alternatif yang lebih murah, yang rumornya bakal dijuluki Xbox Series S. Microsoft memang belum bicara apa-apa soal perangkat ini, akan tetapi baru-baru ini bocoran gambar yang beredar di Twitter menunjukkan sebuah controller Xbox berwarna putih, dengan label “Xbox Series X|S” tercantum pada boksnya.

Dari kubu lawan, Sony sejauh ini belum mengungkap kapan PlayStation 5 bakal mulai dipasarkan. Kemungkinan besar waktunya bakal hampir bersamaan dengan Xbox Series X, tapi yang pasti kedua perusahaan punya strategi yang agak berbeda, khususnya perihal konten.

Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Xbox Series X tidak akan hadir bersama judul-judul eksklusif di hari peluncurannya. Sebagai gantinya, sekitar 50 game baru yang akan meluncur di Xbox Series X juga akan tersedia di Xbox One, dan sebagian besar mendukung fitur Smart Delivery sehingga konsumen hanya perlu membeli masing-masing judul sebanyak satu kali untuk bisa memainkannya di dua generasi console yang berbeda.

Sangat disayangkan, satu judul permainan andalan rupanya harus absen, yakni Halo Infinite. 343 Industries selaku pengembangnya mengumumkan bahwa mereka harus menunda perilisan Halo Infinite sampai tahun depan. Salah satu alasannya tentu berkaitan dengan pandemi COVID-19, akan tetapi alasan lain yang tidak dijelaskan secara gamblang semestinya berkaitan dengan kritik seputar kualitas grafik Halo Infinite yang dinilai “kurang next-gen.

Terlepas dari itu, Microsoft tetap percaya diri dengan strategi mereka yang menitikberatkan pada aspek backwards compatibility, dengan janji bahwa konsumen Xbox Series X bisa mengakses ribuan game dari total empat generasi Xbox. Bukan hanya itu, Microsoft juga sangat berkomitmen dengan model bisnis subscription; semua game baru keluaran Xbox Game Studios akan tersedia di katalog layanan Xbox Game Pass di hari pertama peluncurannya.

Pelanggan Xbox Game Pass Ultimate sendiri juga bakal mendapat fasilitas baru pada tanggal 15 September nanti, yakni cloud gaming dengan katalog berisikan lebih dari 100 game. Singkat cerita, Microsoft ke depannya bukan cuma berjualan console next-gen, melainkan akses ke ekosistem Xbox secara menyeluruh.

Update: Microsoft secara resmi telah mengonfirmasi bahwa Xbox Series X akan hadir secara resmi pada tanggal 10 November 2020 seharga $499, bersamaan dengan Xbox Series S yang lebih murah.

Sumber: Xbox.

Gabe Newell Pilih Xbox Series X Ketimbang PlayStation 5

Anggap Anda Gabe Newell, sosok yang kerap ‘didewakan’ di ranah PC gaming. Saat ada jurnalis yang menanyakan mengenai console next-gen pilihan Anda, apa jawaban paling diplomatis yang bisa Anda berikan? Berhubung bisnis Anda berhubungan langsung dengan platform PC, sudah pasti jawaban yang paling aman ya “PC” itu sendiri.

Namun ternyata Gabe Newell yang sebenarnya tidak semembosankan itu. Dalam sebuah acara TV Selandia Baru berjudul The Project, beliau sempat ditanya persis soal itu, soal mana yang menurutnya lebih baik antara Xbox Series X atau PlayStation 5. Tanpa menunjukkan sedikit pun keraguan, Gabe menjawab “Xbox”.

Gabe tidak menjelaskan lebih lanjut alasannya kenapa, dan ia tidak lupa mengklarifikasi bahwa ia sebenarnya tak punya kepentingan apa-apa terkait perang console next-gen tersebut. Namun seandainya ia harus memilih, pilihannya jatuh pada Xbox Series X.

Kemungkinan, preferensi Gabe mengacu pada fakta bahwa di atas kertas, Xbox Series X memang punya kinerja CPU dan GPU yang lebih unggul daripada PS5. Ini kontras dengan preferensi bos Epic Games, Tim Sweeney, yang beberapa kali tidak segan memuji performa SSD milik PS5 yang luar biasa cepat.

Kemungkinan yang kedua sepertinya berkaitan dengan fakta bahwa hampir semua game eksklusif milik Xbox kini sudah tersedia di PC (dan dipasarkan melalui Steam, platform distribusi game milik Valve, perusahaan yang Gabe Newell dirikan). Ke depannya, Microsoft malah bakal membawa semua penawaran eksklusifnya untuk Xbox Series X ke PC, seperti yang sudah diumumkan pada acara Xbox Games Showcase belum lama ini.

Microsoft dan Valve selama ini memang tergolong cukup akrab. Markas besar kedua perusahaan itu saling berdekatan di provinsi Washington, dan sebelum mendirikan Valve, Gabe Newell sendiri merupakan mantan programmer Microsoft yang secara langsung terlibat dalam pengembangan beberapa versi sistem operasi Windows selama 13 tahun karirnya di sana.

Juga lucu adalah jawaban Gabe ketika ditanya soal kiat untuk mengurangi rasa mual yang muncul setelah menggunakan VR headset. “Beli perangkat yang lebih baik,” jawab Gabe, dan ini tentu saja mengacu pada fakta bahwa salah satu nilai jual utama VR headset Valve Index adalah display dengan refresh rate 120 Hz, yang dipercaya mampu meminimalkan rasa mual semacam itu.

Sumber: VG247.