Corning Umumkan Gorilla Glass Victus, Tahan Jatuh Dari Ketinggian 2 Meter

Sering menjatuhkan smartphone? Beberapa tahun yang lalu, mungkin jatuh sedikit sudah retak dan mudah tergores. Sepertinya kita harus berterima kasih kepada Corning, perusahaan dibalik kaca pelindung smartphone Gorilla Glass.

Belum lama ini, Corning telah mengumumkan penerus Gorilla Glass 6, tetapi bukan “7” melainkan disebut “Victus”. Kaca aluminosilicate baru ini menjanjikan ketahanan yang lebih baik terhadap goresan dan ketika jatuh di permukaan yang kasar.

Dari hasil tes, Gorilla Glass Victus dapat bertahan ketika jatuh di permukaan kasar dari ketinggian dua meter. Sebagai pembanding, Gorilla Glass 5 memiliki peluang 80 persen untuk selamat dari jatuh setinggi 1,6 meter dan Gorilla Glass 6 meningkatkan peluang tersebut (terutama terhadap permukaan kasar) tetapi peluangnya tetap sekitar 80 persen.

Selain itu, Gorilla Glass Victus juga lebih tahan terhadap goresan. Dalam uji Knoop hardness, kaca Corning yang baru mendapatkan goresan kecil dengan beban 8 Newton. Silahkan tonton video di bawah ini untuk melihat ini tes yang dilakukan terhadap Gorilla Glass Victus.

Samsung dipastikan akan menjadi perusahaan pertama yang memperkenalkan produk dengan Gorilla Glass Victus “dalam waktu dekat” yang kemungkinan adalah Samsung Galaxy Note 20 series. Pabrikan lain juga sedang mengerjakan smartphone flagship menggunakan kaca baru Corning ini.

Sumber: GSMArena

Peneliti Manfaatkan Google Glass dalam Terapi Penderita Autisme

Google Glass tidak cocok untuk konsumsi umum. Anggapan tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi, sebab Google sendiri telah merancangnya ulang sebagai produk enterprise. Kendati demikian, Glass masih punya potensi untuk membantu mengatasi keperluan-keperluan khusus, seperti misalnya membantu anak-anak penderita autisme bersosialisasi dengan lebih baik.

Temuan itu didapat berdasarkan hasil pengujian tim peneliti di Stanford University. Mereka mengembangkan sebuah aplikasi smartphone berteknologi facial recognition yang bisa digandengkan dengan Glass, kemudian mengujinya bersama 14 penderita autisme dengan rentang usia 3 – 17 tahun selama 10 minggu.

Subjek percobaan itu bukannya mengenakan Glass setiap saat, melainkan minimal hanya tiga sesi setiap minggu, dengan durasi masing-masing sesi selama 20 menit. Hasilnya cukup positif; sebagian besar anak-anak yang ikut dalam program terapi ini terbukti bisa mempertahankan kontak matanya secara lebih baik, serta mampu mengenali bermacam ekspresi wajah orang lain.

Jadi, kamera milik Glass akan merekam wajah setiap orang yang ditemui sang anak, lalu meneruskan informasi tersebut ke smartphone. Aplikasinya yang telah dilatih menggunakan ratusan ribu foto wajah kemudian bertugas menebak ekspresi wajah orang yang tertangkap kamera, kemudian meneruskan kembali informasinya ke Glass – bisa dalam bentuk audio atau emoticon kecil yang tampil di ujung kanan atas pandangan sang anak.

Google Glass facial recognition app for autism

Aplikasinya ini dapat mengenali delapan jenis ekspresi: senang, sedih, marah, jijik, kaget, takut, sombong dan tenang. Masing-masing ekspresi diwakili oleh emoticon yang berbeda, dan seluruh proses ini berlangsung secara real-time sehingga sang anak bisa langsung bereaksi sesuai kondisinya.

Usai tiap sesi, anak-anak beserta orang tuanya bisa meninjau ulang rekaman video interaksi mereka. Videonya juga dilengkapi timeline warna-warni (sesuai emoticon ekspresi wajahnya tadi) yang mengindikasikan kapan kombinasi Google Glass dan aplikasi ponsel ini berhasil mengidentifikasi tiap-tiap ekspresi wajah.

Meski hasilnya bagus, para peneliti belum bisa memastikan apakah yang memberikan pengaruh positif selama terapi berlangsung hanyalah Google Glass, dan bukan faktor-faktor yang lain. Untuk memastikan hal itu, dibutuhkan percobaan lain yang juga mencakup anak-anak yang menjalani program terapi secara tradisional, alias tanpa bantuan Google Glass.

Sumber: Science News.

Google Hentikan Program Explorer Google Glass

Bersama robot Curiosity NASA, Google Glass pernah ditunjuk sebagai ‘penemuan’ terbaik beberapa tahun silam. Demi memperluas ekosistemnya, Google memulai program Explorer dan membagi-bagikan unit testing buat para developer. Baru-baru ini pengembangan Glass dilaporkan memasuki tahap baru, tapi kita harus mengucapkan selamat tinggal pada Explorer. Continue reading Google Hentikan Program Explorer Google Glass

Adrian Wong, Kepala Teknisi Google Glass Kini Bekerja Untuk Oculus Rift

Walaupun diusung dengan istilah yang hampir sama, sesungguhnya virtual reality dan augmented reality adalah dua hal yang sangat berbeda. Augmented reality adalah upaya menyatukan konten virtual ke dunia nyata, sedang VR artinya menciptakan seutuhnya dunia maya dimana kita bisa berinteraksi di dalamnya. Continue reading Adrian Wong, Kepala Teknisi Google Glass Kini Bekerja Untuk Oculus Rift