Pengalaman Hands-on Singkat Battlefield 2042 Open Beta: Makin Asyik dengan Bumbu Hero Shooter

Bayangkan Anda seorang pemain game FPS kompetitif dengan skill medioker. Permainan menempatkan Anda di medan pertempuran berisikan 128 orang, dengan risiko tertembak dari segala arah. Di mana sebaiknya Anda memilih titik spawn?

Oh ya, game yang dimainkan datang dari franchise Battlefield, yang berarti Anda punya opsi untuk spawn langsung di dalam kendaraan yang dikendalikan oleh rekan satu tim. Buat saya yang tidak pernah jago bermain FPS sejak zaman warnet masih dipenuhi pemain Counter-Strike, itu terdengar seperti opsi yang paling ideal.

Jadilah saya memilih sebuah helikopter yang tengah mengudara sebagai titik spawn. Namun satu detik setelah mengklik tombol “Deploy”, helikopter tersebut meledak tertembak rudal, dan saya pun langsung kembali ke menu deployment. Well, rupanya tidak ada tempat yang aman buat saya di game ini.

Medan perang penuh brutalitas

Pada tanggal 4 Oktober 2021 kemarin, saya berkesempatan menjajal versi beta dari Battlefield 2042 bersama para jurnalis dan streamer dari berbagai negara. Saya memang sama sekali tidak bisa digolongkan sebagai pemain Battlefield veteran, tapi setidaknya saya cukup familier dengan seri game ini sejak pertama memainkan Battlefield: Bad Company 2 di tahun 2010, terlepas dari tidak adanya peningkatan skill yang saya alami.

Waktu bermain yang saya habiskan selama sesi open beta memang terbilang singkat, hanya sekitar tiga jam, tapi paling tidak sudah bisa memberikan gambaran mengenai gameplay Battlefield 2042 secara umum. Selama sesi tersebut, saya menjalani sekitar tujuh match, semuanya di mode Conquest dengan map Orbital.

DICE bilang Orbital merupakan map berukuran sedang, tapi pada praktiknya map ini cukup masif untuk dibagi menjadi lima sektor yang berbeda, dan masing-masing sektor pun bisa memiliki lebih dari satu titik kontrol. Medan seluas ini esensial mengingat mode Conquest di Battlefield 2042 mendukung hingga 128 pemain, seperti yang saya bilang di awal tadi.

DICE mendesain mode Conquest agar pemain bisa merasakan tempo permainan yang bervariasi. Di map Orbital yang saya coba, kalau menginginkan tempo yang cepat dan intensif, Anda bisa memilih untuk spawn di area sekitaran Launch Platform di bagian atas. Sebaliknya, kalau ingin lebih santai, Anda bisa spawn di area sekitaran Cryogenic Plant (titik C).

Selama bermain, saya sebenarnya bisa saja menetap di satu sektor dan mengaktifkan posisi defensif, tapi tentu saya juga penasaran untuk mengeksplorasi pulau tropis ini secara keseluruhan. Sayang kenyataannya tidak sesimpel yang saya bayangkan.

Saat menjelajahi area Assembly Building (titik B), saya menemukan ada dua elevator untuk naik ke puncak bangunan tinggi tersebut. Sialnya, saat sudah sampai di atas, ternyata sudah ada sniper dari tim lawan yang menunggu. Satu tembakan ke kepala, dan saya pun lagi-lagi harus kembali ke menu deployment.

Lalu saat memutari area Launch Platform guna mengamati detail pada pesawat ulang alik (yang bisa lepas landas kalau tidak ada hambatan, dan terlihat luar biasa keren sampai-sampai saya terbelalak dan lupa mengambil screenshot), saya justru dibombardir oleh sebuah helikopter lawan yang datang entah dari mana. Seperti yang saya bilang, area di bagian atas map Orbital memang merupakan bagian yang paling memacu adrenalin, jadi memang saya yang salah kamar.

Map ini punya banyak area tinggi, dan untungnya kita bisa memanfaatkan zipline yang tersebar di beragam titik untuk naik ataupun turun. Terjun dari helikopter menggunakan parasut masih menjadi salah satu opsi, tapi sering kali saya justru jadi sasaran empuk sniper ketika memakai metode ini.

Anda bakal menghabiskan banyak waktu berlari dari satu sektor ke yang lain di map Orbital. Untungnya, pemain punya opsi untuk summon kendaraan. Namun tolong jangan ulangi kesalahan yang saya buat, yakni berdiri persis di titik deployment kendaraan yang saya tentukan sendiri, lalu mati konyol tertimpa mobil jip yang mendarat dengan parasut.

Alternatifnya, pemain juga bisa memanggil sebuah robot anjing dengan persenjataan yang lengkap — ingat, setting game ini adalah di masa depan — dan robot ini cukup membantu saya beberapa kali mengamankan diri dari serbuan lawan.

Kendaraan di Battlefield 2042 juga dapat dipilih langsung melalui menu deployment. Namun kalau tidak berpengalaman mengendalikan helikopter atau pesawat, sebaiknya biarkan pemain lain yang menjadi pilot, sebab kuota dan cooldown kendaraan adalah untuk tim, bukan perorangan.

Battlefield 2042 punya sistem cuaca yang dinamis, dan ini bakal berpengaruh langsung terhadap gameplay. Salah satu contohnya, visibilitas bakal berkurang drastis ketika sedang hujan deras. Map Orbital bahkan juga punya bencana tornado, tapi sayang selama bermain saya tidak sempat melihatnya sama sekali, dan ternyata ini disebabkan oleh peluang terjadinya yang cuma sekitar 10% kalau kata tim DICE.

Seperti biasa ketika memainkan game yang dikembangkan dengan engine Frostbite, saya selalu bingung mana objek yang bisa hancur dan mana yang tidak. Di Battlefield 2042 pun juga demikian. Tembok gudang tempat persembunyian saya dengan mudahnya rontok ditembak tank, sementara sebuah mesin yang menyerupai generator listrik justru berdiri kokoh meski saya tubruk menggunakan mobil lapis baja.

Namun satu hal yang amat saya sayangkan adalah, selama hampir tiga jam bermain, saya lebih sering berjumpa dengan bot ketimbang pemain asli. Jadi dari total 128 pemain, yang bukan AI mungkin hanya sekitar 20 orang. Semoga saja ini tidak menjadi problem saat game-nya dirilis secara resmi pada tanggal 19 November 2021 nanti.

Cara membedakan kawan bot dan pemain asli pun cukup mudah. Selain dari warna namanya, perilaku keduanya jelas berbeda. Yang paling kentara, bot sering kali menghabiskan kelewat banyak waktu menanti di-revive oleh rekannya (ada jeda 30 detik sebelum otomatis dibawa kembali ke menu deployment), sementara pemain asli lebih sering memilih untuk langsung respawn.

Battlefield dengan bumbu hero shooter

Satu perubahan drastis di Battlefield 2042 adalah hilangnya sistem class dari game-game sebelumnya. Semua playable character kini disebut sebagai Specialist, meski masing-masing tetap mempunyai peran tersendiri berkat gadget unik yang dimiliki.

Di versi open beta-nya, ada empat Specialist yang dapat dimainkan: Mackay, Boris, Casper, dan Falck. Masing-masing punya backstory-nya sendiri-sendiri, namun kalau mau disederhanakan, mereka adalah tentara bayaran yang bebas memilih untuk membela Amerika Serikat atau Rusia, dua faksi yang berseteru di Battlefield 2042.

Mackay adalah Specialist dengan peran assaulter. Gadget spesialnya adalah sebuah grapple hook yang bisa ditembakkan untuk berpindah dari satu titik ke yang lain. Kalau Anda pernah memainkan seri game Just Cause, Anda pasti familier dengan mekanisme alat ini.

Saya memang belum sempat mencoba, tapi sepertinya grapple hook ini tidak bisa dipakai untuk melukai musuh. Yang ada malah saya sendiri yang terluka (tewas lebih tepatnya) karena mencoba membidikkan grapple hook ke tiang listrik; bukan karena kesetrum, tapi karena jatuh dari ketinggian akibat tidak ada pijakan.

Boris adalah Specialist yang memegang peran sebagai engineer. Ia bisa menempatkan sebuah turret otomatis, sangat cocok untuk keperluan bertahan karena turret-nya akan menembaki musuh yang berada dalam jangkauannya secara otomatis. Sebaliknya, Casper mengemban tugas recon, dan sangat berguna untuk scouting berkat drone yang dapat dikendalikannya.

Terakhir, Falck berperan sebagai medic, dan menurut saya ia adalah yang paling kurang berguna. Gadget yang dimilikinya adalah sebuah pistol untuk menambah darah teman (healing). Masalahnya, health regen di Battlefield 2042 adalah yang tercepat dari semua game Battlefield sebelum ini. Jadi tanpa kehadiran Falck pun sebenarnya pemain sudah bisa survive sendiri.

Sebagai seseorang yang menyukai role support dan paling mengidolakan Mercy di Overwatch, jujur saya agak kecewa dengan implementasi class medic di Battlefield 2042. Lebih lanjut, semua class sekarang bisa menghidupkan pemain lain (revive), sehingga peran Falck pun jadi kian tidak relevan.

Namun kalau harus memilih, saya lebih memilih Falck versi sekarang ketimbang di versi alpha-nya, yang sangat-sangat overpowered karena bisa revive pemain lain dari kejauhan. Beruntung ini sudah di-nerf oleh DICE.

Keberadaan gadget secara langsung membuat Battlefield 2042 terasa lebih futuristis daripada pendahulu-pendahulunya, tapi tidak sampai kelewat canggih hingga menyerupai seri game Halo atau malah Star Wars: Battlefront. Gadget sepintas juga terkesan seperti special ability di game-game ber-genre hero shooter, cukup untuk menambahkan kesan modern pada franchise yang lebih sering mengusung setting peperangan historis.

Lewat Battlefield 2042, DICE pada dasarnya sudah ikut terbawa arus tren hero shooter, tapi di saat yang sama mereka tetap tidak mangkir terlalu jauh dari akar permainan seri Battlefield itu sendiri.

Selain gadget, tiap Specialist juga punya trait alias skill pasif. Buat Mackay, skill pasifnya adalah kecepatan bergerak yang lebih gesit selagi membidik (aiming down sight atau ADS). Untuk Boris, skill pasifnya adalah turret bakal bekerja lebih efektif jika diposisikan di dekatnya.

Favorit saya adalah trait milik Casper; ia punya sensor untuk mendeteksi apabila ada musuh yang berkeliaran di dekatnya. Lagi-lagi yang paling kurang berguna adalah trait milik Falck, yakni revive dengan posisi darah terisi penuh — kalau class lain yang revive, maka darah hanya terisi separuh. Namun seperti yang saya bilang, Anda cuma perlu menunggu sebentar saja sebelum health regen aktif dan darah kembali terisi penuh di Battlefield 2042.

Sniper rifle untuk jarak dekat, kenapa tidak?

Tidak seperti di game-game Battlefield sebelumnya, Anda tidak perlu memilih class tertentu agar bisa menggunakan jenis senjata tertentu. Semua senjata yang tersedia di Battlefield 2042 bisa digunakan oleh semua Specialist tanpa terkecuali.

Bayangkan betapa menyenangkannya menjadi Mackay yang menggotong sniper rifle dan berpindah dari atap gedung ke atap gedung menggunakan grapple hook-nya, atau betapa anehnya berperan sebagai recon tapi dengan bekal light machine gun (LMG) yang mencolok dan berisik.

Semua itu bebas Anda tentukan sendiri di Battlefield 2042. Bahkan untuk perlengkapan pendukung seperti anti-air missile launcher atau bazooka pun juga tidak terbatas buat Specialist tertentu, dan ini sangat berguna karena Anda bakal berhadapan dengan banyak kendaraan di game ini. Selagi bermain sebagai Falck, saya juga lebih memilih untuk membawa suplai amunisi ketimbang health pack gara-gara mekanisme health regen yang cepat tadi.

Tiap-tiap senjata pun dapat dikustomisasi lebih lanjut. Saya sempat bingung awalnya kenapa kok sniper rifle yang saya gunakan tidak mempunyai scope sama sekali. Ternyata, scope-nya bisa dilepas-pasang dengan mudah via opsi kustomisasi in-game. Cukup tekan dan tahan satu tombol (tombol T di PC), maka bagian-bagian dari senjata (muzzle, sight, grip) bisa kita gonta-ganti sesuai kebutuhan.

Jadi semisal saya sedang membawa sniper rifle dan tanpa sengaja terperangkap di medan pertempuran jarak dekat, saya tinggal ganti scope-nya jadi iron sight standar, dan bedil tersebut pun dapat langsung beradaptasi dengan kondisi saat itu. Dari sniper jarak jauh menjadi sniper jarak dekat, cuma dalam waktu dua detik saja.

Pilihan modifikasi senjata yang bisa dibawa juga dapat diubah sesuai keperluan, tapi sayang ini belum bisa dilakukan semasa open beta. Padahal, saya sudah punya rencana untuk memasangkan scope milik sniper rifle ke pistol healer milik Falck, sehingga saya bisa mengamankan diri di atap gedung selagi tetap menjalankan tugas sebagai support, menembakkan suntikan-suntikan penyembuh luka dari kejauhan.

Tanpa perlu terkejut, feel menembak di Battlefield 2042 terasa sangat memuaskan. Namun entah kenapa, indikator suara yang muncul saat berhasil mencatatkan kill terasa kurang greget. Alhasil, ketika situasi sedang kacau, saya terkadang sampai tidak sadar kalau musuh yang saya tembaki ternyata sudah tewas. Bisa jadi memang saya yang terlalu amatiran.

Tidak perlu PC kelas sultan

Jujur saya agak keder saat melihat persyaratan spesifikasi PC yang dibutuhkan untuk Battlefield 2042. Pasalnya, spesifikasi PC yang saya gunakan lebih dekat dengan persyaratan minimum ketimbang yang direkomendasikan: prosesor AMD Ryzen 5 3500X dan kartu grafis Nvidia GeForce GTX 1660 Super.

Namun ternyata game bisa berjalan dengan cukup mulus. Rata-rata frame per second yang saya dapat ada di kisaran 60-an fps dengan setting grafis High di resolusi 1080p, dan cuma sesekali saja turun ke 40-an fps saat ada banyak ledakan yang terjadi secara bersamaan di sekitar. Loading pun terasa cepat meski PC saya cuma menggunakan SSD SATA.

Saya juga tidak menemukan problem seputar koneksi, dan selama bermain selama nyaris tiga jam, cuma satu kali saja saya sempat tertendang dari server, itu pun ketika match sudah betul-betul rampung dan selagi menunggu dibawa kembali menuju ke lobi. Perlu dicatat, versi game yang saya mainkan selama sesi open beta adalah versi lebih lawas dari yang akan tersedia pada peluncuran resminya bulan depan.

Battlefield 2042 juga mendukung Nvidia Reflex. Namun berhubung saya lebih sering menghabiskan waktu di Red Dead Redemption 2 ketimbang Valorant, saya tidak punya hardware yang kapabel untuk mencobanya. Sebagai game yang tidak punya single-player campaign sama sekali, Battlefield 2042 sudah pasti sangat dioptimalkan untuk skenario kompetitif.

Tentu saja saya tidak bisa berkomentar mengenai performa Battlefield 2042 di console, akan tetapi DICE menjanjikan pengalaman yang kurang lebih sama, setidaknya untuk next-gen console. Kalau butuh gambaran, spesifikasi PC yang saya gunakan bisa dibilang cukup mirip, atau bahkan lebih inferior, dibanding spesifikasi PlayStation 5 dan Xbox Series X.

Yang bedanya bakal cukup lumayan mungkin adalah di current-gen console. Di PlayStation 4 dan Xbox One, mode Conquest bahkan cuma mampu mengakomodasi total 64 orang, alias separuh dari jumlah pemain yang didukung di next-gen console dan PC.

Kabar baiknya, Battlefield 2042 mendukung dual-entitlement dan cross-play progression di semua edisi (Standard, Gold, Ultimate). Jadi bagi yang masih menunggu jatah stok PS5 dan hanya bisa memainkannya di PS4, akan lebih bijak seandainya Anda membeli Battlefield 2042 versi next-gen meski harganya lebih mahal 150 ribu rupiah ketimbang versi current-gen.

Pasalnya, versi next-gen tersebut juga mencakup versi current-gen. Jadi ketika sudah kebagian jatah stok PS5 nanti, Anda tidak perlu membeli game-nya lagi, dan semua progres permainan yang Anda catatkan pun bisa langsung ditransfer. Namun perlu dicatat, ini hanya berlaku untuk edisi digitalnya saja, bukan edisi fisik.

Kesimpulan

Battlefield 2042 berhasil mengingatkan saya pada keasyikan baku tembak di seri game ini. Perang berskala masif antara 64 mercenary melawan 64 mercenary lain terasa brutal sepanjang waktu, tapi akan lebih seru lagi seandainya semua yang terlibat adalah pemain asli, bukan bot.

Sebagai penikmat game single-player, jujur saya agak menyayangkan kenapa Battlefield 2042 tidak punya single-player campaign. Padahal, kalau saya pikir-pikir, beragam set piece atau peristiwa yang terjadi — seperti musibah tornado dan peluncuran roket luar angkasa — bakal terkesan sangat menarik jika diselipkan ke dalam skenario single-player.

Terlepas dari itu, upaya DICE untuk menghadirkan momen-momen epik seperti ini ke dalam sebuah live service game tetap patut diapresiasi. Seiring waktu, Battlefield 2042 pasti bakal kedatangan berbagai map baru, dan jujur saya penasaran momen-momen menegangkan seperti apa yang menunggu di masing-masing lokasi.

Hero baru, eh, maksud saya Specialist baru, pasti juga akan hadir ke depannya, dengan beragam gadget dan trait yang membuat permainan jadi terasa lebih variatif. Begitu pula dengan senjata-senjata baru, yang semuanya dapat dipakai tanpa terbatasi oleh class. Bisa jadi, ini bakal menjadi game Battlefield pertama yang memiliki beragam tips meta.

Oh ya, semua yang saya ceritakan ini sebenarnya baru sebagian kecil dari Battlefield 2042, sebab yang saya coba hanyalah satu mode gameplay dan satu map saja. Beberapa fitur baru, seperti misalnya mode Hazard Zone, bahkan belum EA ungkap sama sekali detailnya.

Bagi yang penasaran mencoba sendiri, Battlefield 2042 versi open beta sudah bisa dimainkan dari tanggal 6-9 Oktober 2021, dengan syarat Anda sudah melakukan pre-order. Buat yang masih ragu untuk keluar uang, Anda bisa mengikuti sesi open beta ini pada tanggal 8 Oktober, jadi Anda setidaknya masih punya waktu satu hari untuk mencicipi game ini lebih awal.

[Review] Infinix Hot 10 Play, Smartphone Pemula Cocok untuk Belajar Online

Infinix Hot 10 Play adalah smartphone entry-level terbaru dari Infinix yang diperkenalkan pada bulan Januari 2021 lalu. Perangkat ini ditenagai oleh chipset MediaTek Helio G25 dan menjalankan Android 10 (Go Edition) di atas XOS versi 7.0.

DS Gadget sudah kedatangan smartphone yang dibanderol dengan harga Rp1.349.000 tersebut. Unit review Infinix Hot 10 Play yang saya ulik berwarna Obsidian Black dengan konfigurasi RAM 2GB dan penyimpanan internal 32GB.

Dengan spesifikasi tersebut, apakah ponsel pintar ini dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan dasar ber-smartphone di tahun 2021? Berikut review Infinix Hot 10 Play selengkapnya.

Performa

Review-Infinix-Hot-10-Play-8

Mari lompat bahas aspek performa yang menjadi kekhawatiran utama ketika membeli smartphone entry-level. Salah satu faktor yang mempengaruhi performa ialah chipset dan kabar baiknya Infinix Hot 10 Play menggunakan model chipset yang cukup baru yaitu MediaTek Helio G25.

SoC ini diperkenalkan pada pertengahan tahun 2020 lalu, dalam pengumumannya MediaTek mengatakan bahwa Helio G25 dirancang untuk memberikan pengalaman gaming yang lebih baik di smartphone terjangkau. Lebih detail, Helio G25 sudah dibuat pada proses teknologi 12nm dan mengemas CPU octa-core meski semuanya masih menggunakan Cortex-A53, empat inti berjalan pada 2GHz dan sisanya 1,5GHz.

Berpadu dengan GPU PowerVR GE8320 650MHz, RAM 2GB, dan penyimpanan internal 32GB yang bisa diperluas lewat kartu microSD. Walaupun pas-pasan, tetapi kombinasi tersebut cukup baik di kelas di bawah 1,5 jutaan. Sebagai informasi, perangkat dengan konfigurasi yang mirip seperti Infinix Hot 10 Play adalah Xiaomi Redmi 9A.

Untuk sistem operasinya, Infinix Hot 10 Play menjalankan XOS 7.0 berbasis Android 10 (Go Edition) yang dirancang untuk smartphone pemula. Google juga sudah membuat versi ringan berlabel Go dari sejumlah aplikasi buatannya. Dengan ukuran file lebih kecil dan lebih hemat kuota internet meski beberapa fitur dipangkas, meliputi Google Go, Google Assistant Go, Gallery Go by Google Photos, Google Maps Go, dan Gmail Go.

Review-Infinix-Hot-10-Play-10

Sebagai smartphone entry-level, tentunya skenario penggunaan yang saya coba adalah menjalankan rangkaian aplikasi untuk tugas sehari-hari. Mulai dari aplikasi wajib seperti WhatsApp, Instagram, Netflix, dan Zoom untuk pertemuan virtual atau belajar online, serta aplikasi belanja dan transportasi online.

Secara mengejutkan Infinix Hot 10 Play dapat menjalankan sederet aplikasi tersebut dengan cukup baik. Namun jangan berharap akan responsivitas yang tinggi, hal yang wajar bila menemukan sedikit jeda dan proses loading yang agak lama. Berikut hasil benchmark dari Infinix Hot 10 Play:

Untuk gaming, bisa menjalankan Mobile Legends: Bang Bang dengan lancar rasanya sudah menyenangkan. Termasuk mendukung mode HD dan grafis pada level high. Chipset MediaTek Helio G25 sendiri memang mendukung teknologi gaming HyperEngine yang mengoptimalkan sumber daya CPU dan GPU saat bermain game.

Desain, Layar, dan Kamera

Sekarang beralih ke aspek desain, layar, dan kamera. Penampilan Infinix Hot 10 Play terlihat modern dengan layar besar mencapai 6,82 inci dan memiliki notch bergaya waterdrop untuk menempatkan kamera depan 8MP. Layar 6,82 inci tersebut menggunakan panel IPS yang ditopang resolusi HD+ (720×1640 piksel) dengan kerapatan 263 ppi dalam aspek rasio 20.5:9. Kualitas layarnya bagus, enak dilihat diberbagai sudut dan sudah dibekali fitur adaptive brightness, Eye Care, dan dark theme.

Meski membawa kapasitas baterai jumbo 6.000 mAh, namun ketebalannya masih cukup tipis di angka 8,9 mm dengan bobot 207 gram. Berkat rasio layar yang memanjang 20.5:9, perangkat ini tetap mudah dipegang dengan satu tangan. Dalam paket penjualannya sudah dilengkapi case mika plastik transparan.

Keunggulan baterai 6.000 mAh tersebut menawarkan waktu bermain game hingga 13,8 jam. Infinix turut membekali teknologi Power Marathon dengan dua mode power saving yaitu power boost dan ultra power saving. Sayangnya keunggulan tersebut disertai kekurangan, Infinix Hot 10 Play masih menggunakan port lawas microUSB 2.0 dan belum dilengkapi teknologi pengisian cepat.

Bagian belakang memiliki desain yang cukup menarik, balutan warna Obsidian Black terlihat seperti biru tua gelap bertabur partikel mutiara kecil yang berkilau saat dilihat pada sudut tertentu. Modul dual camera-nya dibingkai persegi panjang dan susunannya seolah memiliki empat kamera, dua bulatan ekstra terdiri dari flash dan satu lagi untuk label AI.

Kemampuan kameranya tidak begitu istimewa, kamera utamanya 13MP f/1.8 dan satu lagi tidak disebutkan resolusinya tetapi berfungsi sebagai depth sensor. Meski terbatas, ternyata hasil fotonya lumayan dan cukup untuk mengabadikan momen sehari-hari dan dibagikan ke media sosial. Saran saya, belajar komposisi, coba berbagai sudut pengambilan, dan bila perlu edit serta permanis dengan preset menggunakan aplikasi edit foto.  Selain itu, baik kamera depan dan belakangnya mendukung perekaman video sampai 1080p.

Tak jauh dari kamera, terdapat area sensor sidik jari konvensional yang dapat membuka kunci layar dengan cepat dan akurat. Selain itu, fitur face unlock-nya juga bekerja dengan cepat dan berfungsi dengan baik di dalam ruangan dengan kondisi cahaya dari lampu.

Verdict

Review-Infinix-Hot-10-Play-3

Gaung Infinix mungkin tidak selantang brand smartphone internasional yang menduduki peringkat lima besar di Indonesia, namun kualitas produk Infinix tentu tidak boleh diremehkan. Infinix Hot 10 Play misalnya berhasil membuktikan keandalannya sebagai smartphone entry-level.

Singkatnya smartphone pemula ini cocok untuk para murid belajar online dan terbukti bisa memainkan game MOBA Mobile Legends dengan lancar. Kekuatannya cukup untuk tugas sehari-hari, namun jangan menuntut performa yang responsif dan kamera yang apik.

Kompetitor terdekat Infinix Hot 10 Play ialah Xiaomi Redmi 9A yang berada di kisaran harga yang sama. Sebetulnya bila ingin menabung sedikit lebih lama, menambah beberapa ratus ribu bisa mendapatkan smartphone entry-level dengan chipset MediaTek Helio G35 seperti Realme C11 dan Xiaomi Redmi 9C yang membawa RAM 4GB.

Sparks

  • Harga sangat terjangkau Rp1.349.000
  • Desain menarik dengan warna Obsidian Black
  • Layar bagus, meski resolusinya sebatas HD+
  • Performa cukup baik berkat chipset MediaTek Helio G25

Slacks

  • Masih pakai port microUSB
  • Kamera sederhana

Unboxing dan Hands-On Tablet Flagship Baru Samsung, Galaxy Tab S6

Seri Samsung Galaxy Tab Samsung merupakan satu dari sedikit model tablet yang masih mampu bertahan di tengah gempuran smartphone-smartphone berlayar lebar serta laptop-laptop ultra-thin convertible. Dalam perjalannya selama hampir satu dekade, Galaxy Tab juga mengalami evolusi. Ia tidak lagi disajikan sebagai sekadar tablet. Pelan-pelan, fungsi dan fiturnya kian mendekati notebook.

Varian terbaru di seri ini, Galaxy Tab S6, diumumkan di akhir bulan Juli lalu. Perangkat merupakan penerus sejati dari Tab S4 – karena Galaxy Tab S5e diracik sebagai pilihan lebih terjangkau dengan komposisi hardware yang tidak secangih tablet tahun 2018 itu. Galaxy Tab S6 menawarkan peningkatan signifikan di beragam aspek, dari mulai system-on-chip, memori RAM dan ROM, hingga kapabilitas fotografi via dua kamera di sisi belakang.

Tab S6 31

Terlepas dari beragam pembaruan tersebut, konsep penyajian Galaxy Tab S6 tak jauh berbeda dari Tab S4. Ia adalah tablet berlayar Super AMOLED 10,5-inci 2560x1000p yang diprioritaskan untuk menunjang penyajian konten hiburan serta kegiatan produktif. Mungkin sedikit perbedaan antara Tab S6 dan Tab S4 ialah, tablet anyar ini sengaja dicondongkan buat jadi perangkat pendukung kerja, apalagi ketika dipadu aksesori Book Cover Keyboard.

Sejak awal bulan September 2019, sang raksasa elektronik asal Korea Selatan itu telah memperkenankan konsumen di tanah air untuk memesan Galaxy Tab S6. Produk rencananya akan mulai dipasarkan di tanggal 12 September nanti, dan mereka yang melakukan pre-order akan mendapatkan Book Cover Keyboard secara cuma-cuma. Setelah periode pre-order rampung, aksesori tersebut dijual terpisah seharga Rp 2,2 juta.

Tab S6 1

Walaupun baru akan tersedia minggu depan, DailySocial cukup beruntung menjadi satu dari empat media lokal pertama yang dipersilakan Samsung untuk meng-unboxing Galaxy Tab S6 dan mencoba perangkat ini secara personal dalam acara kecil di Kaca Coffee & Eatery Jakarta. Penasaran apa saja yang dibundel Samsung dalam bungkus perangkat ini? Silakan simak lengkap di bawah:

Tab S6 3

Tab S6 2

Samsung Galaxy Tab S6 mempunyai bungkus yang cukup besar. Saat diberikan, unit ini masih tersegel rapat dan dari gambar di packaging, sepertinya saya mendapatkan perangkat berwarna rose gold (Samsung menyebutnya dengan istilah rose blush). Ada sedikit informasi yang bisa Anda lihat di sana, seperti di mana perangkat tersebut dibuat (di Indonesia tentu saja) serta data-data terkait spesifikasi.

Tab S6 4

Tab S6 5

Begitu bungkus diangkat, Anda akan segera disapa oleh Galaxy Tab S6. Jujur, saya memang jarang sekali bercengkerama dengan tablet buatan Samsung, dan ringannya bobot perangkat ini merupakan kejutan menyenangkan. Dari riset kecil di internet, Galaxy Tab S6 kabarnya mempunyai berat 420-gram.

Tab S6 6

Jangan buru-buru mengutak-atik tablet karena ada sejumlah pernak-pernik menarik yang bisa Anda temukan di bagian bawah packaging. Dua aksesori yang paling menonjol adalah stylus S Pen dan unit charger adapter.

Tab S6 7

Sebelum mulai mencari tahu apa saja yang Samsung sertakan di sana, saya terlebih dulu mengaktifkan tablet ini. Seperti pada perangkat elektronik baru lainnya, ada proses setup yang harus dilalui. Kabar baiknya, sebagian besar prosedur bisa dilewatkan jika Anda ingin segera mengoprek fungsi dasar Tab S6 (favorit saya ialah app Samsung Note).

Tab S6 8

Di dalam boks-boks kecil yang tersusun rapi, saya menemukan kabel charger dengan ujung USB type-A ke type-C, in-earphone berkabel plus dua pasang ear tip cadangan dengan ukuran berbeda, pin untuk membuka tray slot kartu SIM dan microSD, serta dua ujung S Pen cadangan dan capit untuk mencabutnya.

Tab S6 19

Sebelum meneruskan sesi unboxing dan hands-on lebih jauh, saya ingin membahas sedikit bagian S Pen-nya. Akesori pena digital pendamping Galaxy Tab S6 itu punya penampilan yang berbeda dari S pen di Tab S4. Ukurannya lebih kecil, tubuhnya terbuat dari logam (bukan lagi plastik), dan sejatinya ia adalah stylus aktif. Berbekal S Pen ‘aktif’, ia siap menyajikan Air Action ala S Pen di Galaxy Note 10. Sederhananya, Air Action ialah fitur yang memungkinkan pena digital mengakses fungsi perangkat dari jauh.

Tab S6 17

Tab S6 16

Menariknya lagi, baterai non-removable dalam S Pen diisi ulang lewat metode wireless – caranya adalah dengan menempelkan pena digital itu di sisi punggung, di celah yang sudah disediakan. S Pen akan segera tertempel di sana lewat magnet. Wireless charging ialah alasan mengapa S Pen untuk Galaxy Tab S6 terbuat dari logam.

Selain modul kamera berisi dua lensa, tubuh Galaxy Tab S6 memiliki pernak-pernik mirip Tab S4. Ada empat speaker diposisikan di tiap ujungnya, port USB type-C di bagian tengah bawah, tombol fisik power dan volume di area kanan, serta connector docking agar dapat disambungkan ke Book Cover Keyboard.

Tab S6 10

Tab S6 21

Book Cover Keyboard ialah salah satu aspek yang membuat Galaxy Tab S6 istimewa. Akesori ini mampu mentransformasi tablet menjadi laptop, membekali Tab S6 bersama keyboard dan touchpad sembari melindungi perangkat dari benturan. Tertempel via magnet, ia bahkan memiliki celah khusus buat memproteksi S Pen. Begitu Book Cover Keyboard dipasang, Galaxy Tab S6 secara otomatis segera mengaktifkan mode Samsung DeX buat menyajikan pengalaman penggunaan ala PC desktop.

Book Cover Keyboard menyajikan papan ketik tenkeyless (tanpa numerical pad) lima baris. Tuts-nya sedikit lebih kecil dari keyboard laptop mainstream dan susunannya sedikit berbeda. Itu artinya ada proses adaptasi yang mesti Anda lalui. Untuk meminimalkan persentase salah ketik, tuts dibuat sedikit membundar. Di tengah-tengah wrist rest, terdapat touchpad yang bisa jadi alternatif input selain layar sentuh. Akesori ini tidak menyimpan baterai. Ketika dipakai, ia mengambil tenaga dari baterai Tab S6.

Tab S6 27

Tab S6 28

Aksesori keyboard dan fitur-fitur canggih lain di Samsung Galaxy Tab S6 memang sanat menarik. Tapi bagi penggemar corat-coret seperti saya, kombinasi antara tingginya akurasi serta responsivitas S Pen dengan teknologi WACOM di layar adalah sebuah ‘wahana bermain gembira’. Setelah sesi unboxing berakhir, tim Samsung Indonesia bersikeras agar para jurnalis menikmati santap siang. Namun sisa waktu tersebut tak terasa lewat begitu saja karena saya terlalu asik menggambar. Seperti ini hasilnya:

Tab S6 29

Tab S6 30

Sekali lagi, Samsung Galaxy Tab S6 bisa dibeli mulai tanggal 12 September 2019, dibanderol seharga Rp 12 juta. Gerbang pre-order akan terus dibuka hingga tanggal 8 September. Jika melakukan pemesanan sebelum masa itu berakhir, Anda akan mendapatkan potongan harga Rp 750 ribu plus Book Cover Keyboard gratis.

Tab S6 9

 

Yuk Kita Unboxing Smartphone Android ASUS Zenfone 6

Smartphone Android buatan perusahaan asal Taiwan, ASUS, mungkin saat ini sedang ditunggu-tunggu oleh sebagian konsumen di Indonesia. Seperti seri-seri yang telah diluncurkan, ASUS selalu menawarkan perangkat dengan spesifikasi yang tinggi serta harga yang tidak semahal flagship lainnya di Indonesia.

Setiap tahun, ASUS sepertinya tidak pernah absen dalam meluncurkan smartphone terbaik mereka yang diberi nama Zenfone. Dan tahun 2019 merupakan giliran dari ASUS Zenfone 6 yang ditonjolkan. ASUS Zenfone 6 sendiri merupakan pewaris tunggal dari Zenfone 5 dan 5Z yang cukup berjaya pada tahun 2018 lalu dan saat ini sudah dihentikan produksinya.

ASUS bakal meluncurkan Zenfone 6 pada kuartal ke empat tahun 2019 ini. Namun sebelum itu, kami sudah mendapatkan perangkat uji untuk diperlihatkan kepada para pembaca Dailysocial. Sayangnya, kami belum bisa menampilkan hasil ujinya karena ASUS menjanjikan akan meminjamkan versi dengan RAM 8 GB agar hasilnya lebih maksimal.

Saya saat ini sudah melakukan hands on pada perangkat ASUS Zenfone 6. Untuk lebih lengkapnya, silahkan menonton video yang satu ini

Sebagus Apa Vivo S1 untuk Gaming? Tonton Video Hands-on-nya

Diluncurkan sebulan yang lalu, Vivo S1 dengan penampilan stylish-nya disiapkan untuk mencuri hati kalangan muda-mudi. Konsumen muda memang merupakan target yang menggiurkan di pasar smartphone Indonesia, namun di saat yang sama, Vivo maupun pabrikan lainnya juga tak boleh lupa bahwa mereka ini juga merupakan tipe konsumen yang paling menuntut.

Salah satu tuntutannya, kalau melihat tren terkini, adalah performa yang mumpuni untuk menjalankan gamegame yang tengah hype. PUBG Mobile adalah salah satu yang tengah ramai dimainkan, dan game itu dikenal cukup menuntut performa yang tinggi.

Tidak sedikit smartphone yang belum mampu menyajikan PUBG Mobile dalam frame rate tinggi, dan ini tentu bisa berpengaruh terhadap performa masing-masing pemain. Apakah Vivo S1 termasuk salah satunya? Semestinya tidak kalau melihat spesifikasinya di atas kertas.

Namun apalah arti rincian spesifikasi tanpa pengalaman mencoba yang sesungguhnya. Dalam kesempatan ini, tim DailySocial telah mengajak salah satu atlet esports tanah air, Fauzan “K1RBY” Yuzarli, untuk menjajal kesanggupan ponsel seharga Rp 3,6 juta ini dalam menyajikan sesi tembak-menembak PUBG Mobile yang memuaskan.

Tanpa harus berlama-lama, silakan simak sendiri keunggulan Vivo S1 dalam hal gaming pada video di bawah ini.

Sasar Kelas Mainstream, Laptop Gaming Dell ‘New’ G7 15 Andalkan Lengkapnya Fitur

Meski pilihan perangkat khusus gamer PC nomaden kian bertambah banyak, ada indikasi bahawa penjualan laptop gaming di periode akhir 2018 berada di bawah ekspektasi produsen. Memang ada indikasi konsumen menahan pembelian karena mereka menanti refresh hardware ke generasi baru. Itu sebabnya para pemain utama di ranah ini ingin menghadirkan perangkat anyar secepat-cepatnya ke pasar.

Namun Dell sepertinya mengambil strategi yang sedikit berbeda dalam berkiprah di Indonesia. Di segmen gaming, senjata andalan perusahaan PC asal Amerika itu ialah Alienware, sebuah brand lawas yang sangat disegani. Sayangnya, perjalanan Alienware di tanah air sudah lama terhenti. Dell baru masuk ke ranah gaming beberapa tahun silam, dan saat itu mereka malah mencoba menyasar kelas mainstream dan entry-level. Arahan itu terus berlanjut sampai sekarang.

G7 1

Setelah sempat bereksperimen lewat ‘Inspiron Gaming’, Dell mematangkan branding mereka dengan memperkenalkan G Series tahun lalu. Dan minggu kemarin, perusahaan resmi meluncurkan varian New G7 15 7590. Dell menjelaskan bahwa perangkat anyar ini merupakan cara mereka ‘memenuhi permintaan konsumen lokal berkat tumbuh pesatnya pasar gaming PC’. Laptop disiapkan bagi gamer yang menginginkan produk terjangkau berkinerja tinggi.

G7 15

 

Dell G7 15 7590 ialah laptop berlayar 15,6-inci yang dibekali kartu grafis Nvidia GeForce RTX 2060 dan prosesor Intel Core i7-8750H. Display-nya mengusung resolusi full-HD serta ditopang refresh rate 144Hz dan teknologi G-Sync yang berguna meminimalkan efek tearing dan stuttering. Di atas kertas, spesifikasi ini sama sekali tidak buruk. Kinerja laptop Dell tunjukkan langsung dengan menjalankan Devil May Cry 5, Resident Evil 2 remake dan Monster Hunter: World. Semuanya berjalan lancar.

G7 5

 

Upgrade yang Dell terapkan

Desain biasanya bukanlah aspek prioritas bagi sebuah perangkat yang ditujukan bagi konsumen entry-level, tapi tak berarti Dell G7 15 tampil mengecewakan. Ia memang bukan notebook gaming tertipis, teringan atau paling portable yang Dell miliki, namun New Dell G7 menyuguhkan satu paket lengkap buat kebutuhan gaming – baik dari sisi fitur, software maupun hardware.

G7 4

Di varian baru ini, tim desainer memangkas bingkai, membuat lebar bezel  berada di bawah satu sentimeter. Selanjutnya, engsel layar diposisikan di sisi atas chassis sehingga menyisakan bidang lapang di sisi belakang untuk menempatkan port-port fisik. Tombol power bisa Anda temukan di bagian tengah, dekat display. Selain buat menyalakan laptop, tombol tersebut berperan pula sebagai pemindai sidik jari.

G7 11

Konstruksi New Dell G7 15 berpedoman pada ‘desain side wall‘. Dilihat dari samping, tubuhnya menajam ala jajaran genjang. Penampilannya terlihat mirip seperti versi G7 15 5590, tapi Dell memang terus berupaya untuk menekan ketebalannya. Lewat model 7590, produsen berhasil mencetak rekor baru. Laptop gaming tersebut kini mempunyai tebal 19,9-milimeter – 4mm lebih tipis dari pendahulunya.

G7 6

Melengkapi aspek penampilan, Dell turut mencantumkan pencahayaan RGB pada papan ketik. Sistemnya mengusung tipe zona, terbagi jadi empat area yang bisa Anda kustomisasi. Sebelumnya, laptop gaming G7 15 hanya mengusung keyboard backlight LED satu warna.

G7 9

Pembaruan juga Dell terapkan pada sistem pendingin. New G7 15 memanfaatkan solusi thermal anyar dengan teknologi kipas ganda yang dipadu ventilasi berukuran raksasa ‘demi memastikan laptop tetap dingin saat dipakai untuk menjalankan permainan-permainan paling berat sekalipun’. Udara akan dihisap dari lubang-lubang di bagian bawah, dialirkan ke dalam, lalu dibuang melalui grille di sisi belakang serta samping.

G7 8

Satu fitur lain yang Dell coba sorot adalah Killer Networking. Berkat dukungannya, G7 15 mampu memprioritaskan arus pengiriman data saat Anda tengah menikmati multiplayer, baik via kabel maupun wireless. Untuk koneksi nirkabelnya sendiri, WLAN 2×2 dan Wi-Fi 802.11ac dijanjikan sanggup memastikan kelancaran bermain serta komunikasi yang bebas gangguan.

G7 12

 

‘Warisan’ Alienware

Belum diketahui pasti apakah Dell punya niatan untuk menghadirkan kembali Alienware ke Indonesia. Kabar baiknya, konsumen lokal diperkenankan mencicipi potongan kecil pengalaman menggunakan Alienware lewat Alienware Command Center. Ia adalah sebuah software buat mengakses segala macam fitur di laptop, menyajikan user interface yang intuitif dan mudah dipahami. Melaluinya, Anda bisa melakukan berbagai pengaturan, mengubah mode pemakaian hingga mengutak-atik setting power.

G7 10

 

Playing catch-up

Keseimbangan antara harga serta performa ialah pertimbangan penting bagi saya, dan Dell G7 15 7590 merupakan sebuah perangkat penuh potensi. Produk gaming mainstream dari brand Amerika ini menyajikan kombinasi antara susunan hardware memuaskan, lengkapnya fitur, serta harga yang kompetitif (dijajakan seharga mulai dari Rp 27,9 juta).

G7 7

Tapi perlu dimaklumi jika New G7 15 terasa tak menyuguhkan suatu terobosan signifikan. Saya bahkan mendapatkan kesan bahwa Dell masih mencoba menemukan pijakan di pasar gaming tanah air. Ada banyak hal yang harus perusahaan lakukan buat mengejar ketinggalannya dari brand-brand kompetitor, apalagi ketika nama-nama seperti Asus, Lenovo, Acer dan MSI punya penawaran yang lebih atraktif – dari mulai desktop replacement monster, model-model mainstream, hingga varian ultra-thin.

G7 2

Lewat Penyingkapan Prestige PS63 Modern di CES 2019, MSI Perkuat Formasi Laptop Ultra-Thin Kelas Pro

Di tengah-tengah hebohnya pengumuman perangkat gaming portable berteknologi real-time ray tracing yang melanda sejumlah booth brand PC di CES 2019, MSI sama sekali tak melupakan penyediaan perangkat-perangkat pendukungan aktivitas produktif. Sebaliknya, sang produsen hardware asal Taiwan ini malah sudah menyiapkan banyak kejutan menarik bagi para pencipta konten.

Kejutan pertama, seperti yang mungkin sudah Anda dengar sebelumnya, ialah kolaborasi bersama Discovery Channel sebagai bentuk dari kesamaan kedua perusahaan dalam mengejar inovasi dan eksplorasi, juga menandai 50 tahun pendaratan perdana manusia di Bulan. Bagi Micro-Star International sendiri, realisasi dari gagasan itu adalah peracikan perangkat-perangkat kerja ringkas yang dapat membantu segala kegiatan kreasi. Dan di pameran teknologi terbesar di dunia minggu lalu, PS63 Modern menjadi bintangnya.

MSI 3 15

Sebelumnya, seri Prestige bangkit kembali di Computex 2018 setelah hibernasi cukup lama. Kemudian dalam beberapa bulan ke belakang, MSI juga menata penempatan produk Prestige secara lebih rapi. PS42, seperti saudari PS63 yang punya layar lebih lebar, kini mengusung nickname Modern di belakang namanya. Sedangkan varian high-end semisal P65 (versi pro dari notebook gaming GS65) diberi codename Creator.

MSI 3 11

 

PS63 Modern

MSI menjelaskan bahwa Prestige PS63 dirancang untuk kalangan pebisnis dan kreator. Desainnya padat dan stylish, membebaskan pengguna buat bawanya dan mencari ide di mana pun mereka menginginkannya. Hal paling unik dari laptop ini adalah, angka ’16’ yang bisa ditemukan di sejumlah aspek: ukuran layar hampir 16-inci (tepatnya 15,6-inci IPS-level FHD), daya tahan baterai mencapai 16 jam, serta ketebalan nyaris 16mm (dan bobot 16,5-hektogram alias 1,65kg, tapi ini namanya memaksakan).

MSI 3 5

 

PS63 Modern ialah salah satu laptop berpenampilan paling elegan yang pernah MSI ramu. Konstruksinya tersusun atas material logam, lalu lagi-lagi MSI memanfaatkan teknik sandblast untuk membuat permukaan tubuhnya halus – seperti yang produsen lakukan pada PS65 Stealth. Laptop ultra-thin ini mempunyai dimensi 356,8×233,7×15,9mm, dengan bezel super-tipis selebar 5,6mm, sehingga rasio tubuh ke layar bisa dimaksimalkan jadi 86 persen. Uniknya lagi, produk hanya tersedia dalam warna biru gelap, terinspirasi dari warna galaksi.

MSI 3 9

Hal menarik lain dari PS63 Modern adalah kemiripannya dengan GF75 yang belum lama ini diperkenalkan, terutama pada pemanfaatan engsel drop-down. Ketika layar dibuka, bagian belakang tubuh sedikit terangkat. Bertambahnya sudut kemiringan membuatnya lebih ergonomis. Tapi meski tipis, port-port fisik penting tetap ada di sana, diposisikan di sisi kiri dan kanan laptop. Ada card reader, rentetan port USB, HDMI, USB type-C serta audio.

MSI 3 6

Selain fokus merampingkan tubuh, MSI juga berhasil memangkas ukuran serta bobot unit adapter, kali ini 19 persen lebih kecil dan 38 persen lebih ringan dibanding punya Prestige P42. Dengan begitu, keraguan kita buat memasukkan adapter ke dalam tas karena alasan berat jadi berkurang.

MSI 3 7

 

Fitur-fitur tambahan esensial

MSI menyadari bahwa banyak di antara para profesional yang enggan membawa mouse. Menakar dari faktor tersebut, produsen melihat pentingnya penyediaan sistem input yang andal serta presisi. Karena alasan inilah, MSI memperlebar bagian touchpad serta menambahkan dukungan gesture multi-finger, kemudian memanfaatkan bahan yang lebih halus pada permukaan buat meningkatkan keakuratan. Touchpad pada PS63 Modern kabarnya 30 persen lebih responsif dibanding model PS42 generasi pertama.

MSI 3 10

MSI turut meng-upgrade bagian keyboard agar lebih ergonomis. Caranya ialah dengan mengoreksi jarak key travel serta posisi antar tuts sehingga nyaman digunakan terlepas dari besar kecilnya ukuran tangan Anda. Selanjutnya, produsen mencantumkan pencahayaan LED putih supaya kita mudah melihat abjad seperti apapun kondisi pencahayaan saat itu.

MSI 3 14

 

Satu fitur fungsional lainnya adalah kehadiran Qualcom Quick Charge 3.0 di salah satu port USB-. Sambungkan smartphone Anda di sana, quick charge mampu mengisi ulang baterai empat kali lebih gesit dibanding port USB standar – hanya membutuhkan waktu kira-kira 35 menit dari kondisi benar-benar kosong ke 80 persen. Oh, satu lagi: ia dapat bekerja walaupun laptop sedang tidak aktif. Hal ini menunjukkan pemahaman MSI terhadap karakteristik konsumen modern yang tidak bisa dipisahkan dari perangkat bergerak.

MSI 3 8

 

Dukungan hardware mumpuni

PS63 dan saudarinya PS42 Modern merupakan golongan laptop baru MSI yang tidak berhijrah menggunakan GPU berteknologi real-time ray tracing, Nvidia GeForce RTX. Namun menakar dari siapa target konsumen lini Prestige, seri ini tidak terlalu membutuhkannya. Meski demikian, PS63 Modern tetap dipersenjatai komponen-komponen bertenaga. Di sana ada prosesor Intel Core i7 seri U, kartu grafis GeForce GTX 1050 Max-Q, RAM hingga 32GB, serta dua buah unit penyimpanan berbasis SSD M.2.

MSI 3 12

Untuk mendinginkan hardware-hardware di dalam, MSI kembali mengadopsi solusi thermal yang sempat dihadirkan di laptop gaming-nya, yaitu Cooler Boost 3. Sistem pendingin ini memanfaatkan dua kipas buat menangani panas yang dihasilkan GPU dan CPU serta ditunjang oleh tiga buah heat pipe buat mengalirkan udara dari sisi atas serta bawah, kemudian membuangnya ke belakangan.

MSI 3 2

 

Harga dan ketersediaan

MSI belum mengabarkan kapan tepatnya Prestige PS63 Modern akan mulai tersedia secara resmi. Namun berdasarkan bocoran yang saya dengar, produk ini rencananya dijadwalkan buat dipasarkan pada akhir bulan Januari 2019, dan dipatok di kisaran harga antara US$ 1.200 sampai 1.500.

MSI 3 3

Catatan: DailySocial adalah salah satu media yang mendapatkan undangan MSI Indonesia untuk mengikuti konferensi pers CES 2019 di The Venetian Las Vegas. 

[Hands-on] Nokia 6.1 Plus: Unggulkan Bothie dan Kemampuan Vlog

Pada tanggal 10-11 Oktober 2018 lalu, HMD Global atau yang kita tahu sebagai Nokia – telah mengadakan kegiatan ‘Media Fun Day’ dengan tagline #SayYesToNokiamobile.

Acara ini berlangsung di R Hotel Rancamaya, Bogor. Pada kesempatan ini para awak media yang diundang diberi keleluasaan lebih untuk mengeksplorasi Nokia 6.1 Plus.

Tantangannya adalah membuat video atau vlog maksimal berdurasi dua menit menggunakan kamera Nokia 6.1 Plus dan fitur Bothie. Para awak media dibagi dalam lima tim, masing-masing tim berisi empat atau lima orang, dan dibekali satu perangkat Nokia 6.1 Plus.

Di artikel ini, saya telah meringkas pengalaman singkat menjajaki Nokia 6.1 Plus yang dibanderol Rp3.399.000. Apakah recomended untuk dibeli? Mari simak hands-on Nokia 6.1 Plus berikut.

Desain Nokia 6.1 Plus

Nokia-6.1-Plus

Saya pengguna smartphone Android dengan layar 6 inci (18:9), ukuran yang besar terkadang agak merepotkan, tetapi saya telah terbiasa. Namun saat pertama kali memegang Nokia 6.1 Plus, saya dibuatnya terkejut – ternyata ukuran smartphone ini cukup compact dengan layar 5,8 inci. Jauh terasa lebih nyaman di tangan, mengetik dan mengoperasikan dengan satu tangan juga lebih mudah.

Nokia-6.1-Plus

Selain soal ukuran, tampilan Nokia 6.1 Plus juga apik dengan notch dan belakang seperti kaca. Layarnya 5,8 incinya disokong resolusi Full HD+ pada rasio 19:9. Baik depan maupun belakang diproteksi Corning Gorilla Glass 3. Meski menyuguhkan efek seperti kaca, namun bagian belakang saat diketuk masih terasa material polikarbonat yang digunakan.

Kamera Nokia 6.1 Plus

Nokia-6.1-Plus

Aspek ini merupakan salah satu yang paling diunggulkan, Nokia 6.1 Plus masih mengandalkan fitur Bothie. Bukan merupakan fitur yang benar-benar baru karena sudah ada di smartphone Nokia sebelumnya, tapi Bothie atau Dual-Sight masih jarang ditemui ditempat lain.

Bagi video content creator, fitur ini pasti bakal sangat berguna untuk membuat vlog yang lebih bervariasi. Misalnya untuk berkolaborasi, video reaction, dan banyak lagi.

Smartphone ini juga sudah mampu merekam footage pada resolusi 4K. Jadi, Anda bisa reframing dan juga crop tanpa mengurangi kualitas saat editing pada resolusi Full HD.

Sementara, kamera depannya bisa merekam video Full HD. Selain Bothie, kita juga bisa merekam video dalam mode picture-in-picture, time lapse dan slow motion.

Untuk spesifikasi teknis, Nokia 6.1 Plus mengusung sensor kamera ganda di belakang. Kamera utama beresolusi 16-megapixel, dengan ukuran pixel 1.0µm, aperture f/2.0, dan dilengkapi teknologi PDAF. Sedangkan, kamera sekunder beresolusi 5-megapixel, punya pixel berukuran 1.12µm, dan aperture f/2.0.

Sementara, bagian depannya mengandalkan sensor kamera berukuran 1/3.1 inci dengan resolusi 16-megapixel, pixel 1.0µm, dan aperture f/2.0. Fitur lain yang dibenamkan adalah mode live bokeh yang intensitas blur-nya bisa diatur dan mode manual bagi yang membutuhkan kontrol lebih.

Hardware Nokia 6.1 Plus

Nokia-6.1-Plus

Tampang dan kemampuan kamera sudah baik, performa juga harus selaras. Nokia 6.1 Plus diotaki chipset Qualcomm Snapdragon 636 yang berpadu RAM 4GB, dan storage 64GB.

Smartphone yang menjalankan program Android One versi Android 8.1 Oreo ini dipasok oleh baterai berkapasitas 3.060 mAh, menggunakan port USB Type-C, dan mendukung teknologi pengisian cepat Quick Charge 4, di mana bisa mengisi daya 50 persen dalam waktu 30 menit.

Verdict

Nokia-6.1-Plus

Bagi saya Nokia 6.1 Plus adalah smartphone yang ideal untuk produksi konten kreatif, baik itu foto dan video. Recommed buat Anda para video content creator, desainnya juga kece, ukuran compact, performa dari Snapdragon 636 juga mampu meladeni aktivitas gaming sekalipun.

Memang lensa kamera Nokia 6.1 Plus belum menggunakan Carl Zeiss dan tidak ada peredam getar semacam OIS atau EIS. Tetapi bisa dimaklumi mengingat harganya yang terjangkau yakni Rp3.399.000. Bila tertarik, Nokia 6.1 Plus tersedia dalam pilihan warna gloss black, gloss white, dan gloss midnight blue.

Mencicipi Tablet High-End Serbabisa Samsung Galaxy Tab S4

Samsung merupakan satu dari sedikit brand yang hingga kini masih terus meracik tablet terlepas dari terus merosotnya angka adopsi sepupu besar smartphone itu di kalangan konsumen. Hal yang membuat produk mereka terus terlihat signifikan ialah perubahan cara penyajiannya. Silakan lihat Galaxy Tab S3. Meski esensinya adalah sebuah tablet, perangkat high-end ini mengadopsi banyak karakteristik laptop.

Dan tepat pada tanggal 1 Agustus, seminggu sebelum Unpacked 2018 dilangsungkan, Samsung resmi mengumumkan pewaris Galaxy Tab S3. Raksasa elektronik asal Korea Selatan itu mendeskripsikan Galaxy Tab S4 sebagai ‘perangkat multi-tasking tanpa batas’, siap beradaptasi dengan kesibukkan Anda di rumah, dalam perjalanan, baik buat bekerja ataupun sarana hiburan. Dan tepat sehari setelah diungkap, Samsung memperkenankan sejumlah media lokal untuk langsung mencobanya.

Tab 7

Galaxy Tab S4 merupakan tablet flagship. Perangkat menyuguhkan layar Super AMOLED 2560×1900 seluas 10,5-inci, dibenamkan pada tubuh unibody berdesain premium dengan ketebalan cuma 7,1mm. Selanjutnya, Samsung menyematkan lapisan kaca (masih perlu dikonfirmasi) pada bagian depan dan belakang. Dipadu tubuh hitam, tablet ini terlihat sangat mewah. Produsen juga menyusutkan ketebalan bingkai sehingga Tab S4 terlihat lebih ramping dibanding sang pendahulu.

Tab 16

Dalam presentasinya, Jo Semindang selaku IT & Mobile Marketing Director Samsung Indonesia menjelaskan bagaimana Galaxy Tab S4 disiapkan bagi para ‘generasi older millennial‘ dengan rentang usia antara 24 sampai 34 tahun – khususnya mereka yang bergaya hidup urban, punya karakteristik energetik, berpikiran terbuka, dan percaya diri. Orang-orang ini umumnya merupakan individu super-sibuk, dan membutuhkan perangkat fleksibel yang mampu mendukung aktivitas produktif serta kegiatan menghibur diri.

 

New S Pen

Kemahiran Samsung dalam meramu stylus tak perlu dipertanyakan. S Pen mereka telah lama menemani seri Note dan Tab, namun ada sejumlah penyempurnaan yang dibawa oleh inkarnasi terbarunya. Hilang sudah tubuh persegi S Pen era Tab S3, digantikan oleh aksesori stylus yang betul-betul menyerupai alat tulis sesungguhnya. Bagi saya, pendekatan seperti ini jauh lebih nyaman dan ergonomis, baik untuk menulis maupun menggambar.

Tab 18

Tab 13

Samsung kembali menjelaskan bahwa pengembangan Tab S4 dilakukan bersama Wacom, dan hasilnya bisa segera Anda rasakan. Secara teori, tablet mampu membaca 4.096 tingkat tekanan. Walaupun angka ini kebarnya tidak berbeda dari Tab S3, sensasi menggunakan S Pen di tablet baru Samsung tersebut jauh lebih baik. Tak ada lagi keterlambatan input atau kendala teknis lainnya.

Tab 1

Tab 12

Menggoreskan S Pen di atas layar Galaxy Tab S4 hampir sama seperti menggambar berbekal kertas dan pensil/pena. Dibanding Galaxy Note 8, S Pen di Tab S4 terasa sedikit lebih kesat dan mempunyai sensasi resistansi. S Pen-nya mempunyai ujung berdiameter 0,7mm, sangat akurat ketika saya gunakan untuk membuat sketsa via Samsung Notes, juga memudahkan saya menambahkan detail di objek-objek berukuran kecil.

Tab 9

Samsung memastikan agar bagian telapak tangan kita tidak menginterverensi ketika Anda sedang menulis via S Pen. Tapi ujung buku-buku jari bisa tetap terbaca sebagai input. Solusinya, Galaxy Tab S4 dapat mendeteksi jika S Pen berada di dekat display dan segera menonaktifkan fungsi input layar sentuh.

Tab 14

Tab 11

S Pen sudah dibundel bersama paket penjualan Galaxy Tab S4 – meski tanpa aksesori keyboard, Anda terpaksa harus menyimpan stylus itu secara terpisah. Menariknya, tablet baru Samsung ini tetap bisa mendeteksi S Pen generasi terdahulu.

 

Samsung DeX dan keyboard

Fitur menarik lain dari Galaxy Tab S4 adalah kemampuannya masuk ke mode DeX tanpa membutuhkan DeX Station. Yang perlu kita lakukan hanyalah menarik tray shortcut dan men-tap opsi DeX. Kapabilitas ini memungkinkan kita memanfaatkan Tab S4 sebagai tablet grafis ala Wacom, dengan menampilkan konten di layar yang lebih lebar melalui sambungan HDMI (via adapter).

Tab 5

Lewat setting di menu, Galaxy Tab S4 bisa diatur agar secara otomatis masuk ke mode DeX begitu connector di tablet tersambung keyboard tambahan (juga berfungsi jadi case pelindung). Aksesori ini memang dirancang untuk menyulap Tab S4 menjadi laptop, sangat berguna jika ada pekerjaan yang membutuhkan banyak aktivitas mengetik atau saat Anda ingin memberikan presentasi pada client.

Tab 8

Aksesori keyboard mempunyai layout tombol yang sedikit berdempetan, lalu ukuran tuts-nya lebih kecil dari papan ketik laptop – terutama pada Enter, Backspace, dan Spasi. Itu artinya, ada proses adaptasi yang mesti Anda lalui supaya bisa lebih luwes mengetik di sana.

Tab 6

Mode DeX sendiri telah didesain sedemikian rupa agar tampilannya familier. Berkiblat pada Windows, icon-icon app penting seperti My Files, Email, Gallery serta Setting diposisikan di area kiri; kemudian ada taskbar dan menu navigasi utama di pojok kiri-bawah; lalu status baterai, Wi-Fi hingga tanggal ditempatkan di kanan-bawah.

Tab 4

 

Hiburan

Super AMOLED merupakan salah satu jenis layar terbaik untuk menghidangkan konten hiburan. Walaupun tingkat kepadatan pixel di Galaxy Tab S4 tidak setinggi Galaxy S9 (287ppi vs. 570ppi), saya tidak melihat adanya masalah dalam menampilkan video-video musik di YouTube. Namun buat menunjang aspek hiburan, saya juga sangat mengapresiasi sistem audionya.

Tab 10

Galaxy Tab S4 dibekali oleh teknologi Dolby Atmos dan sistem surround 3D. Kapabilitas tersebut tersuguh melalui empat speaker di tiap ujung tablet, yang ‘di-tune‘ khusus oleh AKG. Hal ini memberikan dimensi tambahan pada penyajian konten audio-visual, tanpa mengharuskan Anda menyambungkan Galaxy Tab S4 ke rangkaian speaker eksternal.

Tab 17

Galaxy Tab S4 dibekali oleh baterai 7.300mAh, memungkinkan tablet menjalankan video HD selama 15 jam non-stop. Perangkat turut didukung oleh kapabilitas fast-charging yang dapat mengisi penuh baterai ‘monster’ di sana dalam waktu 200 menit.

Tab 15

Selain itu, Samsung turut menyediakan aksesori charging dock POGO. Saat menaruh Tab S4 di atasnya, tablet akan mengalihkan fungsinya jadi ‘display pintar‘, dapat digunakan untuk menampilkan foto-foto ala bingkai digital hingga tanggalan.

 

Waktu ketersediaan dan harga

Samsung berencana untuk mulai memasarkan Galaxy Tab S4 di Indonesia pada akhir bulan Agustus 2018, dan akan menjajakannya di harga Rp 11 juta. Spesifikasi hardware lengkap Tab S4 dapat Anda lihat di tautan ini.

Hands-on Singkat dengan OPPO Find X

Waktu pertama kali melihat perangkat OPPO Find X, satu hal yang saya ingat adalah kalimat penutup pada salah satu artikel yang saya tulis tentang OPPO. Di artikel itu saya berharap bahwa OPPO membawa perangkat flagship mereka kembali ke Indonesia. Lebih jauh, saya berharap OPPO membawa inovasi mereka kembali ke Indonesia dan tidak hanya bermain di segmen menengah saja.

Akhirnya, harapan saya tersebut akan terkabulkan, tinggal menunggu waktu, dalam hitungan jam saja OPPO akan memperkenalkan Find X di Indonesia. Undangan telah disebar dan kita tinggal menunggu peresmian kehadiran perangkat highend full display ini tanggal 18 Juli dan menanti penjualan perdana pada Agustus bulan depan.

OPPO Find X

Menjelang kehadiran perangkat ini, saya dan beberapa rekan media diundang untuk towel-towel (meminjam istilah khas mas Herry SW) dengan perangkat OPPO Find X. Meski tidak semua fitur boleh dibahas, lumrah karena produk ini belum dirilis resmi, namun saya mendapatkan kesan awal yang cukup menggembirakan alias excited dengan kehadiran perangkat ini.

Untuk informasi perangkat, Anda bisa membaca artikel DailySocial di sini yang membahas Find X ketika dirilis di Paris beberapa waktu lalu. Di artikel ini saya akan lebih membahas pengalaman singkat saya bermain dengan OPPO Find X, terutama ketika menikmati kinerja ‘mesin’ kamera yang bisa terlihat dan bisa tersembunyi dibalik desain body.

Pengalaman Unik Kamera OPPO Find X

Saat mencoba saya tidak diperkenankan untuk membahas hasil detail kamera dari perangkat ini, lagi-lagi cukup wajar karena memang perangkat ini belum resmi diperkenalkan di pasar Indonesia. Namun hal itu cukup terobati dengan keseruan melihat operasional kamera Find X, baik saat membuka kamera ataupun menutup aplikasi kamera.

OPPO Find X

Kecepatan munculnya kamera setelah kita membuka aplikasi juga cukup cepat, tidak ada delay yang mengganggu dan pengalaman yang saya ingat mirip dengan ketika kita membuka aplikasi di smartphone ‘biasa’. Untuk suara mesin saat bagian smartphone terangkat juga sebenarnya tidak terlalu terdengar, ketika saya mendekatkan perangkat ketelinga saya, baru saya bisa mendengar suara seperti robot Transformer saat berubah bentuk.

Cara munculnya modul kamera di OPPO Find X memang berbeda dengan di perangkat lain, misalnya sebut saja Vivo NEX (saya belum mencoba NEX tetapi sempat mencoba APEX). Di Find X bagian yang terangkat bisa dibilang lebih luas, bagian atas yang memuat kamera belakang dan depan ikut terangkat. Motor terletak di tengah (bagian dalam) sehingga bagian pinggir dan kanan bisa terlindungi bagian body yang terangkat. Pilihan teknis seperti ini bisa jadi membuat Find X terlihat lebih kokoh dibandingkan smartphone yang hanya bagian kecil kameranya saja yang muncul.

Find X

 

Face Unlock yang cepat

Hal lain yang cukup membuat saya terkejut adalah, ternyata face unlock dari perangkat ini cukup cepat. Proses mendeteksi wajah sampai perangkat terbuka kuncinya cukup memberikan impresi awal yang sangat menyenangkan.

OPPO Find X tidak menyediakan fitur fingerprint, jadi pilihan untuk membuka perangkat adalah dengan passcode atau face unlock. Jadi, saat perangkat terkunci (sudah diatur untuk membuat dengan fitur face unlock) dan pengguna menekan tombol power, otomatis modul kamera akan terangkat dan membawa wajah, lalu ketika wajah dikenali maka perangkat terbuka kuncinya. Proses ini jika dijelaskan membawa beberapa tahap, tetapi ketika dicoba, prosesnya cukup cepat. Saya mencoba beberapa kali dan tidak ada kendala sama sekali.

Pertanyaan yang sering muncul ketika membahas Find X adalah, bagaimana dengan debu, lalu gampang rusak ngga nih bagian yang terangkat? Untuk pertanyaan kedua, sedikit banyak telah saya coba jawab di atas. Meski memang harus diuji dengan pemakaian, tetapi dengan bagian yang terangkat lebih banyak, dan keseluruhan bagian atas ikut terangkat, setidaknya pertanyaan ringkih atau tidak bisa sedikit terjawab.

OPPO Find X

Saat mencoba kemarin juga kesan awalnya cukup kokoh, bahkan saya baru menemukan hal baru yang sebelumnya tidak saya ketahui. Untuk mengembalikan posisi bagian yang terangkat (kamera) ke posisi semula, bisa dengan menekan bagian kamera dari sisi atas. Jadi ada pilihan lain selain menutup aplikasi kamera, atau menekan tombol power. Dan saat mencobanya, kesan kokoh dari kamera (atau bagian body yang terangkat) cukup terasa, tidak ada bagian yang goyang, cukup kokoh.

Untuk debu sendiri, memang perlu diuji dengan pemakaian rutin. Namun unit yang saya coba kemarin juga tidak lepas dari debu, ada beberapa debu yang menempel di bagian modul yang terangkat, dan tetap bisa berfungsi secara baik serta normal. Artinya, perangkat ini, termasuk modul kamera yang terangkat tidak seringkih yang dibayangkan saat diperkenalkan pertama kali.

Body yang Keren dan Layar Penuh

Dari sisi tampilan dan pengalaman genggam, Find X menghadirkan elemen smartphone highend, dari sisi balutan warna dan efek yang diberikan saat memantulkan cahaya. Perangkat yang saya coba adalah yang berbalut kombinasi warna merah agak pink dan elemen hitam atau yang memiliki nama resmi Bordeaux Red. Finishing body baik bagian belakang maupun pinggir juga sudah cukup mencerminkan smartphone kelas atas. Enak untuk digenggam, menyenangkan untuk disentuh.

OPPO Find X

Selain kamera, bagian layar dari OPPO Find X menjadi bagian yang banyak dibahas. Smartphone ini disebut-sebut sebagai salah satu yang menyajikan tampilan layar benar-benar penuh, salah satu alasannya adalah tersembunyinya elemen kamera depan (dan flash) serta sensor lain di dagu maupun dahi perangkat. Bagian depan perangkat hanya menyisakan sedikit bagian hitam di seluruh pinggir layar dan layar ukuran 6.4 inci serta rasio layar 19.5:9.

Menunggu informasi harga dan ketersediaan

Untuk pengalaman detail lain memang tidak akan mungkin dibahas secara detail karena waktu mencoba yang cukup singkat. Semoga nanti ketika perangkat telah diperkenalkan, DailySocial bisa ikut mencoba perangkat dengan waktu yang lebih lama sehingga bisa menceritakan pengalaman yang lebih lengkap.

Untuk harga sendiri, meski belum ada angka resmi namun OPPO menyebutkan dalam rilis bahwa harganya akan 2-3 juta lebih murah dari harga yang diumumkan di Paris beberapa waktu lalu. Untuk versi yang akan dijual di Indonesia, OPPO mengkonfirmasi lewat rilis bahwa versi Find X tertinggi yaitu RAM 8GB dan ROM 256GB yang akan hadir di sini. Namun untuk pengisian daya, masih belum diputuskan apakah versi VOOC atau SuperVOOC. Sedangkan untuk warna versi warna Bordeaux Red dan Glacier Blue akan hadir juga di Indonesia.

Untuk ketersediaan sendiri akan hadir mulai Agustus 2018, setelah 18 Juli kemungkinan juga akan tersedia proses pre order, meski untuk lebih jelas, semua informasi ini akan diumumkan saat peluncuran 18 Juli nanti.

OPPO Find X