Bose QuietComfort 45 Disingkap, Kini dengan ANC yang Lebih Efektif Mengeliminasi Suara Obrolan

Bose punya headphone nirkabel baru. Namanya QuietComfort 45, dan ia merupakan penerus langsung dari salah satu headphone nirkabel terpopuler Bose, QuietComfort 35 II. Apa saja pembaruan yang dihadirkan? Kalau cuma melihat kulit luarnya, kita rupanya tidak akan menjumpai begitu banyak perubahan.

Secara keseluruhan, desain Bose QC45 tampak sangat mirip dengan pendahulunya. Konstruksinya masih mengandalkan bahan plastik, tapi itu berarti bobotnya tetap enteng di angka 238 gram. Juga tidak berubah adalah mekanisme lipat pada earcup-nya, sangat memudahkan untuk disimpan dan dibawa-bawa.

Masih soal desainnya, Bose bilang bahwa mereka telah menyingkirkan jahitan dan lipatan-lipatan kecil pada bagian yang terbuat dari material lembut, serta mengganti celah-celah di antara berbagai komponen dengan transisi yang lembut. Desain QC45 lebih refined, mungkin begitu maksud yang hendak disampaikan Bose.

Beralih ke kinerja audio, Bose sama sekali tidak menyinggung adanya perubahan, sehingga bisa kita asumsikan kualitas suara QC45 sama baiknya seperti QC35 II. Yang disempurnakan justru adalah kinerja fitur active noise cancelling-nya (ANC).

Bose memang tidak menjelaskan secara mendetail apa saja yang diubah dari sistem ANC-nya, tapi yang pasti QC45 mampu mengeliminasi suara di frekuensi menengah (mid-range) secara lebih efektif. Di frekuensi ini, suara yang paling umum adalah suara obrolan manusia. Artinya, QC45 lebih bisa diandalkan di tempat-tempat seperti kereta komuter, kantor, maupun kafe.

Tidak seperti Bose Noise Cancelling Headphones 700, intensitas ANC di QC45 tidak dapat diubah-ubah sesuai kebutuhan. Pengguna QC45 hanya bisa memilih antara mode Quiet dan Aware, yang cara kerjanya bertolak belakang: Quiet akan mengeliminasi suara di sekitar pengguna, sedangkan Aware justru membiarkan suara-suara dari luar masuk. Di headphone lain, mode Aware ini biasa dikenal dengan istilah transparency atau ambient mode.

Selain kinerja ANC, penyempurnaan lain yang QC45 bawa mencakup mic yang lebih andal, Bluetooth 5.1 dengan dukungan multipoint pairing (bisa dihubungkan ke dua perangkat secara bersamaan), dan port USB-C untuk charging.

Dalam sekali pengisian, QC45 diklaim mampu bertahan sampai 24 jam pemakaian. Cukup lumayan meski masih kalah dari Sony WH-1000XM4 (30 jam). Untuk mengisi baterainya sampai penuh, pengguna QC45 butuh meluangkan waktu sekitar dua jam. Namun seandainya terburu-buru, charging selama 15 menit saja sudah bisa memberikan daya yang cukup untuk pemakaian selama 3 jam.

Di Amerika Serikat, Bose QuietComfort 45 saat ini telah dipasarkan seharga $330. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam dan putih, semuanya dengan finish matte.

Sumber: CNET dan Bose.

Yamaha YH-L700A Adalah Headphone Nirkabel Premium dengan ANC dan 3D Audio

Dewasa ini, headphone nirkabel tidak bisa hanya mengandalkan kualitas suara dan desain semata. Fitur ekstra macam active noise cancellation (ANC) perlahan juga mulai menjadi standar wajib yang harus dipenuhi, dan tidak jarang pabrikan turut menyematkan fitur lain yang tak kalah inovatif, seperti misalnya 3D audio berbasis head tracking.

Dua fitur inilah yang menjadi nilai jual utama headphone terbaru Yamaha, YH-L700A. Perangkat tak hanya dibekali fitur ANC yang efektif meredam suara di sekitar tanpa memengaruhi kualitas suara yang dihasilkan, melainkan juga kemampuan untuk mendeteksi pergerakan kepala penggunanya. Sederhananya, efek 3D audio yang dihasilkan bisa terkesan lebih immersive karena akan selalu disesuaikan dengan orientasi kepala pengguna secara real-time.

Teknologi 3D audio atau spatial audio berbasis head tracking bukanlah hal yang benar-benar baru. Produsen headphone Audeze bahkan sudah mengimplementasikannya sejak tahun 2018 pada sebuah headset gaming bernama Mobius, dan belum lama ini, Apple menyingkap AirPods Max yang juga mengunggulkan fitur serupa. Seperti yang kita tahu, Apple cukup sering memopulerkan suatu tren teknologi, dan sepertinya 3D audio bakal jadi yang selanjutnya.

Fitur lain yang ditawarkan YH-L700A mencakup Listening Optimizer, yang memanfaatkan mikrofon di bagian dalam earcup untuk mengukur seberapa kedap perangkat membungkus telinga. Dengan kata lain, optimasinya bakal berbeda untuk setiap pengguna karena bentuk telinga mereka berbeda satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya ada fitur Listening Care, yang pada dasarnya bakal menjaga konsistensi dynamic range yang dihasilkan di volume apapun. Harapannya adalah supaya pengguna tidak harus menyetel musik dalam volume yang keras untuk bisa mendengarkan seluruh detail suara dengan baik.

Seperti halnya headphone modern lain yang dibekali ANC, Yamaha YH-L700A juga dilengkapi fitur ambient mode agar pengguna dapat mendengarkan suara di sekitarnya tanpa perlu melepas headphone saat dibutuhkan. Semua fitur ini dapat diakses melalui aplikasi pendamping yang tersedia di platform Android maupun iOS.

Perihal baterai, Yamaha mengklaim daya tahan baterai hingga 34 jam nonstop dengan fitur ANC aktif. Angka tersebut cukup impresif dan selevel dengan yang ditawarkan Bang & Olufsen Beoplay HX. Yang jadi problem adalah ketika fitur 3D audio-nya diaktifkan, sebab daya tahan maksimumnya bakal langsung turun menjadi 11 jam saja.

Seperti yang sudah bisa diprediksi, semua fitur ini harus ditebus dengan modal yang tidak murah. Di Australia, Yamaha YH-L700A dijual seharga AU$700, atau kurang lebih sekitar 7,5 jutaan rupiah. Harga tersebut membuatnya berada jauh di atas level headphone ANC populer macam Sony WH-1000XM4, dan sudah mendekati level AirPods Max.

Sumber: What Hi-Fi.

Usung Panel Surya Mini, Headphone Urbanista Los Angeles Sama Sekali Tidak Perlu Diisi Ulang

Di tengah meledaknya tren headphone wireless dengan active noise cancelling (ANC), daya tahan baterai menjadi kriteria yang semakin diprioritaskan. Hal ini wajar mengingat ANC punya dampak yang signifikan terhadap konsumsi baterai, dan itulah mengapa belakangan ini semakin banyak pabrikan yang meluncurkan headphone ANC dengan daya tahan baterai di atas rata-rata.

Salah satu contohnya adalah Sony WH-1000XM4, yang menawarkan daya tahan baterai hingga 30 jam pemakaian dengan ANC menyala. Contoh lain yang lebih baru lagi adalah Beoplay HX besutan Bang & Olufsen, yang bisa beroperasi hingga 35 jam nonstop dalam sekali pengecasan.

Namun bagaimana seandainya ada headphone ANC yang baterainya tidak perlu diisi ulang sama sekali? Bagaimana seandainya headphone tersebut memiliki cara untuk menghasilkan energi dengan sendirinya, semisal dengan menyerap cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik?

Itulah premis di balik headphone bernama Urbanista Los Angeles ini. Pengembangnya dengan bangga menyebutnya sebagai headphone self-charging pertama di dunia, dan itu diwujudkan lewat sebuah panel surya mini yang diintegrasikan ke bagian headband. Jadi, semakin sering Anda menggunakannya selagi berada di luar ruangan, semakin besar pula energi yang dapat dihasilkan, hingga akhirnya perangkat sama sekali tidak perlu di-charge.

Menurut pengembangnya, menggunakan headphone ini di luar selama satu jam dapat menghasilkan tenaga yang cukup untuk pemakaian selama sekitar tiga jam. Kalau langitnya sedang berawan, maka tenaga yang dihasilkan agak berkurang menjadi setara pemakaian selama dua jam.

Namun yang lebih istimewa lagi, yang dapat dikonversi menjadi energi listrik sebenarnya bukan hanya sinar matahari saja, melainkan juga cahaya lampu dalam ruangan. Kalaupun berada di ruangan yang gelap, pengguna tak perlu khawatir karena baterai milik headphone berdesain over-ear ini sebenarnya bisa tahan sampai sekitar 50 jam penggunaan sebelum akhirnya benar-benar kehabisan daya.

Selebihnya, spesifikasi yang ditawarkan tergolong standar untuk sebuah headphone wireless berteknologi noise cancelling keluaran dua tahun terakhir. Reproduksi suaranya mengandalkan sepasang driver neodymium berdiameter 40 mm, sedangkan konektivitasnya sudah menggunakan Bluetooth 5.0. Transparency mode, yang pada dasarnya merupakan kebalikan dari ANC dan biasanya juga dikenal dengan istilah ambient mode, juga dapat diaktifkan dengan menekan satu tombol.

Daya tarik utamanya tentu adalah kemampuan self-charging itu tadi, dan ini tak akan bisa terwujud tanpa inovasi yang dilakukan oleh sebuah perusahaan bernama Exeger. Ya, panel surya mini tersebut bukanlah rancangan Urbanista sendiri, dan ini berarti ke depannya produsen headphone lain juga bisa ikut memanfaatkan teknologi besutan Exeger yang dinamai Powerfoyle itu.

Pada kenyataannya, sebelum ini Exeger malah sebenarnya sudah punya klien lain yang bahkan lebih terkenal, yaitu JBL. Menjelang akhir 2019, JBL mengumumkan sebuah headphone bernama Reflect Eternal yang dibekali teknologi Powerfoyle yang sama. Sayang sekali produk tersebut tidak pernah terwujudkan karena pandemi keburu melanda, yang secara langsung berdampak pada proses supply chain dan mengacaukan fase pengembangan sekaligus produksi.

Urbanista cukup beruntung karena markas utama mereka berada di kota yang sama dengan markas Exeger di Swedia. Rencananya, Urbanista Los Angeles akan dipasarkan mulai musim panas mendatang. Di Inggris, headphone ini bakal dijual seharga £169, kurang lebih setara 3,4 jutaan rupiah.

Sumber: Wired.

Bang & Olufsen Beoplay HX Unggulkan Active Noise Cancellation dan Baterai yang Sangat Awet

Tidak semua headphone noise-cancelling diciptakan sama. Basis teknologinya mungkin sama, yakni dengan mengandalkan mikrofon untuk menangkap suara luar yang hendak dieliminasi, akan tetapi kinerjanya bisa berbeda-beda.

Buat Bang & Olufsen, yang tidak kalah penting adalah bagaimana fitur active noise cancellation (ANC) itu bisa bekerja secara efisien. Secara umum, fitur ANC yang terus menyala akan mengonsumsi lebih banyak energi, sehingga ujung-ujungnya mempersingkat daya tahan baterai suatu headphone nirkabel.

Itulah mengapa headphone wireless terbaru B&O berikut ini terkesan istimewa. Dijuluki Beoplay HX, baterainya diyakini mampu bertahan selama 35 jam nonstop, dan itu dalam posisi ANC aktif secara konstan. Kalau ANC-nya dimatikan, daya tahan baterainya malah naik menjadi 40 jam.

35 jam merupakan angka yang terbilang mengesankan, terlebih di saat banyak headphone noise-cancelling lain yang hanya mampu beroperasi selama sekitar 20 jam. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi daripada yang ditawarkan oleh Sony WH-1000XM4 (30 jam). Anggaplah Anda menggunakan headphone ini selama lima jam setiap harinya, itu berarti Anda tidak perlu mengecasnya sampai sepekan mendatang.

Baterai yang sangat awet ini juga dimungkinkan berkat konektivitas Bluetooth 5.1 yang diusung, yang ternyata juga sudah mendukung fitur Google Fast pair maupun Microsoft Swift Pair. Juga sangat berguna adalah kemampuannya terhubung ke dua perangkat sekaligus dalam satu kesempatan yang sama (multipoint connectivity).

Untuk reproduksi suaranya, HX mengandalkan sepasang dynamic driver berdiameter 40 mm dengan respon frekuensi 20 – 22.000 Hz. Driver tersebut dikemas dalam earcup membulat dengan bantalan memory foam yang dibalut oleh kulit domba asli. Untuk bantalan kepalanya, HX menggunakan kulit sapi yang dibalut kain breathable. Konstruksi aluminium memungkinkan bobotnya ditekan sampai serendah 285 gram.

Ketimbang hanya mengandalkan pengoperasian berbasis sentuhan saja (cuma di earcup sebelah kanan), HX turut mengemas sejumlah tombol di kiri sekaligus kanan. Selain port USB-C untuk charging, HX juga dilengkapi jack 3,5 mm seandainya pengguna perlu menyambungkannya via kabel (yang termasuk dalam paket penjualan).

Berhubung ini B&O, sudah pasti harganya tidak murah. Di Amerika Serikat, Beoplay HX saat ini sudah mulai dijual dengan harga $499 — setidaknya masih lebih murah daripada Beoplay H95 yang dibanderol $800. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: hitam, putih, dan cokelat.

Sumber: The Verge.

Bang & Olufsen Ungkap Beoplay H95, Headphone Wireless Noise Cancelling Seharga $800

Bang & Olufsen punya headphone wireless baru, dan mengingat ini tahun 2020, active noise cancellation (ANC) tentu menjadi salah satu suguhan utama perangkat bernama Beoplay H95 ini. Bukan sembarang ANC, melainkan yang bersifat adaptif dan dapat menyesuaikan sendiri intensitasnya berdasarkan tingkat kebisingan di sekitar.

Alternatifnya, intensitas ANC-nya juga bisa disesuaikan secara manual, dan cara mengaturnya pun juga menjadi daya tarik tersendiri, sebab sisi luar kedua earcup-nya dikitari oleh kenop yang dapat diputar; kiri untuk membesar-kecilkan volume, kanan untuk mengontrol seberapa agresif perangkat mengeliminasi suara-suara dari sekitar.

B&O bilang inspirasinya berasal dari focus ring pada lensa kamera, dan kita bisa lihat itu dari tekstur bergerigi pada kenopnya. Meski demikian, kalau Anda rutin mengikuti perkembangan produk-produk audio, Anda pasti tahu bahwa B&O bukan yang pertama menerapkannya. Sebelum ini, Microsoft sudah lebih dulu mengimplementasikan mekanisme yang sama persis pada dua generasi Surface Headphones.

Nama Beoplay H95 sendiri dipilih dalam rangka merayakan hari jadi B&O yang ke-95, dan dari situ kita tidak perlu terkejut kalau desainnya benar-benar dibuat sepremium mungkin. Material mewah macam kulit domba asli dipercaya membalut bantalan telinganya, dan bantalan yang gemuk ini bisa dilepas/dipasang secara magnetis.

Di balik masing-masing earcup-nya, bernaung driver titanium berdiameter 40 mm dengan respon frekuensi 20 – 22.000 Hz. Kualitas suaranya semestinya tidak perlu diragukan lagi jika melihat pengalaman panjang B&O di industri audio, apalagi saat dipadukan dengan noise cancelling yang efektif.

Perangkat mengandalkan konektivitas Bluetooth 5.1, dan baterainya diklaim bisa tahan sampai 38 jam pemakaian nonstop. Kalau sedang sendirian di rumah dan tidak perlu menyalakan ANC, baterainya malah bisa terus bertahan sampai 50 jam.

Terlepas dari semua kelebihannya, Beoplay H95 bukan untuk semua orang. Pasalnya, harganya kelewat mahal di angka $800. Bandingkan dengan Sony WH-1000XM4 – yang sendirinya sudah termasuk cukup premium – yang dibanderol $350 (Rp 5 juta di Indonesia). Jadi kalau Anda punya modal $800, Anda pilih satu unit Beoplay H95, atau dua unit Sony WH-1000XM4 plus mungkin satu TWS kelas menengah?

Sumber: The Verge.

Headphone Wireless Sony WH-1000XM4 Kini Sudah Tersedia di Indonesia

Hanya seminggu setelah diluncurkan di panggung internasional, Sony WH-1000XM4 kini langsung tersedia secara resmi di tanah air. Sony mematok harga Rp 4.999.000 untuk headphone wireless terbarunya tersebut, lebih terjangkau daripada kurs rupiahnya ($350 = ± Rp 5,2 juta).

Namun yang lebih menarik adalah, banderolnya ini satu juta rupiah lebih murah daripada harga pendahulunya saat diluncurkan di Indonesia dua tahun lalu. Sebagai suksesor, 1000XM4 tentu menawarkan sejumlah pembaruan, meski memang penyempurnaan-penyempurnaannya ini tidak terlihat secara kasat mata.

Peningkatan yang paling terasa adalah seputar kinerja noise cancelling-nya. Prosesor khusus QN1 kembali digunakan, tapi sekarang juga sudah ditandemkan dengan chip Bluetooth lain pada 1000XM4. Chip tambahan ini diklaim mampu menganalisa musik dan suara di sekitar pengguna sebanyak 700 kali per detik, dan hasil akhirnya adalah pemblokiran suara yang lebih efektif.

Perwakilan Sony Indonesia bilang, 1000XM4 mampu meredam suara pesawat terbang hingga 15% lebih baik, atau 20% lebih efektif untuk sumber-sumber kebisingan lain yang konsumen jumpai sehari-hari. Singkatnya, 1000XM3 sebenarnya sudah sangat cekatan dalam mengeliminasi suara-suara pengganggu di sekitar, dan 1000XM4 malah lebih jago lagi.

Saat saya tanyakan mengenai kualitas suaranya – apakah identik dengan pendahulunya – pihak Sony Indonesia mengiyakan mengingat unit driver yang terdapat pada kedua perangkat memang sama. Kendati demikian, Sony yakin masih ada sedikit peningkatan yang bakal konsumen rasakan berkat penggantian versi Bluetooth (dari 4.2 menjadi 5.0 pada 1000XM4).

Sayang berhubung acara peluncurannya diselenggarakan secara online, saya tidak punya kesempatan untuk mendengar langsung suara yang dihasilkan headphone ini seperti apa.

Fitur-fitur pintar yang sudah ada sebelumnya kini turut disempurnakan, semisal fitur Adaptive Sound Control. Pada 1000XM4, fitur ini juga bisa mengingat-ingat lokasi yang sering pengguna kunjungi, sehingga saat pengguna datang ke tempat itu lagi di kemudian hari, perangkat bisa langsung mengatur tingkatan kinerja noise cancelling-nya secara otomatis sesuai kebutuhan di tiap lokasi.

Jadi saat berada di stasiun MRT misalnya, karakteristik kinerja noise cancelling-nya akan langsung disesuaikan sehingga dapat memblokir semua suara di sekitar kecuali suara pengumuman. Juga unik adalah fitur baru bernama Speak-to-Chat, yang akan menghentikan jalannya musik secara otomatis ketika pengguna sedang berbicara, sehingga ia bisa berbincang sebentar dengan orang lain tanpa perlu melepaskan headphone.

Tentu saja fitur ini bisa dimatikan jika tidak perlu, atau jika pengguna ternyata hobi bernyanyi sendiri selagi mendengarkan lagu-lagu favoritnya. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, Sony WH-1000XM4 memiliki daya tahan baterai hingga 30 jam dalam sekali charge, serta turut mendukung fitur pengisian daya cepat – 10 menit charging cukup untuk pemakaian selama 5 jam.

Melihat pandemi yang tak kunjung berakhir, sebagian dari kita mungkin ada yang bertanya-tanya mengapa Sony harus berusaha menghadirkan 1000XM4 dengan cepat ke tanah air. Toh konsumennya masih harus sebisa mungkin mendekam di kediaman sendiri-sendiri, sehingga sebagian besar mungkin belum membutuhkan headphone dengan fitur noise cancelling sebagai salah satu gadget andalan selagi berada di tempat umum.

Well, Sony justru optimis produk seperti 1000XM4 masih punya tempat di hati konsumen selama pandemi. Mereka pada dasarnya ingin bilang kalau noise cancelling masih sangat relevan meski kita semua sedang bekerja dari rumah. Kalau Anda setiap harinya harus bekerja sambil mendengarkan teriakan dua orang anak seperti saya, Anda semestinya bakal langsung paham dengan maksud Sony.

Bagi yang tertarik, Sony sudah menerima pre-order 1000XM4, dan jika Anda memesannya sebelum 24 Agustus, Anda akan menerima bonus berupa speaker Bluetooth Sony SRS-XB01 senilai Rp 499.000 (selama persediaannya masih ada). Pilihan warnanya sendiri ada dua, yakni hitam atau silver.

Sony WH-1000XM4 Hadirkan Kinerja Noise Cancelling yang Lebih Baik dalam Kemasan yang Identik

Sony punya headphone wireless andalan baru. Perangkat bernama WH-1000XM4 ini merupakan penerus langsung dari WH-1000XM3 yang dirilis dua tahun lalu. Meski selisih umurnya cukup jauh, rupanya desain keduanya cukup identik satu sama lain.

Sony memang sepertinya tidak menerapkan perubahan yang berarti dari segi desain dan ergonomi terhadap 1000XM4, tapi toh desain 1000XM3 sendiri sudah jauh lebih sempurna ketimbang pendahulunya. Penampilannya masih kelihatan premium dan elegan, sedangkan kenyamanannya juga terjamin berkat bantalan telinga dan kepala yang gemuk.

Juga masih dipertahankan sebagai nilai jual utamanya adalah prosesor QN1 yang bertugas mewujudkan segala trik noise cancelling yang diperlukan untuk mengeliminasi suara-suara yang mengganggu di sekitar pengguna. Yang berbeda, pada 1000XM4 prosesor tersebut sudah ditandemkan dengan chip Bluetooth lain yang mampu menganalisa musik dan suara di sekitar sebanyak 700 kali setiap detiknya. Hasil akhirnya tentu adalah kinerja noise cancelling yang kian sempurna lagi.

Sony tidak lupa menyempurnakan fitur upscaling yang ditawarkan menggunakan AI hasil kolaborasinya dengan divisi Sony Music, akan tetapi kualitas suara 1000XM4 sendiri semestinya sama seperti yang dihasilkan oleh pendahulunya, sebab driver 40 mm yang digunakan memang identik.

Selain performa fitur noise cancelling yang lebih baik, 1000XM4 juga hadir membawa fitur multi pairing, yang berarti ia dapat disambungkan ke dua perangkat secara bersamaan, semisal smartphone dan laptop. Jadi ketika pengguna sedang mendengarkan musik di laptop lalu ada panggilan telepon yang masuk di smartphone, pengguna bisa langsung menerimanya dan berbicara tanpa perlu menjalani proses pairing ulang.

Fitur baru lainnya yang tidak kalah menarik adalah Speak-to-Chat. Berkat fitur ini, perangkat bisa menyetop jalannya musik secara otomatis ketika mendeteksi pengguna sedang berbicara. Sangat berguna ketika pengguna hendak berbincang-bincang sebentar dengan seseorang tanpa perlu melepas headphone-nya.

30 detik setelah mereka selesai bercakap-cakap, musik akan diputar kembali dengan sendirinya. Speak-to-Chat semestinya bisa diaktifkan atau dinonaktifkan sesuai kebutuhan, karena saya membayangkan fitur ini bisa jadi menyebalkan bagi pengguna yang hobi bernyanyi sendiri selagi menikmati lagu-lagu favoritnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sony tidak lupa menyempurnakan kualitas lima mikrofon yang tertanam pada 1000XM4 menggunakan teknologi Precise Voice Pickup. Fitur Speak-to-Chat tadi juga tidak akan eksis tanpa pembaruan di sektor mikrofon ini.

Selebihnya, Sony WH-1000XM4 tidak terlalu berbeda dari pendahulunya. Daya tahan baterainya pun sama persis, hingga 30 jam dalam sekali pengisian, dan tetap mendukung fitur quick charging. Di Amerika Serikat, perangkat ini akan segera dipasarkan seharga $350, lagi-lagi sama seperti harga jual pendahulunya saat pertama diluncurkan.

Sumber: The Verge dan Sony.

Berdesain Elegan, Razer Opus Unggulkan Active Noise Cancelling dan Sertifikasi THX

Jujur saya agak kaget melihat nama Razer terpampang pada perangkat di atas. Pasalnya, sebagian besar produk produsen periferal tersebut biasanya berdesain agak norak dan selalu dihiasi pencahayaan warna-warni alias RGB.

Namun headphone ini tidak demikian. Andai tak ada label Razer di headband-nya, mungkin saya bakal mengiranya sebagai headphone noise cancelling bikinan Sony. Dan kebetulan active noise cancelling (ANC) memang merupakan salah satu keunggulan utama perangkat bernama Razer Opus ini.

Kemampuannya mengeliminasi suara di sekitar pengguna itu diwujudkan oleh total empat buah mikrofon. Seperti halnya mayoritas headphone ANC lain yang ada di pasaran, Razer Opus turut dibekali mode transparan atau ambient, yang bekerja berlawanan dengan fitur noise cancelling, mengamplifikasi suara-suara di sekitar supaya pengguna tak harus melepas headphone saat perlu mendengarkan pengumuman atau ada yang mengajak berbicara.

Razer Opus

Mode transparan ini dapat diaktifkan dengan satu klik tombol pada perangkat. Tidak ada kontrol sentuh pada headphone seberat 260 gram ini, semua pengoperasiannya mengandalkan tombol fisik. Fitur auto-pause dan auto-play akan aktif dengan sendirinya saat pengguna melepas dan mengenakan headphone.

Kinerja audionya ditunjang oleh sepasang driver berdiameter 40 mm, lengkap dengan dukungan codec AAC maupun aptX, baik via Bluetooth 4.2 atau via kabel audio standar. Sertifikasi audio THX tidak lupa dijadikan suguhan ekstra, apalagi mengingat THX memang sudah diakuisisi Razer sejak 2016.

Dalam sekali pengisian via USB-C, Opus diestimasikan dapat beroperasi sampai 25 jam pemakaian. Kelemahannya sejauh ini cuma satu: ia hanya tersedia di Tiongkok saja, sama seperti true wireless earphone Pikachu yang Razer rilis belum lama ini. Di sana, Opus dijajakan seharga 1.799 yuan (± Rp 3,9 juta).

Sumber: Engadget.

 

Montblanc Perkenalkan Headphone Wireless dengan Active Noise Cancelling

Sejak 2017, Montblanc telah resmi berkiprah di industri teknologi. Portofolio gadget brand asal Jerman tersebut sejauh ini mencakup dua smartwatch, yakni Summit dan Summit 2. Namun sekarang Montblanc rupanya sudah siap menyasar kategori lain, yaitu headphone.

Produk pertama mereka di ranah ini adalah Montblanc Smart Headphones. Seperti yang bisa kita lihat dari gambarnya, penampilannya terkesan mewah dan elegan, pantas untuk mengusung logo bintang khas Montblanc. Konstruksinya banyak mengandalkan bahan logam dan kulit, sedangkan kombinasi warnanya ada tiga macam.

Montblanc Smart Headphones

Tidak kalah penting untuk disoroti adalah fakta bahwa Montblanc mengaku merancang headphone ini bersama seorang ahli audio. Sosok tersebut adalah Alex Rosson, pendiri produsen headphone Audeze yang cukup populer di kalangan audiophile.

Beliau rupanya juga cukup populer di kalangan produsen jam tangan premium yang tertarik untuk terjun ke bisnis headphone, sebab Montblanc bukanlah klien pertamanya. Sebelum ini, Shinola sudah lebih dulu memercayakan keahlian Rosson perihal audio engineering. Dan selama sekitar dua tahun memimpin divisi audio Shinola, Rosson bersama timnya melahirkan beragam produk audio, mulai dari turntable, headphone sampai earphone wireless.

Montblanc Smart Headphones

Label “Smart” pada namanya merujuk pada sejumlah hal. Yang pertama adalah konektivitas wireless dan dukungan Google Assistant – perangkat bahkan dilengkapi tombol khusus untuk memanggil sang asisten pintar tersebut tanpa mengharuskan pengguna membuka ponselnya terlebih dulu.

Yang kedua, seperti halnya headphone wireless lain yang dirilis dalam satu hingga dua tahun terakhir, adalah active noise cancelling (ANC) di samping isolasi pasif yang ditawarkan earcup besarnya. Dalam satu kali pengisian via USB-C, perangkat disebut mampu beroperasi selama 20 jam nonstop.

Nama Montblanc pada dasarnya merupakan jaminan bahwa harganya sudah pasti mahal. Perangkat ini rencananya bakal dijual seharga $600, hampir dua kali lipat headphone ANC dari brandbrand audio kenamaan seperti Bose, Sony maupun Sennheiser.

Sumber: HypeBeast dan Engadget.

Fiio Luncurkan Headphone dan Portable Amplifier Wireless Kelas Hi-Fi

Fiio meluncurkan dua perangkat audio wireless baru yang menarik. Yang pertama adalah headphone Bluetooth bernama Fiio EH3 NC, dan seperti yang sudah bisa ditebak dari namanya, perangkat ini mengemas active noise cancelling (ANC) sebagai salah satu fitur unggulannya.

Fiio bilang sistem ANC yang diusung sekelas dengan yang terdapat pada headphone kelas atas. Kemampuannya mengeliminasi suara luar ini diwujudkan oleh empat buah mikrofon yang bertugas menangkap suara ambient, sebelum akhirnya suara tersebut dibuat sirna oleh chip DSP (digital signal processing) terpisah.

Fiio EH3 NC

Kualitas suaranya sendiri dijamin oleh sepasang driver yang berukuran sedikit lebih besar daripada biasanya (45 mm). Desain driver yang mengandalkan diaphragm dua sisi berlapis titanium ini diyakini mampu menyajikan bass yang menendang. Hal ini turut didukung oleh fakta bahwa EH3 NC telah mengantongi sertifikasi Hi-Res Audio dan Hi-Res Audio Wireless.

Wireless? Ya, Fiio dengan bangga menyebut bahwa headphone noise cancelling pertamanya ini mengemas chip Bluetooth 5.0 unggulan Qualcomm, CSR8675. Codec yang didukung pun beragam, mulai dari aptX, aptX Low Latency, aptX-HD, sampai SBC dan LDAC. Juga mengesankan adalah daya tahan baterainya: hingga 50 jam pemakaian, atau hingga 30 jam kalau ANC-nya terus diaktifkan.

Fiio BTR5

Perangkat yang kedua adalah Fiio BTR5, portable amplifier sekaligus DAC (digital-to-analog converter) yang juga dibekali konektivitas Bluetooth 5.0 dari chip Qualcomm CSR8675 yang sama. Codec yang didukung pun identik, dan perangkat ini mampu memproses file audio dengan resolusi maksimum 24-bit/96kHz meski sedang tersambung via Bluetooth.

Sambungkan sebagai DAC biasa via USB-C, maka resolusi yang didukung bisa mencapai angka 384kHz sekaligus format native DSD. Untuk memantau formatnya, BTR5 mengemas layar OLED kecil yang dapat menampilkan beragam indikator, termasuk indikator baterainya, yang diklaim tahan sampai 9 jam penggunaan.

Di Singapura, kedua perangkat ini sekarang sudah dipasarkan seharga S$329 (Fiio EH3 NC) dan S$179 (Fiio BTR5).