Duke Robotics Tikad Adalah Drone Tempur Sekaligus ‘Prajurit Masa Depan’

Dilihat dari fungsinya, drone terbagi dalam tiga kategori: UAV spesialis videography yang populer di kalangan pengguna umum, perangkat kelas industri, dan drone untuk kebutuhan pertahanan. UAV-UAV militer biasanya digunakan untuk pengawasan hingga dijadikan alat tempur mutakhir – contohnya MQ Predator dan Gray Eagle. Duke Robotics sendiri punya konsep berbeda dalam mengembangkan combat drone.

Ketika Predator dan Gray Eagle mempunyai bentuk mirip pesawat jet tempur, Duke Robotics Tikad berpenampilan seperti drone bertenaga baling-baling. Namun bukan kamera atau peralatan agrikultur yang ia bawa, Tikad didesain buat membopong senapan serbu, dijanjikan mampu menembak target dengan sangat akurat. Pengembangnya sangat yakin pada kapabilitas Tikad, dan menyebutnya sebagai ‘prajurit masa depan’.

Penampilan Tikad hampir menyerupai drone industri. Ia memanfaatkan sistem hexa-copter, terbang dengan ditenagai enam buah rotor, wujudnya mirip DJI S800 Evo. Tikad dirancang untuk melakukan misi-misi pengawasan sebelum prajurit diturunkan di medan perang, terutama saat menghadapi kelompok teroris. Tentu saja, kehadiran Tikad dapat meminimalkan korban jiwa.

Tikad memiliki bobot sekitar 50-kilogram, mampu terbang setinggi 9- hingga 450-meter lebih, siap terbang di atas permukaan air, dan dibekali gimbal dengan 6-DOF (degree of freedom). Gimbal tersebut sanggup menstabilkan beban tiga kali bobotnya. Operator dapat memasangkan berbagai jenis senjata otomatis hingga melengkapinya dengan pelontar granat 40mm, lalu mengendalikannya jauh dari area berbahaya.

Duke Robotics Tikad 1

Dukungan persenjataan bukan satu-satunya kemampuan andalan Tikad. Teknologi robotik di gimbalnya diklaim memungkinkan drone membidik dan menembak secara super-presisi, karena sanggup menahan dorongan dan menyerap getaran saat senapan memuntahkan peluru. Sistem penstabil dari Duke Robotics itu sebetulnya juga bisa digunakan secara stand-alone untuk membantu tim penembak jitu saat melakukan operasi di darat atau bahkan digunakan warga sipil buat menstabilkan kamera.

Duke Robotics Tikad 2

Alasan Duke Robotics mengembangkan Tikad adalah karena medan tempur sudah berubah. Konfrontasi terbuka kini digantikan oleh taktik-taktik gerilya dan ‘peperangan asimetris’. Tim juga mencoba membantu merealisasi kebijakan luar negeri pemerintah Amerika Serikat untuk memperkecil kerusakan infrastruktur di lokasi konflik.

Kabarnya, Tikad sudah siap diimplementasikan. Duke Robotics sekarang sedang dalam proses penyediaan pesanan ‘awal’ dari Departemen Pertahanan Israel, dan beberapa negara lain juga telah menunjukkan ketertarikannya pada drone ini.

Semoga saja yang kita lihat ini bukanlah awal dari kebangkitan Skynet

Sumber: Duke Robotics.

Drone HexH20 Pro v2 Bisa Terbang Saat Hujan dan Mendarat di Air

Performa videography mumpuni, kemudahan penggunaan dan desain yang ringkas merupakan fokus produsen dalam merancang drone kelas konsumen. Masing-masing brand turut menawarkan fitur unggulan, contohnya ialah struktur foldable. Namun umumnya mereka semua masih menyimpan kekurangan serupa: drone belum siap jika harus berhadapan dengan hujan.

Memusatkan perhatiannya pada aspek itu, tim QuadH20 asal Inggris memperkenalkan drone kedap air paling canggih kreasi mereka: HexH20 Pro v2. Unmanned aerial vehicle ini tak hanya bisa bermanuver di udara saat hujan, tapi juga sanggup merekan dan mendarat di air. Selain konstruksi waterproof, ia dapat terbang sejauh 3,5-kilometer dan merekam video 4K.

HexH20 Pro V2 3

HexH20 Pro v2 mengusung sistem propulsi enam-rotor (atau hexa-copter). Lengannya itu bisa dilipat sehingga mudah di bawa-bawa, lalu tubuhnya disegel sempurna sehingga Anda tak perlu khawatir saat hujan mulai turun atau ketika menerbangkannya tak jauh dari permukaan air. Daya angkatnya tentu saja lebih besar dari UAV quad-copter, HexH20 Pro V2 mampu membopong beban hingga 2-kilogram.

HexH20 Pro V2 4

Dalam meramu HexH20 Pro v2, QuadH2O bilang bahwa mereka memanfaatkan teknologi-teknologi tercanggih di industri drone. Dan melihat secara lebih seksama, ternyata sang produsen bersandar pada beragam solusi kreasi DJI, dari mulai flight controller, sistem baling-baling, software, sampai elemen kamera dan gimbal.

HexH20 Pro V2 2

Sebagai jantung dari HexH20 Pro v2, sang produsen menggunakan flight controller DJI N3. Ia menyimpan algoritma canggih yang mampu memastikan drone terbang stabil, dan bisa membaca kerusakan IMU saat beroperasi dan segera mengalihkannya ke unit cadangan. Untuk bergerak, HexH20 Pro v2 ditenagai motor DJI E800; dan Anda dipersilakan memasang lima device lain dan mengendalikannya dari jarak jauh – termasuk sistem payload (buat membawa muatan).

HexH20 Pro V2 1

Lalu untuk mengendalikannya, Anda disuguhkan DJI Lightbridge 2. Controller ini dapat menjangkau jarak sangat jauh (5km) dan menerima stream video full-HD rendah latency. Berkat fitur ini, pengguna bisa menerbangkan drone dari sudut pandang first-person – seolah-olah ikut terbang bersama HexH20 Pro v2.

HexH20 Pro v2 mengandalkan gimbal beserta kamera dengan sensor CMOS 1/2.3-inci DJI Zenmuse X3, memungkinkannya merekam video di resolusi 4K di 30FPS atau resolusi full-HD di 60FPS, serta memotret foto 12-megapixel.

QuadH2O rencananya akan meluncurkan HexH20 Pro v2 di tanggal 31 Maret nanti, dan membanderolnya di harga yang tidak murah: US$ 6.450.

Sumber: QuadH20.