Business Super Ecosystem, Inovasi Bhinneka dalam Mempercepat Transformasi Ekonomi Digital

Industri perekonomian digital sejatinya merangkul seluruh sektor usaha dan bisnis di masyarakat. Tak terkecuali bagi sektor ekonomi perdagangan. Sejak digitalisasi bergulir di Indonesia, tidak butuh waktu lama bagi sektor ini untuk segera bertransformasi menjadi e-commerce, baik dalam model bisnis B2C maupun B2B.

Hampir tiga dekade lalu, atau tepatnya pada 1993, salah satu entitas teknologi yang bergerak di industri e-commerce yakni Bhinneka berdiri hingga saat ini menjadi pionir industri e-commerce di Indonesia. Perusahaan yang terkenal sebagai penyedia produk 3C (Computer, Communications, Consumer Electronics) terus menjelma menjadi market leader B2B e-commerce di Indonesia dengan menggarap berbagai layanan.

Tidak berhenti mengembangkan bisnisnya, saat ini Bhinneka sudah mempunyai 6 sektor bisnis, yaitu produk Teknologi Informasi (TI) dan Maintenance, Repair & Operational (MRO), digital printing solution, offline store dan service center, business solution, B2B2B platform marketplace, hingga digital products.

Business Super Ecosystem Bhinneka hadirkan layanan marketplace dan e-Procurement

28 tahun telah melayani Indonesia, Bhinneka terus perkokoh layanan B2B nya dengan menghadirkan inovasi baru, Business Super Ecosystem. Strategi Bhinneka menjadi pemain e-commerce B2B terdepan di Indonesia.

Ekosistem bisnis yang dibangun Bhinneka sejak akhir tahun 2019 ini membantu percepatan transformasi ekonomi digital melalui penyediaan teknologi untuk semua pelaku bisnis di segala sektor dan skala.

Konsep Business Super Ecosystem  Bhinneka adalah menghadirkan solusi bisnis dari hulu (bahan baku, barang setengah jadi) hingga ke hilir (end-products). Yakni menghubungkan para pelaku bisnis enabler mulai dari para penghasil barang, penyedia jasa, fintech dan logistik, dengan para pelanggan yang terdiri dari usaha mikro, UKM, dan enterprise. Menjadikannya ekosistem yang lebih luas dan tidak terbatas.

Business Super Ecosystem ini menghadirkan dua layanan solusi digital yakni marketplace dan e-Procurement marketplace . Kedua transformasi digital ini menyasar berbagai segmen mulai dari pemerintah daerah, swasta, akademisi/universitas hingga organisasi profesi.

Seperti contohnya Bhinneka dipercaya mengadakan marketplace di beberapa universitas dan pemerintah kota di Indonesia. Hingga saat ini, Bhinneka telah bekerja sama dengan tiga universitas dan tiga pemerintah kota. Dalam pendiriannya, dikenakan investasi 0% untuk pembuatan mini marketplace ini. Sehingga memungkinkan banyak komunitas, organisasi, lembaga, dan pemerintah menciptakan aliran pendapatan (revenue stream) baru dalam payung transformasi digital.

Beberapa hasil dari kerja sama Bhinneka dengan universitas pada bagian marketplace, akhirnya menghadirkan “SetSail BizAccel” yaitu campus marketplace President University, “Biemersshop” milik Universitas Bunda Mulia, dan “UII Gerai” milik UII Yogyakarta.

Bhinneka-Pelatihan-UMKM-Campus-Marketplace-scaled
Bhinneka bersama tim inkubator bisnis President University kepada para pelaku UMKM dari Desa Karangraharja, Cikarang, pertengahan November lalu dalam upaya pembinaan dan percepatan transformasi digital UMKM Tanah Air. (Sumber : Bhinneka.com)

Konsep pembangunan campus marketplace ini adalah menyediakan fasilitas yang dapat diakses oleh seluruh civitas akademika hingga alumni civitas akademika melakukan jual-beli. Semua juga berkesempatan menjadi merchant. Sebuah inovasi menarik yang bisa menjadi ruang belajar dan praktek langsung berbisnis karena secara tidak langsung Bhinneka menyediakan pangsa pasar untuk pelaku usaha di ranah kampus. Bahkan, sesuai komitmennya, merchant kampus pun juga masuk dalam kurasi Bhinneka untuk melayani pengadaan di program Bela Pengadaan pemerintah yang bernilai hingga Rp50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) per transaksi.

Di lain sisi, pemerintah kota juga menjalin kerjasama dengan e-marketplace Bhinneka yang diwujudkan dalam digitalisasi pelaku UMKM lokal guna memaksimalkan pelayanan publik dan menggenjot kebutuhan belanja daerah.

Sebab, berdasarkan catatan LKPP dalam transaksi pengadaan barang/jasa tertinggi melalui e-Katalog periode Januari 2020-Mei 2021, penyerapan anggaran belanja untuk barang/jasa dari produk impor tampak lebih tinggi, yaitu Rp31,3 triliun.

Beberapa pemerintah kota yang telah bekerja sama dengan Bhinneka guna menjawab permasalahan ini yaitu, Pemerintah Kota Mojokerto, Pemerintah Kota Ternate, dan Pemerintah Kota Surakarta.

Dalam pengembangan bisnisnya, seperti dikatakan di awal, Bhinneka juga melebarkan sayapnya dengan menawarkan layanan e-Procurement Marketplace. Layanan ini dirancang untuk memusatkan interaksi antara organisasi, pelanggan, dan vendor untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi proses procurement bagi segmen korporat, UKM, dan instansi pemerintah.

Dilansir dari Kontan.co.id, untuk layanan e-Procurement, Bhinneka menawarkan efisiensi biaya hingga 25% per tahun melalui platform Bhinneka Bisnis (business-to-business/B2B), dan bekerja sama dengan LKPP untuk pengadaan pemerintah dengan menawarkan 150.000 SKU dari 9.000 suppliers. Penetapan ini berlandaskan pada data Kinerja Pengadaan LKPP Per 17 Mei 2021, tentang anggaran belanja pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJP) pemerintah daerah TA 2021 adalah sebesar Rp 606,6 triliun.

Business Super Ecosystem seperti milik Bhinneka akan jadi “The Next Big Thing”?

Melihat berbagai praktik yang telah dibangun oleh Bhinneka di atas, rasanya membuka lebar peluang bisnis yang dapat dipersonalisasi dengan mudah.

Ditambah lagi pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara dengan skor Global Entrepreneurship Monitor’s National Entrepreneurship Context Index (GEM NECI) tertinggi. Ini berarti Indonesia merupakan negara yang sangat konduktif bagi pertumbuhan semua jenis entrepreneur. Sehingga, hal ini bisa menjadi peluang Bhinneka untuk mengembangkan bisnis nya dengan lancar.

Model B2B e-commerce seperti Bhinneka diperkirakan akan terus tumbuh besar. Menteri Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi digital akan tumbuh delapan kali lipat, dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun. Dalam hal ini, e-commerce turut andil dan memiliki peran yang sangat besar, yaitu 34% atau setara dengan Rp1.900 triliun. Diperkirakan, sektor B2B atau business-to-business juga akan tumbuh dengan besaran 13% atau setara dengan Rp763 triliun di tahun 2030.

Tingginya pengguna e-commerce di Indonesia dapat diarahkan untuk melakukan transaksi offline. Konsep Online-to-Offline (O2O) diharapkan dapat diterapkan dengan baik, sebab Online-to-offline (O2O) commerce merupakan strategi bisnis yang dapat menarik pelanggan potensial dari saluran online untuk melakukan pembelian di toko fisik. O2O dapat mengidentifikasi pelanggan di ruang online, seperti melalui email dan iklan Internet, dan kemudian menggunakan berbagai alat dan pendekatan untuk menarik pelanggan meninggalkan ruang online dan dapat melakukan transaksi offline.

Jauh sebelum bermunculan e-commerce baru yang mengimplementasi konsep O2O (online-to-offline), Bhinneka menjadi e-commerce pertama yang menawarkan konsep omnichannel dengan kanal penjualan yang terintegrasi (platform & physical store) yang diperkuat dengan 10.000+ vendors & merchants, 2.500.000 SKUs, dan total 1.500.000+ MSMEs, corporate customers, instansi pemerintah.

Seperti sebelumnya yang sukses menjadi pelopor perdagangan online, dua program pembangunan marketplace dan e-Procurement marketplace tadi menjadi upaya Bhinneka mengokohkan posisinya untuk selalu jadi yang terdepan dengan membangun Business Super Ecosystem (Ekosistem B2B2B) yang akan menjadi masa depan industri e-commerce B2B.

Dengan ini diharapkan inovasi yang dilakukan oleh Bhinneka benar dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia, serta dapat mengarahkan para pelaku UMKM melakukan digitalisasi. Pada era masyarakat digital ini sepatutnya kita memanfaatkan teknologi digital dengan maksimal.

HygienePass, Inovasi Industri Perhotelan untuk Hadapi Pandemi

Masa pandemi memberikan dampak yang cukup besar terhadap industri akomodasi dan pariwisata, salah satunya perhotelan. Kejayaan operator hotel yang terus berkembang beberapa tahun terakhir, terpaksa perlahan runtuh digerus menurunnya permintaan terhadap unit penginapan yang dimiliki.

Akan tetapi, meski terus menghadapi berbagai tantangan, para pelaku bisnis perhotelan harus terus menghadirkan inovasi yang dapat mempertahankan operasional bisnisnya. Mulai dari menghadirkan produk baru, hingga menerapkan protokol kesehatan yang dapat memberi rasa aman dan nyaman pada konsumen. Hal ini juga dapat didukung oleh tetap adanya permintaan dari konsumen yang masih melakukan kegiatan traveling domestik baik untuk kepentingan pekerjaan ataupun pribadi di tengah pandemi ini.

Peluang inovasi ini juga dilihat oleh RedDoorz Indonesia. Melalui sertifikasi HygienePass yang dihadirkan, RedDoorz kini dapat memberikan rasa aman untuk para pengguna hotel saat menginap di masa pandemi ini.

Menjamin Higienitas dan Kenyamanan bagi Pengguna Hotel

Sertifikasi HygienePass ini dapat menjadi inovasi terbaru yang efektif untuk meningkatkan jaminan kebersihan dan kenyamanan bagi pengguna hotel. Di sisi konsumen, sertifikasi ini dapat membuat mereka dapat lebih tenang untuk bepergian selama pandemi. Dari sisi pelaku bisnis, sertifikasi ini dapat membuat operasional bisnis mereka dapat terus berjalan di tengah pandemi.

Salah satu upaya RedDoorz untuk menjamin standarisasi higienitas dan kebersihan mitra perhotelan melalui sertifikasi HygienePass ini adalah dengan menggandeng Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI). Kolaborasi ini dilakukan untuk melakukan penilaian dan pemberian sertifikat untuk para mitra hotel.

Melalui sertifikasi HygienePass, ada beberapa poin yang akan disiapkan oleh pihak hotel untuk menjamin kenyamanan para penggunanya. Pertama, hotel akan melakukan pengukuran suhu di saat proses check-in. Pengecekan suhu tubuh ini tidak hanya berlaku untuk tamu, tetapi juga untuk staf hotel yang bertugas. Kedua, staf hotel dan juga tamu harus melaporkan kondisi kesehatan serta riwayat perjalanan mereka selama dua minggu terakhir.

Ketiga, hotel akan memastikan penggunaan masker oleh para staf serta menyediakan pembersih tangan berbahan dasar alkohol 80% selalu disediakan di beberapa area umum pada hotel tersebut. Terakhir, hotel harus terus melakukan pembersihan dan penyemprotan desinfektan secara menyeluruh, teratur, dan berkala.

Selain untuk melakukan pencegahan penularan virus, sertifikasi HygienePass ini dapat menjadi salah satu inovasi penting yang dapat digunakan oleh industri perhotelan untuk terus bertahan. Bagi RedDoorz sendiri, sertifikasi ini merupakan hal wajib yang dimiliki oleh seluruh mitra perhotelannya. Indonesia sendiri merupakan pasar utama dari RedDoorz di Asia hingga akhir tahun 2019 dengan total unit yang mencapai angka 1200 unit. Sehingga hal inovasi ini juga dapat menjadi upaya utama RedDoorz untuk mempertahankan pasarnya di tengah pandemi ini.

Dengan memiliki sertifikasi HygienePass ini, para pelaku bisnis perhotelan dapat memberikan jaminan kesehatan dan kenyamanan para tamunya tanpa mengurangi pelayanan apapun. Bagi para pengguna yang tetap membutuhkan penginapan selama pandemi ini, dapat tetap menggunakan hotel murah, tanpa perlu rasa khawatir akan protokol kesehatan yang diterapkan.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh RedDoorz

6 Hal Seputar Membangun Inovasi Regional Melalui Program Akselerasi

Dalam satu dekade terakhir, industri startup telah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. Lebih lagi, keberadaan startup ini telah mendorong daya saing inovasinya di Asia Tenggara. Tercatat, Indonesia termasuk salah satu negara dengan unicorn terbanyak di kawasan ini.

Beberapa unicorn tersebut kini bahkan membentuk program inkubasi dan akselerasi untuk mendorong pertumbuhan inovasi, tak hanya untuk negara sendiri, tetapi juga untuk kawasan regional.

Salah satunya Grab Ventures melalui program Grab Ventures Velocity (GVV) yang hadir untuk pasar Indonesia. Bagaimana pengalaman dan tantangan Grab Ventures dalam membangun inovasi di regional? Simak selengkapnya sesi #SelasaStartup kali ini bersama Director of Grab Ventures Aditi Sharma.

Lokalisasi sebagai strategi pendekatan setiap negara

Aditi menilai, lokalisasi menjadi strategi penting bagi program semacam GVV untuk memulai pengembangan inovasi di suatu negara. Hal ini patut digarisbawahi mengingat kebutuhan dan gap di kalangan masyarakat di setiap negara berbeda-beda. Di GVV, setiap pasar tujuan memiliki program yang sangat targeted dan spesifik.

“Sebagai contoh, GVV fokus terhadap [startup] di fase growth, dan kami lihat ini untuk pasar Indonesia. Ada beberapa partner potensial di sini, di mana kami bisa lakukan semacam test partnership selama program berjalan. Mereka berpeluang jadi commercial partner ke depan. Bagi kami, program ini well-suited untuk ekosistem Indonesia,” paparnya.

Kondisinya tentu berbeda jika dibandingkan negara lain. Ambil contoh Vietnam. Menurut pengalaman Aditi, Grab Ventures perlu melakukan ground work yang lebih besar di negara ini, seperti membangun ekosistem dan kapabilitas founder yang kuat.

“Kebutuhannya berbeda. Makanya, nama program di sana adalah Grab Ventures Ignite yang membidik startup early stage. Modelnya lebih ke capability-centric. Kami membuat program lebih kontekstual sesuai kebutuhan di negara tersebut,” tambah Aditi.

Bukan target pasar, tetapi tujuan

Selain lokalisasi, penting bagi Aditi untuk menentukan tujuan program. Artinya, selama punya dampak berarti terhadap ekosistem, bukan soal bahwa program tersebut harus dijalankan di setiap target negara tujuan.

“Kami terus mengeksplorasi peluang kerja sama di industri startup. Tapi, kami bukan sekadar buat program di setiap negara. Kami lihat apakah ada kebutuhan untuk meluncurkan program ini, negara mana yang dapat memberikan dampak positif terhadap ekosistem,” jelasnya.

Mencari target pasar yang menciptakan tren

Ada alasan mengapa Indonesia sering menjadi target utama investasi. Selain pasarnya besar, Indonesia dinilai memiliki tren pasar tersendiri. Bahkan menurut Aditi, hal ini menjadi alasan kuat mengapa program GVV dibuka pertama kali untuk pasar Indonesia.

Ia menyebutkan sebanyak 60 persen investasi digital di Asia Tenggara ‘lari’ ke Indonesia. Menurutnya, data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan inovasi di Indonesia menjadi sebuah tren menarik.

Tren lainnya adalah perkembangan adopsi digital di Indonesia turut disumbang oleh segmen UKM. Selama ini, segmen UKM menjadi salah satu penopang pereknomian Indonesia. Tercatat, ada lebih dari 50 juta UKM di sini.

“UKM ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan inovasi. Apalagi di situasi pandemi, mereka dituntut untuk mengadopsi digital. Ini adalah sebuah tren yang membuat pasar Indonesia menarik,” kata Aditi.

Adaptasi baru menjadi tantangan

Dalam perjalanannya, Aditi telah bertemu dan bekerja sama dengan banyak founder lewat program yang diinisiasi Grab tersebut. Ada sejumlah tantangan yang ia anggap sebagai sebuah proses pembelajaran.

Salah satunya adalah beradaptasi dengan founder agar dapat saling bekerja sama. “Kami melihat saat itu founder belum meyakini what it means bekerja dengan venture capital dan tim-tim yang mengeksplorasi model bisnis baru, seperti kami,” ungkap Aditi.

Ia menilai bahwa hal ini dapat menjadi pembelajaran untuk saling memahami apa yang diinginkan satu sama lain dan menemukan partner startup yang potensial. “Feedback yang kami dapatkan saat bekerja bareng founder adalah mengalokasikan banyak waktu untuk mengetahui sama lain,” ujarnya.

Pivot di situasi pandemi

Selama masa pandemi Covid-19, terjadi perubahan yang sangat signifikan pada perilaku dan kebutuhan konsumen. Situasi ini juga menuntut pelaku bisnis untuk mengakselerasi digitalisasi.

Di sisi lain, sejumlah sektor bisnis terdampak positif dari krisis kesehatan ini, seperti kesehatan dan kebutuhan pokok. Bagi Aditi, hal ini menandakan bahwa Indonesia terus berupaya untuk mendorong pertumbuhan sektor bisnis, baik B2B maupun B2C.

“Makanya, penting untuk melihat kebutuhan customer di tengah situasi yang berubah saat ini. Pada kasus GVV batch ke-3, kami akhirnya melakukan pivot dengan fokus pada peluang digitalisasi di sektor UKM. Kini semua tentang solusi digital untuk membuat layanan Grab menjadi fleksibel di era pandemi. Di sini kami dapat membantu mereka mengadopsi teknologi digital,” katanya.

Perihal kriteria startup dan KPI

Kriteria menjadi standar umum dalam mencari partner yang potensial. Pada program akselerasi semacam GVV, Aditi menekankan strategic feed yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Terutama, apabila startup tersebut dapat men-deliver tujuan ini pada waktu yang tepat.

“Kami melihat kriteria semacam ini, seperti seberapa kuat komitmen founder, chesmistry dengan founder, atau apakah mereka mau mendukung ekosistem UKM. Ini yang kami sebut bahwa kami berbagi tujuan yang sama,” tutur Aditi.

Selain itu, program inkubasi juga tetap memiliki KPI untuk memastikan bahwa startup yang diajak kerja sama menjalankan misi yang sama dengan misi perusahaan. “Bagi kami, metrik utamanya adalah apakah tim dapat menciptakan model bisnis dan membawa tech leader. Tentu program ini selalu dievaluasi.”

Disclosure: DailySocial merupakan strategic partner Grab Ventures Velocity

Melihat Sinergi dan Inovasi Startup selama Masa Pandemi

Semakin meningkatnya angka positif virus corona di Indonesia membuat setiap elemen masyarakat terus bahu membahu untuk bersama-sama menekan laju penyebaran virus tersebut, termasuk startup-startup lokal. Bagi startup sendiri, mereka dapat memberikan kontribusi melalui inovasi produk serta sinergi yang diciptakan untuk membantu kegiatan dan kebutuhan masyarakat selama masa pandemi. Di sisi lain, kontribusi ini sendiri dapat menunjukkan apakah produk yang dimiliki memang tetap dibutuhkan masyarakat meski saat masa-masa sulit.

Hal ini yang juga menjadi pembahasan webinar “Behind The Wheel” seri ketiga yang diselenggarakan pada Rabu (13/5) lalu. Memasuki minggu ketiganya, webinar ini mengangkat tema “Tech Startups Role During COVID-19 Pandemic”. Seri ketiga ini mendatangkan cukup banyak pembicara dari latar belakang yang beragam antara lain Suci Arumsari (Co Founder & Director Alodokter), dr. Alni Magdalena (Head of Medical Community-Operations Alodokter), Edward Jusuf (CEO Opsigo), Achmad Sugiarto (CSO Telkom Group), Fajar Eri Dianto (Ketua Umum Relawan TIK), Tomy Hendrajati (President of Human Initiative), dan dimoderatori oleh Aldi Adrian (VP of Investment MDI Ventures). Melalui pembahasan minggu ini, masing-masing pembicara memberikan pendapatnya mengenai peran inovasi startup dalam membantu masyarakat selama masa pandemi ini serta adanya peningkatan adopsi digital yang terjadi di masyarakat.

Meningkatkan Kualitas Layanan Kesehatan Digital

Salah satu vertikal bisnis startup yang mungkin bersentuhan langsung dalam menghadapi masa pandemi ini adalah healthtech. Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tetap dapat terlayani meski memiliki keterbatasan interaksi secara langsung melalui platform layanan kesehatan digital. Co Founder & Director Alodokter, Suci Arumsari, mengatakan bahwa kebutuhan akan informasi tentang kesehatan mengalami peningkatan. Hal ini membuat platform healthtech sendiri juga terus terdorong untuk meningkatkan kualitas layanan digital setelah meningkatnya permintaan dari masyarakat.

“Ada dampak positif bagi masyarakat, yaitu mereka menjadi lebih aware mengenai kesehatan” tambah Suci.

Meningkatnya kebutuhan informasi ini juga dapat terlihat dari data kunjungan rumah sakit yang menurun namun terjadi peningkatan penggunaan layanan tele-konsultasi oleh masyarakat selama masa pandemi ini. Tidak hanya masyarakat, dokter dan rumah sakit pun saat ini juga mulai mencari platform digital agar tetap dapat melayani pasien meski dalam berbagai keterbatasan.

“Kurang lebih 50-70% kunjungan ke rumah sakit turun” terang Head of Medical Community-Operations Alodokter, dr. Alni Magdalena.

Bagi Alodokter sendiri, salah satu cara mereka dalam menjaga dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan digital yang semakin dibutuhkan masyarakat ini adalah dengan menerapkan SOP yang ketat kepada para dokter serta membantu memberikan informasi yang tepat dan akurat sehingga masyarakat terhindar dari hoax mengenai informasi kesehatan.

Menciptakan Sinergi dan Inovasi selama Pandemi

Salah satu yang juga turut terus menjadi bahasan dalam webinar kali ini adalah bagaimana startup-startup di Indonesia dapat terus menciptakan inovasi produk serta melakukan sinergi untuk menjawab kebutuhan masyarakat selama masa pandemi. Situasi ini juga disebut sebagai momen yang pas untuk startup dalam menemukan ceruk yang paling dibutuhkan oleh masyarakat lalu mulai melakukan penambahan fitur berdasarkan kebutuhan tersebut meskipun startup tersebut harus melakukan pivot.

Salah satu startup yang juga melakukan pivot di masa pandemi ini adalah Opsigo. Lesunya industri pariwisata akibat larangan bepergian selama masa pandemi ini membuat Opsigo mencari peluang baru dalam memberikan manfaat kepada masyarakat melalui platformnya. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan pivot dari penyedia layanan pemesanan kamar hotel ke pemesanan dan pengecekan ketersediaan kamar rumah sakit terutama untuk pasien COVID-19.

“Di satu titik kita juga mendapatkan satu challenges baru, selama pandemi ini kita belum mendengar pemerintah memiliki platform untuk mendeteksi ketersediaan rumah sakit” terang CEO Opsigo, Edward Jusuf.

Kita melakukan sedikit perubahan dari sistem yang sudah kita develop sebelumnya, sekarang ini kita melakukan sedikit pivoti

Adaptasi bisnis dalam bentuk pivot seperti ini penting untuk dilakukan startup dalam vertikal manapun untuk terus bertahan dan memiliki dampak positif bagi masyarakat selama masa pandemi ini

Disruption dalam setiap vertikal industri sangat mungkin terjadi” terang CSO Telkom Group, Achmad Sugiarto.

Selain menghadirkan inovasi produk baru, salah satu peran yang dapat dilakukan oleh startup adalah menciptakan sinergi dalam bentuk kolaborasi antar startup untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Kolaborasi ini dapat dimulai dengan melakukan kongsi kecil namun tetap dapat memberikan dampak.

“Kita berpikir bahwa tahun ini sebenarnya tidak bisa kita melakukan secara parsial, secara sendiri, yang bagus adalah kita melakukan sinergi” tambah Achmad.

Kolaborasi seperti ini juga tidak hanya dilakukan oleh startup, tetapi juga oleh Non Government Organization (NGO) seperti Human Initiative yang juga melakukan penggalangan donasi selama masa pandemi ini di platform sendiri dan melalui kegiatan partnership dengan pihak lain untuk memperluas jangkauannya.

“Kolaborasi itu menjadi harga mati untuk kita menghadapi situasi pandemi seperti sekarang ini” ujar Tomy Hendrajati selaku President dari Human Initiative.

Memanfaatkan Peningkatan Adopsi Digital Masyarakat

Situasi pandemi ini juga dianggap tetap dapat mendatangkan potensi-potensi dari kebiasaan baru dalam menggunakan platform digital yang diadopsi oleh masyarakat. Menurut CEO Opsigo, Edward Jusuf, salah satu hal positif yang dapat diambil dari situasi pandemi ini adalah potensi baru yang hadir dalam memudahkan penjualan produk ke depannya. Salah satu penyebabnya adalah karena saat ini masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya platform digital dalam mendukung kegiatan mereka. Meski begitu, Edward sendiri tidak menampik bahwa tetap ada ancaman-ancaman baru terutama bagi industri pariwisata atau travel yang harus segera disiasati secara strategis.

“Sedikit banyak ada satu ancaman baru dimana orang-orang mulai terbiasa dengan meeting online ” ujar Edward.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Relawan TIK, Fajar Eri Dianto. Fajar mengungkapkan bahwa adopsi digital meningkat secara pesat karena masa pandemi saat ini. Masyarakat ikut terdorong untuk menggunakan platform digital mulai dari kegiatan belajar hingga pembelian kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga menimbulkan pertanyaan apakah produk startup yang saat ini tersedia sudah dapat memenuhi semua kebutuhan masyarakat selama pandemi ini. Selain itu, hal yang patut diperhatikan sebagai efek samping penggunaan teknologi yang meningkat ini adalah kesadaran terhadap privasi. Masih banyak masyarakat yang membutuhkan literasi digital tentang hal ini salah satunya karena adopsi digital yang dilakukan secara mendadak.

“Kita mulai menekankan kepada masyarakat kalau privasi seperti ini, jangan asal hanya karena ingin online, harus online, semua data harus di-share” tambah Fajar.

Melalui pembahasan webinar kali ini, kita dapat melihat bahwa startup harus terus dapat melihat potensi sinergi dan inovasi dalam memberikan dampak positif kepada masyarakat melalui produk-produknya. Tentunya masih banyak penerapan produk teknologi yang dapat dibahas dalam membantu masyarakat selama masa pandemi, salah satunya adalah penggunaan artificial intelligence (AI) dan machine learning.

Kedua produk tersebut juga akan menjadi pembahasan pada rangkaian terakhir dari webinar Behind The Wheel di minggu depan. Dengan mengusung tema “Artificial Intelligence & Machine Learning to Fight COVID-19”, webinar kali ini akan mendatangkan beberapa pembicara seperti Irzan Raditya (CEO Kata.ai), Bachtiar Rifai (CEO Volantis), dan beberapa pembicara lainya yang dapat memberikan insight menarik tentang penggunaan AI dan machine learning dalam membantu masyarakat di masa pandemi ini. Bagi kalian yang tertarik untuk mengikuti seri webinar minggu depan, silahkan mendaftarkan diri secara gratis melalui link berikut ini.

Disclosure: Artikel ini merupakan bagian dari publikasi seri webinar Behind The Wheel yang diselenggarakan oleh MDI Ventures.

7 Tren dan Prediksi Inovasi Teknologi Smartphone di Tahun 2018

Sepanjang tahun 2017, para pabrikan ponsel berupaya mendatangkan smartphone terbaik mereka dengan inovasi teknologi canggih untuk memikat hati konsumen. Sebut saja teknologi kamera ganda yang tak hanya ada pada smartphone flagship tapi juga kelas menengah ke bawah. Lalu, kita juga mulai mengenal rasio layar baru 18:9 dan bezel makin tipis.

Lalu bagaimana di tahun 2018 ini, kira-kira apa saja yang akan fitur yang harus ada di smarpthone dan menjadi lumrah dihadirkan oleh para pabrikan? Kami menghimpunya di bawah ini.

Beberapa fitur memang sudah ada di satu atau dua perangkat yang hadir di tahun 2017, dan kemungkinan untuk jadi standar dari perangkat yang hadir di tahun 2018 semakin besar.

1. Smartphone dengan Layar yang Bisa Dilipat (Foldable)

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018
Sumber foto: Zteusa.com

Rumor mengenai smartphone dengan layar OLED fleksibel yang bisa dilipat sudah bertahun-tahun lalu beredar. Mungkin impian tersebut akan menjadi kenyataan di tahun ini.

Samsung digadang-gadang akan menjadi produsen pertama yang akan merilis Foldable Phone. Kabarnya, perusahaan asal Korea Selatan ini telah berhasil mengembangkan panel yang dapat dilipat yang akan siap pada akhir tahun 2018. Dengan kelengkungan 1.0R yang artinya panel tersebut bisa dilipat dengan posisi ke dalam seperti kertas.

Sejumlah paten yang diajukan Samsung juga mengisyaratkan makin matangnya teknologi yang dibutuhkan. Tapi Samsung bukan satu-satunya perusahaan yang tertarik dengan smartphone lipat, LG dan Apple juga mengembangkan perangkat serupa.

Sebenarnya, tahun lalu pun sudah ada ZTE Axon M yang bisa dilipat. Lebih tepatnya, ZTE Axon M memiliki dua layar terpisah masing-masing 5,2 inci 1080p yang digabungkan dengan sistem engsel dan bukan menggunakan layar fleksibel.

2. Pemindai Sidik Jari di Bawah Layar

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-1

Rumor mengenai smartphone dengan pemindai sidik jari yang dipasang di bawah layar sudah sering kita dengar sepanjang tahun 2017. Samsung dan Vivo pun berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama dan tahun ini kemungkinan besar impian tersebut bakal terwujud.

Perusahaan perakit sensor biometrik terkemuka, Synaptics mengumumkan telah berhasil menciptakan sensor sidik jari yang bisa dipasang ke permukaan layar smartphone. Sensor bernama Clear ID FS9500 ini aman berkat prosedur enkripsi AES dan mencakup serangkaian fitur otentikasi yang dapat dipilih oleh OEM. Mereka juga sudah memulai proses produksi massal.

3. Standar Baru Rasio Layar 18:9 

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-2

Tahun lalu saja, sudah banyak produsen yang mengadopsi rasio layar 18:9 ke perangkat flagship dan kelas menengah mereka dengan bezel lumayan tipis. Sebut saja, Vivo V7, Oppo F5, Huawei Nova 2i, dan banyak lagi.

Tahun ini, rasio layar tersebut mungkin akan menjadi salah satu kriteria yang wajib ada bagi konsumen ketika memilih smartphone baru. Seri Galaxy A terbaru kepunyaan Samsung juga telah mengadopsi Infinity Display, semoga saja diikuti seri Galaxy J.

4. Asisten Digital yang Lebih Pintar dan Lebih Seperti Manusia

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-3
Sumber foto: Business Insider

Sejumlah perusahaan teknologi raksasa berlomba-lomba mengembangkan asisten digital berbasis AI dan machine learning. Apple dengan Siri, Google dengan Assistant, Samsung dengan Bixby, Microsoft dengan Cortana, Amazon dengan Alexa, dan banyak lagi.

Saat ini kemampuan mereka memang masih sangat terbatas, tapi tahun ini tugas yang bisa mereka kerjakan akan lebih banyak. Selain itu, keluaran suara yang terdengar juga akan lebih menyerupai manusia.

Sejumlah pabrikan ponsel juga akan membenamkan chipset khusus untuk menangani AI dan machine learning. Bakal lebih banyak lagi aplikasi berbasis AI yang menyuguhkan pengalaman lebih baik lagi.

5. Update OS Android Lebih Cepat

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-4

Masalah besar yang sampai saat ini belum bisa diatasi Google ialah soal update OS Android yang sangat lambat. Ada banyak sekali smartphone yang terjebak di versi Android jadul.

Agar tidak terjadi hal yang sama, Google mengenalkan teknologi bernama Project Treble yang mulai tersedia Android 8.0 Oreo. Dengan ini memungkinkan para pabrikan ponsel bisa memperbarui OS Android lebih cepat tanpa perlu membuat banyak perubahan di sisi software.

Pada dasarnya, Google memisahkan software mereka dengan bagian software yang dikerjakan oleh partner pembuat hardware. Secara teori, smartphone yang sudah menjalankan Android Oreo bakal menerima update OS lebih cepat dibandingkan versi-versi Android sebelumnya.

6. Pengenalan Wajah 

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-5
Sumber foto: Apple

Keputusan berani Apple menanggalkan tombol home ikonik dan Touch ID (fingerprint scanner) pun dinilai sangat mengejutkan. Sebagai gantinya, Apple membenamkan sistem pengenalan wajah baru yang disebut Face ID dengan TrueDepth camera.

Sebenarnya Samsung juga teknologi Iris Scan dan Face Recognition pada Galaxy Note 8. Bedanya dengan Apple, Samsung masih menyediakan sensor fingerprint.

Tahun 2018 ini, bisa diprediksi akan makin banyak pabrikan ponsel yang mengembangkan teknologi pengenalan wajah yang lebih aman. Sebut saja Huawei, Oppo, dan Xiaomi yang kabarnya tengah menggarap sensor 3D seperti Face ID iPhone X.

7. Daya Tahan Baterai Lebih Baik

tren-dan-prediksi-inovasi-teknologi-smartphone-2018-6
Sumber foto: GadgetMatch

Menurut PhoneArena, daya tahan baterai pada smartphone flagship 2017 lebih baik 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Alasan utamanya ialah penggunaan chipset 10nm yakni Snapdragon 835 yang lebih hemat daya.

Tahun depan, chipset 10nm Snapdragon 845 dan berpadu OS Android 8.0 Oreo yang punya manajeman daya yang lebih baik, akan membuat daya tahan smartphone Android lebih lama.

Di sisi lain, teknologi fast charging juga sangat membantu kita, tak perlu menunggu lama untuk nge-charge.

Sumber: PhoneArena dan Slashgear.

5 Inovasi Teknologi Terbaru yang Meningkatkan Pengalaman Penggunaan Smartphone

Teknologi pada smartphone terus berkembang, dari mulai menyempurnakan sejumlah fitur yang sudah ada, hingga inovasi-inovasi baru yang menjanjikan pengalaman ‘ber-smartphone’ secara keseluruhan yang lebih baik.

Tercatat, ada lima fitur yang menyita perhatian kami dan bakal lebih banyak kita jumpai dalam 12 bulan ke depan. Apa saja?

1. Standar Univisium 2:1

inovasi-teknologi-terbaru-smartphone-1
Sumber foto: LG.com

Dimulai dari LG G6 dengan rasio layar 18:9 yang disebut FullVision Display, lalu Samsung Galaxy S8 dengan Infinity Display (18.5:9), kemudian hadir di berbagai smartphone dengan istilah FullView Display. Apapun namanya, aspek rasio tersebut tak lain adalah standar Univisium 2:1, artinya tingginya dua kali lebar.

Keunikan format yang memanjang ini ditopang bezel tipis, memungkinkan para produsen membuat smartphone dengan layar lapang tanpa memperbesar body dan juga tampil futuristik. Konten yang ditampilkan juga lebih banyak 12 persen, sehingga menawarkan pengalaman baru dalam gaming dan menikmati konten video.

2. Refresh Rate 120Hz

inovasi-teknologi-terbaru-smartphone-2
Sumber foto: Razerzone.com

Umumnya perangkat mobile saat ini masih menggunakan standar refresh rate 60Hz. Lalu, refresh rate 120Hz menyambangi iPad Pro baru yang Apple sebut sebagai ProMotion Display yang menjanjikan tampilan lebih mulus dan realistis.

Ya, perangkat ponsel pertama yang mengadopsi teknologi ini adalah smartphone gaming Razer Phone. Jika pada iPad Pro untuk pengalaman menggambar dengan stylus lebih nyata, Razer Phone menampilkan grafis yang jauh menakjubkan untuk meningkatkan pengalaman gaming. Salah satu game yang sudah mendukung tampilan 120Hz adalah game MOBA Vainglory.

3. Teknologi e-SIM 

inovasi-teknologi-terbaru-smartphone-3
Sumber foto: Blog.google

Teknologi kartu SIM yang diubah menjadi elektronik juga merupakan salah satu teknologi inovasi smartphone terbaru. Contoh smartphone yang sudah mengadopsi adalah Google Pixel 2 dan Pixel 2 XL, jadi bisa digunakan tanpa kartu SIM karena bentuknya yang jadi elektronik. Sebagai catatan, karena teknologi ini masih baru, operator seluler di Indonesia sendiri belum beralih ke teknologi e-SIM.

4. Perekaman Video 4K 60fps

inovasi-teknologi-terbaru-smartphone-4
Sumber foto: Apple.com

Biasanya kita harus memilih, ingin merekam video dalam format 4K tapi hanya sebatas pada 30fps atau format 1080p pada 60fps. Keuntungan semakin tinggi nilai FPS, maka semakin halus pergerakan dalam video yang dihasilkan.

iPhone X adalah smartphone pertama yang mampu merekam video 4K pada 60fps tanpa batasan waktu. Sebagai catatan, kebanyakan smartphone premium saat ini hanya mampu merekam video 2160p (4K) pada 30fps, termasuk Samsung Galaxy Note 8 dan LG V30.

5. Chipset AI

inovasi-teknologi-terbaru-smartphone-5
Sumber foto: Apple.com

Saat ini kita mungkin belum benar-benar merasakan manfaat dari teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).  Tapi para pakar dan perusahaan teknologi bekerja keras mengembangkan teknologi AI, sebut saja Huawei yang sudah mencuri start dengan mengumumkan chipset Kirin 970 dan Apple dengan chipset A11 bionik pada iPhone X.

Itulah lima teknologi inovasi smartphone terbaru yang akan mengubah cara kita menggunakan smartphone dan, tentu saja bakal semakin banyak kita jumpai dalam 12 bulan di tahun 2018 mendatang dalam perangkat yang dirilis di pasar. Tentunya akan menarik melihat bagaimana adopsi pengguna serta strategi yang akan digunakan oleh para pabrikan untuk mengadirkan perangkat yang paling seru.

Koreksi: Perbaikan judul tanpa mengubah isi artikel. 

Mengoptimalkan Tim yang Ada untuk Mendapatkan Inovasi

Bisnis startup dibangun dari sumbangsih orang-orang yang berada di dalamnya. Ide dan eksekusi awal ada pada tim. Untuk mengelola anggota tim butuh pemahaman ekstra baik secara tim maupun individu. Pemahaman ini wajib dimiliki oleh semua orang pemimpin. Jika suatu saat terjadi deadlock atau inovasi yang mandek, pemimpin perlu mengeksplorasi dan mengoptimalkan anggota timnya untuk menemukan sesuatu hal yang baru.

Berikut beberapa saran yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan tim yang ada dan menemukan inovasi selanjutnya.

Mempersilakan orang-orang “lapar” untuk memimpin

Untuk bisa menggali inovasi dan mengetahui potensi-potensi lain dari tim pemimpin wajib mengetahui kemampuan individu dan kerja sama tim masing-masing. Kemudian buat waktu bersama-sama untuk mengetahui antusias masing-masing anggota tim dalam mengembangkan tim.

Dari sama pemimpin bisa mencoba memberikan kesempatan orang-orang yang terlihat “lapar” dan haus akan kemajuan dan rasa ingin tahu yang tinggi untuk menjadi seorang pemimpin. Awalnya memang butuh penyesuaian, namun jika ini merupakan cara untuk mendapatkan inovasi baru, tidak ada salahnya dicoba.

Menantang asumsi

Insting atau naluri dalam mengambil keputusan biasanya dimiliki oleh semua pemimpin. Selain itu, dalam melakukan inovasi yang berkelanjutan asumsi sering muncul. Jika bisnis ingin mendapatkan lebih banyak inovasi bisa dilakukan dengan mencoba menguji asumsi-asumsi yang ada, bisa dari pemimpin atau anggota tim yang lain.

Pengujian dan strategi yang baru adalah dua hal yang harus terus diulang untuk menguji asumsi. Dengan menantang asumsi bisnis bisa lebih dini mengidentifikasi perubahan dan menyiapkan strategi untuk mengantisipasinya.

Mengedepankan komunikasi yang baik

Inovasi sekarang ini bisa hadir dari mana saja. Tidak hanya mengandalkan insting pemimpin atau hasil brainstorming. Inovasi bisa didapatkan dari komunikasi yang baik, baik dengan pengguna, tim atau orang-orang terdekat.

Ide atau gagasan sering terhambat karena tidak adanya komunikasi atau komunikasi yang kurang baik antara pemimpin dengan tim atau bisnis dengan penggunanya. Biasanya dari komunikasi-komunikasi tersebut ditemukan alasan yang kuat mengembangkan produk atau fitur baru untuk melengkapi yang sudah ada.

Masa Depan Kolaborasi Startup

Jika mengacu pada hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016 dapat diketahui bahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta dari total populasi penduduk Indonesia yaitu 252,4 juta jiwa. Di samping itu, perilaku pengguna internet di Indonesia didominasi oleh penggunaan mobile yang mencapai 63,1 juta atau 47,6% dari populasi pengguna internet di Indonesia.

Fakta tersebut menjadikan bisnis rintisan atau yang dikenal dengan startup di bidang teknologi merupakan salah satu sektor yang semakin diminati dan terus berkembang dengan cepat. Perkembangan tersebut diikuti dengan munculnya startupstartup lokal maupun masuknya startup luar ke Indonesia serta bermunculannya investor baik venture capital maupun angel investor untuk mendorong ekspansi bisnis startup.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara potensial dalam perkembangan startup di bidang teknologi. Tetapi, untuk mendorong lebih banyak lagi startup yang muncul dan berkembang di Indonesia, dibutuhkan kerja sama atau kolaborasi dari para stakeholders baik itu perusahaan konvensional, pelaku startup, institusi pendidikan, komunitas hingga para investor. Diharapkan dengan adanya kolaborasi tersebut akan menciptakan inovasi-inovasi baru dalam bidang teknologi.

Fintech (Financial Technology) sebagai Primadona Baru

Fintech kini menjadi primadona baru dalam dunia startup. Financial technology (Fintech) muncul di tengah masyarakat karena adanya kebutuhan bertransaksi keuangan secara cepat, mudah, dan praktis. Kebutuhan cash less yang semakin besar, membuka peluang pelaku perusahaan rintisan atau startup mengembangkan aplikasi fintech.

Fintech yang banyak dilirik seperti peer-to-peer lending (pinjam meminjam uang melalui aplikasi), pengaturan investasi saham dan reksa dana, sampai pembayaran melalui uang elektronik. Fintech yang dianggap masa depan bagi industri keuangan sudah disadari banyak pihak, terutama dari sektor perbankan. Mereka berlomba-lomba meluncurkan inovasi di bidang fintech

Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi fintech bakal mencapai 1,9 miliar dolar AS atau Rp 25,28 triliun (kurs Rp 13.308/dolar AS) pada tahun 2017. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan investasi yang digelontorkan pada sektor fintech sampai tahun 2018 nanti mencapai angka 8 miliar dollar AS.

Data tersebut membuat investor melirik potensi pasar fintech di Indonesia. Dalam laporan Startup Teknologi Indonesia 2016, DailySocial melaporkan bahwa 60 persen investor setuju jika fintech akan menjadi tren di 2017. Disusul sektor Software-as-a-Service (SaaS) yaitu adopsi perangkat lunak sebagai service atau layanan sebesar 20 persen, lalu e-commerce 10 persen, dan lainnya (revenue generating business) sebesar 10 persen.

Inovasi dan Kolaborasi

Berdasarkan hasil survei General Electric Global Innovation Barometer tahun 2016 melaporkan bahwa 85 persen perusahaan mengungkapkan bahwa kolaborasi akan mendorong keberhasilan organisasi di masa mendatang.

Begitupun yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) yang mengusung inovasi dan kolaborasi sebagai spirit awal terbentuknya BCA Finhacks (Financial Hackathon). Berbekal ide-ide terbaru dan kerja sama antara pelaku industri dan developer IT, melalui Finhacks diharapkan akan hadir inovasi-inovasi digital dan menjadi solusi bagi dunia keuangan, khususnya perbankan.

Finhacks sendiri telah diselenggarakan pada 2016 lalu. Hampir 500 ide inovasi dari developer TI di seluruh Indonesia telah berhasil dijaring oleh Finhacks dan menghasilkan inovasi-inovasi sistem pembayaran menggunakan e-wallet. Jika tahun lalu mengusung tema #HackByTheBeach dengan suasana tepi laut. Finhacks 2017 ini mengusung tema #Codescape dengan nuansa pegunungan yang akan mengambil lokasi di BCA Learning Institute, Sentul. Sebelum menuju perhelatan Finhacks 2017, BCA dan DailySocial terlebih dahulu akan mengadakan meetup dan Mini Finhacks.

Tahun ini, perhelatan Finhacks 2017 menyiapkan total hadiah uang tunai senilai 120 juta rupiah untuk tiga tim pemenang utama yang dapat menghadirkan solusi yang berkaitan dengan digital banking. Bahkan, lebih dari itu, para pemenang juga secara otomatis akan mendapatkan MacBook Pro 13.3″ Retina Display (juara pertama), MSI GE62 2QL (juara kedua), dan Ricoh Theta S 360 Degree (juara ketiga).

Melalui Finhacks 2017, BCA mengajak para developer atau praktisi TI berkolaborasi dan berlomba menghasilkan inovasi yang dapat menjawab tantangan dalam menciptakan inovasi teknologi layanan perbankan yang lebih mudah, aman dan menyenangkan bagi gaya hidup nasabah sehari-hari.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial hasil kerja sama DailySocial dan BCA, sebagai bagian dari rangkaian acara Finhacks 2017.

Menguak Proses Inovasi Teknologi

Sejak awal 2000 hingga tulisan ini dirilis, bisakah Anda menghitung berapa banyak startup yang lahir di industri teknologi Indonesia? Jumlahnya mungkin membeludak, tapi tak banyak yang tetap kukuh bertahan sampai detik ini. Ada beberapa syarat yang perlu ‘dipatuhi’ agar keberlanjutan tersebut tetap terjadi, yang di antaranya ialah produk yang solutif.

Sebut saja Go-Jek, Traveloka, dan Tokopedia, misalnya. Meski bergerak di ranah bisnis yang berbeda, ketiga perusahaan ini mempunyai satu hal yang menjadi oksigen bagi laju penciptaan inovasi, yaitu keinginan untuk membawa perubahan terhadap kebiasaan masyarakat. Kebiasaan tersebut umumnya sudah terasa usang, terutama di era Internet.

Lihat bagaimana Go-Jek membawa perubahan pada cara berpikir tukang ojek dan penumpangnya dengan produk on-demand service. Lihat juga Traveloka yang mencoba memecahkan masalah dari sulitnya pemesanan tiket transportasi khususnya pesawat. Dan juga, jangan luput dari ingatan Anda tentang Tokopedia yang menjadi online marketplace untuk menjawab kebutuhan para pengusaha kecil dan UKM dalam berdagang.

Rasanya, dewasa ini sudah banyak startup hadir dengan semangat yang sama dalam menghadirkan inovasi.

Namun ternyata, inovasi teknologi belakangan tak semata lahir dari permasalahan yang dilihat dan dirasakan inovatornya saja. Beberapa penemuan teknologi kadang muncul dari hal-hal yang tidak terduga, seperti peribahasa.

Ya, Anda tidak salah dengar. Peribahasa ternyata tidak lagi menjadi instrumen dalam kancah pelajaran bahasa atau penulisan cerita, tapi sudah berfungsi baik menjadi bibit dari inovasi. Program “Unimpossible Mission” dari General Electric (GE) membuktikan keadaan tersebut.

Premis dari program ini cukup sederhana—meski pembuatan produknya tentu tidak sesederhana itu, GE melakukan hal-hal yang dianggap mustahil setiap hari guna memecahkan beragam masalah kompleks yang dihadapi dunia. Hal-hal tersebut mengacu pada peribahasa, misalnya “Catching Lighting in a Bottle,” “You Can’t Fight Fire with Fire,” atau “You Can’t Unring the Bell.”

Yang baru diluncurkan, Anda dapat menyaksikan bagaimana aksi orang-orang tercerdas di dunia mematahkan peribahasa-peribahasa tersebut. Kabar lain, GE juga membuka kesempatan bagi mahasiswa-mahasiswi Indonesia untuk memperlihatkan kemampuan mereka dalam berinovasi dari peribahasa.

Nah, apakah Anda salah satu inovator yang tepat untuk menjalankan “Unimpossible Missions”?


Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh General Electric.

Akhirnya Tiga Inovator BlackInnovation 2016 Diumumkan

Ajang kompetisi inovasi terbesar di Indonesia BlackInnovation kini telah mencapai titik puncaknya. Perhelatan untuk tiga inovator terbaik telah dilakukan, setelah melalui proses screening dan voting dari 15 finalis pada akhir tahun lalu.

Tarik mundur beberapa waktu ke belakang, 15 inovator finalis tersebut mengikuti mentoring yang diisi oleh juri-juri yang memiliki ‘jam terbang’ tinggi dalam bidang desain dan Internet of Things, antara lain Asyraaf Ahmadi, Freddy Chrisswantra, dan Mufti Alem untuk mentor dalam produk desain, serta Irsan Suryadi Saputra, Monalisa Arcelia, dan Habibi Mustafa untuk mentor produk Internet of Things.

Proses mentoring berlangsung melalui concept board system, sehingga para peserta bisa berkomunikasi secara langsung dengan para mentor dan juri untuk berdiskusi melalui karyanya. Melalui mentoring online para finalis juga akan diberi masukan dalam proses pembuatan mockup dan prototipe karya mereka masing-masing.

Usai proses mentoring, para finalis mempresentasikan produk inovasinya berupa prototipe produk di depan dewan juri BlackInnovation 2016, di babak BlackInnovation Final Challenge yang digelar di Hotel Santika Jakarta, pada hari Jumat (3/2). Juri-juri tersebut yakni Danny Oei Wirianto (GDP Venture), M. Yukka Harlanda (Bro.do), Achmad Fadillah (Desainer Produk), Aulia Faqih (Dirakit.com), Svasti Manggalia (Svas Living), Surya Darmadi (Qlue), Irsan Suryadi Saputra (IBM Indonesia), dan Budi Suwarna (Jurnalis Senior).

Pasca melewati beberapa proses dan tahapan penjurian, akhirnya tiga inovator terbaik BlackInnovation 2016 diumumkan. Ketiga juara di ajang kompetisi ide dan desain ini ialah dr. Ketut Gede Budhi Riyanta dengan karyanya Fungiplast (plaster untuk mengobati jamur di kulit), lalu ada Ignatius Ario Noegroho dengan inovasinya bertajuk Ranginas (Jemuran Angin Panas, solusi mengeringkan pakaian secara cepat dengan memanfaatkan energi yang terbuang dari AC), serta inovator ketiga yakni Ratu Agnia dan Rogers dengan inovasinya berupa Lemuria Smart Waste Collection (perangkat Internet of Things yang memindai volume sampah di TPS, setelah volumenya didapat dari sensor IoT, data nanti akan dikirim ke cloud server yang telah dibekali dengan artificial intelligence yang akan memberikan rute terbaik pengangkutan sampah).

"The Innovator". Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation
“The Innovator”. Tiga inovator terbaik di BlackInnovation 2016. / BlackInnovation

Ketiga “The Innovator” ini masing-masing berhak mendapatkan total hadiah uang tunai Rp 30 juta ditambah Innovation Journey ke Jepang untuk melihat tempat-tempat inovatif yang menarik untuk dipelajari.

Selain tiga besar, dalam acara puncak BlackInnovation 2016 ini juga diumumkan tiga finalis terfavorit hasil voting online pembaca BlackXperience. Ketiga finalis terfavorit tersebut adalah Aulia dan Shah Dehan dengan karyanya Lockey, M. Zainur Rofit dengan produk garapannya Hanging Fruit Catcher, dan Robi Aria Samudra dengan produknya Sekop Baju. Masing-masing berhak mengantongi uang tunai sebesar Rp 10 juta untuk pemenang favorit I, Rp 7,5 juta untuk pemenang favorit II, dan Rp 5 juta untuk pemenang favorit III.


Disclosure: DailySocial adalah media partner BlackInnovation 2016.