Apple Rilis iPod Touch Generasi Baru dengan Performa Sekelas iPhone 7

Saya sama sekali tidak menyalahkan apabila Anda sudah lupa dengan keberadaan iPod Touch. Maklum, generasi terakhir (keenam) perangkat tersebut dirilis hampir empat tahun yang lalu. Namun percaya atau tidak, Apple baru saja merilis iPod Touch generasi ketujuh.

Tampilan luarnya sama sekali tidak berubah, masih dengan layar sentuh IPS mungilnya (4 inci) yang beresolusi 1136 x 640 pixel. Bezel atas maupun bawahnya tidak menyusut, dan tombol Home-nya pun tetap pada posisi yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

Yang dirombak adalah spesifikasinya; iPod Touch generasi ketujuh mengemas chipset A10 Fusion, chipset yang sama persis seperti yang terdapat pada iPhone 7. Oke, iPhone 7 memang sudah hampir tiga tahun usianya, tapi setidaknya performa sekelas itu sudah cukup untuk menghidangkan fitur-fitur seperti augmented reality (AR) dan Group FaceTime di iPod Touch.

iPod Touch 7th Gen

Di samping itu, kehadiran performa sekelas iPhone 7 berarti iPod Touch generasi terbaru ini bisa digunakan untuk menikmati layanan gaming subscription Apple Arcade. Anggap saja Anda sama sekali tidak memiliki hardware buatan Apple namun ingin mencicipi gamegame eksklusif yang ditawarkan layanan tersebut, maka iPod Touch generasi ketujuh ini bisa menjadi salah satu alternatif murahnya.

Semurah apa memangnya? Mulai $199 untuk varian berkapasitas 32 GB, $299 untuk kapasitas 128 GB, dan $399 untuk kapasitas $399. Pilihan warnanya sendiri ada enam: Space Gray, emas, silver, pink, biru, dan merah.

Sumber: Apple.

Dear iPhone 7 User, Berhentilah Menggunakan Fitur Assistive Touch

Saat ini pengguna Iphone sudah banyak menjamurm karena brand Iphone juga sudah menerbitkan banyak series dalam produk elektroniknya.

Salah satu keunggulan Iphone adalah memiliki tampilan cantik dan juga memiliki ciri khasnya tersediri. Yang menjadi ciri khas dari smartphone adalah Assistive Touch yang sebenarnya ada fitur ini lebih sering digunakan oleh pengguna Iphone di Indonesia.

Apa itu Assistive Touch?

Assistive Touch, bagi yang tidak tahu, adalah tombol virtual yang selalu muncul di layar dan bisa di-tap kapan saja untuk mengaktifkan beragam fungsi, mulai dari kembali ke home screen, mengunci layar sampai mengaktifkan Siri. Posisinya bisa dipindah-pindah sesuka hati; bisa di kiri atas, kiri bawah, kanan atas, kanan bawah, atau malah agak ke tengah.

Untuk mengaktifkannya, pengguna harus lebih dulu masuk ke menu pengaturan Accessibility. Sesuai namanya, fitur ini sebenarnya dirancang untuk pengguna yang memiliki kesulitan; sulit menekan tombol fisik, atau mungkin sulit mengusap layar. Yang mengherankan, banyak sekali pengguna fitur ini yang ternyata sama sekali tidak memiliki kesulitan.

Assistive Touch untuk mencegah tombol Home rusak

9 dari 10 pengguna iPhone yang saya kenal memakai fitur ini. Hampir semuanya memberikan alasan yang sama, yakni supaya tombol Home milik iPhone kesayangannya tidak rusak, sehingga pada akhirnya masih bisa dijual lagi dengan harga yang cukup tinggi ketika sudah saatnya bagi mereka untuk berganti smartphone.

Alasan mereka ini cukup valid. Tombol Home iPhone memang punya sejarah yang buruk dari masa ke masa. Utamanya sejak iPhone 4 dan iOS 4 datang memperkenalkan fitur app switcher (yang diaktifkan dengan menekan tombol Home dua kali), tombol terpenting itu jadi cepat sekali rusak.

Mereka yang tombol Home milik iPhone-nya sudah terlanjur rusak memilih untuk menggunakan Assistive Touch ketimbang membayar biaya reparasi. Cerita ini lalu menyebar dari mulut ke mulut, hingga akhirnya Assistive Touch dipercaya sebagai metode yang efektif untuk mencegah tombol Home rusak – bahkan direkomendasikan sendiri oleh staf toko yang menjual iPhone.

iPhone 7 membuat Assistive Touch jadi tidak lagi relevan

iPhone 5S dan suksesor-suksesornya mengemas sensor pemindai sidik jari yang tertanam pada tombol Home, dan bersamanya datang peningkatan durabilitas. Kendati demikian, hal ini belum cukup meyakinkan para pengguna iPhone untuk berhenti memakai Assistive Touch dan menggunakan iPhone seperti yang Apple kehendaki dalam kondisi normalnya.

Hingga akhirnya datanglah iPhone 7 dan 7 Plus tahun lalu. Tombol Home yang tersemat di kedua iPhone terbaru ini sepintas terlihat sama seperti sebelum-sebelumnya, tapi kenyataannya sangatlah berbeda. Di iPhone 7 dan 7 Plus, tombol Home ini secara teknis tidak bisa lagi disebut sebagai “tombol”. Pasalnya, sama sekali tidak ada komponen yang bergerak ketika pengguna menekannya.

Kalau Anda tidak percaya, coba matikan iPhone 7 atau 7 Plus Anda, lalu tekan tombol Home-nya. Saya jamin Anda tidak akan merasakan apa-apa. Tombol Home pada kedua iPhone baru ini lebih pantas dikategorikan sebagai trackpad.

Taptic Engine di dalam iPhone 7 dan 7 Plus bertanggung jawab atas sensasi klik yang muncul ketika pengguna menekan tombol Home / Apple
Taptic Engine di dalam iPhone 7 dan 7 Plus bertanggung jawab atas sensasi klik yang muncul ketika pengguna menekan tombol Home / Apple

Sensasi klik yang muncul ketika Anda menekan tombol Home milik iPhone 7 dan 7 Plus sebenarnya merupakan efek getaran dari komponen bernama Taptic Engine, komponen yang sama yang bertanggung jawab atas efek getaran ketika Anda menekan layar (3D Touch) maupun layar dan trackpad Force Touch pada Apple Watch dan MacBook.

Perubahan yang terkesan sepele namun pengaruhnya signifikan ini membuat Assistive Touch jadi tidak lagi relevan di iPhone 7 dan 7 Plus, setidaknya menurut pandangan saya. Kalau suatu tombol tidak lagi bisa bergerak, bukankah peluangnya untuk rusak jadi sangat kecil atau bahkan hampir tidak ada?

Semisal rusak, letak kesalahannya pun bukan di tombol Home, melainkan di Taptic Engine atau iOS – dan juga bukan akibat terlalu sering ditekan. Kalau sudah tiba di titik ini, sekali lagi masih ada Assistive Touch yang bisa menjadi solusi, baik untuk sementara ataupun seterusnya.

Alasan untuk tidak memakai Assistive Touch

Untuk menyentuh tombol "X" di sini, sang pengguna harus lebih dulu memindah posisi tombol Assistive Touch / Pixabay
Untuk menyentuh tombol “X” di sini, sang pengguna harus lebih dulu memindah posisi tombol Assistive Touch / Pixabay

Mengingat Assistive Touch merupakan bagian dari fitur Accessibility, jelas sekali ini bukan cara normal menggunakan iPhone seperti yang Apple kehendaki. Pada kenyataannya, Assistive Touch sangatlah tidak praktis jika dibandingkan dengan tombol Home.

Untuk keluar dari aplikasi misalnya, Anda butuh dua tap pada Assistive Touch: pertama untuk membuka menunya, kedua untuk mengaktifkan fungsi tombol Home. Dengan tombol Home, Anda hanya butuh satu klik saja. Kalau butuh alasan ekstra, sensasi kliknya jauh lebih memuaskan ketimbang menyentuh layar dua kali tanpa ada feedback sama sekali.

Memang ada saat dimana Assistive Touch terkesan lebih memudahkan ketimbang tombol Home, seperti ketika hendak mengaktifkan Siri atau mengambil screenshot misalnya. Ketimbang harus menekan dan menahan tombol Home, Anda bisa menyentuh layar dua kali untuk mengaktifkan kedua fungsi tersebut. Namun saya masih punya alasan lain untuk tidak menggunakan Assistive Touch.

Alasan itu adalah, keberadaan Assistive Touch sangatlah mengganggu. Tampilannya memang berubah jadi agak transparan ketika sedang tidak digunakan, tapi tetap saja memakan tempat di layar. Saat berada di sebuah aplikasi misalnya, Assistive Touch bisa menutupi tombol aplikasi di ujung layar, dan pengguna harus lebih dulu memindahnya untuk bisa menekan tombol aplikasi tersebut.

Lebih lanjut, tren smartphone terkini adalah layar dengan bezel yang sangat minimal, yang dipelopori oleh LG G6 dan Samsung Galaxy S8. Tujuannya supaya layar bisa lebih besar dan konten yang ditampilkan bisa lebih banyak tanpa membuat dimensi ponsel jadi semakin bengkak. Kalau itu yang konsumen cari, lalu kenapa mereka rela mengorbankan sebagian kecil layar untuk sebuah tombol virtual yang dirancang untuk pengguna berkebutuhan khusus?

Kesimpulan

Judul di atas sama sekali tidak saya maksudkan untuk mengejek kebiasaan Anda sekalian dalam menggunakan iPhone masing-masing. Saya cuma bermaksud memberi saran agar Anda bisa mendapat pengalaman menggunakan iPhone 7 dan 7 Plus yang lebih baik. Lupakan perkataan orang-orang dekat maupun staf toko ponsel tentang tombol Home iPhone yang mudah sekali rusak, sebab kenyataannya tidak lagi demikian sejak Apple merilis iPhone 7 dan 7 Plus.

iPhone generasi baru yang bakal dirilis bulan September atau Oktober nanti malah rumornya bakal mengemas layar hampir tidak ber-bezel, yang berarti eksistensi tombol Home fisik bakal terhenti di situ. Saya tidak tahu apa yang akan Apple suguhkan sebagai pengganti tombol Home yang ada sekarang, tapi saya yakin bukan Assistive Touch.

Semoga semua ini bisa membuka pandangan Anda terkait ‘kesalahpahaman’ mengenai tombol Home milik iPhone, khususnya iPhone 7 dan 7 Plus, mengingat masih ada sejumlah rekan saya yang begitu yakin tombol Home di iPhone 7 miliknya bisa cepat rusak kalau mereka tidak menggunakan Assistive Touch.

Lain ceritanya kalau kondisi iPhone Anda sudah seperti milik saya di foto teratas di artikel ini. Kalau sudah seperti itu, mungkin Assistive Touch adalah satu-satunya solusi yang Anda miliki – meskipun saya pribadi menggunakan Assistive Touch sebagai pengganti tombol power yang rusak, bukan tombol Home, yang pada kenyataannya masih baik-baik saja meski saya sudah menggunakan ponsel itu sejak awal tahun 2013.

3 Aplikasi iOS untuk Cara Berbeda dalam Membaca Berita

Semakin tinggi keterhubungan orang-orang di internet ternyata memunculkan sebuah fenomena yang dinamakan fear of missing out. Pernah mendengarnya?

Fear of missing out (FoMO) adalah kekhawatiran seseorang melewatkan suatu momen atau informasi mengenai hal-hal yang ada, umumnya hal tersebut dialami di media sosial atau internet.

Kegelisahan semacam ini sebenarnya bisa diminimalisasi dengan beragam apps yang ada. Khusus untuk berita dan informasi di dunia maya, Anda tak perlu repot-repot mengikuti terlalu banyak mengikuti akun media di Facebook atau Twitter. Para pengguna iOS dapat memanfaatkan aplikasi-aplikasi untuk membaca berita di bawah ini, dengan gaya membaca berbeda-beda, agar terhindar dari FoMO.

1. Flipboard

Flipboard, untuk mereka yang begitu menikmati kemajuan berita dan UI/UX di saat bersamaan / Flipboard
Flipboard, untuk mereka yang begitu menikmati kemajuan berita dan UI/UX di saat bersamaan / Flipboard

Aplikasi news aggregator yang satu ini dikenal dengan user interface dan user experience yang khas. Flipboard sejak awal hadir dengan mencocokkan interest dari sang pengguna dengan berita yang ada.

Dengan perubahan di versi 4.0, Flipboard memunculkan inovasi yang lebih maju lagi, yakni smart magazine, di mana pengguna dapat mengakses koleksi bacaan yang telah dikurasi tim Flipboard—dan tetap sesuai dengan interest-nya.

2. Instapaper

Instapaper, untuk si minimalis yang tidak ingin ketinggalan isu terkini / The Sweet Setup
Instapaper, untuk si minimalis yang tidak ingin ketinggalan isu terkini / The Sweet Setup

Dibanding aplikasi sebelumnya, Instapaper tampak lebih simpel. Ya, bagi Anda yang terbiasa menggunakan Flipboard, mungkin Anda akan merasakan kesederhanaan tersebut jika dibandingkan dengan Instapaper.

Berbeda dengan news aggregator, Instapaper digunakan sebagai media penyimpan berita yang memungkinkan Anda untuk membaca berita yang Anda simpan di mana pun dan kapan pun. Selain itu, di Instapaper, Anda juga dapat memberi highlight di beberapa kata yang Anda inginkan.

Dengan tampilan yang lebih terlihat seperti ‘surat kabar online’, Instapaper cocok sekali untuk Anda yang menganut paham minimalism.

3. Quartz

Quartz, untuk yang interaktif dan ingin coba hal baru dalam membaca berita / Quartz
Quartz, untuk yang interaktif dan ingin coba hal baru dalam membaca berita / Quartz

Keunggulan Quartz ada pada fiturnya yang menyajikan berita seperti jika Anda sedang chatting bersama seseorang, dan ‘orang’ serba tahu tersebut sangat up-to-date dengan berita terbaru di dunia.

Quartz bukanlah sebuah news aggregator, bukan pula media penyimpan berita. Quartz adalah bot berita yang akan memberi Anda suplai berita melalui gaya interaksi. Berita-berita yang ada di aplikasi ini berasal dari tim Quartz sendiri dengan cakupan bahasan yang luas.

Ketiga aplikasi ini dapat membantu menjauhkan Anda dari FoMO dengan pembaruan info yang ada. Tapi sayangnya, itu belum cukup. Bahkan jika Anda menggunakan iPhone 7 yang mutakhir itu. Lalu, apa yang dapat membuat Anda bisa terus mendapat informasi dengan cepat?

Sudah jelas, jaringan internet yang kuat adalah jawabannya. Saat ini, jaringan internet mobile di Indonesia sudah memasuki era 4G LTE, dengan kecepatan internet yang lebih tinggi sehingga memungkinkan Anda untuk dapat mengakses berita-berita tersebut dengan cepat tanpa hambatan.

Salah satu provider di Indonesia yang juga menawarkan servis 4G LTE ini adalah Smartfren 4G. Dengan jaringan Smartfren 4G-nya, provider ini kini tidak lagi sepenuhnya ‘milik’ Andromax, namun sudah bisa mendukung beragam jenis smartphone 4G, dan salah satunya adalah iPhone 7.

image001

Smartfren 4G bersama dengan iPhone 7 menawarkan paket layanan yang bernama iPlan yang memberikan promo menarik, seperti cashback hingga Rp 4,5 juta.

Fitur dan performa kelas tinggi dari iPhone digabung dengan keunggulan yang diberikan oleh Smartfren 4G ini dapat mendukung pengalaman pengguna dalam menyusuri artikel-artikel melalui news aggregator serta menikmati entertainment seperti video streaming, dan yang pastinya mencegah FoMO menjumpai Anda.

Jika Anda tertarik dengan paket iPlan yang ditawarkan oleh Smartfren 4G, Anda dapat menelusuri lebih jauh mengenai paket ini dalam website Smartfren 4G di sini.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Smartfren 4G.

Pre-Order iPhone 7 dan iPhone 7 Plus di Indonesia Resmi Dibuka

Momen yang ditunggu-tunggu para penggemar produk Apple di tanah air akhirnya tiba. Setelah sempat tersandung masalah TKDN hingga akhirnya tidak bisa memasarkan iPhone 6s dan 6s Plus, Apple kini sudah mendapat lampu hijau untuk menjual iPhone 7 dan 7 Plus secara resmi di Indonesia.

Pihak yang mendapat hak distribusi eksklusif iPhone 7 dan 7 Plus di Indonesia adalah iBox, dan hari ini (24/3), mereka sudah membuka pintu pre-order secara online, dan akan berakhir pada tanggal 28 Maret 2017.

Untuk melakukan pre-order, konsumen bisa langsung mengunjungi situs ibox.co.id. Metode pembayaran yang diterima adalah via kartu kredit (tersedia opsi cicilan 0% 12 bulan atau 18 bulan), akan tetapi pelanggan diwajibkan untuk membayar uang muka terlebih dulu sebesar Rp 1 juta via transfer bank.

Barang yang sudah dipesan akan tersedia pekan depannya, tepatnya pada tanggal 31 Maret 2017. Sayang sekali, iBox tidak bisa melakukan pengiriman, sehingga pelanggan diwajibkan untuk mengambil pesanannya sendiri di empat outlet iBox berikut di ibukota: iBox Mal Kelapa Gading, Kota Kasablanka, Central Park dan ITC Roxy Mas.

Syarat dan ketentuan selengkapnya bisa Anda lihat sendiri di tautan berikut. Jujur, prosesnya memang tergolong cukup ribet. Hal ini wajar lantaran hype iPhone 7 dan 7 Plus sangatlah tinggi, apalagi mengingat konsumen tanah air sudah melewatkan iPhone 6s dan 6s Plus.

Seperti biasa, konsumen yang melakukan pre-order bakal menerima sejumlah bonus. Bonus yang pertama adalah gratis 1 bulan cicilan, lalu untuk pelanggan yang sudah melakukan pre-order dan pengambilan barang di keempat outlet iBox di atas bakal mendapatkan tambahan voucher aksesori khusus iPhone 7 dan 7 Plus senilai Rp 500 ribu.

Lalu pertanyaan yang paling penting, berapa harganya? Berikut daftar lengkapnya:

  • iPhone 7 32 GB – Rp 11.999.000
  • iPhone 7 128 GB – Rp 13.699.000
  • iPhone 7 256 GB – Rp 15.599.000
  • iPhone 7 Plus 32 GB – Rp 13.999.000
  • iPhone 7 Plus 128 GB – Rp 15.899.000
  • iPhone 7 Plus 256 GB – Rp 17.699.000

Perlu dicatat, persediaan yang iBox sediakan untuk pre-order ini terbatas. Jadi kalau Anda benar-benar sudah tidak sabar untuk meminang iPhone 7 atau iPhone 7 Plus secara resmi, saya sarankan bergegaslah membuka tautan di atas untuk melakukan pre-order.

*) Disclosure: DailySocial menjalin kerja sama dengan Erafone.com untuk memberikan informasi terbaru tentang smartphone atau perangkat digital lain. Anda bisa menjelah berbagai produk gadget di Erafone.com atau di ibox.co.id

 

Berkat Earphone Ini, iPhone 7 Anda Bisa Di-charge Sambil Dipakai Mendengarkan Musik

Apple banyak dicecar karena tidak membekali iPhone 7 dengan jack headphone. Sebagai gantinya, mereka membundel EarPod berkonektor Lightning serta sebuah adapter agar pengguna bisa menggunakan headphone atau earphone lain. Sayang masih ada problem lain: iPhone tidak bisa di-charge selagi pengguna mendengarkan musik dengan headphone, demikian pula sebaliknya.

Sejumlah pabrikan aksesori mencoba menawarkan solusi melalui casing yang dilengkapi jack headphone, tapi tentunya ada konsumen yang keberatan memakai casing hanya supaya bisa mendengarkan musik selagi iPhone di-charge. Kalau Anda termasuk salah satunya, penawaran Pioneer ini bisa menjadi alternatif yang lebih menarik.

Dijuluki Pioneer Rayz Plus, ia merupakan sebuah earphone berkonektor Lightning yang istimewa. Istimewa karena di dekat konektornya terdapat port Lightning yang bisa Anda tancapi kabel charger standar iPhone, yang pada akhirnya berarti Anda bisa mendengarkan musik selagi ponsel di-charge.

Keistimewaan Pioneer Rayz Plus terletak pada port Lightning di dekat konektornya / Pioneer
Keistimewaan Pioneer Rayz Plus terletak pada port Lightning di dekat konektornya / Pioneer

Tidak cuma itu, Rayz juga mengusung sejumlah fitur lain yang tak kalah menarik, seperti misalnya noise cancellation dan play/pause otomatis ketika pengguna memasang atau melepas earphone dari telinganya. Ketika dilepas, Rayz juga akan mengaktifkan mode low-power dengan sendirinya supaya tidak terus menguras baterai iPhone.

Terkait hal itu, Pioneer juga mengklaim konsumsi energinya cukup minimal berkat penggunaan platform LightX besutan Avnera. Sesignifikan apa dampaknya belum ada yang berani memastikan, tapi yang pasti pengguna bisa sedikit lega berkat fitur standby otomatis itu tadi.

Rayz datang bersama sebuah aplikasi pendamping yang tak kalah cerdik. Selain untuk menyesuaikan equalizer, aplikasi ini dapat dipakai untuk mengatur fungsi tombol remote milik Rayz; untuk membuka aplikasi tertentu misalnya, sehingga pengguna tidak perlu repot-repot merogoh ponsel dari dalam saku celananya.

Pioneer belum mengungkapkan tanggal rilis Rayz Plus, tapi harganya dipatok $150, dengan pilihan warna graphite atau bronze. Tersedia pula model Rayz standar (tanpa embel-embel “Plus”) yang dijual lebih murah di angka $100, tapi tanpa menyediakan opsi charging selagi iPhone dipakai mendengarkan musik.

Sumber: Digital Trends dan Pioneer.

Moment Luncurkan Battery Case untuk iPhone 7 dengan Fokus pada Aspek Fotografi

Masih ingat dengan Moment Case, perpaduan casing dan lensa yang ditujukan buat para iPhoneographer sejati? Pengembangnya baru-baru ini kembali ke Kickstarter untuk menawarkan tiga produk baru sekaligus: Battery Photo Case, Photo Case dan lensa wide-angle baru.

Battery Photo Case sejatinya merupakan evolusi dari casing inovatif Moment. Casing ini masih mengandalkan sebuah tombol shutter fisik yang punya cara kerja seperti tombol milik kamera (bisa ditahan untuk menetapkan fokus), namun kini tidak lagi mengandalkan Bluetooth, melainkan konektor Lightning sehingga kompatibel dengan aplikasi kamera bawaan iPhone.

Tombol shutter pada Moment Battery Photo Case kini tak lagi memerlukan koneksi Bluetooth / Moment
Tombol shutter pada Moment Battery Photo Case kini tak lagi memerlukan koneksi Bluetooth / Moment

Pembaruan lain tentu saja adalah baterai berkapasitas 2.500 mAh untuk varian iPhone 7 dan 3.500 mAh untuk iPhone 7 Plus. Dimensinya cukup tipis untuk ukuran battery case – Moment bahkan tak segan menyebut casing-nya lebih tipis dari milik Mophie yang berkapasitas sama.

Bahannya terbuat dari kombinasi plastik dan karet, memberikan proteksi yang cukup sekaligus grip yang mantap saat dipakai untuk memotret. Mekanisme pemasangan lensanya juga telah disederhanakan, dimana pengguna hanya perlu memutar lensa hingga mendengar bunyi klik.

Moment Photo Case pada dasarnya merupakan casing ramping biasa yang kompatibel dengan lensa buatan Moment / Moment
Moment Photo Case pada dasarnya merupakan casing ramping biasa yang kompatibel dengan lensa buatan Moment / Moment

Produk yang kedua, yakni Photo Case, pada dasarnya merupakan casing biasa berukuran tipis yang bisa dipasangi lensa-lensa buatan Moment. Casing ini ditujukan bagi mereka yang tidak memerlukan tombol shutter fisik, dan sebagai bonus, sisi belakangnya dilapisi kayu guna memantapkan genggaman.

Terakhir, lensa wide-angle terbaru dari Moment diklaim sebagai yang terbaik yang pernah mereka buat. Lensa 18 mm ini mengadopsi desain aspherical 6 elemen untuk memastikan hasil foto yang tajam dari ujung ke ujung meski mengambil dalam aperture terbesarnya, yaitu f/1.8.

Soal harga, Moment Battery Photo Case akan dibanderol $99, sedangkan Photo Case hanya $30. Tentu saja, apabila Anda memutuskan untuk menjadi backer di kampanye Kickstarter-nya, Anda bisa mendapatkan potongan harga yang lumayan.

Sumber: The Verge.

LenzO Ajak Pengguna iPhone 7 dan 7 Plus Mengabadikan Keindahan Bawah Laut

iPhone 7 dan iPhone 7 Plus memang tahan air, dan Anda bisa dengan bebas ber-selfie ria di dalam kolam renang misalnya. Pun begitu, handset ini jelas tidak untuk digunakan di Taman Laut Bunaken maupun lokasi bawah air sejenis lainnya. Untuk itu, Anda memerlukan aksesori tambahan macam berikut ini.

Bernama LenzO, ia merupakan casing underwater bikinan seorang sinematografer bawah air ternama, Anthony Lenzo. Sebelum ini, beliau sudah mengembangkan LenzO untuk iPhone 6 dan 6S, namun sekarang pengguna iPhone 7 dan 7 Plus yang memiliki kamera lebih superior juga bisa mendapatkan pengalaman mengabadikan keindahan bawah laut yang sama.

LenzO terbuat dari material aluminium utuh, menjanjikan ketahanan air hingga kedalaman 100 meter. Ia dilengkapi mekanisme penguncian yang sederhana, namun di saat yang sama dapat memastikan tidak akan ada satu tetes air pun yang masuk dan membahayakan ponsel kesayangan Anda tersebut.

Komponen terpenting LenzO adalah sebuah lensa di belakang yang dilengkapi sepasang filter warna terintegrasi. Hasil foto maupun video dipastikan sangat minim distorsi, dan warnanya juga dijamin sangat alami, seperti ketika kita mengambil gambar di atas air. Bagian depannya juga dihuni oleh lensa khusus sehingga Anda tetap bisa mengambil selfie selagi diving.

Dengan LenzO, Anda tetap bisa mengoperasikan iPhone seperti biasa selama di bawah air / ValsTech
Dengan LenzO, Anda tetap bisa mengoperasikan iPhone seperti biasa selama di bawah air / ValsTech

Namun bagian paling menarik dari LenzO adalah sepasang tuas yang bisa digerak-gerakkan dan ditekan untuk menavigasikan layar iPhone. Lebih menarik lagi, LenzO tidak memerlukan aplikasi tambahan, Anda bisa langsung menggunakan aplikasi kamera bawaan iOS dan mengakses semua fiturnya berkat kedua tuas itu tadi.

Kelebihan lain yang ditawarkan LenzO adalah sepasang mount untuk tripod, serta kemampuannya untuk mengambang di atas air. Ini penting supaya iPhone kesayangan Anda tidak lenyap begitu saja saat Anda sedang asyik mengabadikan keindahan terumbu karang beserta kehidupan di sekitarnya.

LenzO tentu saja tidak untuk semua orang, apalagi setelah mengetahui harganya. Di Kickstarter, LenzO untuk iPhone 7 dibanderol $229, sedangkan untuk 7 Plus seharga $450. Harga retail untuk masing-masing model adalah $395 dan $749.

Aplikasi Filmic Pro Hadirkan Fitur Perekaman Video ala Kamera Mahal pada iPhone

Mungkinkah Anda membuat film dengan mengandalkan smartphone sebagai kamera satu-satunya? Buat yang ragu, Anda bisa menonton film berjudul Tangerine yang direkam secara penuh menggunakan iPhone 5S. Sang sutradara tentu saja masih mengandalkan sejumlah aksesori, dan yang perannya cukup besar ternyata adalah aplikasi bernama Filmic Pro.

Filmic Pro mungkin terdengar asing di telinga pengguna iPhone secara umum, tapi ia sangat populer di kalangan videografer. Aplikasi ini sejatinya memungkinkan kita untuk mengutak-atik berbagai parameter video secara manual, mulai dari resolusi, bitrate, aspect ratio, sampai fokusnya. Alhasil, efek sinematik seperti yang terdapat dalam film Tangerine itu tadi bisa tercapai.

Namun semua ini tidak ada apa-apanya dengan fitur terbaru Filmic Pro yang saat ini masih dalam tahap beta, yakni kemampuan untuk merekam video dalam profil warna Log/Flat. Bagi yang tidak tahu, fitur ini biasanya hanya terdapat pada kamera-kamera mahal macam keluaran RED, Blackmagic, maupun kamera mirrorless sekelas Panasonic Lumix GH4 dan GH5.

Keuntungan dari fitur ini adalah keleluasaan dalam melakukan editing pasca produksi. Sewaktu direkam, hasilnya memang akan kelihatan jelek, dimana warnanya tampak sangat pucat dan sama sekali tidak menarik. Akan tetapi setelah diedit, kita bisa melihat hasilnya yang punya dynamic range sangat luas, serta detail pada area-area gelap sekaligus terang yang masih bisa dipertahankan.

Perbandingan sebelum (atas) dan sesudah diedit (bawah) / Matteo Bertoli
Perbandingan sebelum (atas) dan sesudah diedit (bawah) / Matteo Bertoli

Kedua gambar di atas menunjukkan perbedaan antara sebelum dan sesudah diedit. Perubahannya sangat kelihatan, dan gaya seperti ini amat dibutuhkan jika Anda berniat untuk menciptakan film sinematik hanya dengan berbekal sebuah iPhone.

Menurut sang pembuat video, Matteo Bertoli, kekurangannya hanyalah soal noise di area gelap. Penyebabnya bisa jadi karena aplikasi masih dalam tahap beta, atau karena ukuran sensor iPhone yang begitu kecil jika dibandingkan kamera-kamera yang biasanya menawarkan fitur Log ini.

Kendati demikian, apa yang ditawarkan Filmic Pro ini sangat menarik di mata videografer amatir maupun mereka yang sedang mendalami bidang sinematografi, sebab mereka dapat bereksperimen dengan fitur Log dan prosedur pasca produksi tanpa harus mengeluarkan biaya banyak untuk sebuah kamera macam Lumix GH4 tadi.

Silakan Anda tonton sendiri video pendek yang dibuat menggunakan fitur Log pada versi beta Filmic Pro oleh Matteo Bertoli di bawah ini. Saya sendiri sempat tidak percaya kalau semuanya direkam hanya dengan menggunakan iPhone 7 Plus.

Sumber: PetaPixel.

Apple Rilis iOS 10.1, Hadirkan Portrait Mode untuk iPhone 7 Plus

Selain menawarkan fitur optical zoom 2x, kehadiran modul kamera ekstra pada iPhone 7 Plus juga mewujudkan fitur yang Apple sebut dengan istilah Portrait Mode. Fitur ini tidak tersedia pada saat peluncuran, tapi Apple akhirnya menghadirkannya lewat update iOS 10.1.

Portrait Mode pada dasarnya akan memberikan efek depth-of-field atau bokeh yang lebih menonjol. Anda pernah melihat foto hasil tangkapan kamera DSLR dimana terdapat bagian yang tampak kabur di belakang subjek? Itulah contoh pengaplikasian depth-of-field.

Efek serupa sebenarnya sudah bisa kita jumpai pada kamera smartphone, namun hasilnya tidak terlalu kentara karena sejumlah faktor, salah satunya adalah ukuran sensor kamera yang kecil. Di sini Apple mencoba menerapkan algoritma khusus dan memanfaatkan kehadiran modul kamera tambahan untuk menciptakan efek depth-of-field yang bagus, tapi di saat yang sama tidak kelihatan artificial.

Portrait Mode sebenarnya juga bisa digunakan untuk memotret objek lain selain wajah seseorang / Apple
Portrait Mode sebenarnya juga bisa digunakan untuk memotret objek lain selain wajah seseorang / Apple

Nama Portrait Mode sendiri dipilih karena Apple menyebut fitur ini sangat efektif digunakan saat memotret wajah seseorang. Akan tetapi fitur ini sebenarnya juga bisa digunakan untuk berbagai objek lain, meski mungkin efeknya tidak sedramatis saat memotret wajah seseorang.

Setelah meng-update ke iOS 10.1, Anda akan menjumpai Portrait Mode tepat di tengah-tengah mode Photo dan Square. Ketika wajah terdeteksi, akan muncul tulisan “Depth Effect” di atas label Portrait yang menandakan fitur ini sudah aktif. Perlu dicatat, Apple masih mencantumkan label “beta” pada fitur ini, yang berarti hasilnya tidak setiap saat 100 persen sesuai ekspektasi.

Sumber: Apple.

[Video] Google Assistant atau Siri, Siapa yang Lebih Pintar?

Peluncuran Google Pixel kemarin mengingatkan saya dengan peluncuran iPhone 4S di tahun 2011, dimana Apple untuk pertama kalinya memperkenalkan asisten virtual Siri. Dalam kasus Pixel, Google Assistant memang mendapat porsi presentasi yang paling besar.

Sejatinya ada banyak persamaan antara Google Assistant dan Siri karena memang fungsinya tidak berbeda. Keduanya sama-sama bisa dipanggil menggunakan kata kunci; “OK Google” untuk Assistant, “Hey Siri” untuk Siri. Namun di atas semua itu, ada pertanyaan yang paling membuat penasaran: siapa yang lebih pintar, Google Assistant atau Siri?

YouTuber kondang Marques Brownlee alias MKBHD baru-baru ini mengunggah video perbandingan Google Assistant dan Siri di Pixel XL dan iPhone 7 Plus. Kedua perangkat menjalankan versi terbaru OS-nya masing-masing, jadi konteksnya bisa dikatakan cukup adil.

Secara garis besar, kinerja Assistant dan Siri cukup berimbang. Baik dari segi akurasi maupun kecepatan, tidak ada satu asisten virtual yang lebih menonjol di sini. Keduanya pun juga bisa digunakan untuk mengakses konten dari aplikasi lain.

Namun perbedaan utama Assistant dan Siri terletak pada pemahaman konteks. Di sinilah Google terlihat jauh lebih unggul, dimana pengguna bisa lanjut bertanya dan bertanya tentang berbagai hal terkait satu topik, misalnya tim football atau figur ternama.

Dari segi penyajian informasi, keduanya juga mengadopsi cara yang berbeda. Assistant cenderung lebih vokal, mengucapkan hampir semua hasil pencariannya; sedangkan Siri lebih condong ke sisi visual, dimana hasil pencarian akan ditampilkan secara merinci di layar dan pengguna dipersilakan memantaunya sendiri.

Lalu mana yang lebih baik? Menurut saya jawabannya tergantung selera dan kebutuhan. Pastinya ada skenario dimana sifat Assistant yang lebih vokal terkesan terlalu cerewet, tapi di sisi lain, ia sangat ideal digunakan ketika sedang mengemudikan mobil.

Silakan tonton sendiri demonstrasi dan penjelasan dari MKBHD di bawah ini.