Laporan EY: IPO di Asia Pasifik Mengalami Penurunan Signifikan di H1 2024

Wilayah Asia-Pasifik mengalami penurunan tajam dalam aktivitas penawaran umum perdana (IPO) selama semester pertama tahun 2024. Menurut laporan terbaru dari EY Global IPO Trends Q2 2024, jumlah IPO turun sebesar 43% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan total dana yang dihimpun menurun drastis sebesar 73%.

Data IPO per H1 2024 / EY
Data IPO per H1 2024 / EY

Faktor Penyebab Penurunan

Berbagai tantangan ekonomi dan geopolitik menjadi penyebab utama penurunan ini. Ketegangan geopolitik yang terus berlanjut, perlambatan ekonomi di beberapa negara utama, serta peningkatan suku bunga telah membuat para investor lebih berhati-hati. Dampak ini paling terasa di Tiongkok dan Hong Kong, di mana regulasi yang lebih ketat dan masalah likuiditas telah meredam aktivitas IPO.

Analisis regional berdasarkan pasar:

  • Tiongkok Daratan dan Hong Kong: Tiongkok Daratan mencatat penurunan terbesar di wilayah ini, dengan jumlah IPO turun 75% dan dana yang dihimpun anjlok 85%. Meskipun demikian, sejak Februari 2024, pasar saham A-share menunjukkan tanda-tanda pemulihan berkat kebijakan regulasi yang lebih ketat dan valuasi pasar yang lebih efisien. Hong Kong juga mengalami penurunan jumlah IPO sebesar 7% dan dana yang dihimpun turun 34%.
  • ASEAN: Pasar IPO di ASEAN juga mengalami penurunan, dengan Indonesia, Malaysia, dan Thailand sebagai pasar paling aktif. Indonesia mencatat penurunan tajam dengan hanya 25 IPO yang menghimpun dana US$251,6 juta, turun 43% dalam jumlah dan 89% dalam nilai dana yang dihimpun. Meskipun demikian, stabilitas politik dan ekonomi di kawasan ini menawarkan alternatif yang menarik bagi perusahaan yang menghadapi iklim global yang tidak pasti.
  • Jepang: Pasar IPO Jepang mengalami penurunan moderat dalam jumlah daftar baru dengan total 37 IPO, turun 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, sektor teknologi menunjukkan ketahanan dengan beberapa IPO signifikan yang mencerminkan potensi pertumbuhan di masa depan. Jepang juga melihat peningkatan dalam sektor teknologi penerbangan dengan beberapa startup yang berpotensi melakukan IPO di paruh kedua tahun ini.
  • Korea Selatan: Pasar IPO Korea Selatan menunjukkan penurunan, namun industri-industri tertentu seperti industri berat menunjukkan ketahanan. IPO terbesar berasal dari unit perbaikan kapal dari konglomerat pengapalan terbesar di negara ini, yang merupakan IPO terbesar sejak 2022.
  • Australia dan Selandia Baru: Aktivitas IPO di Australia dan Selandia Baru tetap rendah karena kondisi ekonomi yang tidak menentu, meskipun ada minat yang tumbuh dalam inovasi AI dan IPO terkait energi. Peraturan baru mengenai pengungkapan terkait iklim dan potensi “greenwashing” juga mempengaruhi keputusan IPO di sektor ini.

Prospek Masa Depan

Meskipun mengalami penurunan, terdapat tanda-tanda optimisme di wilayah Asia-Pasifik dengan tren ekonomi yang positif, perubahan regulasi, dan dinamika geopolitik yang berkembang. Para calon IPO harus siap untuk memanfaatkan jendela peluang yang cepat berlalu dengan menyusun cerita ekuitas yang menarik bagi investor.

Perusahaan di Asia-Pasifik cenderung mempertimbangkan opsi listing lintas batas untuk mengakses pasar baru, meningkatkan valuasi, dan meningkatkan profil merek, terutama untuk perusahaan teknologi yang berencana go public di AS.

Dengan pemulihan ekonomi yang bertahap dan kebijakan moneter yang lebih mendukung, wilayah Asia-Pasifik diharapkan dapat melihat peningkatan aktivitas IPO di paruh kedua tahun ini, meskipun ketidakpastian geopolitik dan ekonomi tetap menjadi tantangan utama.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Evermos Pertimbangkan IPO Dua Tahun Mendatang

Evermos sedang mempertimbangkan penawaran umum perdana (IPO) di Jakarta atau Nasdaq AS dalam dua tahun mendatang. Hal ini disampaikan Co-Founder Iqbal Muslimin seperti dikutip Nikkei Asia.

Dengan basis reseller yang kuat dan terus bertumbuh, serta dukungan dari para investor terkemuka, Evermos diyakini berada dalam posisi yang baik untuk melanjutkan ekspansinya dan memanfaatkan peluang di pasar IPO.

Selain di Indonesia, pertimbangan untuk IPO di Nasdaq AS menunjukkan ambisi perusahaan untuk meraih pasar global dan meningkatkan visibilitas di panggung internasional.

IPO memang menjadi salah satu opsi exit yang mulai banyak dipertimbangkan startup tahap berkembang. Sejumlah startup lokal terus mengungkapkan rencana ini, termasuk melakukan pencatatan publik secara “dual listing” di dua pasar sekaligus — mayoritas Indonesia dan AS.

Selain Evermos, DigiAsia Bios juga menyampaikan rencana yang sama di tahun lalu. Kendati demikian, sejumlah startup yang telah mempertimbangkan SPAC dan dual listing sejak tiga tahun terakhir mengurungkan niat (atau setidaknya menunda) aksi korporasi ini, di antaranya Kredivo, Traveloka, hingga Dekoruma.

Capaian Evermos

Fokus dengan model bisnis social commerce untuk mengakomodasi penjualan melalui reseller di kota tier-2 dan 3, Evermos telah memiliki lebih dari 165,000 penjual aktif di seluruh Indonesia dan 1,600 mitra UMKM.

Para reseller menggunakan jaringan media sosial mereka sendiri untuk memasarkan produk, menciptakan hubungan yang lebih langsung dengan konsumen dan pelanggan. Mereka juga menerima pelatihan pemasaran media sosial dari perusahaan.

Hingga saat ini, Evermos telah mengumpulkan pendanaan sebesar $78,3 juta dari investor seperti International Finance Corp, Shunwei Capital, UOB Venture Management, dan Jungle Ventures.

Pada tahun 2023, GMV industri social commerce Indonesia ditaksirkan mencapai $8,2 miliar. Angka ini diproyeksikan meningkat $22,1 miliar pada tahun 2028. Proyeksi ini memberikan landasan yang kuat bagi Evermos, yang mengantisipasi GMV mereka akan meningkat dua kali lipat menjadi sekitar $800 juta tahun ini. Perusahaan juga menargetkan EBITDA positif pada kuartal IV 2024.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Vidio Targetkan Peningkatan Jumlah Pelanggan Sampai 8 Juta Menjelang IPO

Menurut laporan dari Bloomberg, Vidio sedang dalam tahap persiapan untuk menggandakan jumlah pelanggan berbayarnya menjadi 8 juta dalam kurun waktu 2-3 tahun mendatang. Upaya ini adalah bagian dari strategi mereka untuk go public atau IPO di pasar yang masih memiliki banyak ruang untuk pertumbuhan.

Vidio, yang dimiliki oleh konglomerat media Indonesia PT Elang Mahkota Teknologi Tbk., juga berencana untuk menggalang dana baru tahun ini yang akan digunakan untuk memperluas layanan streaming-nya. CEO Vidio Sutanto Hartono menyatakan bahwa perusahaan akan melanjutkan rencana IPO setelah kondisi pasar menunjukkan sinyal yang lebih positif.

Sebelumnya pada 2022 lalu Vidio sempat mengumumkan pendanaan $45 juta dari Grup Sinarmas, yakni PT Dian Swastika Sentosa (DSSA) melalui entitas anaknya PT DSST Mas Gemilang (DSST). Investor lain yang turut berpartisipasi, antara lain Grab LA Pte Ltd (Grab), PT Ekonomi Baru Investasi Teknologi (EBIT), entitas anak klub sepak bola Bali United.

Dengan populasi muda lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia. Namun, sektor media digital di negara ini masih dalam tahap awal pengembangan. Dominasi televisi terestrial dan penetrasi 5G yang masih rendah menjadi hambatan utama.

Di sisi lain, total pendapatan video online di Indonesia diprediksi akan tumbuh menjadi $2,25 miliar pada tahun 2028 dari $1,3 miliar pada tahun sebelumnya, menurut Media Partners Asia. Sementara itu, dampak ekonomi keseluruhan dari industri film dan televisi di Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar $10 miliar pada tahun 2027.

Vidio juga telah mengambil langkah strategis untuk memperluas jangkauan dan pengaruhnya di pasar lokal dengan berfokus pada konten olahraga dan produksi serial orisinal yang menarik, seperti drama berjudul “Ratu Adil”. Perusahaan juga memiliki rencana untuk menarik audiens dari TikTok dengan menawarkan seri yang berdurasi dua hingga tiga menit.

Kesuksesan Vidio dalam menggandakan jumlah pelanggan berbayarnya tidak hanya akan menguntungkan mereka dalam rencana IPO, tetapi juga menandai kemajuan signifikan dalam adaptasi dan pertumbuhan layanan streaming di Indonesia, terutama saat penetrasi 5G mulai meluas di seluruh negeri.

Application Information Will Show Up Here
Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Startup Report 2023 Soroti Aksi M&A di Situasi Tech Winter

Ekosistem digital Indonesia berupaya tetap resilien di tengah badai musim dingin teknologi (tech winter) selama dua tahun terakhir. Strategi exit melalui M&A menjadi pilihan yang cukup banyak diambil di tengah ketidakpastian pasar dan keringnya pasokan pendanaan.

Berdasarkan data Startup Report 2023, terdapat total 25 aksi M&A yang diumumkan di sepanjang 2023, sedikit turun dari sebanyak 32 M&A pada tahun sebelumnya. M&A memungkinkan pelaku startup untuk mendapat akses ke sumber daya untuk tetap beroperasi dan memperluas pasarnya.

Sektor fintech cukup banyak meramaikan aksi korporasi ini, mulai dari sub vertikal P2P lending, embedded finance, hingga wealthtech. Sementara, IDN Media tercatat dua kali melakukan akuisisi dalam setahun, yakni terhadap Boss Creator dan Saweria, untuk diversifikasi bisnis kontennya.

Sejumlah aksi M&A di ekosistem digital / Sumber: Startup Report 2023

Kemitraan strategis antara GoTo dan ByteDance menjadi penutup akhir tahun dengan kesepakatan transaksi yang pivotal bagi industri e-commerce Indonesia. Kesepakatan yang dimaksud adalah menggabungkan Tokopedia dan TikTok Shop setelah TikTok Shop sempat dihentikan operasionalnya karena alasan regulasi.

Sejumlah penutupan bisnis startup / Sumber: Startup Report 2023

Kendati demikian, strategi exit lewat IPO tak satupun terealisasi tahun lalu, investor memilih untuk berhati-hati sambil menanti pasar membaik. Akseleran yang menjadwalkan IPO di pertengahan 2023, memutuskan menundanya sampai 2024. Digiasia Bios baru saja memperoleh persetujuan untuk akuisisi dengan perusahaan SPAC sebelum melantai di bursa AS.

Sementara, tiga perusahaan digital yang telah IPO sebelumnya, yakni GoTo, Blibli, dan Bukalapak tengah mengejar realisasi keuntungan pada akhir 2023. Hingga Q3 2023, GoTo tercatat masih merugi Rp9,5 triliun, meski menyusut signifikan dari rugi Rp40 triliun di sepanjang 2022.

“Uang tak lagi murah dan ada momok kenaikan suku bunga. Banyak investor merespons situasi ini dengan mengkalibrasi ulang strategi mereka, beralih dari aset-aset berisiko ke aset-aset yang lebih aman, seperti deposito dan pendapatan tetap. Pergeseran ini lebih dari sekadar penyesuaian pasar, mencerminkan perubahan besar dalam ekspektasi investor,” tutur Markus Liman Rahardja, Chief Investment Offier BRI Ventures dalam laporan tersebut.

Sebagai pengantar, Startup Report 2023 yang diterbitkan DSInnovate, merupakan laporan tahunan yang merangkum lanskap ekosistem digital Indonesia selama setahun terakhir, mulai dari pendanaan startup hingga tren 2024.

Selengkapnya dapat diunduh lewat tautan ini.

Meski Telah Capai BEP di Q3 2023, Dekoruma Pilih Tunda IPO Menjelang Pemilu

Dekoruma sempat menargetkan IPO pada akhir 2023. Namun, rencana tersebut kemungkinan mundur karena perusahaan mempertimbangkan situasi pasar menjelang Pemilu pada awal 2024.

Co-Founder & CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkap tengah gencar menambah offline presence di luar Pulau Jawa. Menurutnya, IPO menjadi opsi penggalangan dana yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan skala bisnis Dekoruma, termasuk ekspansi gerai.

“Dana pasti butuh karena kami mulai ekspansi ke luar kota juga. Namun, awal tahun depan tampaknya tidak kondusif untuk IPO. Bukan karena pasarnya tidak bagus ya, karena tahun politik. Jadi, kami wait and see dulu. Kami tidak buru-buru, investor juga sudah solid,” ungkap Dimas ditemui di Power Lunch GDP Venture, Selasa (24/10).

Dimas mengungkap bahwa Dekoruma sudah memiliki fundamental bisnis yang sehat sejak beberapa tahun lalu. Klaimnya, Dekoruma sudah mencapai break even di kuartal III 2023. Ia menargetkan break even satu tahun penuh dapat terealisasi di 2024.

Ditanya soal rencana penggalangan dana baru sebelum IPO, ia juga mengaku belum memikirkannya. “Bagi kami, fundraising saat ini untuk ekspansi, berbeda dengan 2-3 tahun lalu di mana modal digunakan untuk R&D dan survival. Kami sudah tahu arah [profitabilitas] ke mana, tetapi saat ini belum memikirkan soal fundraising.”

Dimas juga memberi sinyal untuk memperluas lini bisnisnya ke produk/jasa baru pada tahun depan. Fokusnya saat ini adalah memperkuat posisinya di segmen B2C alih-alih masuk ke pasar ke B2B atau wholesale.

Terakhir kali, Dekoruma mengumumkan pendanaan pada Agustus 2021 dengan perolehan $15 juta (sekitar Rp216,8 miliar). Investor yang terlibat antara lain Nexter Ventures by SCG Cement-Building Materials, KTB Network, termasuk investor terdahulu Global Digital Niaga (Blibli), OCBC NISP Ventura, dan Foundamental.

Tren omnichannel

Lebih lanjut, Dimas memaparkan bagaimana pendekatan omnichannel sangat diperlukan bagi bisnisnya. Dekoruma sejak awal beroperasi sebagai online marketplace untuk produk home & living. Pada 2019, Dekoruma bereksperimen untuk memasarkan produk lewat gerai offline.

“Mengapa offline? Pengalaman pembeli. Furnitur butuh dijajal atau dicoba, sedangkan [penjualan] online tidak akan bisa kasih itu. Saat pandemi, sales naik signifikan sehingga kami memutuskan investasi untuk buka gerai offline,” ujarnya.

Ini juga menjelaskan alasan gencarnya ekspansi Dekoruma ke luar Pulau Jawa selama beberapa tahun terakhir. Tingginya minar pasar baik dari segmen middle low maupun middle high di kawasan ini.

Pada 2022, Dekoruma membuka 16 toko di Jabodetabek. Kemudian, Dekoruma kembali menambah delapan gerai di sejumlah kota non-Jawa, termasuk Medan, Palembang, dan Makassar pada tahun ini. Menurut Dimas, ekspansi gerai offline berdampak terhadap menurunnya biaya marketing dibandingkan dulu saat masih full online.

“Ekspansi offline di luar kota sangat challenging dari sisi rantai suplai dan operasional. Jadi, kami tidak asal buka. Kalau makroekonomi tidak bagus, berimbas ke bisnis kami.” Tutupnya

Application Information Will Show Up Here

Segera IPO di Bursa Hong Kong, J&T Express Incar Dana Segar 8 Triliun Rupiah

J&T Global Express dilaporkan mengincar dana sebesar $500 juta (sekitar hampir Rp8 triliun) dari aksi penawaran saham perdana (IPO) di bursa efek Hong Kong sebagaimana diberitakan Reuters.

Dalam laporan sebelumnya, penyedia layanan logistik tersebut sempat menargetkan $1 miliar lewat IPO yang ditargetkan pada semester II 2023. Angka ini disebut bakal menjadi penjualan saham terbesar kedua di Hong Kong di sepanjang 2023 setelah ZJLD Group yang mengumpulkan $675,2 juta pada April.

Sementara menurut sumber lain seperti diberitakan Bloomberg, pertimbangan J&T IPO di Hong Kong dikarenakan regulator Tiongkok tengah meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan yang beroperasi di luar negeri. Beberapa investor J&T juga berbasis di Tiongkok.

J&T Express didirikan oleh Jet Lee dan Tony Chen, petinggi perusahaan ponsel Oppo di 2015. Pada 2021, J&T Express memperoleh investasi sebesar $2,5 miliar dengan valuasi tembus $20 miliar dari Boyu Capital, Hillhouse Capital Group, Sequoia Capital China, hingga raksasa gaming Tencent Holdings.

Selain untuk IPO, sumber mengungkap bahwa penggalangan dana ini sejalan dengan ekspansi J&T ke Tiongkok dan Amerika Latin.

Jelang IPO, J&T Express sempat mengakuisisi 100% saham Fengwang Information, anak usaha SF Holding yang mengoperasikan Fengwang Express sebesar ¥1.183 miliar (sekitar Rp2,5 triliun). SF adalah penyedia layanan logistik terbesar di Tiongkok secara end-to-end untuk rute domestik dan internasional.

Akuisisi ini dilakukan untuk memperkuat posisi J&T di pasar logistik Tiongkok yang saat ini dikuasai oleh SF Holding, serta kompetitor ZTO Express dan jaringan logistik raksasa milik Alibaba Group dan JD.com. Di Indonesia, J&T Express ikut bersaing dengan pemain logistik penyedia layanan last mile, seperti SiCepat dan Ninja Xpress.

Akseleran Tunda IPO Hingga Tahun Depan, Rumahkan 60 Karyawan

PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran Group) menunda pelaksanaan IPO dari rencana semula pada 9 Agustus 2023 menjadi tahun depan. Perusahaan berdalih keputusan dipicu karena belum menemukan investor strategis yang tepat untuk mendukung ke depannya.

“Dikarenakan kondisi pasar saat ini, dibutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan strategic investor yang tepat yang dapat mendukung perusahaan ke depannya. Oleh karena itu, perusahaan memutuskan untuk menunda IPO untuk sementara waktu,” ujar Group CEO & Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan dalam keterangan resmi.

Secara terpisah, mengutip dari Investor.id, Ivan menjelaskan faktor pemicu lainnya adalah kondisi pasar masih banyak yang ‘wait and see’, terutama bagi investor institusi, yang mana sektor teknologi belum diminati dan tingginya suku bunga di tahun ini. Belum lagi rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) yang dinilai tidak bergairah pada tahun ini dibandingkan 2022.

Tech IPO juga institutional investor juga masih wait and see. Makanya butuh waktu lebih panjang untuk secure strategic investor untuk kami,” tegas dia.

Menyabung dari kabar tersebut, perusahaan melakukan restrukturisasi internal dengan merumahkan (PHK) kurang lebih 60 karyawan. Hampir semua divisi terdampak dari keputusan ini.

Ivan menyampaikan, restrukturisasi ini ditempuh agar grup berada dalam kondisi yang optimal untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih efektif dan efisien, agar mampu bertumbuh secara berkelanjutan dalam jangka panjang dan tetap sehat secara finansial.

Ia berdalih, restrukturisasi ini bukan jalan pintas yang diambil perusahaan. Sebelumnya, keputusan serupa sudah ditempuh untuk meningkatkan kinerja keuangan sejak 2020, termasuk meningkatkan pendapatan usaha secara substansial sebesar 105%, 117%, dan 80%, berturut-turut dari 2020-2022, serta mengelola biaya secara efisien pada saat yang sama.

“Ini merupakan restrukturisasi internal pertama yang perusahaan lakukan sejak pertama beroperasi di 2017.”

Karyawan yang terdampak dipastikan akan menerima kompensasi sesuai haknya yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Tak hanya itu, perusahaan akan memberikan dukungan finansial, profesional, perpanjangan asuransi kesehatan, memberikan laptop, serta arragement kerja yang fleksibel agar mereka dapat melakukan transisi dan melanjutkan karier ke depannya.

Dampak pasca-tunda IPO

Sebagai dampak penundaan IPO, rencana perusahaan untuk mengakuisisi penuh perusahaan multifinance PT Pratama Interdana Finance (PIF) juga ikut tertunda. Ivan mengaku masih berdiskusi dengan manajemen PIF terkait hal tersebut.

Deal-nya, kami akan melihat kondisi pasar dalam satu tahun ke depan. Jadi mungkin kalau kami lakukan pakai buku kuartal empat itu artinya sampai Juni tahun depan. Makanya kami lihat kondisi pasar sampai tahun depan,” jelasnya.

Kendati begitu, perusahaan akan terus melanjutkan bisnisnya sebagai p2p lending dengan memberikan kemudahan akses penyaluran untuk UKM dan investasi pendanaan yang aman buat masyarakat.

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan per 2022, Akseleran masih mencatatkan rugi sebesar Rp22 miliar. Target untuk menghasilkan laba bersih selambat-lambatnya pada kuartal IV 2023 akan dikejar, dengan upaya meningkatkan penyaluran pinjaman sekaligus pendapatan, serta efisiensi pengeluaran operasional.

Dalam periode yang sama, perseroan telah menyalurkan lebih dari Rp6,5 triliun pinjaman kepada ribuan penerima pinjaman, dengan tingkat pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) penyaluran pinjaman mencapai 96% per tahun sejak 2018-2022.

Adapun per Juni 2023, perusahaan telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp1,44 triliun, angka ini naik 22% secara year-on-year. Tingkat NPL dapat terjaga dengan stabil sebesar 0.66% dari outstanding pinjaman per Juni 2023. Angka tersebut diklaim salah satu yang terendah di Indonesia untuk perusahaan p2p lending.

Dari sisi pendanaan, Akseleran didukung oleh lebih dari 200 ribu pemberi pinjaman ritel dan berbagai pemberi pinjaman institusional, termasuk dari BCA, BRI, Bank OCBC, Bank Mandiri, dan Bank Jtrust.

Application Information Will Show Up Here

eFishery Terima Pendanaan dari Bank Pertanian Asal Jepang

Unit bisnis Bank Norinchukin, perusahaan pinjaman asal Jepang yang fokus menggarap sektor agrikultur segera menyuntik investasi senilai jutaan dolar AS ke unicorn aquatech pertama Indonesia, eFishery.

Dilansir dari Nikkei Asia, Norinchukin Capital akan menyalurkan investasi melalui dana kelolaan yang diluncurkannya pada Mei lalu, membidik startup di bidang pertanian, kehutanan, perikanan, dan dekarbonisasi. Aksi ini juga akan menjadi investasi global pertama Norinchukin Capital.

Sebagai catatan, ini bukan kali pertama eFishery memperoleh pinjaman dari institusi perbankan. Pertama dari Bank DBS Indonesia senilai Rp500 miliar berbentuk pinjaman jangka pendek (loan) pada Oktober 2022. Kedua, awal tahun ini Bank OCBC NISP menyalurkan pinjaman bilateral senilai Rp250 miliar.

Tahun ini eFishery resmi dinobatkan sebagai unicorn ke-15 Indonesia setelah mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $200 juta atau lebih dari Rp3 triliun dipimpin oleh 42XFund, perusahaan manajemen investasi asal Uni Emirat Arab (UEA).

Di tengah krisis likuiditas dan perlambatan investasi yang terjadi di Indonesia, eFishery membuktikan solusi lokal yang digarap dengan benar dapat mewujudkan pencapaian besar. Setelah mencapai tonggak unicorn, juga melihat minat investor yang tinggi, perusahaan tengah mempertimbangkan untuk segera IPO dalam waktu 2-3 tahun ke depan.

Didirikan oleh Gibran Huzaifah, Muhammad Ihsan Akhirulsyah, dan Chrisna Aditya pada 2013, eFishery telah bertrasformasi menjadi layanan menyeluruh untuk industri perikanan. Mereka menyediakan solusi dari hulu ke hilir, mulai membantu pembudidaya ikan dan udang meningkatkan efektivitas tambak yang dimiliki, memasarkannya, hingga menghubungkan ke pelanggan akhir.

Ekosistem terintegrasi dari eFishery telah mendukung lebih dari 70.000 pembudidaya ikan dan petambak udang di lebih dari 280 kota/kabupaten di seluruh Indonesia.

Selain memperkuat pangsa pasarnya di Indonesia, eFishery dikabarkan mulai melirik pasar luar negeri. Awal 2022 lalu saat  mengumumkan pendanaan seri C senilai $90 juta, mereka menargetkan ekspansi ke sepuluh negara akuakultur terbesar, seperti India dan Tiongkok.

Potensi industri perikanan

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi industri perikanan yang besar yang memenuhi empat indikator pengukuran ketahanan pangan, antara lain harga pangan, ketersediaan pasokan, kualitas nutrisi, serta keberlanjutan dan adaptasi.

Hal ini diperkuat fakta bahwa Indonesia saat ini tercatat sebagai negara penghasil perikanan budidaya terbesar kedua di dunia dengan volume produksi 14,8 juta ton. Berdasarkan prediksi FAO, perikanan budidaya Indonesia akan tumbuh sebesar 26% pada 2030.

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hasil ekspor untuk produk perikanan sebesar USD4,56 miliar pada 2021, di mana 40% disumbang dari komoditas udang.

Sejalan dengan data Kementerian Kelautan dan Perikanan tersebut, Indonesia diprediksi dapat menjadi negara akuakultur terbesar dunia. Di Indonesia, sudah ada beberapa startup aquatech yang sudah beroperasi, termasuk Fishlog, JALA, DELOS, dan FisTx.

Setelah IPO, Akseleran Ingin Rambah Bisnis Sekuritas Hingga Bank

PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk (Grup Akseleran) segera melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham AKSL. Usai IPO, perseroan bersiap untuk mengembangkan bisnis ke sektor keuangan lainnya, mulai dari sekuritas, bank, hingga asuransi.

Grup CEO dan Co-founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan mengungkapkan, rencana masuk ke bisnis di luar nonpinjaman merupakan aspirasi perseroan untuk jangka panjang. Setidaknya sampai tiga tahun mendatang, perseroan tetap memfokuskan diri di bisnis pinjaman, yakni p2p lending dan multifinance.

Multifinance mau kita buat fully-integrated sampai 2026, setelah itu seiring skala bisnis meningkat kami mau lihat bisnis lain seputar jasa keuangan. Beberapa bisnis yang mungkin bisa ditambahkan, sekuritas karena kita ada basis investor ritel, consider juga kemudian hari masuk ke banking karena bisa ambil deposit untuk himpun dana sehingga cost of fund turun. Tapi kita mau fokus tiga tahun dulu sampai 2026 bangun bisnis multifinance dan lending-nya,” ujarnya saat paparan publik, kemarin (3/7).

Pengembangan bisnis ke jasa keuangan lainnya, di luar lending, sudah banyak ditempuh oleh berbagai perusahaan fintech, dalam hal ini kompetitor Akseleran itu sendiri. Ambil contoh, Modalku yang masuk ke Bank Index dan akuisisi perusahaan multifinance PT Buana Sejahtera Multidana, Investree yang mencaplok Bank Amar, KoinWorks dengan BPR Asri Cikupa, Kredivo dengan Bank Bisnis, Amartha dengan Bank Victoria Syariah, Alami dengan BPRS Cempaka Al Amin, dan lainnya.

Menurut Ivan, pada hakikatnya semua bisnis itu harus berevolusi agar tetap relevan dengan tren di industri. Bagi perusahaan yang masuk ke perbankan, biasanya ingin menekan ongkos sumber dana karena bisa menampung deposit dari masyarakat. Namun, Akseleran lebih memilih untuk cari segmen pasar dengan ticket size yang lebih besar.

“Kalau masuk bank harus step by step karena butuh modal besar. Sementara kami tipikalnya mau kontrol untuk create sinergi yang real, kalau minoritas enggak bisa drive.”

Rencana berikutnya

Perseroan mulai melirik masuk ke bisnis multifinance sudah sejak tahun lalu. PT Pratama Interdana Finance jadi pilihan karena perusahaan tersebut dianggap memiliki fundamental bisnis yang bagus. Rencana akuisisi ini diharapkan rampung pada Oktober 2023, sembari di-rebrand dan diintegrasikan dengan grup.

“Kita bisa dapat [perusahaan] multifinance yang sudah dicari dari tahun lalu, perusahaannya relatif bersih [utang], pricing oke, dan perhitungannya the earlier kita bisa integrasi, kesempatan yang terbuka lebih bagus.”

Harapannya pada 2024 mendatang bisnis teranyar ini dapat beroperasi penuh dan memberikan transformasi kinerja grup yang lebih substansial, tercermin dalam laporan keuangan setahun penuh yang paling lambat dipublikasikan pada Maret 2025.

Ivan menuturkan, akuisisi ini bakal menjadi game changer bagi perseroan dalam mendongkrak pendapatan. Dalam regulasi, dengan bisnis lending, maksimal penyaluran yang dapat disalurkan untuk peminjam sebesar Rp2 miliar. Sementara, perseroan yang menyasar peminjam dari bisnis skala menengah ini biasanya mencari pinjaman mulai dari Rp10 miliar sampai Rp15 miliar.

“Produknya sama, proses sama, cost structure sama, tapi revenue bisa naik 7 sampai 10 kali lipat. Dengan multifinance, bisa support ticket size lebih besar dan segmen yang disasar juga lebih luas,” tambahnya.

Tidak hanya kelebihan itu saja, perseroan melihat peningkatan prospek bisnis ini berpengaruh pada semakin murahnya sumber dana yang bisa didapat untuk disalurkan kembali ke peminjam. Lantaran, perusahaan multifinance sangat dimungkinkan untuk mencari sumber dana dari penerbitan surat hutang, tak hanya pinjaman dari bank saja.

Sebagai diferensiasi dengan pemain sejenis, nantinya bisnis multifinance ini juga akan menjalankan produk yang sama dengan bisnis lending Akseleran. Yakni, menawarkan produk pinjaman berbasis cashflow dengan underlying tagihan milik peminjam, seperti pinjaman invoice, purchase order financing, dan inventory financing.

Multifinance lain belum ada yang menawarkan produk ini, kebanyakan main di pembiayaan motor dan sejenisnya. Selama kita bangun expertise bangun produk lending berbasis cashflow, jadi expertise kami untuk akuisisi peminjam, penilaian, eksekusi, hingga pelunasannya, akan jadi nilai tambah yang ditawarkan Akseleran.”

Sejak kemarin hingga 18 Juli 2023 mendatang, Akseleran membuka masa penjatahan. Sebanyak 2,98 miliar lembar saham atau sebanyak-banyaknya 29% dari modal ditempatkan ditawarkan ke publik dengan harga penawaran Rp100-Rp120 per lembar. Perseroan berpeluang meraup dana sebesar Rp358 miliar dari aksi korporasi ini.

Agar saham dapat terserap dengan baik, perseroan menyiapkan sejumlah jurus. Tidak hanya memperkuat fundamental laporan keuangan, pemegang saham juga berkomitmen untuk melakukan lock up saham hingga tiga tahun selepas IPO. Co-founder Mikael Ramses Tambunan menuturkan, langkah ini ditempuh karena perusahaan ingin memberikan keyakinan kepada investor baru bahwa rencana IPO ini adalah komitmen jangka panjang.

“Menegaskan bahwa IPO ini bukan suatu kesempatan buat para existing shareholder untuk segera keluar sehingga ada lock up,” kata dia.

Application Information Will Show Up Here

Akseleran Segera IPO, Incar Dana Hingga Rp358 Miliar

Hari ini (28/6) Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan menargetkan dapat meraup dana segar sampai dengan Rp358 miliar.

Dalam newsletter konsumen yang diterima DailySocial.id, perusahaan menyampaikan public expose akan diselenggarakan pada pekan depan, 3 Juli 2023. Bersamaan dengan itu masa penjatahan (book building) juga dibuka hingga 18 Juli 2023. Bila tidak ada aral melintang, pencatatan di papan BEI akan dilaksanakan pada 9 Agustus 2023.

“Keputusan untuk go public merupakan langkah yang signifikan bagi Grup Akseleran karena ini menunjukkan kepercayaan akan visi, layanan, dan potensi pertumbuhan dari Grup Akseleran. Kami percaya bahwa langkah ini akan membuka peluang-peluang baru dan memperkuat komitmen kami untuk menyediakan pengalaman pengguna yang lebih baik lagi,” ujar perusahaan.

Mengutip materi presentasi yang dipublikasi, perusahaan akan melepas 2,98 juta lembar saham atau setara 29% saham disetor ditempatkan setelah IPO. Harga per lembarnya dipasang mulai dari Rp100-Rp120, dengan rasio waran 10:1.

Nantinya dana segar dari aksi korporasi akan digunakan untuk dua hal: sebanyak Rp36,5 miliar digunakan untuk akuisisi perusahaan pembiayaan PT Pratama Interdana Finance untuk kuasai 99,99% kepemilikan saham, dan menyetor tambahan modal sebesar Rp200 miliar untuk amunisinya, sisanya untuk modal kerja perusahaan dalam rangka mendukung bisnis utama dan pengembangan bisnis selanjutnya.

Ada dua underwriter yang ditunjuk dalam IPO ini, yakni BCA Sekuritas dan BRI Danareksa Sekuritas.

Kinerja Akseleran

Startup fintech ini sudah beroperasi sejak 2017 sediakan akses kredit untuk UKM. Berdasarkan laporan keuangannya per 2022, total dana pinjaman yang telah disalurkan sebesar Rp6,5 triliun (kumulatif), bila dilihat secara tahunan angkanya sebesar Rp2,93 triliun dengan rentang penyaluran per bulannya Rp336 miliar.

Dari laporan perusahaan, portofolio penyalurannya sebanyak 90% untuk pinjaman invoice financing, PO financing, dan inventory financing, dengan tenor enam bulan dan pinjaman mulai dari Rp75 juta sampai Rp2 miliar. Adapun dari proporsi pemberi pinjamannya, sebanyak 206 ribu adalah investor ritel, dan delapan dari kalangan institusi. Rasio kredit macetnya (NPL) berhasil dijaga di rasio 0,41%.

Portofolio peminjamnya didominasi oleh sektor migas (17%), disusul konstruksi (12,7%), suplai konstruksi (7,2%), dan material bangunan (7,2%). Lokasinya terbesar di Jakarta (47%), Jawa Barat (17%), dan Jawa Timur (15%).

Melihat lebih jauh dari laporan keuangan perusahaan, Akseleran mencetak pendapatan sebesar Rp71,4 miliar dengan pertumbuhan 80% yoy dan biaya operasional masih membengkak Rp94 miliar, naik 34%. EBITDA perusahaan masih negatif Rp18,9 miliar, tunjukkan tren positif sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Alhasil dari seluruh laporan tersebut, Akseleran cetak rugi bersih Rp22,4 mliar.

Perusahaan memproyeksikan dapat segera cetak laba pada kuartal IV 2023, setelah melakukan berbagai strategi besar, salah satunya mengakuisisi perusahaan multifinance. Diyakini akan menjadi game changer bagi perusahaan karena memungkinkan penyaluran lebih besar antara Rp10 miliar-Rp15 miliar untuk UKM dengan omzet bisnis Rp50 miliar dalam setahun.

“Perusahaan multifinance juga akan membuat Grup Akseleran menjadi lebih efisien; karena biaya, proses, dan waktu untuk melakukan asesmen terhadap pinjaman sebesar Rp10-15 miliar tidak berbeda dengan asesmen pinjaman sebesar Rp2 miliar. Sehingga dengan struktur biaya yang sama, pendapatan dapat bertumbuh secara substansial,” tutup perusahaan.

Application Information Will Show Up Here