The Story of IoT Based Solution Developers in Indonesia

The Internet of Things (IoT) technology is getting more popular for the last five years because it becomes one of few strategic components that support the industry 4.0. Simply put, the IoT technology allows various kinds of electronics to communicate and circulate data, either cross-devices or with other systems or apps.

Last year, the government through Kemkominfo issued regulations regarding LoRA WAN frequency as stated in the Regulation of the Director General of Resources and Equipment of Post and Information Technology Number 3 in 2019 on Technical Requirements for Low Power Wide Area Telecommunications Equipment and/or Devices.

The IoT-based solutions players appreciate this regulation. It’s just some regulations are still expected, including providing a discount for import fees for spare parts or raw materials imported from abroad. This discount policy is considered to be able to encourage the IoT industry to develop faster considering that many devices are still imported from abroad, especially China.

Regulating foreign companies and accessible import

One of the startups in this sector is Habibi Garden, which for the last two years has focused on helping farmer groups in West Java. Habibi Garden CEO Irsan Rajamin told DailySocial that import policy was quite important. The existence of a special tax to ease tariffs will provide a positive stimulus for IoT players in Indonesia.

He also added, “The expected regulation, is when the foreign IoT technology entering Indonesia, there should be a partnership or collaboration in any way possible with local companies or startups. Therefore, there is an obligation for transfer knowledge.”

A similar thought from eFishery’s Chief of Product, Krisna Aditya. He said to support local startups to develop is by regulating foreign IoT companies at least to give space for locals to penetrate the current market.

“Regulations such as TKDN that favor Indonesian startups are indeed favorable. Then, the tax incentives or the easy importing for basic parts needed to develop IoT products are also very important. Almost all required parts to develop IoT are still imported, therefore, when the import process is facilitated with the aim of developing startups in Indonesia, it will open up new jobs in Indonesia,” he added.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
HabibiGrow by Habibi Garden

DycodeX’ Co-founder & CEO, Andri Yadi agreed on this subject. He said that reducing import tariffs could be a positive impact on the IoT industry. However, to regulate is not easy. It takes time and effort to record a lot of devices wheter to reduce the cost.

Another regulation that is also expected is TKDN for devices entering Indonesia. Although the discussion is still ongoing in the internal association, this rule is considered to be able to boost the growth of the IoT industry in Indonesia.

Andri said, this TKDN regulation must be prepared in advance, especially the readiness of the local players. Avoid regulations backfire at all cost. When it is expected to grow, instead, it only hinders the developing industry due to unpreparedness.

Stories of local players

The Indonesian IoT Association or ASIoTI is quite optimistic about the opportunities of the IoT industry in Indonesia. Even at the end of 2019 they targeted 200 million sensors in 2020. This target is somewhat missed due to the Covid-19 pandemic, but its development still provides potential and opportunities.

In addition to industrial automation, a number of solutions in the agriculture and fisheries sector can be optimized. Habibi Garden and SmarTernak (one of the solutions from DycodeX) have a solution that is almost similar, but applicable into two different things. HabibiGarden for the agriculture sector and Smarternak for the livestock sector.

Habibi Garden claimed to have collaborated with West Java Digital Service, especially for the agricultural sector. They help farmers to optimize the way they work through the IoT tool. Both in open land or in the greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Implementation of SmarTernak

Some devices developed by Habibi Garden include tools to monitor the condition of the growing media, devices that can be controlled remotely to provide fertilizer, water, pesticides, and the like, as well as several other devices.

“We produce 200 sensors that are packaged for 20 farmer groups in West Java. The tools we use include automatic watering systems, cooling systems for greenhouses, weather monitoring systems and planting media. With this tool farmers can know exactly when to do watering and fertilization, with this farmers can get the efficiency of production costs and labor,” Irsan said.

SmarTernak also comes with similar solution. Focused on West Java, Smarternak has begun to focus on monetization and implementation.

“In terms of devices, some are installed in cows, some are installed in cages. The ones installed in cages are temperature sensors and water supply. If used in cattle for tracking activity, how long he eats, how long he sleeps,” said Andri .

There is also eFishery, a startup whose business unit is developing an IoT device to facilitate fish and shrimp feeding. This startup has developed tens of thousands of devices installed in fish/shrimp ponds in 120 cities/regencies throughout Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Cerita Pengembang Solusi Berbasis IoT di Indonesia

Teknologi Internet of Things (IoT) lima tahun belakang cukup populer karena termasuk satu dari beberapa komponen strategis yang mendukung industri 4.0. Secara sederhana, teknologi IoT memungkinkan berbagai jenis alat elektronik untuk bisa saling berkomunikasi–melakukan perputaran data, baik antar sesama perangkat maupun dengan sistem atau aplikasi.

Tahun lalu pemerintah melalui Kemkominfo mengeluarkan regulasi mengenai penggunaan frekuensi LoRA WAN seperti yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Nomor 3 Tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi Low Power Wide Area.

Para pemain solusi berbasis IoT mengapresiasi regulasi ini. Hanya saja masih ada beberapa regulasi yang diharapkan untuk segera hadir, termasuk memberikan keringanan biaya masuk atau impor untuk spare part atau bahan mentah yang didatangkan dari luar negeri. Kebijakan keringanan ini dinilai bisa mendorong industri IoT berkembang lebih cepat mengingat banyak perangkat yang masih didatangkan dari luar negeri, khususnya Tiongkok.

Meregulasi pemain asing dan kemudahan impor

Salah satu startup di sektor ini adalah Habibi Garden, yang selama dua tahun terakhir fokus membantu kelompok tani di Jawa Barat. CEO Habibi Garden Irsan Rajamin kepada DailySocial mengatakan, kebijakan impor cukup penting. Adanya pajak khusus untuk meringankan tarif akan memberikan stimulus positif bagi para pemain IoT di Indonesia.

Selain itu ia menambahkan, “Regulasi yang diharapkan, jika ada teknologi IoT dari luar yang masuk ke Indonesia, sebisa mungkin ada partnership atau kolaborasi dengan perusahaan atau startup lokal. Jadi ada kewajiban transfer knowledge.”

Hal senada disampaikan Chief of Product eFishery Krisna Aditya. Ia menyampaikan bahwa untuk mendukung startup lokal berkembang setidaknya harus ada regulasi yang membatasi produk-produk IoT dari luar untuk memberikan ruang pemain lokal menggarap pasar yang ada di Indonesia.

“Regulasi seperti TKDN yang memihak startup Indonesia juga dibutuhkan. Kemudian insentif pajak atau kemudahan melakukan impor part-part yang dibutuhkan untuk mengembangkan product IoT juga sangat penting. Hampir semua part yang dibutuhkan dalam mengembangkan IoT masih impor jadi ketika proses impor ini dipermudah dengan tujuan untuk mengembangkan startup di Indonesia maka itu akan membuka lapangan pekerjaan baru yang ada di Indonesia,” lanjut Krisna.

Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden
Perangkat HabibiGrow dari Habibi Garden

Hal ini diamini Co-Founder & CEO DycodeX Andri Yadi. Ia menyampaikan bahwa pemotongan tarif impor ini memang bisa memberikan dampak positif bagi industri IoT. Hanya saja untuk meregulasinya tidak mudah. Butuh waktu dan effort untuk mendata banyak sekali perangkat jika nantinya akan diberlakukan keringanan.

Peraturan lain yang juga diharapkan hadir adalah TKDN untuk perangkat yang masuk ke Indonesia. Meski pembahasan yang ada masih dalam tahap internal asosiasi, aturan ini dinilai bisa mendongkrak pertumbuhan industri IoT di Indonesia.

Menurut Andri, aturan TKDN ini harus disiapkan secara matang terlebih dahulu, terutama kesiapan para pemain lokal. Jangan sampai regulasi justru menjadi bumerang. Diharapkan tumbuh tetapi malah menghambat industri berkembang karena ketidaksiapan.

Sepenggal cerita pemain lokal

Asosiasi IoT Indonesia atau ASIoTI cukup optimis dengan peluang industri IoT di Indonesia. Bahkan pada akhir 2019 silam mereka menargetkan 200 juta sensor pada tahun 2020 ini. Target ini diperkirakan agak meleset karena adanya pandemi Covid-19, tapi perkembangannya tetap memberi potensi dan peluang untuk banyak hal.

Selain otomasi di bidang industri, sejumlah solusi di sektor pertanian dan perikanan bisa dioptimalkan. Habibi Garden dan SmarTernak (salah satu solusi dari DycodeX) memiliki solusi yang hampir mirip, tapi diterapkan untuk dua hal yang berbeda. HabibiGarden untuk sektor pertanian dan Smarternak untuk sektor peternakan.

Habibi Garden mengaku telah menjalin kerja sama dengan Jabar Digital Service, khususnya untuk sektor pertanian. Mereka membantu para petani untuk mengoptimalkan cara kerja mereka melalui perangkat IoT. Baik mereka yang ada di lahan terbuka atau di dalam greenhouse.

Penerapan perangkat SmarTernak
Penerapan perangkat SmarTernak

Beberapa perangkat yang dikembangkan Habibi Garden antara lain alat untuk memonitor kondisi media tanam, alat yang bisa dikontrol jarak jauh untuk memberikan pupuk, air, pestisida, dan semacamnya, serta beberapa perangkat lainnya.

“Kita memproduksi 200 sensor yang dipaketkan untuk 20 kelompok tani di Jawa Barat. Alat yang kita gunakan antara lain sistem penyiraman otomatis, sistem pendinginan untuk greenhouse, sistem monitoring cuaca dan media tanam. Dengan alat ini petani bisa mengetahui dengan pasti kapan harus melakukan penyirapan dan pemumukan, dengan ini petani bisa mendapatkan efisiensi ongkos produksi dan tenaga kerja,” cerita Irsan.

Hal yang sama dilakukan SmarTernak. Masih fokus di Jawa Barat, saat ini Smarternak sudah mulai fokus monetisasi dan implementasi.

“Dari segi perangkat ada yang dipakaikan di sapi, ada yang dipasang ke kandang. Yang dipasang di kandang merupakan sensor temperatur dan suplai air. Kalau dipakaikan di ternak itu untuk keperluan tracking activity, berapa lama dia makan, berapa lama dia tidur,” kisah Andri.

Ada pula eFishery, startup yang salah satu unit bisnisnya mengembangkan perangkat IoT untuk memudahkan pemberian makan ikan dan udang. Startup ini sudah mengembangkan puluhan ribu perangkat yang dipasang di kolam-kolam petani ikan / udang di 120 kota / kabupaten di seluruh Indonesia.