Jeff Bezos: Amazon, Kekayaan, Karir dan Bisnisnya

Sebagai pengusaha sekaligus pendiri website toko online terbesar di dunia yaitu Amazon.com. Penasarankah kamu dengan perjalanan hidup dari seorang Jeff Bezos? Pernah bekerja di salah satu brand frenchise ternama, ia berhasil berdiri dalam posisi yang luar biasa saat ini.

Maka DailySocial.id saat ini akan menyampaikan sedikit kisah dari seorang Jeff Bezos yang mungkin akan memberikan inspirasi kepadamu.

Jeff Bezos terlahir dengan nma lengkap yaitu Jeffrey Preston Bezos yang lahir pada 12 Januari 1964 di Albuquerque, kota New Mexico. Nenek moyang Jeff merupakan orang Texas dan secara turun menurun mempunyai peternakan seluas 101 km2 yang terletak di Cotulla.

Sedangkan kakeknya merupakan direktur regional pada Komisi Energi Atom Amerika Serikat yang terletak di Albuquerque. Namun kakeknya meminta pensiun lebih cepat untuk bekerja di peternakan.

Ketika masih remaja, Jeff seringkali menghabiskan musim panas dengan kakeknya, dan sejak kecil ia telah memperlihatkannya bakatnya di bidang mekanik. Bahkan, Jeff balita pernah mencoba untuk membongkar sendiri tempat tidurnya yang dimiliki menggunakan obeng.

Jeff Bezos dilahirkan oleh ibunya yang bernama Jackie Bezos ketika masih berusia belasan tahun. Pernikahan antara ayah dan ibunya hanya dapat bertahan selama setahun lebih. Namun, ibunya menikah kembali saat Jeff masih berusia lima tahun.

Ia memiliki ayah tiri yang bernama Miguel Bezos yang merupakan imigran asal Kuba.

Ketertarikan Jeff terhadap bidang elektro dan sains telah tumbuh sejak kecil. Saat dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar, Jeff pernah membuat alarm listrik sederhana dan alarm tersebut di pasang di rumahnya sendiri.

Alarm yang mulanya difungsikan untuk mengawasi adik-adiknya supaya tidak keluar rumah. Selain itu, garasi orang tuanya juga ia jadikan sebagai laboratorium eksperimen ilmiah.

Saat orang tuanya pindah ke Miami, Jeff kembali melanjutkan sekolah Menengah Atas di Miami Palmetto. Bakat minatnya pun semakin berkembang dan pada saat itu Jeff pernah mengikuti pelatihan sains yang di Universitas Florida. Berkat prestasinya, Jeff memperoleh penghargaan Silver Knight Award.

Ketika diterima di Universitas Princeton, mulanya mengambil jurusan fisika, namun berubah pikiran dan berganti mendalami komputer. Jeff akhirnya lulus dengan meyandang gelar pada bidang ilmu komputer serta teknik listrik.

Semasa bangku kuliah pun ia telah menunjukkan prestasi yang luar biasa. Sehingga tidaklah mengherankan setelah ia selesai dari kuliahnya, Jeff cukup mudah untuk mendapatkan pekerjaan.

Bekerja di Wall Street

Karir pertamanya dimulai ketika ia mulai kerja Wall Street. Selepas lulus dari Universitas Princeton, ia bekerja di Wall Street pada bidang ilmu komputer. Ketika ia mendapatkan gelar pascasarjana dan dengan berbagai pencapaian yang telah ia lakukan, Jeff bekerja untuk membangun jaringan perdagangan internasioal pada sebuah perusahaan ternama yaitu Fitel.

Dua tahun kemudian, Jeff pindah ke perusahaan jasa keuangan, yaitu Banker Trust. Setelah itu, ia bekerja di perusahaan finansial De Shaw Company. Nah, di perusahaan terakhir inilah ia berkeinginan untuk membangun perusahaannya sendiri, yaitu Amazon.com.

Amazon.com merupakan perusahaan perdagangan elektronik multinasional yang kantor pusatnya sendiri terletak di Seattle, Washington, Amerika Serikat. Selain itu, perusahaan ini memproduksi juga barang elektronik konsumen, komputer tablet Kindle Fire, sebagai salah satu penyedia dari jasa komputasi awan besar.

Pada mulanya perusahaan ini bernama Cadabra. Jeff Bezos mendirikan perusahaan ini pada Juli 1994 dan pada tahun 1995 situsnya berganti nama sebagai Amazon.com.

Amazon adalah pengecer online terbesar di dunia. Perusahaan ini disebut Amazon karena sesuai dengan salah satu sungai terbesar di dunia, Amazon. Pemberian nama ini diharapkan dapat mendorong penjualan di internet, seperti air di Amazon. Model bisnis Amazon.com datang kepadanya saat dia mengemudi dari New York ke Seattle. Kantor pertama Amazon.com adalah garasi Jeff.

Toko Online Terbesar di Dunia

Awalnya, Amazon.com hanya digunakan untuk menjual berbagai buku secara online. Harga yang ditawarkan sangat terjangkau. Setelah itu, perusahaan ini menjadi berita di berbagai media. Dengan ketenarannya yang semakin meningkat, Jeff akhirnya memiliki kantor operasional dan enam gudang untuk inventaris buku.

Setelah lama menjual buku secara eksklusif secara online, karena permintaan meningkat, Amazon.com memperkuat dan memperluas bisnisnya untuk menjual produk lain. Fitur baru termasuk Mp3, TV, video game, CD, bahan makanan, mainan, perhiasan, elektronik konsumen, DVD, dan banyak lagi.

Perlahan tapi pasti, perusahaan yang didirikan Jeff tumbuh dari situs web e-commerce kecil menjadi perusahaan e-commerce besar yang menawarkan berbagai produk online untuk pesanan di seluruh dunia. 1,5 juta pelanggan pada tahun 1997, 14 juta pada tahun 1999 dan 25 juta pada tahun 2001.

Amazon sendiri memiliki beberapa situs web ritel untuk Kanada, Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Italia, Jerman, Cina, Jepang, dan Spanyol, dan beberapa produknya dikirimkan secara internasional ke negara lain. Selain itu, perusahaan berencana untuk meluncurkan situs web terpisah di Swedia, Belanda, Brasil, dan Polandia.

Secara alami, berdasarkan kekuatan dan keahlian Amazon.com, beberapa perusahaan besar ingin mengajak Amazon.com sebagai mitra untuk menjual berbagai produk dalam obligasi joint venture. Karena itulah Marks and Spencer mengundang Amazon.com sebagai reseller. Konsumen berbasis jaringan virtual juga memiliki konsumen yang semakin banyak.

Hal ini terutama disebabkan oleh perkembangan yang semakin menuntut di era ketika Amazon.com semakin dikenal oleh banyak orang dan kemudahan pembayaran online. Program e-banking yang memudahkan konsumen dalam bertransaksi.

Selain itu, penerapan strategi pemasaran yang baik dan kredibel oleh Jeff Bezos memudahkan perusahaannya bekerja sama dengan distributor dalam mendistribusikan produk, memastikan keamanan, efektivitas biaya, dan akurasi dalam penjadwalan produk.

Perkiraan Kekayaan

Bisa diketahui bahwa kekayaan bersih Jeff diperkirakan berasal dari kepemilikan saham di perusahaan Amazon.com. Pada tahun 1998, Jeff memiliki 41% saham Amazon.com, tetapi pada tahun 2006 turun menjadi 24,26%.

Gajinya tidak meningkat sejak tahun 1998, $81.840 setahun ditambah tunjangan $1,1 juta. Meskipun demikian, Jeff masih menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

Dari tahun ke tahun pendapatan yang didapatkan pada perusahaan Amazon.com terus mengalami perkembangan. Sehingga tidaklah mengherankan jika kekayaan Jeff menjadi naik berlipat-lipat. Bahkan setiap tahunnya Jeff selalu berada pada rangking orang terkaya di dunia, walaupun selalu dalam kondisi fluktuatif.

Jeff mengaku tak pernah ragu untuk melakukan aksinya. Sekalipun apa yang dikejarnya pasti tidak berhasil, ia akan terus berusaha dan berani mengambil risiko. Jeff tidak pernah ragu untuk bertindak karena ia tidak ingin menyesal di kemudian hari.

Ia memiliki prinsip bahwa sekalipun ia gagal, dia setidaknya mencoba. Dia juga percaya bahwa satu-satunya cara untuk menjadi sukses adalah dengan memberikan layanan terbaik. Dengan cara ini, konsumen secara otomatis akan melakukan word of mouth, dan Amazon.com pasti akan diuntungkan.

Dapatkan Berita dan Artikel lain di Google News

Lummo Umumkan Keterlibatan VC Jeff Bezos dalam Putaran Pendanaan Seri C

Setelah sebelumnya telah mengumumkan perolehan pendanaan seri C senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah), startup penyedia solusi layanan perangkat lunak penghubung bisnis Lummo mengumumkan keikutsertaan Jeff Bezos dalam putaran pendanaan yang sama.

Jeff Bezos melalui kantor pengelolaan aset pribadinya, Bezos Expedition, mengikuti putaran investasi yang dipimpin oleh Tiger Global dan Sequoia Capital India tersebut. Keikutsertaan Bezos dalam seri pendanaan ini bertujuan memperkuat ambisi Lummo untuk mempercepat pertumbuhan bisnis pengusaha dan pemilik brand di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.

Ini menjadi investasi kedua Bezos Expedition di startup Indonesia, setelah sebelumnya masuk ke putaran pendanaan Ula.

“Investasi ini semakin memperkuat upaya Lummo untuk mengembangkan solusi D2C demi memberikan nilai tambah yang lebih besar kepada para pemilik usaha di Indonesia, mempercepat pertumbuhan bisnis mereka, serta memaksimalkan efisiensi operasional dengan memanfaatkan solusi SaaS Lummo,” kata CEO Lummo Krishnan Menon.

Kepada DailySocial.id, COO Lummo Lorenzo Peracchione menuturkan dana segar tersebut akan difokuskan untuk memperluas penawaran produk agar dapat melayani lebih banyak pengusaha UMKM dan brand. Dengan masuknya Jeff Bezos sebagai bagian dari investor mereka, diharapkan bisa memberikan manfaat lebih kepada Lummo, dilihat dari prestasi Jeff Bezos sebelumnya membangun Amazon menjadi layanan e-commerce unggulan global.

“Kita senang dengan kehadiran Jeff Bezos dalam tim dan menjadi kebanggaan bagi kami mendapatkan sosok yang piawai dalam digital e-commerce. Investasi ini juga menjadi validasi atas pekerjaan yang telah kami lakukan. Yang menjadi penting adalah investasi ini menjadi signal yang kuat akan kepercayaan investor secara global, dan juga merubah persepsi investor asing tentang potensi dan pertumbuhan indonesia saat ini,” kata Lorenzo.

Mengedepankan konsep D2C

Pendekatan D2C yang diklaim sebagai keunggulan kompetitif Lummo telah memberikan dampak berkelanjutan bagi pengembangan bisnis mereka. Selain itu, solusi D2C juga membuka lebih banyak potensi bisnis bagi usaha kecil dan menengah di tengah persaingan bisnis online yang menantang. Berbekal pengalaman mendalam tentang market di Indonesia, Lummo optimis dapat menciptakan solusi teknologi yang mampu memecahkan tantangan bisnis yang dihadapi para pengusaha.

Awal tahun 2020 lalu Lummo yang sebelumnya bernama BukuKas telah melakukan rebranding TOKKO yang berada di bawah BukuKas, juga ikut di-rebranding menjadi LummoSHOP.

Secara khusus LummoSHOP, membantu para pelaku usaha dan pemilik brand yang ingin meningkatkan pertumbuhan bisnis mereka secara optimal dengan membantu mereka membangun relasi dan menjual langsung ke pelanggan (D2C), demi memaksimalkan efisiensi operasional di berbagai saluran dan membangun merek mereka sendiri secara online.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Tips Menanamkan Budaya Inovasi yang Berpusat pada Pelanggan dalam Bisnis Startup

Seperti diketahui, inovasi menjadi salah satu yang menggerakkan bisnis startup. Dalam upaya menciptakan inovasi dalam sebuah organisasi, ada yang disebut dengan budaya inovasi atau culture innovation. Diambil dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa budaya inovasi ini merupakan lingkungan yang mendukung pemikiran kreatif untuk menghasilkan produk, layanan, atau proses baru atau lebih baik.

Dalam pembahasan lebih dalam mengenai budaya inovasi, DailySocial.id mengadakan webinar Super Mentor yang adalah bagian dari DSLaunchPad 3.0 bekerja sama dengan Amazon Web Service (AWS). Pada kesempatan kali ini, Jaspal Johl selaku Head of Marketing Amazon Web Service ASEAN memaparkan sejumlah insight terkait penerapan budaya inovasi dalam perusahaannya.

Berpusat pada pelanggan

Sebelum masuk ke urusan yang lebih teknis seperti penjualan atau penetrasi pasar, Amazon mengawali langkah inovasi dengan satu pertanyaan fundamental, “Bagaimana bisnis ini bisa meningkatkan taraf kehidupan pelanggan?”. Ketika perusahaan berhasil menciptakan produk terbaik, semua hal teknis akan mengikuti dengan sendirinya, seperti penetrasi pasar yang mendorong ekspansi, operasional yang efisien, berikut konversi pelanggan.

Sebuah kutipan dari Jeff Bezos mengatakan, “Ada banyak keuntungan dari pendekatan yang berpusat pada pelanggan, tetapi inilah keuntungan besarnya: Pelanggan selalu sangat senang, sangat tidak puas, bahkan ketika mereka mengaku senang dan bisnisnya bagus. Bahkan ketika mereka belum mengetahuinya, pelanggan menginginkan sesuatu yang lebih baik, dan keinginan untuk menyenangkan pelanggan akan mendorong Anda untuk menciptakan sesuatu dari sudut pandang mereka.”

Hal ini mengharuskan perusahaan untuk observasi semua data terkait tingkat kepuasan dan berusaha mengerti keinginan konsumen, bahkan sebelum mereka mengetahuinya. Maka dari itu, sebaiknya fokus pada apa yang dilakukan konsumen daripada apa yang dilakukan kompetitor.

Selama 27 tahun berdiri, Amazon dikenal sebagian besar karena bisnis e-commerce. Di luar itu, perusahaan juga memiliki layanan seperti solusi teknologi, produk elektronik, konten streaming, groceries, juga retail. Hingga saat ini, terdapat lebih dari 60 unit bisnis yang tersebar di berbagai belahan dunia.

Dalam mewujudkan budaya inovasi di tubuh perusahaan, ada 4 faktor kunci yang diterapkan oleh AWS, yaitu:

1. Kultur

Amazon memiliki satu landasan penting yang menjadi acuan dalam menjalankan budaya inovasi, yaitu Leadership Principles atau prinsip kepemimpinan. Dimulai dari membangun antusiasme terhadap pelanggan (customer obsession), melalui berbagai proses inovatif dan berakhir pada pencapaian hasil, menjadi karyawan terbaik.

Prinsip kepemimpinan inilah yang juga digunakan sebagai landasan rekrutmen. Prosedur ini dijalankan dengan sangat ketat, kandidat yang terpilih tidak hanya harus memenuhi standar, melainkan harus bisa menaikkan standar. Bahkan ketika sudah bergabung, kandidat masih akan dievaluasi oleh rekannya. Amazon percaya bahwa indikator sukses sebuah perusahaan adalah kesatuan budaya (kerja).

Terkait peran dalam pekerjaan, Jaspal mengungkapkan, “Kita merekrut orang-orang pintar bukan untuk memberi tahu apa yang harus mereka lakukan, melainkan mereka datang ke perusahaan membawa daftar apa saja yang ingin mereka lakukan. Keseimbangan akan ditemukan ketika masing-masing sudah memahami perannya.”

2. Mekanisme

Amazon sebagai perusahaan global memiliki banyak proses, salah satu yang terkenal adalah working backwards. Mekanisme ini merupakan perilaku yang dikaitkan dengan pemikiran inovatif. Dalam artian, mulai dari pain point pelanggan, di mana kita menciptakan ide untuk menyelesaikan masalah pelanggan bukan masalah dalam organisasi. Yang selama ini dilakukan perusahaan adalah membuat proses yang berinovasi dari sisi pelanggan.

Untuk menjalankan mekanisme ini, ada lima pertanyaan yang harus terjawab (1) Siapa pelanggannya?; (2) Apa masalah pelanggan atau kesempatan?; (3) Apakah keuntungan bagi pelanggan jelas?; (4) Bagaimana mengetahui kebutuhan atau keinginan pelanggan?; (5) Seperti apa pengalaman pelanggan yang disajikan?

Jawaban dari pertanyaan tersebut akan dihadirkan melalui 3 keluaran. Press Release, yang menyediakan segala informasi terkait produk untuk pelanggan. Perusahaan harus bisa membuat pelanggan mengerti apa yang ingin disajikan melalui produk ini. Lalu, FAQs yang berisi pertanyaan yang paling sering ditanyakan pelanggan, terkait harga, ekspansi. Sementara itu, secara paralel membangun Visuals untuk melihat dari sisi pengalaman pelanggan.

Mengapa pertanyaan dan jawaban ini menjadi penting? Karena ketika idenya baru di tahap press release, akan sangat mudah dan murah untuk diubah. Ceritanya akan berbeda ketika Anda telah menginvestasikan jutaan dolar dan menghabiskan waktu untuk riset dan pengembangan. Ketika itu, sudah terlambat untuk menyadari bahwa produk tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau berpikir untuk membuat produk yang lebih baik.

3. Arsitektur

Dari sisi teknologi, perusahaan mulai beralih ke microservices. “Kami memisahkan proses yang memiliki layanan satu tujuan. Karena ketika semua layanan menjadi satu kesatuan, hal itu dapat menghambat inovasi,” ujar Jaspal.

Dengan microservices, setiap tim bisa bergerak lebih leluasa dengan dinamikanya masing-masing. Di sisi lain, hal ini membuat anggota tim bisa bekerja lebih cepat, agile dan inovatif. Satu hal yang perlu digarisbawahi, Amazon tidak memulai perjalanan dengan memikirkan teknologi, melainkan pengalaman pengguna terlebih dahulu.

4. Organisasi

Sebagai startup, sama halnya dengan Amazon dulu, selalu ada perusahaan yang mau membayar lebih dan menawarkan lebih. Namun Jaspal menekankan bahwa yang penting adalah bagaimana bisa menarik builders, orang-orang kreatif yang suka mengeksekusi, ke perusahaan. Mereka berpikir jauh ke depan dari sisi pelanggan serta punya rasa memiliki terhadap produk atau layanan yang mereka jalankan.

Ada satu skema yang digunakan Amazon untuk meramu tim, yaitu two pizza teams. Dua loyang pizza adalah porsi yang pas untuk 6-8 orang. Menurut sudut pandang perusahaan, 6-8 orang adalah jumlah ideal dalam sebuah tim. Sebuah angka yang bisa memenuhi semua kebutuhan tanpa harus ada penyesuaian yang terlalu banyak atau pembagian sesi meeting. Hal ini memungkinkan desentralisasi tim serta otonomi yang akan mendorong percepatan dalam inovasi.

“Dalam upaya melakukan inovasi, sesungguhnya yang dilakukan adalah membuat sesuatu yang baru. Untuk memulai sesuatu yang baru kita harus berani mengambil risiko. Sekalipun sudah dilakukan dengan benar, hal baru akan tetap memiliki potensi risiko yang besar, salah satu yang bisa dilakukan untuk menekan hal itu adalah memastikan bahwa ide tersebut benar-benar matang,” ujar Jaspal

Dinamika menjadi kunci dalam berbisnis, ada banyak keputusan dan aksi yang reversible atau bisa diubah dan tidak membutuhkan studi mendalam. Namun, perusahaan mengedepankan pengambilan risiko yang diperhitungkan. Ketika skala perusahaan bertambah, hal itu akan mempengaruhi risk apetite-nya. “Hal ini yang membuat kami berhenti menua dalam organisasi untuk memberi ruang bagi inovasi,” tambahnya.

Memahami konsep kegagalan

Kutipan lain dari Jeff Bezos bercerita tentang, “Kegagalan dan penemuan adalah kembar yang tak terpisahkan. Untuk menciptakan Anda harus bereksperimen, dan jika Anda tahu sebelumnya bahwa itu akan berhasil, itu bukan eksperimen.”

Kegagalan bisa saja terjadi dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Jika tidak ada yang baru, apakah hal tersebut bisa dibilang inovasi? Dalam kasus ini, skenario terbaik adalah sebagai fast followers. Selain itu, ini juga sebagai salah satu cara untuk menekan risiko dan mengetahui  sebuah produk/layanan dapat berjalan atau tidak.

Layaknya Amazon memiliki leadership principle, perusahaan harus memiliki landasan serta mengupayakan orang-orang yang selaras dengan hal tersebut. Ketika sudah menemukan apa yang menjadi mendasar dan esensial terhadap perkembangan perusahaan, maka budaya inovasi bisa mulai dijalankan terhadap semua karyawan dalam organisasi.

Strategi diferensiasi (Growth Flywheel)

Terdapat sebuah siklus yang juga disebut growth flywheel saat perusahaan mencoba menciptakan pengalaman pelanggan terbaik. Ketika berhasil menyajikan pengalaman pengguna yang baik, semakin banyak pengguna yang datang, traffic semakin tinggi, lalu angka penjualan akan naik, dan menarik semakin banyak penjual yang akan menambah seleksi barang. Siklus ini akan kembali lagi dan menciptakan pengalaman pengguna yang terbaik.

Di Amazon, perusahaan mengambil skala ekonomi dengan menurunkan struktur biaya, lalu memperbanyak seleksi produk untuk menciptakan pengalaman pengguna yang semakin baik. Hal ini bisa diimplementasikan oleh perusahaan lain dengan menentukan seperti apa growth flywheel dalam organisasi mereka. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan sentralitas pelanggan serta inovasi dan bisnis yang berkelanjutan

Dalam upaya penetrasi pasar, Amazon sebagai perusahaan global memiliki pendekatan yang sama, hanya saja eksekusinya berbeda. Kuncinya adalah observasi, lalu temukan pain points pelanggan, contohnya dengan mengajukan pertanyaan terkait kebutuhan mereka. Dalam memberikan layanan berbasis pelanggan, feedback merupakan salah satu hal yang paling esensial.

Ula Snags 1.24 Trillion Rupiah Series B Funding, to Release Paylater Product for Warung

Ula snags $87 million in series B funding (approximately 1.24 trillion Rupiah) led by Prosus Ventures, Tencent, and B-Capital. Participated also in this round, the Bezos Expeditions, a VC created by Amazon founder Jeff Bezos; along with other leading investors, Northstar Group, AC Ventures, and Citius.

Ula‘s previous investors, including Lightspeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital and Alter Global cut another check in this round. On this occasion, Ula also announced that AC Ventures Founding Partner, Pandu Sjahrir was appointed as the company’s advisor.

This funding was announced eight months after the series A funding in January. Collectively, the company has raised a total $117.5 million in funding within 20 months since its founding.

The company will use the funding to expand its geographic and team coverage area, to realize its vision of empowering the traditional retail industry in Indonesia. These include releasing new categories, developing paylater feature, developing new technologies, logistics infrastructure, and local supply chains.

Ula’s Co-founder & Chief Commercial Officer, Derry Sakti said that this BNPL solution was presented because Ula already has 70 thousand stalls that transact through its platform, the database is a provision for credit scoring before disbursing loans.

The company is said to grow 230 times, offering more than 6 thousand products. The majority of Ula users come from tier two to four cities that still lack access to resources and logistics infrastructure.

As is known, traditional retailers have limitations in accessing banking products, even though they are very dependent on daily income, this makes the paylater option to suppliers will have tremendous benefits for warung.

“Using Ula, they no longer have to worry about purchasing goods, product availability, or even payment, which will give them more time to focus on other more important things. Seeing the impact firsthand that Ula has given to customers’ lives certainly moves our team to move forward,” he said in an official statement, Monday (4/10).

Ula’s Co-founder & Chief Operating Officer, Riky Tenggara added, “Solving the complexities of supply chain problems in Indonesia is a very challenging and impactful endeavor. As a company built on a community, we cannot underestimate the importance of providing services that our customers can always rely on, especially services that can make a real difference to their lives.”

Ula investors, AC Ventures and Northstar, also put on some statement. They stated that they have the same mission regarding the importance of empowering Indonesian MSMEs through technology. This is because MSMEs contribute more than 60% of Indonesia’s GDP and become the backbone of the country’s economy.

“Ula provides a more efficient procurement and operational system, and ultimately opens access to credit that is needed to expand the MSME business scale,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

The Ula app allows shop owners to order a wide variety of products and have them delivered directly to their stores. With a simple concept, Ula tries to focus on customer needs rather than adding unnecessary features, to ensure the best experience. The app is said to be lighter, suitable for low connection environments and the most basic devices, and ensures it doesn’t take up too much space on their phones.

Potential warung digitization

The service solution solves a very fundamental issue. Based on the results of a research entitled The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, at least 92 million adults in Indonesia are yet to have access to banking financial services (unbankable) – making it difficult for them to access transactional digital services directly. This is quite a big number, even greater than the total population of countries in Southeast Asia except the Philippines.

Warung is the most outreaching business system – the place where micro-economy across Indonesia revolves. According to 2016 Economic Census data released by BPS, of the 26.4 million units of Micro, Small and Medium Enterprises (UMK), 46.38% fall into the category of “Wholesale and Retail Trade, Repair and Maintenance of Cars and Motorcycles. “ – warung is in it. This number is also the largest among other types of businesses in Indonesia.

In an interview with DailySocial.id, Ula’s Co-Founder Nipun Mehra explained his analysis of why his startup is steadily expanding into this sector. He said, traditional retail like warung is the main pillar of the Indonesian economy. “This is the backbone of the consumption economy, while employing millions of people. Traditional retailers are cost-effective and have deep knowledge of the local market. However, this sector is the most vulnerable part of the value chain because they usually work individually on a small scale,” he added.

The diversification they trying to make is the efficiency of resources and capital by presenting a doorstep system (direct product delivery) that is cost-effective. In addition to connecting retailers with stock providers of FMCG products, they will also expand product coverage in the fashion category.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ula Raih Pendanaan Seri B 1,24 Triliun Rupiah, Segera Rilis Produk Paylater untuk Warung

Ula berhasil mengumpulkan pendanaan seri B sebesar $87 juta (sekitar 1,24 triliun Rupiah) yang dipimpin oleh Prosus Ventures, Tencent, dan B-Capital. Putaran ini turut diikuti oleh partisipasi Bezos Expeditions, VC besutan pendiri Amazon Jeff Bezos; beserta investor terkemuka lainnya, yakni Northstar Group, AC Ventures, dan Citius.

Investor Ula terdahulu, seperti Lighstpeed India, Sequoia Capital India, Quona Capital, dan Alter Global, turut berpartisipasi kembali pada putaran kali ini. Dalam kesempatan ini, Ula sekaligus mengumumkan Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir diangkat menjadi penasihat perusahaan.

Pendanaan ini diumumkan berselang delapan bulan setelah pendanaan seri A di awal Januari ini. Bila diakumulasi, perusahaan telah memperoleh pendanaan sebanyak $117,5 juta dalam 20 bulan sejak pendiriannya.

Perusahaan akan memanfaatkan pendanaan untuk memperbesar cakupan area geografi dan tim, untuk mewujudkan visinya dalam pemberdayaan industri ritel tradisional di Indonesia. Di antaranya merilis kategori baru, pengembangan layanan paylater, pembangunan teknologi baru, infrastruktur logistik, dan rantai pasokan lokal.

Co-founder & Chief Commercial Officer Ula Derry Sakti menyampaikan solusi BNPL ini dihadirkan karena Ula telah memiliki 70 ribu warung yang bertransaksi melalui platform-nya, basis data tersebut menjadi bekal untuk melakukan skoring kredit sebelum menyalurkan pinjaman.

Diklaim perusahaan telah tumbuh 230 kali lipat, menawarkan lebih dari 6 ribu produk. Mayoritas pengguna Ula berasal dari kota lapis dua hingga empat yang masih kekurangan akses terhadap sumber daya dan infrastruktur logistik.

Seperti diketahui, ritel tradisional memiliki keterbatasan dalam mengakses produk perbankan, padahal mereka sangat bergantung pada pemasukan harian, hal ini membuat pilihan pembayaran paylater kepada supplier memiliki manfaat yang luar biasa bagi warung.

“Dengan Ula, mereka tidak perlu lagi khawatir tentang pembelian barang, ketersediaan produk, atau bahkan pembayaran, yang tentunya akan memberikan mereka waktu lebih banyak untuk fokus kepada hal lain yang lebih penting. Melihat secara langsung dampak yang telah Ula berikan pada kehidupan pelanggan tentunya menggerakkan tim kami untuk terus maju,” tuturnya dalam keterangan resmi, Senin (4/10).

Co-founder & Chief Operating Officer Ula Riky Tenggara menambahkan, “Memecahkan kompleksitas masalah rantai pasokan di Indonesia merupakan sebuah upaya yang sangat menantang dan berdampak. Sebagai perusahaan yang dibangun dari sebuah komunitas, kami tidak dapat meremehkan pentingnya memberikan layanan yang selalu dapat diandalkan oleh pelanggan kami, khususnya layanan yang dapat memberikan perbedaan yang nyata bagi kehidupan mereka.”

Investor Ula, AC Ventures dan Northstar, turut memberikan pernyataannya. Mereka menyatakan bahwa mereka memiliki kesamaan misi mengenai pentingnya pemberdayaan UMKM Indonesia melalui teknologi. Pasalnya, UMKM berkontribusi lebih dari 60% terhadap PDB Indonesia dan menjadi tulang punggung ekonomi negara.

“Ula menyediakan pengadaan dan sistem operasional yang lebih efisien, dan pada akhirnya membuka akses akan pemenuhan kredit yang sangat dibutuhkan untuk memperluas skala bisnis UMKM,” ujar Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Aplikasi Ula memungkinkan pemilik warung untuk memesan berbagai macam produk dan mengirimkannya langsung ke toko mereka. Dengan konsep yang sederhana, Ula mencoba fokus pada kebutuhan pelanggan daripada menambahkan fitur yang tidak perlu, untuk memastikan pengalaman terbaik. Aplikasi ini diklaim lebih ringan, cocok untuk lingkungan koneksi rendah dan perangkat paling dasar, serta memastikan tidak memakan terlalu banyak ruang di ponsel mereka.

Potensi digitalisasi warung

Solusi layanan tersebut menyelesaikan isu yang sangat fundamental. Berdasarkan hasil riset bertajuk The Future of Southeast Asia’s Digital Financial Services, sekurangnya 92 juta penduduk berusia dewasa di Indonesia belum tersentuh layanan finansial perbankan (unbankable) – sehingga sulit bagi mereka untuk mengakses layanan digital transaksional secara langsung. Jumlah tersebut sangat besar, bahkan lebih besar dari total penduduk negara-negara di Asia Tenggara kecuali Filipina.

Warung adalah sistem bisnis yang paling menjangkau – tempat ekonomi mikro di berbagai penjuru Indonesia berputar. Menurut data Sensus Ekonomi 2016 yang dirilis BPS, dari 26,4 juta unit Usaha Mikro Kecil (UMK) & Usaha Menengah Besar (UMB), sebanyak 46,38% masuk dalam kategori “Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor” – warung masuk di sana. Jumlah ini sekaligus menjadi yang paling besar di antara jenis usaha lain yang ada di Indonesia.

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Co-Founder Ula Nipun Mehra menjelaskan analisisnya mengapa startupnya mantap merambah sektor ini. Menurutnya, ritel tradisional seperti warung adalah pilar utama ekonomi Indonesia. “Ini adalah backbone dari ekonomi konsumsi, sekaligus mempekerjakan jutaan orang. Peritel tradisional tergolong cost-effective dan memiliki pengetahuan mendalam mengenai pasar lokal. Namun, sektor ini adalah bagian paling rentan dari value chain karena mereka biasanya bekerja secara individual dengan skala kecil,” ujarnya.

Diversifikasi yang coba dihadirkan adalah efisiensi sumber daya dan permodalan dengan menghadirkan sistem doorstep (pengiriman produk secara langsung) yang hemat biaya. Selain menghubungkan peritel dengan penyedia stok produk FMCG, mereka juga akan memperluas cakupan produk di kategori busana.

Application Information Will Show Up Here

Susul Virgin Galactic, Blue Origin Sukses Terbangkan Jeff Bezos ke Luar Atmosfer Bumi

Space tourism is real. Sembilan hari setelah Sir Richard Branson terbang ke luar angkasa, sekarang giliran miliarder lain yang mencatatkan pencapaian serupa. Bukan sembarang miliarder, melainkan orang terkaya nomor satu sejagat, yakni Jeff Bezos. Bersama saudara kandung dan dua orang lainnya, Jeff berhasil terbang melewati Garis Kármán dan kembali ke Bumi dengan selamat.

Peristiwa ini sekaligus menjadi debut perdana Blue Origin, perusahaan space tourism yang didirikan oleh Jeff di tahun 2000, dalam menerbangkan manusia ke luar angkasa setelah menjalani sederet pengujian penerbangan tanpa awak. Replay lengkapnya bisa ditonton langsung di kanal YouTube resmi Blue Origin.

Secara garis besar, pengalaman wisata luar angkasa yang Virgin Galactic dan Blue Origin tawarkan memang cukup mirip, tapi ada sejumlah perbedaan penting yang layak disoroti. Dari mulai jenis pesawat yang digunakan, kita sebenarnya sudah bisa menemukan perbedaan yang sangat signifikan.

Pesawat New Shepard milik Blue Origin lebih menyerupai pesawat roket pada umumnya, dengan bagian ujung berbentuk kapsul yang akan lepas dan meluncur dengan sendirinya ketika sampai di titik ketinggian tertentu. Pesawat VSS Unity milik Virgin Galactic di sisi lain lebih menyerupai pesawat jet biasa yang dilengkapi mesin pendorongnya sendiri, meski pada awalnya ia juga lepas landas bersama sebuah pesawat induk.

New Shepard juga sepenuhnya autonomous dan bisa beroperasi tanpa kehadiran seorang pilot di kabinnya. VSS Unity di sisi lain membutuhkan dua kru kabin. Durasi total penerbangannya juga berbeda. Penerbangan menggunakan New Shepard memakan waktu sekitar 10 menit dari awal lepas landas sampai akhirnya mendarat, sedangkan penerbangan dengan VSS Unity berlangsung selama sekitar 60 menit.

Meski berbentuk seperti pesawat roket biasa, New Shepard sepenuhnya reusable, baik untuk bagian booster maupun kapsulnya. Bagian kapsulnya sendiri mendarat dengan mengandalkan parasut, dibantu oleh sistem retro-thruster untuk memberikan kendali yang lebih presisi. Blue Origin mengklaim New Shepard dapat digunakan sampai setidaknya 100 kali penerbangan. Pesawat yang dinaiki Jeff dkk misalnya, sebelumnya sudah sempat diterbangkan dua kali.

Namun perbedaan paling signifikan di antara New Shepard dan VSS Unity adalah titik ketinggian yang dicapai. New Shepard mencapai altitudo 107 km sebelum meluncur kembali ke Bumi, sedangkan VSS Unity hanya mencapai altitudo 86 km.

Kalau menurut standar Fédération Aéronautique Internationale, kru New Shepard-lah yang pantas disebut berhasil meninggalkan Bumi karena sudah melewati Garis Kármán (100 km). Namun kalau menurut standar NASA, siapapun yang berhasil menembus ketinggian 80 km sudah bisa diklasifikasikan sebagai seorang astronot.

Terlepas dari perbedaan ketinggiannya, kru kedua pesawat sama-sama sempat mengalami microgravity selama beberapa menit dan melihat pemandangan Bumi dengan latar belakang ruang angkasa yang serba hitam. Inilah pengalaman wisata luar angkasa yang bakal bisa dinikmati masyarakat umum dalam beberapa tahun ke depan, dengan catatan mereka siap membayar mahal.

Blue Origin sejauh ini masih enggan membeberkan harga tiket penerbangan luar angkasanya. Untuk tahun 2021 ini, mereka sudah berencana mengadakan dua penerbangan lain tahun ini, dan demand konsumen disebut sangatlah kuat. Virgin Galactic di sisi lain menarik biaya $250.000 per tiket, sekitar dua kali lipat harga tiket tur bangkai kapal Titanic.

Mau ke luar atmosfer atau ke dasar laut, keduanya sama-sama mahal.

Sumber: Reuters.

Virgin Galactic Sukses Terbangkan Pendirinya ke Luar Angkasa, Indikasi Prospek Cerah Space Tourism

Wacana akan sebuah industri wisata luar angkasa alias space tourism kian mendekati kenyataan. Pada tanggal 11 Juli kemarin, Virgin Galactic berhasil menerbangkan pendirinya, Sir Richard Branson, bersama lima orang lainnya keluar dari lapisan mesosfer. Momen tersebut disiarkan secara langsung, dan Anda bisa menonton replay-nya di channel YouTube Virgin Galactic.

Sebelum melejit sendiri hingga menembus kecepatan Mach 3 (± 3.704 km/jam), pesawat roket VSS Unity yang ditumpangi Branson dkk lebih dulu digotong oleh pesawat induk VMS Eve. Saat mencapai ketinggian sekitar 46.000 kaki (± 14.020 meter), barulah VSS Unity dilepaskan dan terbang dengan sendirinya hingga mencapai ketinggian 86 kilometer.

Di titik itu, mesin roket VSS Unity dimatikan, dan penumpang mengalami microgravity — belum sampai zero gravity, tapi sudah bisa memberikan sensasi tanpa beban — selama beberapa menit selagi menikmati pemandangan panoramik Bumi, sebelum akhirnya pesawat kembali meluncur dan mendarat. Secara total, penerbangannya berlangsung selama sekitar satu jam.

Menurut Branson, momen pengujian perdana bersama satu kru kabin penuh (2 kru, 4 penumpang) itu sangat penting buat Virgin Galactic karena dapat memberikan gambaran seperti apa pengalaman wisata luar angkasa yang bakal ditawarkan kepada calon konsumennya. Dalam beberapa bulan ke depan, Virgin Galactic berencana menjalani dua pengujian lagi sebelum akhirnya memulai operasi komersialnya di tahun 2022.

Dikatakan bahwa sejauh ini sudah ada 600 orang yang bersedia membeli tiket penerbangan perdana Virgin Galactic tahun depan. Harganya jelas tidak murah — kurang lebih $250.000 per tiket — akan tetapi visi jangka panjangnya adalah menekan tarif tersebut sampai serendah $40.000 per tiket, serta mengeksekusi sekitar 400 penerbangan setiap tahunnya.

Namun Virgin Galactic bukanlah satu-satunya perusahaan yang sibuk mewujudkan wacana space tourism ini menjadi kenyataan. Blue Origin, perusahaan pesaing yang didirikan oleh Jeff Bezos, juga akan menjalankan pengujian penerbangan pada tanggal 20 Juli mendatang. Sama seperti Branson, Bezos selaku sang pendiri perusahaan juga bakal ikut menjadi penumpang.

Yang berbeda, Blue Origin mengklaim bakal menghadirkan pengalaman wisata luar angkasa yang lebih autentik, sebab pesawatnya yang bernama New Shepard bakal terbang sampai ketinggian 100 kilometer sebelum akhirnya meluncur kembali ke Bumi. Titik ketinggian 100 km, kalau menurut Fédération Aéronautique Internationale, adalah Garis Kármán, alias garis yang memisahkan atmosfer Bumi dengan luar angkasa.

Virgin Galactic di sisi lain menggunakan standar yang ditetapkan oleh NASA, yang menganggap siapapun yang berhasil menembus ketinggian 80 km sebagai seorang astronot. Terlepas dari soal ketinggian, pengalaman yang ditawarkan kedua perusahaan kurang lebih sama.

Bicara soal misi luar angkasa yang dijalankan perusahaan swasta, kita tentu tidak boleh melupakan SpaceX. September nanti, perusahaan yang didirikan oleh Elon Musk tersebut berniat menerbangkan empat orang menuju ke orbit (sekitar 540 km) selama beberapa hari. Menurut UBS, nilai industri space tourism diperkirakan bisa mencapai $3 miliar per tahunnya pada tahun 2030.

Sumber: Reuters.

Finance Minister Sri Mulyani: Amazon Plans to Enter Indonesia

US’s largest e-commerce, Amazon, is ready for the second expansion in Southeast Asia. After Singapore, Indonesia became the next destination of a company founded by the richest man alive today, Jeff Bezos. Before its official launching, the Indonesian government through the Financial Ministry is try to ensure that Amazon is aware and following the tax regulation in Indonesia.

“I am on a discussion with Amazon and its plan to penetrate the country. I need to make sure they have met the regulation in Indonesia, particularly in terms of readiness for taxes,” Sri Mulyani, Finance Minister said as quoted from Katadata.

The tax issue has been the focus of Financial Ministry. Previously, through the Directorate General of Taxes, the Financial Ministry chased down taxes of some global companies, such as Google and Facebook.

Since 2016

In Singapore, Amazon has been available and offered its regular e-commerce shipping services, Amazon Prime, and Amazon Prime Now. The idea for expansion to Indonesia has been rumored since 2016.

It was claimed then, Amazon’s seed capital for SEA expansion worth $2 billion, with $600 million to be focused on penetrating the Indonesian market, for at least one year.

A service from Amazon that has introduced in Indonesia is the Amazon Prime Video for streaming. Another service is the International Shopping supported by 25 world currencies, including Rupiah, for prospective buyers in Indonesia to easily use local currency and make payments using debit or credit card.

Previously, the Chinese giant had first set foot in the Indonesian market. Alibaba Group penetrates through Lazada’s acquisition and investment to Tokopedia, while Tencent Group with JD.id and Shopee.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Menkeu Sri Mulyani: Amazon Berencana Masuk Indonesia

Layanan e-commerce terbesar di Amerika Serikat, Amazon, berencana melakukan ekspansi kedua di Asia Tenggara. Setelah Singapura, Indonesia menjadi negara berikutnya yang dilirik perusahaan yang didirikan oleh orang terkaya di dunia saat ini, Jeff Bezos. Sebelum resmi hadir di Indonesia, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Keuangan, ingin memastikan persoalan perpajakan akan dipatuhi Amazon di Indonesia.

“Saya sedang berdiskusi dengan Amazon yang berencana masuk ke Indonesia. Saya mau memastikan mereka memenuhi regulasi di Indonesia, terutama kesiapan dalam membayar pajak,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip dari Katadata.

Persoalan pajak memang menjadi fokus Kementerian Keuangan. Sebelumnya, melalui Ditjen Pajak, Kemenkeu mengejar pembayaran pajak dari sejumlah perusahaan teknologi global, seperti Google dan Facebook.

Rencana sejak 2016

Di Singapura Amazon sudah hadir menawarkan layanan pengiriman e-commerce reguler Amazon, Amazon Prime, dan Amazon Prime Now. Rencana Amazon untuk melebarkan bisnisnya di Indonesia sudah gencar diberitakan sejak tahun 2016 lalu.

Saat itu diklaim modal awal Amazon untuk berekspansi di Asia Tenggara senilai $2 miliar, dengan $600 juta akan dipusatkan untuk membuka pasar Indonesia, setidaknya untuk tahun pertama.

Layanan Amazon yang sudah hadir di Indonesia adalah layanan streaming video Amazon Prime Video. Layanan lainnya adalah International Shopping yang didukung 25 mata uang dunia, termasuk Rupiah, untuk memudahkan calon pembeli di Indonesia menggunakan mata uang lokal dan melakukan transaksi pembayaran menggunakan kartu debit dan kredit.

Sebelumnya raksasa Tiongkok telah lebih dulu menjejakkan kaki di pasar Indonesia. Alibaba Group masuk melalui akuisisi terhadap Lazada dan investasi ke Tokopedia, sementara Tencent Group masuk melalui JD.id dan Shopee.

Amazon Akan Meluncurkan Robot Rumah ‘Vesta’ Tahun Depan?

Lewat peluncuran Alexa secara luas di Amerika pada bulan Juni 2015, Amazon resmi menyelami ranah asisten virtual. Sederhananya, asisten virtual adalah agen software ‘pelayan’ individu dengan metode interaksi yang alami. Namun belakangan juga diketahui bahwa Amazon punya niatan untuk mengembangkan asisten yang bisa membantu manusia secara fisik.

Dilaporkan oleh Bloomberg berdasarkan info dari narasumber mereka, sang raksasa eCommerce asal Seattle itu kabarnya tengah menciptakan robot rumah tangga. Robot tersebut mereka beri codename ‘Vesta’, diambil dari nama dewi keluarga dan rumah dalam kepercayaan Romawi Kuno. Upaya tersebut juga bukan sekadar wacana. Pengembangannya sudah dimulai bertahun-tahun lalu dan Vesta rencananya akan didistribusikan tak lama lagi.

Pengerjaan Vesta diawasi oleh Gregg Zehr, kepala divisi riset hardware Amazon Lab126 yang berlokasi di Kalifornia. Lab126 merupakan tim yang berjasa menciptakan speaker Echo, set-top box Fire TV, tablet Fire serta Fire Phone. Mereka mempercayakan mantan eksekutif Apple Max Paley untuk mempimpin pengembangan bagian computer vision-nya, lalu Amazon juga telah menyewa sejumlah pakar ilmu mekanik ternama di industri robotik.

Belum diketahui jelas apa saja kemampuan Vesta, dan seperti apa penampilannya. Para informan berspekulasi, boleh jadi sang robot merupakan ‘vesi mobile’ dari Alexa, mampu menemani pengguna di bagian-bagian rumah yang tidak mempunyai perangkat Echo. Unit purwarupa dari Vesta dibekali rangakaian kamera dan software computer vision, memungkinkannya mengenali keadaaan lingkungan di sekitarnya.

Proyek Vesta berbeda dari robot kreasi Amazon Robotics. Tim berbasis Massachusetts itu fokus pada perancangan robot ‘pemindah barang’ untuk keperluan pengelolaan gudang. Amazon Robotics adalah anak perusahaan yang dahulu dikenal sebagai Kiva Systems – sebelum Jeff Bezos dan tim mengakuisisinya. Solusi-solusi dari Kiva Systems telah digunakan oleh The Gap, Office Depot hingga Walgreens.

Meski penggarapan Vesta dilakukan cukup lama, baru di tahun ini Amazon tampak gencar merekrut lebih banyak talenta. Blooomberg menyampaikan bahwa ada lusinan lowongan kerja sempat terbuka di laman Lab126, dari mulai ‘teknisi software robot’ sampai ‘teknisi sensor’.

Hal paling menarik dari kabar ini adalah, kita mungkin akan berkenalan dengan Vesta dalam waktu dekat. Narasumber bilang bahwa jika semuanya berjalan lancar, proses distribusi untuk keperluan uji coba akan dilakukan di akhir tahun nanti, kemudian Vesta akan tersedia bebas buat konsumen di awal 2019.

Tentu saja tidak menutup kemungkinan bagi divisi Lab126 dan Amazon Robotics untuk berkolaborasi demi menyempurnakan Vesta jika Amazon melihat kebutuhan itu. Selamat datang di masa depan.

Gambar: The Verge.