Jepang Punya SMA Esports, Capcom Cup 2021 Dibatalkan Karena COVID-19

Minggu lalu, Capcom dengan berat hati mengumumkan bahwa mereka akan membatalkan Capcom Cup 2021. Sementara itu, Riot Games mengungkap rencana mereka tentang skena esports dari Wild Rift pada tahun 2022. Pada minggu lalu, G2 Esports juga meluncurkan sebuah lagu, yang menjadi tandari masuknya mereka ke industri musik. Dan Team Vitality mendapatkan investasi, yang akan digunakan untuk mengembangkan bakat para pemain esports.

Jepang Buat SMA Esports Pertama

Jepang bakal punya sekolah yang mengkhususkan diri untuk mengajarkan esports. Dinamai Esports Koutou Gakuin alias “SMA Esports”, sekolah itu akan mulai beroperasi pada April 2022. Menurut laporan Kotaku, sekolah tersebut berlokasi di Shibuya, Tokyo, Jepang. SMA Esports ini didanai oleh divisi esports dari perusahaan telekomunikasi Jepang, NTT dan Tokyo Verdy Esports, organisasi esports milik tim sepak bola profesional Jepang.

Para murid yang mendaftarkan diri di SMA Esports akan mendapatkan akses ke 40 gaming PC, yaitu Galleria XA7C-R37, yang menggunakan Intel Core i7-11700 dan NVIDIA GeForce RTX 3070. Siswa dari SMA Esports akan mengasah kemampuan mereka dalam memainkan game-game esports dari berbagai genre, seperti FPS, third-person shooter, strategi, atau MOBA. Walau dinamai SMA Esports, sekolah itu juga tetap mengajarkan kurikulum standar SMA di Jepang.

Capcom Cup 2021 Diganti oleh Acara Season Final

Sepanjang 2021, Capcom mengadakan kompetisi esports secara online. Meskipun begitu, mereka tetap memutuskan untuk membatalkan Capcom Cup 2021, yang rencananya bakal diadakan pada Februari 2022. Alasannya adalah karena munculnya varian Omicron. Untuk menggantikan Capcom Cup 2021, Capcom akan menggelar acara season final. Kompetisi itu akan diikuti oleh para pemain yang telah lolos kualifikasi untuk bermain di Capcom Cup VIII.

Menurut laporan Dot Esports, kali ini adalah kedua kalinya Capcom Cup dibatalkan karena COVID-19. Kemungkinan, turnamen pengganti dari Capcom Cup akan memiliki format regional seperti Capcom Pro Tour Season Final 2020, yang menjadi pengganti dari Capcom Cup 2020.

Tahun Ini, Riot Bakal Gelar 8 Liga Regional dan 1 Turnamen Global untuk Wild Rift

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan rencana mereka terkait skena esports dari Wild Rift untuk tahun ini. Sepanjang 2022, Riot akan mengadakan delapan liga regional untuk Wild Rift. Selain itu, mereka juga akan menggelar turnamen Wild Rift global pertama. Kompetisi global itu akan diadakan di Eropa pada musim panas 2022. Turnamen yang dinamai Wild Rift Icons Global Championship itu akan mengadu 24 tim Wild Rift terbaik dari seluruh dunia, lapor Esports Insider.

Sementara itu, delapan liga regional untuk Wild Rift yang akan Riot adakan antara lain:

  • Wild Rift Champions Korea
  • Wild Rift League China
  • Wild Rift Champions SEA
  • Wild Rift Cup Japan
  • Wild Rift Championship EMEA
  • Wild Rift North America Series
  • Wild Rift Latinoamerica Open
  • Wild Tour Brasil

Rilis Lagu, G2 Esports Masuki Industri Musik

Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports, resmi memasuki industri musik dengan meluncurkan lagu pertamanya, “Our Way”. Lagu ber-genre power metal itu akan diluncurkan di bawah label rekaman baru G2. Pendiri dan CEO G2, Carlos “ocelote” Rodriguez juga ikut turun tangan dalam pembuatan lagu tersebut. G2 mengatakan, dalam beberapa tahun ke depan, mereka akan meluncurkan banyak lagu lain.

G2 baru saja merilis single baru.

“Epic Power Metal adalah genre favorit saya,” kata Rodriguez, seperti dikutip dari Esports Insider. “Saya tidak peduli apakah genre itu sesuai dengan selera market atau tidak. Sama seperti hal-hal lain yang kami lakukan, kami membuat lagu ini sesuai hati kami. 20G2 akan jadi tahun kami.”

Team Vitality Dapat Investasi EUR50 Juta, Digunakan untuk Buat Tim Super

Organisasi asal Prancis, Team Vitality mengumumkan bahwa mereka baru saja mendapatkan dana investasi sebesar EUR50 juta dari esports venture fund, Rewired.gg. Modal itu akan dikucurkan secara bertahap selama tiga tahun ke depan, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. Vitality menyebutkan, dana yang mereka dapatkan tersebut akan mereka gunakan untuk membangun tim yang tangguh. Memang, Vitality punya rencana untuk membuat “tim Eropa super”.

Sebagai bagian dari investasi ini, Vitality telah menandatangani kontrak dengan tiga mantan pemain Counter-Strike: Global Offensive dari Astralis, yaitu Peter ‘dupreeh’ Rasmussen and Emil ‘magisk’ Reif dan pelatih Danny ‘zonic’ Sørensen. Sebelum ini, Vitality juga telah mengungkap roster tim League of Legends mereka. Dua di antaranya adalah mid-laner dari Cloud9, Luka ‘Perkz’ Perković dan mantan pemain MAD Lions, Matyáš ‘Carzzy’ Orság.

Pasang Surut Dominasi Perusahaan Jepang di Industri Game

Jepang merupakan negara dengan pasar game terbesar ketiga. Menurut data dari Newzoo, nilai industri game di Jepang mencapai US$20,6 miliar. Tak hanya itu, Jepang juga menjadi rumah dari beberapa perusahaan game ternama, seperti Sony dan Nintendo. Jepang bahkan sempat mendominasi pasar game global pada tahun 1980-an dan 1990-an.

Perusahaan-perusahaan game Jepang menguasai 50% dari pangsa pasar game global sekitar 25 tahun lalu. Namun, sekarang, dominasi Jepang telah mulai luntur. Pertanyaannya: apa yang membuat kejayaan Jepang di industri game runtuh?

Era Kejayaan Jepang di Industri Game

Kesuksesan Jepang di dunia game berawal dari arcade. Game arcade pertama, Periscope, diluncurkan pada 1966. Namun, di Jepang, game arcade baru mulai populer pada 1970-an, ketika Atari meluncurkan game arcade pertama mereka, Computer Space, di 1971. Sejak saat itu, mesin arcade menjamur, ditempatkan di berbagai pusat perbelanjaan dan bar. Sebenarnya, saat itu, para gamers sudah bisa membeli konsol untuk memainkan game di rumah. Hanya saja, seperti yang disebutkan oleh Japan Times, game arcade lebih populer karena ia menawarkan grafik yang lebih bagus.

Salah satu perusahaan Jepang yang menuai sukses dari bisnis game arcade adalah Sega. Dan salah satu game arcade Sega yang dianggap sukses adalah Sega Rally Championship. Game itu bahkan dianggap sebagai game balapan revolusioner karena menawarkan fitur berupa gaya gesek yang berbeda untuk setiap permukaan yang berbeda. Tetsuya Mizuguchi adalah salah satu developer yang mengembangkan Sega Rally Championship.

Sega Rally arcade. | Sumber: Wikipedia

Mizuguchi bergabung dengan Sega pada 1990, saat dia berumur 25 tahun. Dia mengaku, alasan dia ingin bekerja untuk Sega adalah karena dia kagum dengan mesin arcade yang Sega buat. Contohnya, R360, mesin arcade yang bisa berputar 360 derajat. Kepada Channel News Asia, dia mengaku bahwa ketika dia mengirimkan lamaran pekerjaan ke Sega, dia tidak berusaha untuk mencoba melamar pekerjaan di tempat lain.

Pada tahun 1990-an, Sega berhasil mendapatkan miliaran dollar dengan membuat dan menjual mesin arcade. Hal ini membuat Sega tidak segan-segan untuk mengucurkan banyak uang bagi divisi riset dan pengembangan. Mizuguchi bercerita, pada awal dia bergabung dengan Sega, perusahaan itu punya atmosfer layaknya startup. Pasalnya, kebanyakan kreator game di sana masih berumur 20-an.

“Kami semua tidak punya pengalaman, tapi kami terus berusaha untuk membuat hal baru. Ketika itu, saya merasa, atmosfer perusahaan Sega sangat menyenangkan. Kami mencoba untuk membuat sesuatu yang baru. Kami percaya, kami bisa mencoba untuk melakukan sesuatu walau kami tidak tahu caranya. Dan jika kami gagal, kami akan bisa mencoba lagi,” cerita Mizuguchi.

Sayangnya, pada 2000-an, bisnis arcade mulai lesu. Hal ini terjadi karena berkembangnya bisnis konsol, yang menurunkan minat para gamers untuk bermain di arcade. Lesunya industri arcade bahkan membuat Sega ada di ujung tanduk. Akhirnya, pada 2004, Sega akhirnya memutuskan untuk melakukan merger dengan Sammy Corporation. Sega selamat dari kebankrutan. Namun, setelah merger, atmosfer perusahaan berubah. Perubahan tersebut mendorong Mizuguchi untuk keluar.

“Tadinya, saya bisa mencoba untuk membuat hal-hal baru dan menantang di Sega. Tapi, atmosfer baru di perusahaan membuat saya kesulitan untuk melakukan hal itu,” ungkap Mizuguchi. “Namun, saya rasa, hal ini terjadi di banyak perusahaan.”

Turunnya minat akan mesin arcade memang merupakan kabar buruk untuk Sega. Namun, meningkatnya popularitas konsol menjadi kabar baik untuk produsen konsol, seperti Sony dan Nintendo. Pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, konsol buatan Sony dan Nintendo mendominasi pasar. Sampai saat ini, daftar lima konsol dengan penjualan terbaik diisi oleh konsol-konsol buatan kedua perusahaan Jepang tersebut.

Runtuhnya Dominasi Jepang

Era 2000-an menjadi awal dari memudarnya dominasi Jepang di industri game. Menurut Matt Alt, penulis, penerjemah, dan penulis yang bermarkas di Tokyo, peluncuran Xbox oleh Microsfot merupakan salah satu alasan di balik runtuhnya dominasi Jepang di industri game. Dengan adanya Xbox, developer di Amerika Utara dan Eropa bisa membuat game untuk konsol berbasis Windows. Selain itu, mereka tidak lagi perlu khawatir akan masalah bahasa, mengingat Microsoft adalah perusahaan Amerika Serikat.

Peluncuran Xbox oleh Microsoft jadi salah satu faktor dari lunturnya dominasi Jepang di industri game. | Sumber: Digital Trends

Senada dengan Alt, Shin Imai, jurnalis IGN Jepang mengatakan, kemunculan Xbox menjadi awal dari menurunnya penjualan game buatan Jepang di pasar global. Alasannya adalah karena game-game dari developer di luar Jepang juga mulai menarik perhatian gamers. Sementara itu, John Ricciardi, localizer game Jepang, menganggap bahwa meningkatnya biaya untuk membuat game menjadi salah satu alasan mengapa game Jepang menjadi kurang populer di pasar global.

“Ongkos untuk membuat game mendadak meroket, dan proses pengembangan game menjadi kaku serta tidak fleksibel. Dan saya rasa, Jepang terjebak di sini,” ujar Ricciardi. “Di Barat, game engine mulai muncul. Para developer game melakukan semua yang bisa mereka lakukan untuk menyederhanakan proses pembuatan game. Jadi, mereka bisa fokus pada sisi kreatif pembuatan game. Namun, hal ini tidak terjadi di Jepang.”

Sementara dominasi Jepang di industri game mulai lutur, pada 2000-an, industri game Korea Selatan justru mulai tumbuh. Menariknya, budaya game Korea Selatan jauh berbeda dengan Jepang. Hal ini terjadi karena pemerintah Korea Selatan melarang impor konsol dan game dari Jepang. Memang, hubungan antara Jepang dan Korea Selatan kurang baik karena Jepang pernah menjajah Korea Selatan.

Larangan pemerintah untuk menjual game dan konsol Jepang mendorong munculnya format game baru yang unik, yaitu game berbasis teks yang disebut Multi-User Dungeon alias TextMUD. Sesuai namanya, “game” TextMUD tidak punya grafik sama sekali. Sebagai gantinya, pemain bisa berinteraksi dengan satu sama lain dalam dunia virtual dengan mengetikkan perintah sederhana. TextMUD biasanya menggabungkan elemen RPG, hack and slash, PVP, dan online chat. Dan format game ini menjadi awal dari kemunculan game online.

“Dengan kata lain, jika konsol game Jepang mendominasi pasar game Korea Selatan, genre inovatif TextMUD tidak akan pernah muncul,” kata Jong Hyun Wi, President of Korean Academic Society of Games. Di masa depan, popularitas game online juga turut berperan dalam membentuk budaya gaming di Korea Selatan. Jika gamers Jepang lebih suka bermain sendiri, gamers Korea Selatan lebih menikmati bermain bersama teman di game online. Dan hal ini akan mendorong kemunculan esports.

Peran Perusahaan Game Jepang di Tiongkok

Korea Selatan bukan satu-satunya negara yang melarang penjualan konsol  buatan Jepang. Pemerintah Tiongkok juga melakukan hal yang sama pada 2000. Ketika itu, alasan Beijing melarang penjualan konsol — baik buatan perusahaan Jepang maupun Amerika Serikat — adalah karena orang tua dan guru khawatir game akan menjadi “heroin digital”. Larangan penjulaan konsol ini juga mempengaruhi pertumbuhan industri game Tiongkok. Karena konsol dilarang, maka di Tiongkok, industri game PC dan mobile tumbuh pesat.

Tiongkok adalah pasar game terbesar di dunia. Lisa Hanson, Games Industry Consultant, Niko Partners mengatakan, Tiongkok menguasai setidaknya 25% pada pangsa pasar game global. “Banyak perusahaan game yang ingin bisa mendapatkan akses ke gamers Tiongkok,” katanya. “Dan halangan pertama yang harus mereka hadapi adalah regulasi. Ada banyak regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah untuk para pelaku industri game. Perusahaan yang ingin bisa masuk ke Tiongkok harus memenuhi regulasi tersebut.”

PS5 terjual habis di Tiongkok. | Sumber: SCMP

Lebih lanjut, Hanson menjelaskan, untuk bisa meluncurkan game di Tiongkok, sebuah perusahaan tidak hanya harus mematuhi semua peraturan yang dibuat oleh Beijing, mereka juga harus bekerja sama dengan perusahaan lokal. “Karena, hanya perusahaan lokal di Tiongkok yang bisa mengakses infrastruktur telekomunikasi,” ujarnya.

Kabar baik untuk perusahaan pembuat konsol, pemerintah Tiongkok menghapus larangan impor konsol pada 2015. Setelah larangan untuk menjual konsol dihapus, Nintendo menggandeng Tencent untuk meluncurkan Switch di Tiongkok. Tak mau kalah, Sony juga meluncurkan PlayStation 5 di Tiongkok pada Mei 2021. Dan PS5 laku keras di Tiongkok, membuktikan bahwa gamers Tiongkok punya minat akan konsol.

“PS5 terjual habis dalam waktu singkat. Konsol itu juga mendapat banyak pujian,” kata Hanson. “Gamers Tiongkok punya minat tinggi akan PS5 dan Switch dan Xbox. Memang, tidak semua gamers Tiongkok ingin bermain di konsol. Tapi, orang-orang yang berminat dengan konsol, mereka sangat senang dengan keberadaan konsol.” Dia menambahkan, di masa depan, dengan keberadaan cloud gaming — yang memungkinkan game-game konsol untuk dimainkan di perangkat lain via cloud — hal ini akan membuka kesempatan baru bagi perusahaan konsol.

Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri, kontribusi segmen konsol di pasar game Tiongkok memang sangat kecil. Menurut Alt, kontribusi konsol pada keseluruhan pasar game Tiongkok hanyalah 2-3$. Dia menjelaskan, “Pangsa pasar konsol di Tiongkok sangat kecil karena game PC dan mobile mendominasi. Jadi, apa yang Nintendo, Sony, dan Microsoft coba lakukan adalah membangun audiens konsol yang setia.”

Industri Game Jepang di Masa Depan

Selera gamers Jepang berbeda dengan gamers dari Amerika Utara atau kawasanlain. Imai mengatakan, gamers dari Amerika Utara biasanya menyukai game dengan grafik yang realistis karena budaya menonton film di bioskop cukup kental di sana. Sebaliknya, gamers Jepang lebih terbiasa mengonsumsi media hiburan selain film, seperti manga dan anime. Perbedaan selera ini berpotensi membuat perusahaan game Jepang bingung: apakah mereka harus fokus pada pasar domestik atau global. Pasalnya, industri game Jepang juga cukup besar sehingga sebuah perusahaan bisa tetap sukses meskipun mereka hanya fokus pada pasar domestik.

Menurut Alt, di masa depan, akan semakin banyak game yang menggunakan karakter atau elemen khas Jepang lainnya, tapi dibuat oleh developer dari luar Jepang. Dia menjadikan Pokemon Go sebagai contoh. Walau menggunakan franchise Pokemon, game AR itu dibuat oleh Niantic, yang merupakan perusahaan Amerika Serikat. Alt bahkan menduga, karakter atau trope khas Jepang bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk mencoba teknologi baru.

Pokemon Go dibuat oleh Niantic, yang berasal dari AS.

Sementara itu, ketika ditanya tentang memudarnya dominasi Jepang di industri game, Mizuguchi menjawab bahwa dia tidak merasa pangsa pasar Jepang di bisnis game menurun. Hanya saja, industri game sudah berkembang menjadi jauh lebih besar. Alhasil, pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan Jepang terlihat menyusut. Selain itu, dia juga merasa, kreativitas developer game Jepang juga masih hidup.

“Kami tidak punya keinginan untuk menguasai pasar game,” ujar Mizuguchi. “Kami lebih mementingkan kreativitas, teknologi, keahlian, dan seterusnya. Saya rasa, developer Jepang akan tetap membuat game sesuai dengan prinsip mereka. Dan jika game tersebut memang sukses, maka jumlah orang yang memainkan game yang kami kuasai akan naik dengan sendirinya.”

Sumber header: Tech Radar

Niko Partners: Jumlah Penonton Esports di Asia Tenggara Capai 100 Juta Orang

Industri game di kawasan Greater Southeast Asia — mencakup Asia Tenggara dan Taiwan — diperkirakan akan bernilai US$8,3 miliar pada 2023. Salah satu faktor pertumbuhan industri game di GSEA adalah esports. Tidak heran, mengingat kebanyakan gamers di Asia memang juga tertarik dengan esports. Menurut data dari Niko Partners, di Asia, sekitar 95% dari gamer PC dan 90% pemain mobile aktif di dunia esports. Hal ini menunjukkan, industri game dan esports punya dampak besar pada satu sama lain. Sebelum ini, kami telah membahas tentang keadaan industri gaming di GSEA pada 2020. Kali ini, kami akan membahas tentang industri esports di Asia, khususnya Asia Tenggara.

Jumlah Penonton dan Pemain Esports di Asia Tenggara

Menurut data dari Niko Partners, jumlah penonton esports di Asia Timur dan Asia Tenggara mencapai 510 juta orang. Dari keseluruhan jumlah penonton, sekitar 350 juta fans esports berasal dari Tiongkok dan 160 juta orang sisanya berada di Asia Tenggara, Jepang, dan Korea Selatan.

“Kurang lebih, terdapat sekitar 100 juta penonton esports di seluruh Asia Tenggara. Dengan jumlah penonton dan pemain terbanyak kurang lebih mengikuti jumlah penduduk dan konektivitas internet di masing-masing negara,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners. “Indonesia memiliki jumlah penonton dan pemain esports terbanyak, diikuti oleh Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura.” Jika Anda ingin mengetahui jumlah penonton esports di masing-masing negara Asia Tenggara, Anda bisa menemukan informasi itu di laporan premium dari Niko Partners.

Data populasi dan kecepatan internet di Asia Tenggara.

Dari segi populasi, lima negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Sementara dari segi kecepatan internet, Singapura merupakan negara jaringan fixed broadband paling cepat, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di dunia. Menurut data Speedtest, kecepatan jaringan fixed broadband di Singapura mencapai 245,5 Mbps. Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, walau Indonesia memiliki populasi paling besar, kualitas jaringan internet Tanah Air masih kalah cepat jika dibandingkan dengan kebanyakan negara-negara Asia Tenggara.

Sementara itu, menilik dari segi prestasi, Filipina menjadi negara di Asia Tenggara dengan prestasi esports terbaik. Salah satu buktinya adalah Filipina berhasil membawa pulang medali paling banyak dari cabang olahraga esports di SEA Games 2019. Ketika itu, Filipina berhasil mendapatkan tiga medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu di cabang esports. Sebagai perbandingan, tim Indonesia hanya berhasil menyabet dua medali silver.

Filipina berhasil memenangkan tiga medali emas di tiga game yang berbeda, yaitu Dota 2, StarCraft II, dan Mobile Legends: Bang Bang. Belum lama ini, tim asal Filipina, Bren Esports juga berhasil memenangkan M2 World Championship. Sementara itu, pemain StarCraft II yang berhasil membawa pulang medali emas untuk Filipina adalah Caviar “EnDerr” Acampado. Dia telah menjadi pemain StarCraft II profesional sejak 2011. Sampai saat ini, dia masih aktif di skena esports StarCraft II. Pada 2021, dia sudah memenangkan dua turnamen minor, yaitu PSISTORM StarCraft League – Season 1 dan Season 2. Sementara pada 2020, dia berhasil menjadi juara dari turnamen major, DH SC2 Masters 2020 Winter: Oceania / Rest of Asia.

Filipina juga punya tim Dota 2 yang mumpuni. Selain berhasil membawa pulang medali emas di SEA Games 2019, Filipina juga punya tim profesional yang tangguh, yaitu TNC Predator. Tim tersebut memenangkan Asia Pacific Predator League 2020/21 – APAC. Pada 2020, mereka juga membawa pulang piala BTS Pro Series Season 4: Southeast Asia dan ESL One Thailand 2020: Asia. Mereka juga memenangkan MDL Chengdu Major dan ESL One Hamburg pada 2019. Tak hanya itu, mereka juga berhasil masuk ke The International selama empat tahun berturut-turut, dari 2016 sampai 2019.

TNC Predator jadi salah satu tim Dota 2 paling tangguh di Asia Tenggara. | Sumber: IGN

Di Tekken, Filipina juga punya Alexandre “AK” Laverez, pemain Tekken profesional yang memenangkan medali perak di SEA Games 2019. AK sendiri telah dikenal di skena esports Tekken global sejak 2013. Ketika itu, dia berhasil menjadi juara tiga di Tekken Tag Tournamen 2 Global Championship walau dia masih berumur 13 tahun. Selain itu, dia juga berhasil meraih posisi runner up di WEGL Super Fight Invitational dan EVO Japan 2019.

Namun, tim-tim esports Indonesia juga punya keunggulan tersendiri. Jika dibandingkan dengan organisasi esports di negara-negara Asia Tenggara lainnya, tim esports Indonesia sangat populer. Faktanya, tiga tim esports paling populer di Asia Tenggara berasal dari Indonesia, yaitu EVOS Esports, Aura Esports, dan RRQ.

Ekosistem Turnamen Esports di Asia Tenggara

Jumlah pemain dan penonton esports di sebuah kawasan hanya bisa tumbuh jika ekosistemnya memang memadai. Kabar baiknya, industri esports di Asia Tenggara memang punya potensi besar. Lisa Cosmas Hanson, Managing Partner, Niko Partners bahkan menyebutkan, Asia Tenggara berpotensi untuk menjadi pusat esports global. Salah satu buktinya adalah banyaknya turnamen esports yang digelar di Asia Tenggara.

“Pada tahun 2020, kami mencatat lebih dari 350 major tournaments digelar di wilayah Asia Tenggara. Angka tersebut tidak termasuk turnamen-turnamen amatir dan kecil,” kata Darang.

Phoenix Force dari Thailand menangkan FFWS 2021. | Sumber: The Strait Times

Total hadiah dari turnamen-turnamen esports yang diadakan di Asia Tenggara juga cukup besar. Free Fire World Series (FFWS) 2021 menjadi turnamen esports dengan total hadiah terbesar, mencapai US$2 juta. Tak hanya itu, kompetisi itu juga memecahkan rekor jumlah peak viewers. Pada puncaknya, jumlah penonton dari FFWS 2021 mencapai 5,4 juta orang. Sebagai perbandingan, League of Legends World Championship 2019 — pemegang gelar turnamen esports dengan peak viewers tertinggi sebelumnya — hanya memiliki peak viewers sebanyak 3,9 juta orang.

Selain FFWS 2021, di tahun ini, turnamen esports lain yang menawarkan hadiah besar adalah ONE Esports Singapore Major. Turnamen Dota 2 itu menawarkan total hadiah US$1 juta. Pada 2018, juga ada Dota 2 Kuala Lumpur Major, yang menawarkan total hadiah yang sama, yaitu US$1 juta.

Saat ini, di Asia Tenggara, juga telah ada liga esports yang menggunakan model franchise, yang dipercaya akan menjadi tren di masa depan. Salah satunya adalah Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID). Selain itu, MPL Phillipines juga dikabarkan akan mengadopsi model franchise pada Season 8. Free Fire Master League juga sudah menggunakan sistem liga yang mirip dengan sistem franchise. Setiap tim diharuskan membayar sejumlah uang jika mereka ingin berpartisipasi dalam liga tersebut. Hanya saja, sebuah organisasi esports boleh menyertakan lebih dari tim untuk ikut serta di FFML. Dan durasi kontrak antara tim dengan penyelenggara hanya berlangsung selama satu season.

Indonesia Jadi Runner Up di FIFA eNations Online Qualifiers, Jepang Buka Esports Gym Pertama

Minggu lalu, muncul kabar baik untuk fans esports di Tanah Air. Perwakilan Indonesia yang berlaga di FIFA eNations Online Qualifiers berhasil meraih gelar runner up. Sementara di tingkat internasional, juga ada beberapa kabar menarik. Salah satunya, Intel dan ESL yang memutuskan untuk memperbarui kontrak kerja sama mereka pada tahun depan.

Jadi Runner Up di FIFA eNations Online Qualifiers, Indonesia Melaju ke FIFA eNations Cup 2021

Indonesia berhasil meraih gelar runner up dalam FIFA eNations Online Qualifiers 2021 Zona Asia dan Oceania. Dengan begitu, tim perwakilan Indonesia tetap mendapatkan tiket untuk berlaga di FIFA eNations Cup 2021 yang bakal diadakan pada 20-22 Agustus 2021 di Kopenhagen, Denmark.

Moehamad Zulisar dan Fahmi Husaeni sebagai perwakilan Indonesia. | Sumber: Antara

Dalam babak kualifikasi, Indonesia diwakili oleh Moehama Zulisar yang bertanding di PlayStation dan Fahmi Husaeni yang menggunakan Xbox. Keduanya berlaga di babak kualifikasi FIFA eNations Cup secara online di Hotel Ibis Slipi. Pada babak final, kedua perwakilan Indonesia harus bertanding melawan perwakilan Jepang. Moehamad Zulisar kalah dengan skor 1-2 sementara Fahmi Husaeni 1-3, menurut laporan Antara.

T1 Kerja Sama dengan Platform Data Gaming, OP.GG

Minggu lalu, organisasi esports asal Korea Selatan, T1 Entertainment & Sports, mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan platform data gaming, OP.GG. Sayangnya, mereka tidak mengungkap nilai dari kerja sama ini. Satu hal yang pasti, melalui kolaborasi ini, T1 dan OP.GG akan saling berbagi data dan informasi, memberikan dukungan teknis, serta membuat rencana karir yang optimal bagi para pemain setelah mereka pensiun, menurut laporan The Esports Observer. Selain data, OP.GG juga menyajikan berita pada gamers di Korea Selatan terkait League of Legends, Overwatch, dan PUBG. Mereka juga punya tim PUBG, yang bernama OP.GG Sports.

Jepang Buka Gym untuk Esports Pertama di Tokyo

Jepang membuka gym esports pertama di Tokyo. Gym yang dinamai “Esports Gym” itu akan dibuka pada 19 Mei 2021. Selain PC gaming, gym itu juga akan dilengkapi dengan lounge. Di gym tersebut, para pengunjung akan bisa memainkan beberapa game esports terpopuler di Jepang, termasuk Valorant dan League of Legends. Selain itu, para gamers bisa menyewa jasa pelatih profesional.

Esports Gym juga menawarkan jasa pelatih profesional. | Sumber: Nippon

Para gamers bisa membayar sekitar US$13 untuk menggunakan PC di Esports Gym selama 3 jam. Sama seperti gym lain, di gym esports ini, pemain juga bisa mendaftarkan diri sebagai anggota. Biaya bulanan untuk menjadi anggota di Esports Gym dihargai mulai dari US$50. Dengan menjadi anggota gym, para gamers berhak untuk menggunakan PC yang ada di sana setiap hari. Esports Gym juga menawarkan jasa pelatihan pada para gamers dengan harga US$25 per jam, lapor Insider.

ESL dan Intel Perbarui Kerja Sama, Bakal Investasikan US$100 Juta di Esports

ESL Gaming akan memperbarui kerja samanya dengan Intel pada 2022. Dengan ini, ESL dan Intel akan menyiapkan US$100 juta untuk diinvestasikan ke esports. Investasi tersebut diharapkan akan bisa menciptakan produk baru yang inovatif, baik untuk pemain maupun fans esports. Selain itu, semua turnamen Counter-Strike: Global Offensive yang tidak menjadi bagian dari ESL Pro Tour akan menggunakan nama Intel Extreme Master. Salah satunya adalah ESL One Cologne, yang namanya akan diubah menjadi Intel Extreme Masters Cologne, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider.

Tumi Luncurkan Koleksi Tas dan Pakaian untuk Atlet Esports

Minggu lalu, Tumi meluncurkan koleksi tas dan aksesori untuk pemain esports profesional. Untuk membuat produk-produk tersebut, Tumi berkonsultasi dengan para developer game dan atlet esports. Harapannya, mereka dapat memberikan produk yang sesuai dengan kebutuhan para pemain profesional, lapor Asia Tatler.

Tumi meluncurkan koleksi tas dan aksesori untuk pemain esports. | Sumber; Tatler

Pada tahun lalu, Tumi juga telah menjajaki ranah esports dengan bekerja sama dengan One Esports, perusahaan data dan analitik esports. Tumi bukan merek fashion pertama yang tertarik untuk memasuki dunia competitive gaming. Sebelum ini, Louis Vuitton juga berkolaborasi dengan Riot Games. Mereka membuat travel case untuk trofi League of Legends World Championship dan meluncurkan koleksi pakaian bertema League of Legends.

Mengulas 3 Raksasa Industri Game dan Esports: Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan

Tidak ada orang yang suka dibandingkan dengan orang lain. Pada saat yang sama, sudah jadi sifat manusia untuk membandingkan sesuatu atau seseorang. Dan sebenarnya, membandingkan diri sendiri dengan orang lain tidak buruk. Melihat orang lain yang lebih sukses justru bisa mendorong Anda untuk menjadi seperti mereka. Hal yang sama juga berlaku untuk skala yang lebih besar, seperti skala antar negara. Karena itu, dalam artikel kali ini, saya akan membahas tentang industri game dan esports di Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan.

 

Kenapa Membandingkan Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok?

Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok punya beberapa kesamaan. Ketiganya sama-sama negara Asia dan berdekatan lokasi geografisnya. Selain itu, industri game di tiga negara itu juga sama-sama matang. Faktanya, dalam daftar negara dengan industri game terbesar, Tiongkok duduk di peringkat pertama, Jepang ketiga, dan Korea Selatan keempat. Posisi kedua diduduki oleh Amerika Serikat. Hanya saja, saya akan mengecualikan Amerika Serikat dalam artikel ini.

Lima negara dengan pasar game terbesar. | Sumber: Newzoo
Lima negara dengan pasar game terbesar. | Sumber: Newzoo

Kesamaan lain antara Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok adalah mereka punya punya perusahaan raksasa teknologi. Di Jepang, ada Sony dan Nintendo, sementara Tiongkok punya Tencent, dan Korea Selatan memiliki Samsung. Korea Selatan juga menjadi rumah dari berbagai perusahaan game ternama, termasuk Nexon, Netmarble, Krafton, dan Gravity.

Memang, baik Korea Selatan, Jepang, atau Tiongkok bukan negara yang membuat game pertama kali. Namun, ketiga negara itu berhasil menciptakan tren baru di dunia game. Misalnya, Nexon merupakan pencetus model bisnis free-to-play. Nexon merilis QuizQuiz, game free-to-play pertama mereka pada Oktober 1999. Pada awalnya, model bisnis FTP digunakan untuk game-game yang menargetkan anak-anak dan gamer kasual. Namun, sekarang, game FTP bisa meraup untung hingga miliaran dollar. Faktanya, laporan dari Super Data menunjukkan, game FTP menyumbangkan 78% dari total pemasukan industri game digital pada 2020. Secara total, game FTP memberikan kontribusi sebesar US$98,4 miliar dari total pemasukan US$126,5 miliar industri game digital.

Lalu, apa keistimewaan Jepang? Hampir semua konsol terpopuler sepanjang masa merupakan buatan perusahaan Jepang. IGN membuat daftar 15 konsol dengan penjualan terbaik sepanjang masa. Dalam daftar itu, Microsoft hanya bisa mendapatkan posisi 15 dengan Xbox One, yang punya penjualan 41 juta unit, dan posisi 8 dengan Xbox 360, dengan angka penjualan 85 juta unit. Dua belas konsol lainnya merupakan konsol buatan Nintendo dan Sony.

Berikut daftar lima konsol dengan angka penjualan terbaik sepanjang masa.

Lima konsol dengan penjualan terbanyak sepanjang masa. | Sumber: IGN
Lima konsol dengan penjualan terbanyak sepanjang masa. | Sumber: IGN

Selain membuat konsol, Jepang juga berhasil mempopulerkan game gacha pada 2010-an. Pada 2010, Konami merilis Dragon Collection, sebuah game card battle yang menawarkan banyak karakter yang bisa dikumpulkan. Sama seperti game lainnya, para gamer akan bisa menyelesaikan quest untuk mendapatkan hadiah. Hanya saja, hadiah yang para pemain dapatkan acak. Dragon Collection memang bisa dimainkan secara gratis, tapi jika para pemain ingin bisa mengumpulkan hadiah lebih banyak, mereka harus membayar.

Dragon Collection sukses. Konami berhasil mendapatkan banyak uang dari game itu. Tidak lama kemudian, para developer game, baik dari dalam maupun luar Jepang, berbondong-bondong untuk membuat game serupa. Sampai sekarang, ada banyak game gacha yang populer, seperti Azure Lane, Arknights, dan Genshin Impact.

Sementara itu, Tiongkok merupakan pasar game terbesar di dunia. Nilai industri game di negara itu diperkirakan mencapai US$40,85 miliar. Di Tiongkok, game online sangat populer. Karena itu, tidak heran jika pada 2007-2008, game media sosial mulai bermunculan. Happy Farm, game asal Tiongkok yang dirilis pada 2008, masuk dalam daftar 15 game paling berpengaruh versi WIRED. Pasalnya, game itu “menginspirasi” banyak game serupa, termasuk FarmVille dari Zynga.

Pada 2012, mobile game mulai berkembang di Tiongkok. Ketika itu, pengguna smartphone telah mencapai sekitar satu miliar orang. Tencent, yang telah mengakuisisi Riot Games pada 2012, melihat hal ini sebagai kesempatan. Mereka meminta Riot untuk membuat versi mobile dari League of Legends. Namun, Riot menolak. Akhirnya, Tenccent memutuskan untuk membuat mobile game MOBA sendiri, yaitu Honor of Kings alias Arena of Valor. Sampai sekarang, game itu berhasil menjadi salah satu game dengan penghasilan terbesar.

 

Perbedaan Industri Gaming di Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok

Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok memang punya beberapa kesamaan. Namun, pasar game dari ketiga negara itu juga punya keunikan masing-masing. Msialnya, para gamer Jepang senang dengan game buatan lokal. Sulit bagi perusahaan asing untuk menembus pasar game Jepang. Tren ini juga terlihat pada penjualan konsol. Di Jepang, Sony berhasil menjual sekitar 7,5 juta unit PlayStation 4. Sebagai perbandingan, Microsoft Xbox One hanya terjual sekitar 100 ribu unit.

Soal genre, fighting menjadi salah satu genre terpopuler di Jepang. Genre itu mulai populer sejak Capcom meluncurkan Street Fighter II pada 1991. Selain itu, para gamer Jepang juga lebih senang bermain game single-player. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa skena esports tak terlalu berkembang di Jepang.

Di Jepang, fighting game sangat populer. | Sumber: Variety
Di Jepang, fighting game sangat populer. | Sumber: Variety

Game MOBA tidak terlalu populer di Jepang,” kata Paolo Gianti, Business Development Manager di industri gaming Jepang, lapor The Esports Observer. “Faktanya, game yang mengharuskan pemainnya untuk bermain dengan pemain lain tidak terlalu populer di Jepang. Gamer Jepang senang melawan komputer, karena mereka ingin menghindari interaksi dengan pemain lain. Mereka tidak ingin diganggu ketika sedang latihan.”

Sebaliknya, para gamer Tiongkok menganggap bermain game sebagai kegiatan sosial. Salah satu alasan mengapa mobile game sangat populer di Tiongkok karena banyak mobile game yang terhubung dengan WeChat. Hal ini memudahkan para gamer untuk bermain bersama teman-teman mereka. Jiwa kompetitif gamer Tiongkok juga cukup kuat. Buktinya, keinginan untuk bisa menorehkan nama di leaderboard merupakan salah satu motivasi bagi para gamer Tiongkok untuk terus bermain. Motivasi lain mereka adalah untuk mengalahkan teman-teman mereka. Jika gamer Jepang lebih senang untuk melawan AI/bot, gamer Tiongkok justru merasa lebih puas saat mereka berhasil mengalahkan pemain lain, lapor CGTN.

Namun, para gamer Tiongkok tidak melulu haus akan kemenangan dari teman-temannya. Mereka juga senang bermain game multiplayer yang memungkinkan mereka untuk bekerja sama dengan para pemain lain. Hal inilah alasan mengapa di Tiongkok, MMORPG juga cukup populer.

Satu kesamaan antara gamer Jepang dan Tiongkok adalah mereka sama-sama senang bermain mobile game dalam perjalanan. Memang, jaringan internet Jepang sudah begitu mumpuni sehingga para gamer bisa bermain di perjalanan tanpa harus khawatir akan terputus dari jaringan. Sementara di Tiongkok, alasan banyak gamer yang bermain ketika dalam perjalanan adalah karena banyak pekerja yang menghabiskan waktu hingga berjam-jam dalam perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya.

Banyak warga Tiongkok yang bermain game saat dalam perjalanan. | Sumber: Pandaily
Banyak warga Tiongkok yang bermain game saat dalam perjalanan. | Sumber: AFP via Pandaily

Berbagai studi menunjukkan, waktu rata-rata yang dihabiskan oleh warga Beijing di perjalanan adalah dua jam. Tren ini juga muncul di kota-kota besar lain di Tiongkok, seperti Shanghai, menurut laporan Pandaily. Sementara di kota-kota yang lebih kecil, seperti Jinan, waktu yang dihabiskan pekerja untuk pulang-pergi justru lebih lama. Para pekerja bisa menghabiskan waktu selama enam jam di bus setiap hari untuk pulang-pergi kantor. Alasannya klasik: macet.

Sama seperti di Tiongkok, di Korea Selatan, bermain game juga dianggap sebagai kegiatan sosial. Faktanya, semua game dalam daftar 10 game terpopuler di Korea Selatan pada 2020 merupakan game online, walau genre dari game-game itu berbeda-beda. Kegemaran gamer Korea Selatan untuk bermain game online menjadi salah satu alasan mengapa ada banyak gamer profesional berasal dari negara itu. Namun, sebenarnya, ada alasan lain mengapa banyak orang Korea Selatan yang berakhir menjadi gamer profesional.

Warga Korea Selatan dikenal dengan edukasinya yang tinggi. Sekitar 70% dari murid SMA di sana memutuskan untuk kuliah. Hanya saja, persaingan untuk masuk ke universitas bergengsi di Korea Selatan juga sangat ketat. Ikut bimbingan belajar atau menyewa tutor privat menjadi hal yang lumrah bagi para murid di Korea Selatan. Sayangnya, tidak semua orang punya uang untuk ikut bimbel atau meyewa tutor privat. Biasanya, orang-orang itu menghabiskan waktunya di PC bang alias warnet. Karena itu, jangan heran jika banyak gamer profesional Korea Selatan yang berasal dari keluarga buruh.

Namun, keuangan keluarga yang kurang memadai bukan satu-satunya alasan banyak remaja Korea Selatan memutuskan untuk menjadi gamer profesional. Tidak sedikit anak dan remaja yang menghabiskan waktunya di PC bang karena ingin menghindari masalah keluarga di rumah. Salah satu contohnya adalah Kim “WizardHyeong” Hyeong-seok, mantan pelatih tim Overwatch Seoul Dynasty. Memang, dia berhasil masuk ke sekolah elit Daewon Foreing Language High School. Namun, dia mengaku, masa kecilnya cukup bermasalah karena ibunya merupakan penyandang disabilitas sementara ayahnya keluar-masuk penjara. Bagi WizardHyeong, bermain game merupakan cara untuk melarikan diri dari masalah di kehidupan nyata, lapor WIRED.

 

Peran Pemerintah

Budaya gaming dari Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok memang tidak selalu sama. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa industri gaming di ketiga negara tersebut berkembang pesat. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya jumlah gamer di negara-negara itu.

Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, jumlah atlet esports di Jepang jauh lebih sedikit daripada di Tiongkok atau Korea Selatan. Hal ini jadi salah satu bukti bahwa esports di Jepang memang tidak semaju seperti Tiongkok dan Korea Selatan. Selain para gamer Jepang yang memang lebih suka bermain game single-player, ada alasan lain mengapa ekosistem esports di Jepang tak terlalu berkembang, yaitu pemerintah.

Di Jepang, pachinko sangat populer. | Sumber: Wikipedia
Di Jepang, pachinko sangat populer. | Sumber: Wikipedia

Di Jepang, regulasi terkait perjudian telah ada sejak tahun 1500-an. Dan sayangnya, game sering dikaitkan dengan judi. Alasannya, karena Yakuza pernah mendulang uang dengan membuat mesin poker. Karena game sering diidentikkan dengan judi, hal ini menyulitkan para penyelenggara turnamen esports karena mereka jadi tidak bisa menyediakan hadiah berupa uang. Memang, mereka bisa menyatakan bahwa uang hadiah dari turnamen yang mereka selenggarakan merupakan bagian dari dana marketing. Hanya saja, hal itu membatasi besar total hadiah yang bisa diberikan dalam turnamen esports, yaitu 100 ribu yen, lapor ESPN.

Kabar baiknya, pandangan pemerintah Jepang akan esports mulai berubah pada 2018. Alasannya adalah karena ketika itu, muncul wacana untuk memasukkan esports ke dalam Olimpiade 2024. Dan jika pemerintah bersikukuh untuk mengekang perkembangan esports, hal itu akan merugikan Jepang. Mereka lalu mengubah regulasi yang ada. Sejak saat itu, kompetisi esports bisa menawarkan hadiah yang lebih besar. Pada Maret 2020, pemerintah Jepang bahkan mengungumumkan, mereka ingin mengembangkan industri esports.

Berbanding terbalik dengan pemerintah Jepang, pemerintah Korea Selatan justru sudah mendukung industri esports sepenuhnya dari 2 dasawarsa lalu. Mereka telah menyokong industri competitive gaming selama 20 tahun. Pada 1999, Korea Pro Gaming Association (KPGA) didirikan. Satu tahun kemudian, Kementerian Budaya, Olahraga, dan Pariwisata (KBOP) mengubah KPGA menjadi Korea Esports Association (KeSPA). Dengan ini, Korea Selatan menjadi salah satu negara pertama yang punya badan esports yang diakui oleh pemerintah. KeSPA bahkan menjadi anggota dari Komite Olimpiade Nasional di Korea Selatan.

Tahun lalu, pemerintah Korea Selatan masih mendukung industri esports, lapor Niko Partners. Pada Mei 2020, KBOP mengumumkan rencana mereka untuk mempromosikan industri game dalam lima tahun ke depan. Rencana ini terdiri dari empat pilar. Pertama, membuat regulasi yang mendorong pertumbuhan industri game. Kedua, menyokong para startup yang menyasar pasar asing. Ketiga, mengedukasi masyarakat akan keuntungan game dan memperkuat ekosistem esports. Terakhir, memperkuat pondasi dari industri game.

Korea Selatan juga memperkenalkan Esports Fair Trade Committee (Esports FTC) pada Juni 2020. Tujuan dari Esports FTC adalah untuk menyelesaikan pertengkaran yang terjadi di industri esports. Selain menciptakan regulasi dan badan otoritas baru, pemerintah Korea Selatan juga menyetop Esports Promotion Advisory Committee. Harapannya, proses administrasi di dunia esports bisa menjadi lebih efektif.

Pemerintah Tiongkok akui gamer pro sebagai pekerjaan resmi. | Sumber: Sportskeeda
Pemerintah Tiongkok akui gamer pro sebagai pekerjaan resmi. | Sumber: Sportskeeda

Pemerintah Tiongkok cukup mendukung perkembangan industri esports. Misalnya dengan mengakui pemain profesional sebagai pekerjaan resmi. Selain itu, ada beberapa pemerintah kota yang ingin menjadikan kotanya sebagai pusat esports, seperti Shanghai. Namun, di industri game, pemerintah Tiongkok cukup ketat. Perusahaan asing yang ingin meluncurkan game-nya di Tiongkok harus bekerja sama dengan publisher lokal. Karena itulah, perusahaan game besar sekalipun, seperti Activision Blizzard atau PUBG Corp., harus bekerja sama dengan Tencent untuk meluncurkan game mereka di Tiongkok, seperti yang disebutkan oleh Niko Partners.

Pada 2018-2019, pemerintah Tiongkok juga memperketat regulasi terkait game. Selama sembilan bulan pada 2018, peluncuran game baru di sana sempat terhenti. Alasan pemerintah Tiongkok memperketat regulasi terkait game adalah untuk meminimalisir risiko kecanduan bermain game pada anak-anak dan remaja. Memang, salah satu regulasi baru yang pemerintah Tiongkok buat adalah regulasi anti-candu untuk mobile. Regulasi itu sebenarnya bukan barang baru. Pemerintah Tiongkok telah memperkenalkannya untuk game PC pada 2007. Hanya saja, mereka lalu menetapkan regulasi serupa untuk mobile game.

Industri game dan esports tidak berdiri sendiri. Infrastruktur internet punya peran penting dalam perkembangan industri game atau esports di sebuah negara. Di Jepang, salah satu alasan mengapa industri game bisa tumbuh pesat adalah karena keberadaan jaringan internet yang mumpuni. Jaringan internet di Jepang merupakan salah satu jaringan terbaik di dunia. Bahkan jika dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika Serikat pun, keccepatan internet Jepang masih lebih tinggi, seperti yang disebutkan oleh Mahana Corp.

Salah satu alasan mengapa Jepang bisa punya jaringan internet yang sangat baik adalah karena pemerintah mengharuskan perusahaan telekomunikasi besar untuk memberikan akses internet ke perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Tujuannya adalah agar para perusahaan penyedia internet akan terus bersaing dengan satu sama lain sehingga kualitas internet naik dan harga tidak melonjak.

Pemerintah Jepang dan Korea Selatan mendorong para ISP untuk saling berkompetisi demi meningkatkan kualitas internet. | Sumber; Deposit Photos
Pemerintah Jepang dan Korea Selatan mendorong para ISP untuk saling berkompetisi demi meningkatkan kualitas internet. | Sumber: Deposit Photos

Soal internet, Korea Selatan juga tidak kalah dari Jepang. Dan sama seperti Jepang, pemerintah punya peran penting dalam mengembangkan internet di sana, menurut laporan IDG Connect. Pemerintah Korea Selatan memutuskan untuk tidak meregulasi sektor internet dengan ketat. Mereka hanya memastikan bahwa syarat untuk menjadi Internet Service Provider (ISP) tidak sulit. Tujuannya adalah untuk mendorong kompetisi. Dan cara yang digunakan pemerintah Korea Selatan bekerja dengan baik. Meskipun para ISP merupakan perusahaan swasta, mereka bisa membangun jaringan internet ke seluruh Korea Selatan. Dengan begitu, internet bisa diadopsi dengan cepat.

Pada 1995, jumlah pengguna internet di Korea Selatan hanya mencapai 1% dari total populasi. Di tahun yang sama, pemerintah memulai proyek Korean Information Infrastruktur, yang akan berjalan selama 10 tahun ke depan. Pada 2000, jumlah pengguna internet Korea Selatan naik menjadi 20 juta orang dari total populasi 45 juta orang.

Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan, Tiongkok membatasi jumlah ISP. Di sana, tiga ISP utama yang beroperasi adalah China Telecom, China Mobile, dan China Unicom. Ketiganya merupakan perusahaan milik negara. Dan masing-masing perusahaan itu punya wilayah masing-masing. Menurut China Briefing, China Telecom menguasai bagian selatan Tiongkok, sementara China Unicom menguasai daerah Utara, dan China Mobile bertanggung jawab atas kawasan pusat/timur.

 

Penutup

Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan memang negara maju. Namun Indonesia adalah negara berkembang. Dari segi kecepatan internet, Korea Selatan merupakan negara dengan kecepatan rata-rata internet nomor dua, berdasarkan Opensignal, per Mei 2020. Kecepatan rata-rata internet Korea Selatan adalah 59 Mbit/s. Sementara Jepang ada di posisi ke-4 dengan kecepatan rata-rata 49,3 Mbit/s. Di Indonesia ada di posisi ke-80 dengan kecepatan rata-rata 9,9 Mbit/s.

Kabar baiknya, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika, berusaha untuk melakukan pemerataan jaringan internet. Salah satunya adalah dengan membangun kabel serat optik Palapa Ring. Kabar buruknya, pemerintah tampaknya juga lebih peduli dengan internet “bersih” daripada internet cepat.

Anda pasti tahu bahwa beberapa tahun lalu, Menteri Kominfo Indonesia sempat mempertanyakan apa guna internet cepat, yang kemudian menjadi meme. Pada 2017, Kemenkominfo mengeluarkan Rp194 miliar untuk membeli mesin pengais (crawling) konten negatif. Ironisnya, ketika saya mencari “internet bersih Indonesia” di Google, hasil pencarian pertama yang muncul adalah cara untuk memblokir “internet positif”.

Meskipun begitu, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa mereka akan mendukung industri game dan esports. Buktinya, di esports menjadi cabang eksibisi di Asian Games 2018. Pada 2020, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menyatakan esports sebagai cabang olahraga berprestasi. Selain itu, KONI juga mengungkap, mobile game MOBA buatan Indonesia, Lokapala, juga akan menjadi cabang olahraga eksibisi di PON 2021.

Meski begitu, seperti yang sebelumnya kami tuliskan saat membahas soal industri cloud gamingmasih ada banyak PR berat yang harus diselesaikan pemerintah soal infrastruktur dan kebijakan terkait jaringan internet di Indonesia — yang akan jauh lebih relevan dan berpengaruh pada kemajuan esports tanah air ketimbang sekadar gestur atau retorika belaka.

So, the outlook in Indonesia might not look so good, but it could have been worse. 

Rencana dan Fokus Bisnis AnyMind Indonesia Tahun 2021

Meskipun konsep dan bentuk layanan yang ditawarkan beragam, namun sudah banyak platform lokal hingga asing yang menawarkan cara baru melakukan kegiatan pemasaran memanfaatkan influencer. Salah satu platform yang menawarkan bermain di ranah tersebut adalah AnyMind Group.

Kepada DailySocial, Country Manager AnyMind Group Indonesia Lidyawati Aurelia mengungkapkan, perusahaan mengalami pertumbuhan yang positif, bukan hanya untuk pemasaran digital dan influencer namun juga direct-to-consumer (D2C) dan publisher.

“Kami juga mengembangkan dan meningkatkan solusi penawaran programmatic dan solusi kreatif strategis untuk klien, termasuk menambah peluang pendapatan, baik itu membuat merchandise sendiri atau memaksimalkan penggunaan media sosial,” kata Lidyawati.

Saat ini perusahaan mengklaim telah memiliki beberapa fokus untuk tiap produk. Untuk penawaran pemasaran influencer, AnyTag (sebelumnya CastingAsia), perusahaan ingin memberikan solusi yang lebih baik dan pelaporan secara real-time kepada pelanggan. Telah diluncurkan juga penawaran D2C untuk mendukung pembuat konten eksklusif, setelah sebelumnya diklaim mengalami kesuksesan di Jepang dan Thailand.

Di Indonesia sendiri saat ini sudah ada beberapa layanan yang mengakomodasi kebutuhan pemasaran melalui jaringan influencer, seperti Hiip, Partipost, Verikool, dan lain-lain.

Pandemi dan pertumbuhan bisnis

Selama pandemi perusahaan dihadapkan dengan tantangan yang besar dan tentunya memiliki dampak yang cukup besar. Setelah memberlakukan aturan bekerja di rumah sejak bulan Maret lalu untuk pegawai di Indonesia, saat ini mulai terlihat pemulihan dan semakin banyak brand yang mempercepat langkah mereka dalam transformasi digital.

“Berdasarkan kampanye yang dijalankan di platform AnyTag, terdapat peningkatan yang mencolok dalam jumlah kampanye pemasaran influencer oleh brand setelah Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi, terutama yang berpusat di sekitar pemasaran brand,” kata Lidyawati.

Pada saat yang sama, bisnis publisher yang dimiliki juga mengalami perkembangan sepanjang tahun, dengan lebih banyak publisher yang menggunakan platform AnyManager. AnyMind Group juga mengambil bagian dalam Google News Initiative untuk penerbit Indonesia.

“Pada akhirnya, apa yang pandemi lakukan bagi kami adalah memosisikan diri kami sebagai mitra terpercaya untuk influencer marketing, marketers, publishers, dan pemilik bisnis – dengan solusi kami di seluruh pengembangan brand, manufaktur cloud, e-commerce, pemasaran dan lainnya,” kata Lidyawati.

Akuisisi ENGAWA

Bertujuan untuk memanfaatkan keahlian ENGAWA dalam pengembangan dan distribusi barang dagangan, AnyMind Group mengumumkan penyelesaian akuisisi penuh atas perusahaan pemasaran berbasis di Jepang tersebut. Dengan sumber daya gabungan dari AnyMind Group dan ENGAWA, nantinya calon entrepreneur di Indonesia dapat memproduksi produk mereka di Jepang dan menjual serta mengirimkan produk ke Eropa secara online.

“Apa yang kami lihat untuk pasar di luar Jepang adalah memanfaatkan keahlian luas ENGAWA dalam merchandising dan distribusi internasional, dan jaringan pabrikan dan produsen Jepang di seluruh Jepang, untuk meningkatkan kemampuan D2C kami,” kata Lidyawati.

Tahun ini AnyMind Group memiliki beberapa target yang ingin dicapai, di antaranya adalah ingin membuat bisnis tanpa batas atau “Make every business borderless”. Tidak lagi hanya bisnis inbound dan outbond, ke depannya menjadi diharapkan bisa menjadi “Doing Business” dengan menciptakan infrastruktur untuk bisnis generasi mendatang. Misalnya, seorang ibu rumah tangga di Indonesia dapat membeli produk dari brand Thailand, buatan Taiwan, dan dengan mudah diantarkan langsung ke rumah.

“Digital adalah masa depan, dan pelanggan dapat menemukan brand baru dari seluruh dunia, melakukan pembelian secara online, dan mendapatkan produk di tangan mereka dalam waktu singkat,” kata Lidyawati.

GTA V Masih Jadi Salah Satu Game Konsol Favorit Sepanjang Juli 2020

Pada 2023, jumlah gamer di dunia diperkirakan akan mencapai 3 miliar orang. Mobile game menjadi salah satu pendorong meroketnya jumlah gamer. Namun, platform game favorit setiap negara biasanya berbeda-beda. Misalnya, di Indonesia, kebanyakan gamer bermain mobile game. Sementara di Amerika Serikat dan Inggris, banyak gamer yang lebih senang bermain PC atau konsol.

Setiap negara juga biasanya memiliki game favorit yang berbeda-beda. Newzoo lalu membuat laporan berjudul Global yet Local: July 2020’s Top Console Games in the U.K., U.S. & Japan (by MAUs). Laporan tersebut membahas tentang game-game konsol favorit di tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang.

Di Amerika Serikat, lima game favorit gamer konsol adalah Call of Duty: Modern Warfare, Grand Theft Auto V, Fortnite, Minecraft, dan NBA 2K20. Secara total, Modern Warfare memliiki 12,1 juta pemain aktif bulanan (MAU) dengan 6,23 juta pemain bermain di Xbox dan 5,92 juta sisanya di PlayStation.

game konsol favorit Juli
Lima game konsol favorit di AS. | Sumber: Newzoo

Menariknya, ada lebih banyak gamer yang memainkan Modern Warfare di Xbox. Padahal, kebanyakan pemain dari empat game lainnya menggunakan PlayStation. Menurut Newzoo, salah satu alasan mengapa ada lebih banyak gamer Xbox yang memainkan Modern Warfare adalah karena franchise Call of Duty sering diidentikkan dengan Xbox di Amerika Serikat.

game konsol favorit juli
Lima game konsol favorit di Inggris. | Sumber: Newzoo

Sementara itu, di Inggris, lima game favorit para gamer konsol adalah Modern Warfare, Fortnite, GTA V, Minecraft, dan FIFA 20. Berbeda dengan AS, di Inggris, Fortnite berhasil mengalahkan GTA V. Satu hal lain yang membedakan gamer Inggris dengan gamer AS adalah game olahraga favorit mereka. Jika di AS game bola basket menjadi game olahraga favorit, gamer Inggris lebih menyukai game sepak bola. Hal ini terlihat dari populernya FIFA 20 dan bukannya NBA 2K20.

 

game konsol favorit juli
Lima game konsol favorit di Jepang. | Sumber: Newzoo

Lima game favorit gamer di Jepang jauh berbeda dari game-game favorit di AS dan Inggris. Game favorit di Jepang adalah Apex Legends, diikuti oleh Monster Hunter World, Ghost of Tsushima, GTA V, dan Fortnite. Di Jepang, kebanyakan gamer juga menggunakan PlayStation dan bukannya Xbox. Salah satu alasannya adalah karena Microsoft baru merilis Xbox One satu tahun setelah peluncuran konsol tersebut di pasar lain.

Di Jepang, franchise Monster Hunter memang sangat populer. Jadi, tidak heran jika Monster Hunter World jadi game konsol favorit kedua sepanjang Juli 2020. Ghost of Tsushima, yang baru diluncurkan pada Juli 2020, menjadi salah satu game favorit gamer konsol Jepang dengan 345 ribu MAU. Dari semua game yang masuk dalam daftar game konsol favorit, Ghost of Tsushima merupakan satu-satunya game yang tidak memiliki fitur multiplayer.

ISR Esports, Pusat Pelatihan Esports untuk Lansia

Pada 2 Juli 2020, sebuah pusat pelatihan esports bernama ISR Esports akan dibuka di Kobe, Jepang. Satu hal yang membuat ISR Esports unik jika dibandingkan dengan pusat pelatihan esports lainnya adalah karena ia menargetkan orang-orang lanjut usia sebagai pelanggannya dan bukan generasi muda. Secara khusus, ISR Esports menargetkan orang-orang berumur 60 tahun ke atas. Di pusat pelatihan ini, juga terdapat staf yang siap untuk membantu para lansia yang tidak pernah bermain game.

Di Jepang, arcade memang menjadi salah satu tempat bagi orang-orang lanjut usia untuk berkumpul. Dan hal ini membantu game center untuk tidak bangkrut. Menurut laporan Kotaku, ada beberapa alasan mengapa orang-orang lanjut usia senang untuk pergi ke arcade.

Salah satunya adalah karena mereka berkumpul dan mengobrol dengan sesama lansia di sana. Alasan lainnya adalah karena mereka bisa melatih koordinasi tangan dan mata dengan bermain game di arcade. Mengingat tingkat kelahiran di Jepang rendah, sulit bagi pemilik game center untuk menargetkan anak-anak dan remaja. Jadi, ketertarikan lansia untuk bermain game di arcade disambut dengan baik.

esports lansia
ISR Esports secara khusus menargetkan orang-orang lanjut usia. | Sumber: Kotaku

Di ISR Esports, para lansia yang tidak memiliki pengalaman bermain akan diperkenalkan pada game-game untuk pemula. Setelah itu, mereka baru akan diajak untuk bermain game-game esports yang terkenal kompetitif

Mengingat ISR Esports dibuka sebelum pandemi virus corona reda, pihak manajemen menegaskan bahwa mereka akan melaksanakan semua protokol kesehatan yang telah ditetapkan, lapor Kotaku. Dengan begitu, mereka berharap bahwa mereka akan memberikan pengalaman bermain yang memuaskan tanpa membahayakan kesehatan lansia yang menjadi pengunjung mereka.

Memang, esports sering diidentikkan dengan orang-orang muda. Tidak sedikit atlet esports yang pensiun ketika mereka masih berumur 20-an, sementara fans esports biasanya merupakan generasi milenial atau gen Z. Meskipun begitu, hal ini tidak menghentikan orang-orang lanjut usia untuk bermain atau bahkan membentuk tim esports sendiri. Salah satu contohnya adalah Silver Snipers, tim Counter-Strike: Global Offensive yang semua pemainnya berada di rentang umur 60-80 tahunan.

Sumber header: Lenovo Silver Snipers

Pemerintah Jepang Ingin Kembangkan Industri Esports Lokal

Esports diperkirakan akan tumbuh menjadi industri bernilai US$1 miliar pada 2020. Pemerintah Jepang melihat hal ini sebagai kesempatan. Mereka berencana untuk bekerja sama dengan perusahaan game dan ahli hukum untuk mengembangkan industri esports di sana. Memang, Jepang merupakan rumah dari sejumlah perusahaan game ternama, seperti Konami yang membuat seri Pro Evolution Soccer dan perusahaan konsol seperti Nintendo serta Sony.

Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang ingin mengembangkan industri esports dengan meningkatkan kemampuan para pelaku industri sehingga mereka bisa menyelenggarakan turnamen besar. Selain itu, pihak pemerintah juga ingin mengukuhkan hukum terkait properti intelektual milik developer game. Dengan mengembangkan sektor esports, pemerintah Jepang tidak hanya berharap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal tapi juga membuat orang-orang yang memiliki disabilitas bisa ikut aktif dalam turnamen esports.

Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang ingin bisa meningkatkan pemasukan sektor esports dengan menggenjot penjualan tiket turnamen, iklan, dan pendapatan dari streaming konten. Pada 2025, mereka menargetkan agar industri esports telah mendapatkan pemasukan sebesar setidaknya 285 miliar yen (sekitar Rp43,9 triliun).

industri esports Jepang
EVO Japan. | Sumber: Smash.gg

Pada 2019, industri esports Jepang bernilai 6,1 miliar yen (sekitar Rp940 miliar). Angka tersebut diperkirakan akan tumbuh menjadi 15,3 miliar yen (sekitar Rp2,4 triliun) pada 2023. Salah satu hal yang mendorong pertumbuhan pasar esports Jepang adalah teknologi 5G. Selain itu, menurut riset dari BCN Inc, ke depan, akan semakin banyak developer game yang muncul di Jepang, menurut laporan Sports Pro Media.

Menariknya, hukum di Jepang sendiri membatasi pertumbuhan esports. Pada 2018, Jepang memiliki peraturan yang melarang penyelenggara turnamen untuk mengadakan turnamen esports dengan total hadiah yang besar. Untungnya, peraturan itu kemudian direvisi. Penyelenggara boleh mengadakan turnamen esports berhadiah besar jika para peserta merupakan pemain profesional.

Sementara itu, Asian Electronic Sports Federation (AESF) telah mengonfirmasi bahwa esports akan menjadi cabang olahraga bermedal di Asian Indoor and Martial Arts Games (AIMAG) pada 2021. Ini akan menjadi pertama kali esports dimasukkan sebagai cabang bermedali dalam kegiatan olahraga tersebut. Biasanya, AIMAG hanya menyertakan olahraga tradisional seperti hoki dan judo.

Memang, pada 2017, esports juga pernah dipertandingkan dalam AIMAG. Hanya saja, ketika itu, esports tak lebih dari demonstrasi. Saat itu, ada empat game yang diadu yaitu Dota 2, Hearthstone, StarCraft II: Legacy of the Void, dan The King of Fighters XIV. Kabar baiknya, dua tahun belakangan, semakin banyak kegiatan olahraga yang menyertakan esports. Pada 2018, esports telah masuk dalam Asian Games meski masih menjadi pertandingan eksibisi. Pada SEA Games 2019, esports menjadi cabang olahraga bermedali.

Keputusan AESF untuk menyertakan esports dalam AIMAG diakui oleh Olympic Council of Asia (OCA) dan International Olympic Committee (IOC). Dengan begitu, esports semakin diakui sebagai olahraga di mata masyarakat.

Sumber header: ONE Esports

Strategi Monotaro dalam Menggarap B2B Commerce

Gaung pemain e-commerce B2B memang tidak sekencang B2C karena perbedaan cara pemasarannya dan berbagai strategi lainnya. Akan tetapi, potensi bisnis yang bisa digarap dari ranah B2B bukan main besarnya. Salah satu pemain e-commerce yang main di ranah ini adalah Monotaro, berasal dari Jepang.

Sebetulnya, Monotaro masuk ke Indonesia dengan mengambil mayoritas saham Sukamart (PT Sumisho E-Commerce Indonesia) sekitar tiga tahun lalu. Dari aksi ini, mereka mengubah badan hukum dan branding baru jadi Monotaro. Sukamart sendiri sudah beroperasi sejak 2012, merupakan anak usaha dari Grup Sumitomo.

Sejak saat itu, perusahaan mengklaim terjadi peningkatan bisnis yang signifikan secara keseluruhan. Kepada DailySocial, Presiden Direktur Monotaro.id Daisuke Maeda menjelaskan bahwa kategori produk di situs kini kian beragam, dari sekitar 10 ribu item produk di 2016 kini menjadi lebih dari 800 ribu produk.

Keseluruhan produk ini berasal dari kemitraan dengan lebih dari 3 ribu brand yang tersebar ke 12 kategori barang. Mulai dari MRO (maintenance, repair, and operation) untuk pabrik dan perakitan, alat keselamatan, perkakas tangan dan elektrik, alat laboratorium, konstruksi, otomotif, logistik, hingga ATK.

Perusahaan juga menyediakan lebih dari 20 ribu produk dari private label asal Jepang yang dianggap cukup unik dan punya kualitas baik untuk konsumen Indonesia.

Daisuke menjelaskan, posisi Monotaro dibandingkan pemain B2B commerce lainnya cukup berbeda. Pihaknya menempatkan diri sebagai online retailer, yang mana punya berbagai produk dari berbagai penyuplai yang sudah terkurasi.

“Semua produk dan seleksi kategori ini berasal dari data yang kita kumpulkan sejak era Sukamart dan dari preferensi, serta kebiasaan konsumen kami. Kita memiliki ribuan konsumen baru tiap bulannya, mereka puas dengan platform Monotaro dan menjadi pelanggan loyal,” terangnya.

Meski tidak merinci, dia mengklaim bisnis Monotaro tumbuh 300% per tahunnya, begitu pun untuk bulanannya. Pertumbuhan ini diprediksi akan tumbuh lebih besar, mengingat potensi bisnis B2B commerce di Indonesia yang belum tergarap secara maksimal.

Kondisi ini, menurutnya mirip dengan apa yang terjadi di Jepang pada 10 tahun lalu dan sama halnya apa yang dialami e-commerce B2C beberapa tahun lalu di Indonesia.

“Kami yakin kami masih berada di tahap paling awal di Indonesia. Tapi kami sangat percaya e-commerce B2B akan booming dalam waktu dekat mengikuti tren adopsi teknologi di Indonesia.”

Adapun konsumen Monotaro mayoritas datang dari pelaku manufaktur dan industri perakitan. Lainnya adalah industri konstruksi, perkebunan, otomotif, pertambangan, properti, keuangan, pendidikan, hingga industri kecil dari seluruh Indonesia.

Rencana pengembangan teknologi

Daisuke melanjutkan, perusahaan berencana untuk mengembangkan beberapa inisiasi baru di sisi teknologi agar tetap terdepan. Di antaranya fitur pencarian cerdas yang senantiasa harus selalu dikembangkan.

Pasalnya, fitur tersebut penting dalam merekam perilaku dan preferensi pelanggan yang telah terekam di Monotaro Jepang. Alhasil perusahaan dapat memberikan rekomendasi barang yang tepat.

“Fokus kami adalah menyediakan platform yang paling nyaman bagi pelanggan untuk melakukan pembelian yang mendukung operasi industri dan bisnis mereka. Oleh karena itu, kuncinya adalah membuat produk dapat dicari se-seamless mungkin.”

Teknologi lainnya yang disiapkan adalah optimasi manajemen pesanan oleh kecerdasan buatan (AI). Misalnya, untuk daerah mana, metode apa yang pas, dan kapan barang harus dikirim pelanggan. Terakhir pengembangan gudang pintar untuk pengiriman yang lebih cepat, namun juga efisien dari segi biaya.

“Misi kami adalah menyediakan platform pembelian yang paling nyaman dan efisien untuk konsumen bisnis dan visi kami adalah berinovasi dalam jaringan pengadaan untuk semua jenis pengguna bisnis di Indonesia,” pungkasnya.

Secara perusahaan, Daisuke menegaskan Monotaro didanai sepenuhnya oleh pemegang saham yang ada, serta didukung dengan teknologi dan jaringan rantai pasokan yang telah tersedia.