Berkat On-Device Machine Learning, Generasi Terbaru Google Nest Cam Bisa Lebih Fungsional Tanpa Subscription

Google meluncurkan generasi terbaru kamera pengawas dan bel pintu pintarnya. Total ada empat perangkat yang diperkenalkan: Google Nest Cam (Battery), Google Nest Cam with Floodlight, dan Google Nest Cam (Wired), dan Google Nest Doorbell.

Sebelum membahas fiturnya satu per satu, ada satu hal penting yang perlu kita soroti, yakni bagaimana Google mencoba mengubah model bisnis berbasis subscription yang umum kita jumpai di ranah produk smart home. Google pada dasarnya ingin kamera-kamera pengawas dan bel pintunya ini bisa jadi lebih berguna tanpa harus sepenuhnya bergantung pada layanan berlangganan yang opsional.

Yang paling utama adalah kemampuan perangkat untuk mendeteksi orang, hewan, kendaraan, dan paket kiriman dengan memanfaatkan on-device machine learning. Di generasi sebelumnya, fitur ini sepenuhnya mengandalkan pengolahan berbasis cloud, sehingga hanya bisa dinikmati jika pengguna membayar biaya berlangganan.

Fitur on-device machine learning ini dapat diwujudkan berkat penggunaan chip Tensor Processing Unit (TPU). Sebagai konteks, Google baru-baru ini juga mengumumkan bahwa smartphone Pixel 6 dan Pixel 6 Pro bakal menggunakan chip rancangannya sendiri yang bernama Tensor, dan salah satu tujuannya juga untuk menghadirkan kapabilitas on-device machine learning.

Dipadukan dengan komponen storage internal, keberadaan on-device machine learning pada dasarnya memungkinkan kamera-kamera pengawas baru ini untuk bekerja secara offline, sangat berguna seandainya listrik tiba-tiba mati. Lalu apakah itu berarti layanan subscription sudah tidak relevan lagi di kategori smart home?

Tidak juga, sebab pabrikan tentu masih bisa menawarkan fasilitas ekstra lewat layanan subscription. Dalam konteks Google Nest Cam, salah satu fasilitasnya adalah penyimpanan video hingga 30 atau 60 hari ke belakang, tergantung jenis paket berlangganannya. Tanpa subscription, yang bisa dipantau hanyalah rekaman dari tiga jam ke belakang.

Fasilitas lainnya adalah facial recognition, yang memungkinkan perangkat untuk membedakan mana wajah yang familier dan mana yang tidak, sehingga pada akhirnya dapat memberi peringatan yang lebih tepat sasaran.

Mayoritas produsen perangkat smart home memang tidak pernah mewajibkan layanan subscription, akan tetapi sering kali fungsi-fungsi perangkatnya jadi begitu terbatas. Yang Google lakukan di sini pada dasarnya cuma memperluas batasan tersebut, dan mereka tentu berharap bisa menarik minat lebih banyak konsumen dengan cara ini.

Google Nest Cam (Battery)

 

Google menjual kamera ini seharga $180. Di situsnya, Google mencantumkan kata “battery” pada namanya, sebab secara default perangkat ini memang dirancang untuk beroperasi menggunakan baterai rechargeable meski ditempatkan di luar.

Daya tahan baterainya sendiri bervariasi antara 1,5 bulan sampai 7 bulan per charge, tergantung seberapa sibuk ia mendeteksi pergerakan di area jangkauannya. Perangkat mengandalkan magnet agar bisa dilepas-pasang dari dudukannya dengan gampang untuk memudahkan charging, tapi ini juga berarti ia bisa jadi sasaran empuk para maling — sehingga jadi agak ironis karena ia sebetulnya bertugas untuk mengawasi keamanan rumah.

Itulah mengapa Google turut menawarkan sejumlah aksesori opsional, salah satunya kabel tether untuk mengamankan sang kamera. Alternatifnya, instalasi permanen menggunakan kabel juga dapat dilakukan.

Dari sisi teknis, kamera ini mengandalkan sensor 1/2,8 inci dan lensa dengan sudut pandang seluas 130° untuk merekam video beresolusi 1080p 30 fps. Google tidak lupa melengkapinya dengan dukungan fitur HDR dan night vision. Rangkanya yang tahan air (IP54) turut mengemas komponen-komponen esensial macam Wi-Fi, speaker, dan mikrofon.

Google Nest Cam with Floodlight

Dibanderol $280, kamera yang satu ini pada dasarnya adalah Google Nest Cam yang didampingi oleh sepasang lampu sorot dengan tingkat kecerahan maksimum 2.400 lumen. Ia tidak memiliki baterai dan membutuhkan instalasi permanen. Fisiknya tahan air dengan sertifikasi IP65.

Google Nest Cam (Wired)

Paling murah dengan harga $100, Nest Cam (Wired) tidak dibekali baterai maupun bodi tahan air seperti Nest Cam (Battery), akan tetapi kapabilitas kamera maupun kecerdasannya sama persis. Model ini dimaksudkan untuk pemakaian secara indoor, dan Google menawarkannya dalam empat pilihan warna sehingga dapat diselaraskan dengan interior rumah.

Google Nest Doorbell

Sama seperti Nest Cam (Battery), Nest Doorbell yang dibanderol $180 ini juga dibekali sertifikasi ketahanan air IP54 dan baterai rechargeable. Google bilang daya tahan baterainya berada di kisaran 2,5 bulan per charge, tapi sekali lagi ini sangat bergantung terhadap seberapa sibuk ‘lalu lintas’ di depan pintu rumah masing-masing pengguna.

Mengenai kameranya, Nest Doorbell menggunakan sensor 1/3 inci dan mampu merekam video beresolusi 960 x 1280 pixel di kecepatan 30 fps. Sudut pandang vertikalnya sangat luas di angka 145º, dan ini dimaksudkan supaya pengguna bisa melihat pengunjung dari kepala sampai kaki meski ia berdiri sedekat 8 inci dari pintu. Sama halnya seperti Nest Cam, night vision maupun HDR juga tersedia di sini.

Di Amerika Serikat, Google bakal memasarkan Nest Cam (Battery) dan Nest Doorbell mulai akhir Agustus, sedangkan Nest Cam with Floodlight dan Nest Cam (Wired) akan menyusul.

Sumber: 1, 2, 3.

Australia Gunakan Kamera Berbasis AI untuk Mendeteksi Penggunaan Ponsel oleh Pengemudi

Di banyak negara, menggunakan smartphone selagi mengemudi dikategorikan sebagai tindakan yang ilegal. Saya yakin semua orang tahu apa alasannya, akan tetapi pada kenyataannya masih banyak yang nekat melanggar. Kesulitan memantau yang dialami pihak berwajib juga semakin mendorong kebiasaan buruk ini terus berlanjut.

Menugaskan seseorang untuk berpatroli di jalanan jelas bukan solusi yang ideal, apalagi kalau cuacanya sedang tidak mendukung. Solusi yang lebih efektif, kalau menurut dinas perhubungan negara bagian New South Wales di Australia, adalah kamera canggih berbasis AI. AI adalah kata kuncinya, jadi jangan samakan kamera ini dengan yang biasa dipakai untuk menangkap basah para pelanggar lampu merah.

Sistem berbasis AI ini akan terus memantau sekaligus mendeteksi ketika ada pengemudi yang tengah menggunakan ponselnya selagi menyetir. Kendati demikian, tenaga manusia masih dibutuhkan di sini; gambar bukti pelanggar yang dideteksi secara otomatis oleh AI akan diverifikasi lebih lanjut oleh seorang operator.

Transport for NSW mengklaim kamera ini dapat beroperasi di cuaca apapun, bahkan saat jalanan sedang berkabut sekalipun. Di samping itu, AI-nya juga cukup terlatih untuk menangkap basah pelanggar secara akurat meski mobilnya sedang melaju dalam kecepatan tinggi.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan selama sekitar enam bulan, sistem ini disebut berhasil memonitor sekitar 8,5 juta kendaraan yang lewat, sekaligus mendeteksi lebih dari 100.000 pelanggar. Kalau diestimasikan, sistem ini diyakini mampu mencegah sekitar 100 kecelakaan lalu lintas dalam tempo lima tahun.

Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW
Deretan kamera pendeteksi penggunaan ponsel di salah satu ruas jalan kota Sydney / Transport for NSW

Jaringan kamera canggih ini sudah dioperasikan secara resmi di sejumlah kota yang merupakan bagian dari provinsi New South Wales per 1 Desember kemarin. Pemerintah setempat sengaja tidak menyebutkan lokasi-lokasi yang dimonitor oleh kamera ini dengan alasan supaya para pengemudi sadar bahwa mereka bisa tertangkap basah di mana saja dan kapan saja.

Selama tiga bulan pertama sejak sistemnya diimplementasikan, para pelanggar hanya akan dikirimi surat peringatan. Setelahnya, barulah akan diterapkan sanksi berupa denda dan pengurangan poin mengemudi (demerit points). Dibuat kapok, demikian intinya.

Sumber: 1, 2, 3.

Webcam Pintar Hello Segera Kedatangan Suksesor yang Lebih Andal Lagi

Sekitar dua tahun yang lalu, saya sempat menulis tentang Hello, sebuah webcam pintar yang dapat mengubah TV atau monitor apapun menjadi alat video conferencing, screen sharing maupun live broadcasting, semuanya lewat satu sambungan HDMI. Kampanye crowdfunding-nya terbukti sukses, dan kini Solaborate selaku pengembangnya sedang sibuk menyiapkan suksesornya.

Premis yang ditawarkan Hello 2 masih sama seperti pendahulunya: ketimbang harus membeli perangkat video conferencing yang umumnya berharga mahal, Anda hanya perlu menyambungkan Hello ke TV, lalu meletakkannya di atas TV supaya semua orang dalam ruangan bisa ikut berpartisipasi.

Solaborate Hello 2

Beberapa komponen penunjangnya masih dipertahankan, namun telah disempurnakan. Di antaranya ada sensor kamera 4K dengan kualitas yang lebih baik dan sudut pandang lebih luas (112°), 4 mikrofon beam-forming berteknologi noise dan echo-cancelling yang mampu menangkap suara dari jarak sejauh hampir 10 meter, serta prosesor 6-core yang menjadi otak semuanya.

Namun penyempurnaan hardware baru sebagian dari cerita lengkapnya, sebab platform-nya secara keseluruhan kini juga sudah dipoles lebih matang lagi berkat dukungan asisten virtual Alexa dan Google Assistant, serta dukungan fungsi home automation lewat platform Zigbee.

Solaborate Hello 2

Pengguna sekarang juga dapat meng-install berbagai aplikasi Android pada Hello 2, sehingga perangkat pun sejatinya dapat merangkap peran sebagai sebuah set-top-box untuk streaming video jika perlu. Integrasi berbagai layanan seperti Slack, Facebook Workplace, Dropbox, Google Drive dan Calendar kini juga telah tersedia secara default pada Hello 2.

Perannya sebagai kamera pengawas juga tidak dilupakan, bahkan lebih dipertegas lagi lewat penyempurnaan pada fitur night vision, serta pendeteksi suara dan gerakan. Bagi yang mementingkan masalah privasi, Hello 2 dilengkapi dua tombol untuk secara langsung memutus input video dan audio, meminimalkan peluang perangkat diretas secara remote.

Hello Touch dan keputusan menjadi open-source

Solaborate Hello 2

Di samping Hello 2, Solaborate rupanya turut mengembangkan perangkat lain bernama Hello Touch. Touch sejatinya merupakan TV 4K besar berbekal panel sentuh yang dapat digunakan untuk memudahkan proses kolaborasi secara real-time maupun sebagai papan tulis digital.

Semua yang dapat dilakukan Hello 2 juga bisa dilakukan Hello Touch, sebab seperti yang bisa Anda lihat, memang ada sebuah Hello 2 yang menancap di bagian atasnya. Secara keseluruhan, Touch sejatinya bisa menjadi alternatif terhadap Microsoft Surface Hub atau Google Jamboard, dan Solaborate pun memastikan harganya bakal cukup terjangkau guna meningkatkan nilai kompetitifnya.

Hal lain yang juga menarik untuk disorot adalah keputusan Solaborate membuka platform Hello 2 dan menjadikannya open-source. Dengan begitu, developer pihak ketiga bisa mengembangkan aplikasi untuk meningkatkan fungsionalitas Hello 2.

Solaborate Hello 2

Bukan cuma software, Solaborate juga membuka kesempatan bagi yang tertarik menggarap hardware untuk melengkapi Hello 2 maupun Hello Touch. Guna menginspirasi para kreator hardware, Solaborate pun telah menyiapkan dua aksesori berupa game controller dan programmable button untuk Hello 2.

Dari situ kreator dapat memonetisasi karya mereka masing-masing. Saat saya tanya lebih spesifik mengenai aspek monetisasi ini, Labinot Bytyqi selaku CEO Solaborate mengungkapkan bahwa detailnya masih sedang mereka diskusikan dan matangkan. Namun yang hampir bisa dipastikan, Hello nantinya juga bakal membawa semacam app store-nya sendiri demi mewadahi karya para developer pihak ketiga.

Rencananya, Hello 2 akan kembali ditawarkan melalui platform crowdfunding Kickstarter dan Indiegogo sekaligus dalam waktu dekat. Harganya masih belum diungkapkan, tapi semestinya tidak terpaut jauh dari pendahulunya. Sebagai informasi, selama masa kampanye crowdfunding, Hello generasi pertama ditawarkan seharga $189, tapi sekarang versi retail-nya dibanderol $449.

*Update: kampanye Kickstarter untuk Hello 2 saat ini sudah dimulai.

Samsung Luncurkan microSD Khusus untuk Kamera Pengawas dan Dash Cam

Saya masih ingat betul flash disk pertama yang pernah saya beli belasan tahun silam. Kapasitasnya cuma 256 MB (megabyte), dan saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat microSD mungil zaman now yang bisa mencapai kapasitas 256 GB (gigabyte). Selain bertambah besar kapasitasnya, microSD terkini juga semakin cepat kinerja baca-tulisnya.

Cepat dan berkapasitas lapang memang sudah cukup untuk smartphone, tapi tidak untuk perangkat yang bekerja tanpa henti macam kamera pengawas atau dash cam untuk mobil. Fungsi kedua perangkat ini adalah untuk merekam segala yang terjadi, dan itu berarti kartu microSD yang tersematkan di dalamnya juga harus menulis dan membaca data secara terus-menerus.

Samsung menilai dibutuhkan kartu memori khusus untuk pekerjaan berat semacam itu. Itulah cerita di balik lini microSD baru Samsung Pro Endurance. Tersedia dalam tiga varian kapasitas (32, 64 dan 128 GB), Pro Endurance juga menawarkan kecepatan baca hingga 100 MB/s dan tulis 30 MB/s, serta mendukung resolusi full-HD maupun 4K.

Namun seperti yang saya bilang, bukan itu gagasan utamanya. Samsung mengklaim microSD ini siap dipakai untuk merekam video tanpa henti sampai 43.800 jam (varian 128 GB). Samsung juga bilang bahwa ‘stamina’ kartu Pro Endurance ini 25 kali lebih tinggi ketimbang kartu memori buatan Samsung lainnya yang memprioritaskan kecepatan.

Tidak hanya itu, Pro Endurance juga telah mengemas sertifikasi ketahanan air IPX7, plus embel-embel lain seperti temperature proof, X-ray proof dan magnetic proof. Menutup semua itu, Samsung tidak segan memberikan garansi hingga lima tahun lamanya (varian 128 GB).

Ketiganya sudah bisa dibeli sekarang juga dengan banderol sebagai berikut: $25 varian 32 GB, $45 varian 64 GB dan $90 varian 128 GB.

Sumber: Samsung.

EverCam Adalah Kamera Pengawas Wireless dari Anak Perusahaan Anker

Kamera pengawas dengan integrasi AI merupakan salah satu tren yang cukup populer di sepanjang tahun 2017. Kini ada satu lagi alternatif yang mencoba mencuri perhatian Anda. Namanya EverCam, dan ia datang dari pabrikan bernama Eufy, yang tidak lain merupakan anak perusahaan Anker.

Keunggulan utama EverCam adalah, ia merupakan perangkat wireless. Di saat kamera pengawas lain harus dicolokkan ke listrik, EverCam bisa beroperasi hanya dengan mengandalkan suplai energi dari baterai berdaya 13.400 mAh. Istimewanya, ia cuma perlu di-charge setahun sekali.

Hal ini dimungkinkan berkat kemampuan EverCam untuk merekam hanya ketika diperlukan saja; semisal ketika ada gerakan terdeteksi, ada objek bersuhu panas atau ada seseorang dengan wajah yang tak dikenalinya. Tentu saja fitur-fitur ini didukung oleh AI yang terintegrasi pada EverCam.

EverCam

Di luar itu, EverCam bakal beroperasi dalam mode standby yang sangat irit daya. Perlu dicatat, estimasi daya tahan baterainya tentu saja bergantung pada seberapa sibuk lingkungan di sekitar rumah konsumen. Dalam kasus daya tahan hingga setahun itu tadi, Eufy bilang bahwa penggunaannya berdasar pada 10 kali pendeteksian gerakan setiap harinya, dan durasi perekaman selama 30 detik setiap kalinya.

Semua rekamannya akan disimpan ke dalam microSD sebesar 16 GB, yang sekali lagi diyakini bisa menampung rekaman untuk 365 hari. Untuk melihat isinya, konsumen harus terlebih dulu menancapkan microSD-nya ke base station EverCam. Unit base station inilah yang bertanggung jawab atas komunikasi via Wi-Fi dengan kamera, smartphone maupun komputer.

Bagi yang memerlukan monitoring secara real-time, Eufy menyediakan layanan cloud storage dengan tarif berlangganan sebesar $3 per bulan. Hal lain yang perlu dicatat, semua fitur EverCam di luar live monitoring ini bisa dinikmati tanpa harus berlangganan.

EverCam

Secara fisik, EverCam tahan air maupun suhu sangat dingin dengan sertifikasi IP66, sehingga konsumen bebas menempatkannya di dalam atau luar ruangan. Instalasinya juga sangat mudah; cukup tempelkan kamera ke permukaan logam apapun, atau dengan bantuan dudukan magnetik.

Kameranya sendiri mampu merekam dalam resolusi 1080p, dengan sudut pandang seluas 140 derajat. Eufy turut membekalinya dengan night vision yang bisa menjangkau area sejauh 10 meter. Seandainya ada yang mencoba memindahkan kamera maupun base station-nya, masing-masing perangkat bakal membunyikan sirene dengan sangat keras.

Eufy saat ini tengah memasarkan EverCam melalui Kickstarter. Selama kampanye crowdfunding-nya berlangsung, harganya dipatok $219, atau $329 untuk bundel 2 unit EverCam. Sayang sekali Eufy sejauh ini belum berencana menawarkannya ke pasar Asia.

Sumber: The Verge.

Nest Cam IQ Indoor Kini Dilengkapi Integrasi Google Assistant

Sejak diakuisisi Google di awal tahun 2014, Nest Labs yang dikenal sebagai pionir kategori produk termostat pintar ini pada dasarnya dibiarkan beroperasi sendiri, mengeksplorasi ranah smart home yang kala itu masih tergolong baru. Namun per tanggal 7 Februari 2018 kemarin, Nest resmi menjadi bagian dari divisi hardware Google, dengan tujuan untuk memperkuat integrasi hardware dan software di seluruh ekosistem produk Google.

Hasilnya sudah bisa kita lihat sekarang, di mana kamera pengawas Nest Cam IQ Indoor baru saja menerima software update gratis yang menghadirkan integrasi Google Assistant. Integrasi ini pada dasarnya telah mengubah Nest Cam IQ Indoor menjadi Google Home, hanya saja yang kebetulan dilengkapi kamera dan tidak bisa memutar musik.

Semua yang bisa kita instruksikan ke Google Assistant di Google Home bisa dilakukan di sini, mulai dari yang sesimpel membuat reminder sampai yang lebih kompleks, seperti mengontrol lampu pintar Philips Hue, atau produk-produk lain yang kompatibel dengan ekosistem Nest maupun Google Assistant sendiri.

Nest Cam IQ Indoor with Google Assistant

Namun entah kenapa, Anda tidak bisa meminta Google Assistant untuk mengontrol Nest Cam IQ Indoor itu sendiri, setidaknya untuk sekarang. Padahal andai fitur ini tersedia, nilai kepraktisannya jelas bakal bertambah, di mana pengguna dapat menginstruksikan Google Assistant untuk menyalakan kamera saat ia hendak keluar rumah, atau sebaliknya mematikan kamera ketika sudah pulang.

Dalam kesempatan yang sama, Nest juga memperkenalkan paket baru untuk layanan berlangganan Nest Aware. Kini ada paket seharga $5 per bulan, yang akan memberikan konsumen akses ke hasil rekaman video selama 5 hari ke belakang.

Nest Aware pun juga kedatangan dua fitur baru. Yang pertama untuk membedakan antara orang dan objek pada zona-zona yang sudah ditentukan oleh pengguna. Yang kedua untuk menghapus duplikat pada daftar wajah orang yang berhasil diidentifikasi oleh kamera, atau dengan kata lain, kapabilitas facial recognition yang lebih baik.

Sumber: Nest dan The Verge.

Cuma $20, WyzeCam Adalah Kamera Pengawas dengan Fitur Lengkap dan Cloud Storage Cuma-Cuma

Sekitar empat bulan yang lalu, sebuah produk bernama WyzeCam mencoba mengguncang pasar kamera pengawas. Dikembangkan oleh eks karyawan Amazon, WyzeCam dengan cepat berhasil merebut hati sejumlah media publikasi AS berkat harganya yang murah ($20), tapi di saat yang sama menawarkan fitur yang lengkap beserta penyimpanan berbasis cloud secara cuma-cuma.

Di kisaran harga ini, ekspektasi Anda mungkin tidak jauh-jauh dari produk buatan Tiongkok dengan kualitas pas-pasan. Nyatanya tidak demikian. Dari sejumlah ulasan yang saya baca, nyaris semua memuji kualitas video 1080p dengan sudut pandang seluas 110 derajat yang dihasilkan WyzeCam, dan tentu saja ini bisa ditonton secara live lewat smartphone.

Sejumlah sensor memungkinkan WyzeCam untuk merekam video pendek secara otomatis setiap kali ada suara atau gerakan yang dideteksi. Semuanya disimpan ke dalam microSD yang menancap, sekaligus diunggah ke cloud. Istimewanya, pengguna bisa mengakses semua rekaman yang disimpan di cloud sampai 14 hari yang lalu tanpa dipungut biaya.

Fitur night vision turut tersedia, demikian pula dengan sistem audio dua arah, sehingga WyzeCam bisa dimanfaatkan sebagai intercom. Semuanya dikemas dalam wujud yang simpel sekaligus elegan, dengan bagian dasar magnetik sehingga perangkat dapat ditempatkan di mana saja ada permukaan logam).

Kalau melihat desainnya, ada kemiripan antara WyzeCam dengan salah satu kamera pengawas buatan Xiaomi. Pada kenyataannya, keduanya adalah produk yang identik; Wyze Labs membeli lisensi hardware-nya dari Xiaomi (lalu memodifikasinya tapi mungkin hanya secuil), akan tetapi software-nya murni dari mereka sendiri. Itulah mengapa harganya bisa sangat terjangkau.

WyzeCam

Dalam waktu yang terbilang singkat, Wyze Labs rupanya sudah siap dengan pengganti WyzeCam. Secara fisik WyzeCam v2 nyaris tidak berubah (terkecuali finish-nya yang kini matte dan tidak lagi glossy), akan tetapi sensor gambarnya kini telah diganti dengan yang lebih baik lagi. Kualitas suara yang dihasilkannya pun juga diklaim lebih baik berkat penggunaan amplifier dan chip audio baru.

Namun pembaruan yang terpenting adalah yang berkaitan dengan software. WyzeCam v2 kini dapat menandai orang-orang maupun objek lain yang berseliweran di hadapannya dengan warna yang berbeda. Dengan begitu, pengguna bisa lebih mudah menemukan sesuatu yang janggal saat memantau hasil rekamannya.

Bagian terbaiknya, WyzeCam v2 masih dihargai $20 bagi yang melakukan pre-order (barang siap dikirim pada minggu terakhir bulan Februari ini juga). Jujur saya sangat tertarik, sayangnya tidak ada kerabat di AS yang bisa dititipi dan bakal pulang kampung dalam waktu dekat.

Sumber: Engadget.

Kepolisian Tiongkok Uji Kacamata Facial Recognition ala Mission Impossible

Pernah menonton Mission: Impossible – Ghost Protocol? Kalau pernah, kemungkinan besar Anda ingat dengan adegan di mana seorang agen berhasil menemukan targetnya menggunakan lensa kontak super-canggih yang dapat mendeteksi dan mengenali wajah orang-orang di sekitarnya. Di tahun 2011 – tahun film itu dirilis – teknologi semacam ini mungkin terkesan mustahil, akan tetapi 2018 menunjukkan bahwa realisasinya sudah di depan mata.

Wall Street Journal belum lama ini melaporkan bahwa kepolisian Tiongkok sedang menguji kacamata pintar yang dibekali teknologi facial recognition dan integrasi artificial intelligence (AI). Kacamata canggih ini dibuat oleh perusahaan asal Beijing bernama LLVision Technology, dengan fitur-fitur yang dirancang khusus mengikuti kebutuhan aparat kepolisian.

Kacamata facial recognition polisi Tiongkok

Menurut penjelasan CEO LLVision, Wu Fei, modul kecil yang terpasang di kacamata (seperti pada foto) tersebut mampu mengidentifikasi tiap-tiap individu berdasarkan database berisikan 10.000 orang dalam waktu 100 milidetik saja. Wu percaya kinerja modul ini lebih cepat ketimbang CCTV berteknologi serupa, yang memang sudah diterapkan secara luas oleh pemerintah Tiongkok.

Untuk bisa bekerja secepat itu, modulnya harus tersambung ke semacam perangkat genggam yang menampung database secara offline. Keuntungan lain mengandalkan kacamata facial recognition dibanding CCTV adalah, tim polisi bisa mengambil tindakan secara instan.

Kacamata facial recognition polisi Tiongkok

Pengujiannya berlangsung di sebuah stasiun kereta api di kota Zhengzhou, di mana tim polisi setempat bakal menggunakan kacamata canggih tersebut untuk mendeteksi para pelaku tindak kriminal. Sebelumnya, perangkat ini sudah membantu kepolisian dalam meringkus tujuh buron besar, serta menangkap 26 orang yang bepergian dengan identitas palsu.

Momen pengujiannya bertepatan dengan Tahun Baru Imlek yang sudah tinggal hitungan hari, di mana stasiun tersebut pastinya akan terus dipenuhi dengan para pemudik sampai setidaknya pekan depan. Kalau memang terbukti efektif, saya yakin kepolisian Tiongkok bakal menerapkannya di lebih banyak kawasan.

Kacamata facial recognition polisi Tiongkok

Mungkinkah produk semacam ini dijual ke konsumen secara umum? Untuk sekarang masih belum. Ini demi menjaga privasi masing-masing individu, dan LLVision pun tidak sembarangan dalam memilih klien besar yang tertarik dengan teknologi mereka. Kendati demikian, kerja samanya bersama kepolisian setidaknya bisa menumbuhkan image yang positif di tengah-tengah kekhawatiran seputar privasi.

Sumber: WSJ dan QQ via Wareable.

Bukan Sembarang Dash Cam, Owl Bertindak Sebagai Kamera Pengawas untuk Mobil

Dunia tidak kekurangan dash cam, akan tetapi ada yang cukup istimewa dari dash cam baru bernama Owl berikut ini. Yang pertama, penciptanya adalah Andy Hodge, eks karyawan Apple yang sempat memimpin pengembangan iPod selama sekitar satu dekade. Kedua, pengembangnya percaya bahwa ia lebih pantas disebut sebagai kamera pengawas untuk mobil.

Sebagai kamera pengawas, tentu saja tugasnya adalah merekam tanpa henti, bahkan ketika mesin mobil mati sekalipun. Owl mengemas sepasang kamera; satu menghadap ke depan dengan resolusi 1440p, sedangkan satu lagi bertugas mengabadikan apa saja yang terjadi di dalam kabin mobil dalam resolusi 720p – sudut pandangnya cukup luas, sampai bisa mencakup sebagian jendela samping mobil.

Owl Car Cam

Pengguna dapat memantau hasil rekaman Owl secara real-time melalui layar sentuh berukuran 2,5 inci. Dukungan perintah suara pun juga tersedia; cukup ucapkan “Ok, presto,” maka Owl akan mengirimkan klip video yang baru saja direkam menuju ke smartphone. Kalau perlu, fungsi perintah suara ini juga dapat dimanfaatkan untuk memberi judul klip video tersebut demi memudahkan proses pencarian ke depannya.

Layaknya mobil-mobil modern yang dilengkapi sederet sensor, Owl juga mengemas sejumlah sensor untuk mendeteksi beragam peristiwa yang terjadi selama Anda sedang tidak berada di dalam mobil. Sebagai contoh, saat Owl mendeteksi ada seseorang yang mencurigakan mendekati mobil, ia akan memancarkan cahaya yang cukup terang untuk menakutinya.

Owl Car Cam

Selain merekam selama 24 jam nonstop, Owl yang menyambung ke mobil via port OBD ini juga akan mengunggah semuanya ke jaringan cloud. Dari mana sambungan internetnya? Dari chip LTE yang sudah tertanam di body mungil Owl. Dari situ pengguna bisa dengan mudah mengakses hasil rekaman Owl lewat aplikasi pendampingnya di ponsel.

Owl sejatinya bukan yang pertama mengimplementasikan konektivitas LTE pada sebuah dash cam. Sebelumnya Acer sempat meluncurkan dash cam serupa, bahkan yang dibekali kamera 360 derajat. Bagi yang tertarik, Owl saat ini sudah dipasarkan seharga $349, sudah termasuk layanan LTE selama setahun.

Sumber: Engadget.

Toshiba Symbio Adalah Smart Speaker, Kamera Pengawas dan Smart Home Hub Jadi Satu

Toshiba jelas bukan nama yang asing di segmen perangkat elektronik rumahan. Pabrikan asal Jepang itu sudah sejak lama memproduksi mulai dari TV, AC sampai mesin cuci, akan tetapi di tahun 2018 ini mereka mulai menunjukkan keseriusannya menghadapi ranah smart home.

Filosofi yang mereka bawa cukup menarik. Ketimbang menawarkan beberapa perangkat terpisah, Toshiba mencoba mengemas semuanya menjadi satu. Dari situ lahirlah Symbio, sebuah perangkat yang dideskripsikan sebagai solusi rumah pintar nan multi-fungsi.

Berwujud silinder, Symbio merangkap tugas enam perangkat sekaligus: kamera pengawas, speaker pintar, pusat kendali lisan, intercom, detektor suara pintar dan smart home hub. Toshiba sejatinya ingin menyuguhkan pengalaman yang setara dengan sistem perangkat smart home yang membutuhkan instalasi profesional.

Sebagai kamera pengawas, Symbio siap merekam video 1080p dalam sudut pandang yang luas, meneruskan live stream ke ponsel sekaligus mengirimkan peringatan berdasarkan suara atau gerakan yang dideteksi. Fungsi ini turut dimaksimalkan oleh detektor suara pintar yang bertugas memonitor suara-suara keras, seperti misalnya dari detektor asap lawas, lalu mengirimkan notifikasi ke ponsel.

Toshiba Symbio

Sebagai smart speaker, Symbio siap mengakses konten dari beragam layanan streaming musik sekaligus, lalu menyuguhkannya secara apik berkat bantuan driver rancangan Onkyo. Seperti Amazon Echo, pengguna juga dapat memanggil dan berinteraksi dengan asisten virtual Alexa pada Symbio.

Fungsi intercom kedengarannya sepele, tapi pada prakteknya mampu memberikan medium komunikasi yang praktis antara Symbio dan ponsel. Terakhir, sebagai sebuah hub, Symbio mampu disambungkan dan mengendalikan beragam sensor, lampu pintar maupun perangkat-perangkat smart home lainnya.

Ajang CES 2018 tentu saja bakal menjadi panggung debut Symbio, akan tetapi Toshiba sejauh ini belum mengungkap banderol harga maupun jadwal ketersediaannya. Kita bisa menganggap ini sebagai langkah Toshiba dalam mengantisipasi tren smart speaker, hanya saja kebetulan produk rancangannya juga berfungsi sebagai kamera pengawas dan smart home hub.

Sumber: Business Wire.