Kioson Bentuk Anak Usaha Patungan Khusus Pengadaan “GudangPintar”

Kioson, perusahaan yang fokus pada pengembangan UMKM dan toko kelontong, mengumumkan pendirian anak usaha patungan khusus pengadaan (fulfillment center) GudangPintar.id demi mengakselerasi bisnis UMKM di Indonesia. Keeppack.id adalah mitra yang diajak Kioson untuk mendirikan GudangPintar.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kioson menyetorkan modal sebesar Rp700 juta atau 700 lembar saham dengan kepemilikan 70% saham dari total modal disetor PT Gudang Pintar Indonesia (GPI).

GudangPintar diharapkan dapat meningkatkan efisiensi di bidang logistik, khususnya dalam penyediaan layanan fulfillment center. Ia akan melengkapi ekosistem ritel digital Kioson yang saat ini telah mencapai lebih dari 80 ribu outlet ritel yang terdaftar di jaringan Kioson.

“[..] Kami bersama dengan Keeppack.id meluncurkan layanan fulfillment center GudangPintar. Layanan ini nantinya diharapkan akan dapat memberikan efisiensi dari sisi logistik pengadaan stok barang dagangan para mitra ritel kami, yang sebagian besar adalah UMKM,” ucap Direktur Utama Kioson Reginald Trisna dalam keterangan resmi, Rabu (5/5).

Merujuk dari riset CLSA bertajuk “E-warung Indonesia’s New Digital Battleground,” menyampaikan 3 juta warung kelontong berkontribusi hampir 80% terhadap pasar ritel Indonesia. Namun, sekitar 80% atau 2,5 juta warung masuk kategori underserved. Dalam menjawab tantangan tersebut, setiap 1 fulfillment center GudangPintar bisa membantu percepatan distribusi dan efisiensi biaya logistik untuk sekitar 2 ribu warung dan toko kelontong di sekitar lokasi.

GudangPintar memiliki sistem WMS (Warehouse Management System) yang terintegrasi dengan prinsipal dan partner logistik. Proses fulfillment secara sederhana dimulai dari pemenuhan proses dalam ekosistem logistik, mulai dari pemilahan barang, pengemasan, sampai pengiriman via kurir ekspedisi. Dalam hal ini, GudangPintar akan memaksimalkan proses logistik untuk para mitra warung yang dikelola Kioson saat pengadaan stok barang dagangan.

Reginald menargetkan pada tahun ini GudangPintar memiliki target membangun lebih dari 1000 fulfillment center untuk melayani 2 juta warung UMKM. “Sinergi GudangPintar dengan ekosistem Kioson kami harapkan mampu memberikan efisiensi maksimal pada bisnis UMKM para mitra retail Kioson dalam hal logistik dan pengadaan stok barang dagangan,” tutupnya.

Kioson turut meramaikan perusahaan yang terjun ke layanan pengadaan untuk proses logistik yang lebih efisien. Solusi pergudangan ini juga dilakoni oleh perusahaan lainnya ada yang datang dari pemain logistik, e-commerce, dan e-commerce enabler.

Untuk pemain e-commerce enabler yang sudah perluas layanan mereka ke sistem fulfillment, ada TokoTalk, Sirclo, GudangAda, dan Jet Commerce. Shipper sebagai agregator logistik mengakuisisi Pakde dan Porter, serta membentuk Gudang Shipper untuk melengkapi ekosistem logistik. Dari pemain e-commerce ada TokoCabang dari Tokopedia, Dikelola Shopee, mengikuti jejak JD.id, dan Lazada yang sudah lebih dahulu.

Ekosistem bisnis logistik penyokong e-commerce

Pos Indonesia Umumkan Produk-Produk Hasil Kemitraan dengan Kioson

PT POS Indonesia (Pos Indonesia) mengumumkan realisasi kerja sama dengan Kioson, salah satu perusahaan teknologi yang sudah go public di lantai bursa. Pos Indonesia meluncurkan beberapa layanan digital baru, yakni M-Agenpos, Agenpos B2B Kurir, Agenpos B2B Layanan Jasa Keuangan, dan juga Contact Center Oranger.

Menurut Direktur Komersial Pos Indonesia Charles Sitorus, M-Agenpos merupakan aplikasi mobile berbasis Android yang bisa digunakan untuk layanan pembayaran listrik, telekomunikasi, air bersih, tiket pesawat dan kereta, premi asuransi, hingga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Aplikasi ini nantinya bisa membantu pengguna yang biasanya tidak perlu datang ke kantor pos untuk membayar.

Layanan baru lainnya yang disediakan Pos Indonesia adalah Agenpos B2B layanan Jasa Keuangan. Sebuah layanan yang merupakan pengembangan layanan hasil kemitraan dengan Channel Pospay sejak 2002. Dengan layanan ini nantinya pembayaran produk milik mitra Pos Indonesia dengan konsumen B2B bisa dibayarkan secara non tunai melalui aplikasi ponsel pintar, SMS banking, hingga melalui ATM.

Pos Indonesia juga menghadirkan Contact Center Oranger, sebuah layanan pengambilan barang gratis dengan nomor kontak 1500261. Layanan ini diklaim akan mempermudah pengiriman barang masyarakat, penjual online hingga UMKM karena mereka tak perlu mengantar kiriman ke gerai pos. Sedangkan layanan Agenpos B2B Layanan Kurir adalah layanan hasil pengembangan agen pos dengan kerja sama dengan mitra badan usaha secara online.

Mitra usaha harus menyediakan koneksi jaringan virtual antara host-nya dengan host Pos Indonesia. Sementara Pos Indonesia menyediakan layanan jasa kurir denga sistem yang terhubung.

Pos Indonesia sebagai perusahaan logistik dalam dua tahun terakhir cukup aktif dalam implementasi teknologi, baik melalui peluncuran layanan baru hingga kerja sama dengan sejumlah pihak, seperti yang dilakukan dengan Kioson dan MCASH.

Di beberapa daerah, seperti Semarang dan Solo, Pos Indonesia juga mulai memperkenalkan FastPOS, sebuah layanan on demand yang mencoba memberdayakan kurir Pos Indonesia dengan lebih optimal.

Kilas Balik Setahun Startup Teknologi Mulai Melantai di Bursa Efek Indonesia

Perjalanan saat merintis perusahaan memang perlu jatuh bangun, harus warna warni karena tidak selalu berjalan mulus. Ada yang butuh waktu bertahun-tahun ada juga yang dalam waktu cepat langsung melejit. Pelajaran yang pasti dibutuhkan adalah dalam membangun perusahaan butuh talenta terbaik, produk yang konsumen butuhkan, pemasaran tepat, dan tentunya modal yang kuat.

Tercatat menjadi perusahaan terbuka (tbk) di bursa, go public atau juga dikenal IPO (Initial Public Offering) adalah salah satu cara mendapatkan modal. Perusahaan pada umumnya melirik potensi tersebut karena ada kemudahan untuk mendapatkan tambahan dana segar dalam waktu relatif cepat.

Opsi tambah dana segar juga variatif, bisa berutang dengan menerbitkan surat utang atau mengeluarkan saham baru berbentuk rights issue. Kinerja perusahaan terbuka yang mentereng, tentunya akan menarik para investor publik untuk berinvestasi. Cek saja daftar perusahaan yang masuk dalam saham blue chip, seperti BCA, BRI, Bank Mandiri, Telkom, Astra International, Unilever, Indofood, HM Sampoerna, dan lainnya.

Saham blue chip adalah saham yang berada di papan atas dengan angka kapitalisasi pasar yang besar. Umumnya mereka sudah lama tercatat, memiliki kinerja stabil, aset besar, dan telah dikenal secara luas sebagai pemimpin pasar di sektornya.

Agar pasar bursa semakin bergairah, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan OJK aktif dalam mendorong perusahaan untuk mencatatkan sahamnya, termasuk startup atau yang diklasifikasikan sebagai perusahaan teknologi. Segala jurus dilakukan untuk menarik para founder startup tertarik agar tercatat sebagai perusahaan terbuka, hingga upaya yang terbaru adalah rencana membuat papan akselerasi.

Sejak geliat startup membahana di Indonesia, termasuk mencuatnya empat perusahaan teknologi yang memperoleh status unicorn, baru ada tiga (menyusul Passpod pada akhir tahun) yang sudah melantai. Mereka adalah Kioson, MCASH, dan NFC telah tercatat di papan pengembangan. Dua perusahaan yang terakhir tergabung dalam grup Kresna Graha Investama.

Kioson memanfaatkan momentum sebagai perusahaan teknologi pertama yang melantai. Sahamnya sudah diperdagangkan sejak 5 Oktober 2017. MCASH menyusul kurang dari sebulan kemudian, pada 1 November 2017, kemudian NFC pada 12 Juli 2018.

Listing Kioson
Kioson memanfaatkan momentum untuk menjadi startup digital pertama yang melantai di BEI / Kioson

Minimnya minat startup, menurut Ekonom Indef Bhima Yudhistira dikaitkan persyaratan yang rumit dan mahal, termasuk biaya valuasi dan audit. Pada dasarnya startup menghindari keterbukaan keuangan secara berlebihan. Ada kekhawatiran publik atau kompetitor bisa mengetahui isi dapur startup, baik dari kondisi keuangan dan strategi manajemen.

“Mereka juga ingin agar intervensi investor dilakukan secara terbatas, misalnya soal pengelolaan operasional diserahkan kepada manajemen yang dipilih oleh si founder. Kalau perusahaan terbuka, pasca IPO harus mau direksinya dipilih oleh publik. Artinya peran founder jadi berkurang,” ujar Bhima kepada DailySocial.

“Sampai valuasinya menyentuh level tertentu, baru [startup] terpikirkan untuk IPO,” sambungnya.

IPO tidak identik dengan exit strategy

Seringkali IPO diasosiasikan sebagai exit strategy buat startup. Selain IPO, exit strategy lainnya yang umum dilakukan adalah merger & akuisisi (M&A), menjual perusahaan, menjadi “cash cow“, atau yang terparah dilikuidasi dan tutup.

Banyak contoh yang telah terjadi di Indonesia tentang exit strategy ini. Yang cukup terkenal adalah merger antara Berniaga.com dan Tokobagus menjadi OLX Indonesia, akuisisi Tiket.com oleh Blibli, atau akuisisi Lazada oleh Alibaba.

Bhima berpendapat IPO adalah exit strategy bagi founder untuk menjual sebagian kepemilikan sahamnya, sementara Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menganggapnya bukan sebagai awal, bukan juga exit, melainkan milestone startup.

Bukan awal karena IPO terjadi setelah perusahaan sudah beroperasi sekian lama. Bukan exit pula karena IPO hanyalah salah satu cara penggalangan dana. Setelah IPO, perusahaan bakal terus berjalan untuk menjadi lebih besar.

“Beda pre-IPO dan post-IPO bagi perusahaan hanya di shareholder-nya. Kalau pre-IPO pemiliknya private, sedangkan post-IPO adalah publik. Sementara bagi investor, IPO memberikan pilihan likuiditas ke investor,” terang Willson.

Bagi tiga perusahaan yang sudah IPO, aksi korporasi ini dianggap sebagai langkah awal untuk jadi lebih besar. Bagi Co-Founder dan CEO Kioson Jasin Halim, IPO merupakan strategi yang sedari awal tidak pernah terlintas saat pertama kali merintis perseroan pada 2015.

Kioson awalnya memperoleh pendanaan dari Mitra Komunikasi Nusantara (MKNT) pada pertengahan tahun lalu untuk tahapan Pra-Seri A. Sempat pula perseroan bertemu dengan investor untuk memulai penggalangan dana mulai dari VC, PE, sampai korporat. Tidak ada satupun yang berjodoh lantaran ada beberapa ketidakcocokan, salah satunya penghitungan valuasi.

Pasca MKNT masuk, lalu Kioson terbantu dengan jaringan yang mereka miliki untuk mempelajari apakah IPO memungkinkan buat startup, apakah ada aturan yang menghambat, dan sebagainya.

“Sebab bisa dibilang, saat itu kami sedang dalam posisi mencari dana segar dalam waktu singkat. Sementara lewat VC itu lama cepatnya di luar kontrol kita. Kebetulan ada momentum pas, belum ada startup yang IPO, regulator mulai gencar dorong startup, pemerintah dorong e-commerce. Itu momentum yang sangat berperan,” terang Jasin.

Managing Director Kresna Graha Investama (KREN) Suryandy Jahja mengamini pendapat Willson. Jahja melihat IPO adalah milestone untuk kesempatan tumbuh lebih besar. Oleh karena itu KREN cukup aktif mendorong anak-anak usaha di bawahnya untuk terdaftar di bursa.

Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH
Pencatatan saham perdana MCASH di BEI / MCASH

Secara rutin pihak KREN melakukan review mana saja yang dianggap siap. Bila ada akan segera didorong. Pertimbangan lainnya juga dilihat dari berbagai metrik. Apakah secara fundamental sudah siap untuk IPO, siap untuk ekspansi, dan yang tak kalah penting ada keinginan untuk tumbuh dengan profil yang bagus.

Ketika sudah terdaftar, ada tanggung jawab yang harus diemban kepada investor institusi maupun ritel. Mereka harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance / GCG). Kedua hal tersebut kadang terlupakan dan diabaikan pelaku startup.

“KREN tidak sembarangan dalam mendorong anak usahanya untuk listed. Hanya yang sudah siap dan dalam waktu dekat sudah profitable agar mereka punya funding yang kuat. Setiap tiga bulan kami selalu periksa kinerja mereka,” kata Jahja.

“Jadi menurut kita IPO adalah langkah awal untuk perusahaan untuk mulai tumbuh. Kita percaya sekali perusahaan bisa tumbuh lebih cepat karena ada dana segar dari IPO yang bisa langsung dipakai. Kalau perusahaan bagus tapi enggak punya uang untuk ekspansi, masa minta terus ke Kresna,” tambah Jahja yang juga menjadi Direktur di MCASH dan Komisaris Utama di NFC.

Perjalanan pasca IPO

Hari ini Kioson menandai tahun pertamanya tercatat sebagai perusahaan terbuka. Sekadar mengingat kembali, Kioson melepas 150 juta saham atau sekitar 23,07 persen dari total modal ditempatkan dan disetor penuh setelah pelaksanaan IPO. Harga saham Kioson ditawarkan senilai Rp300 saham dan memperoleh dana segar Rp45 miliar. Di awal Oktober ini, kapitalisasi pasar Kioson sudah berada di atas Rp2 triliun.

Jasin mengungkapkan, semenjak IPO yang paling dirasakan adalah visibilitas Kioson semakin meningkat, apalagi menyandang startup digital pertama yang berhasil IPO. Keuntungan tersebut dimanfaatkan untuk bermitra dengan banyak pihak agar kinerja perseroan terus membaik.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson
Direktur Utama Kioson Jasin Halim / Kioson

Melihat laporan keuangan di Q2 2018, Kioson meraup laba bersih Rp4,8 miliar. Penjualan bersih sebesar Rp1,27 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp47,7 miliar. Kenaikan selaras dengan total aset perseroan menjadi Rp263,9 miliar atau naik 5,69%.

Penjualan terbesar dikontribusikan dari produk digital Rp1,27 triliun, disusul oleh produk e-commerce Rp5,38 miliar. Meski demikian, beban pokok penjualan juga naik Rp1,25 triliun dari sebelumnya Rp45,75 miliar.

“Makanya kami terus perbaiki performa bisnis Kioson, sebab ini sesuatu yang harus diperhatikan karena pegang mandat dari publik untuk membaguskan perusahaan,” ujar Jasin.

Perseroan makin variatif dalam menghadirkan produk-produknya. Yang terakhir adalah layanan OTA yang bisa dibeli masyarakat lewat agen Kioson dan melakukan top up produk uang elektronik.

“Secara vertikal dan horizontal kami akan terus menghadirkan berbagai produk untuk masyarakat dan semakin menarik buat agen. Kami mau jadi yang terlengkap dengan harga yang terjangkau.”

Sementara MCASH menjual saham baru sebanyak 25% atau setara dengan 216,98 juta saham ke publik dari modal yang disetor penuh. Saat itu saham dijual seharga Rp 1.385 per lembar. Alhasil dana segar yang diterima lebih dari Rp300 miliar. Kapitalisasi MCASH kini menembus angka Rp3 triliun.

“MCASH sejak listed tahun lalu tumbuh dengan persentase yang eksponensial, jauh di atas proyeksi. Revenue tumbuh berkali-kali lipat, profit bagus. Justru sesudah listed, perusahaan jauh lebih kuat dan bagus. Kita bisa dapat peluang bisnis yang banyak, orang-orang banyak kenal kita, padahal sebelum listed peluang tersebut tidak ada,” ujar Jahja.

Berdasarkan kinerja semester I 2018, laba bersih perseroan melesat jadi Rp45,05 miliar padahal di periode yang sama tahun lalu hanya Rp3,79 miliar. Pendapatan menjadi Rp1,83 triliun dari sebelumnya Rp474,86 miliar. Sementara aset tumbuh menjadi Rp745,1 miliar dari akhir 2017 sebesar Rp568,4 miliar.

Distribusi MCASH tersebar di ratusan titik lewat empat kanal penjualan utama: kios digital, jaringan wholesale, kasir, dan app/chatbot. Kios digital berhasil menembus 1.700 unit tersebar di berbagai titik, sedangkan agen digital juga naik menjadi 36 ribu orang.

MCASH menjual berbagai konten digital, mulai dari voucher games, restoran, pulsa & paket data, dan lainnya. Diklaim transaksi harian MCASH pada Juni 2018 sekitar 340 ribu, bahkan pernah tembus 505 ribu transaksi.

Pencatatan saham perdana NFC / NFC
Pencatatan saham perdana NFC / NFC

Untuk NFC, meski baru melantai, perseroan mempublikasikan kinerja per kuartal I 2018. Pendapatan tumbuh 15,8 kali lipat menjadi Rp265,24 miliar secara year-on year, sementara pendapatan bersih tercatat di angka Rp2,54 miliar. Aset tumbuh 233,6% secara year-on-year menjadi Rp77,15 miliar.

NFC menawarkan harga saat hari pertama listed seharga Rp1.850 per lembar. Sebanyak 25% saham baru dilepas dari total saham atau setara 166,67 juta saham. Dari situ, NFC mengantongi dana IPO sebesar Rp308,33 miliar. Sejak listed di 12 Juli 2018, kapitalisasi pasar NFC kini berada di angka Rp1,6 triliun.

NFC bergerak di bisnis digital dengan dua lini bisnis utama, yakni phone credit exchange, yang merupakan platform marketplace pulsa digital, dan layanan streaming TV Oona bersama Telkom.

Jahja mengatakan, “Banyak hal yang sudah terjadi dan akan terus terjadi ke depannya. Setiap direksi dituntut untuk terus berinovasi, kolaborasi, dan fokus pada hasil. Ini akan terus dilakukan pasca IPO.”

Mendapatkan dana segar dari publik dalam waktu sekejap harus dibayar dengan tanggung jawab yang tak kalah besar. Salah satu tanggung jawab yang diemban, seperti dikatakan Jahja, adalah harus selalu transparan dan menjunjung tinggi tata kelola perusahaan yang baik.

Setiap tiga bulan sekali perusahaan terbuka harus menggelar paparan publik mengumumkan soal kinerja, memakai jasa auditor dan konsultan untuk laporan keuangan, dan menyebar informasi ke publik memastikan semua pihak menerima informasi yang sama.

“Punya akses funding yang jelas, pembukuan bisa rutin dilihat, masuk radar internasional, dan setiap hal yang kita kerjakan publik harus tahu karena wajib untuk transparan. Negatifnya menurut saya hampir enggak ada, cuma harus mau lebih repot saja karena harus cerita ke publik. Tapi itu enggak masalah,” kata Jahja.

Ketiga perusahaan menolak untuk memberi tahu rencana terdekat kapan aksi korporasi akan diselenggarakan. Alasannya karena ingin mencegah terjadinya spekulasi pasar.

“MCASH dan NFC belum ada rencana sama sekali untuk rights issue atau lainnya. Kita masih punya banyak cash,” ungkap Jahja.

Jasin menambahkan, “Belum bisa kita bahas sekarang. Lagipula kami tidak ingin sembarang kasih info.”

Pergerakan saham perusahaan teknologi

Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial
Infografis profil dan kinerja tiga startup berstatus perusahaan terbuka / DailySocial

Terasa tanggung apabila kita belum membahas pergerakan saham ketiga perusahaan teknologi ini, meski belum bisa dikatakan adil karena tidak bisa mengangkat dari segi fundamentalnya. Sebab umumnya minimal butuh dua tahun sejak listed untuk melihat secara utuh kinerjanya.

Analisa fundamental itu dimaksudkan agar kita tahu bahwa apakah perusahaan itu memang menguntungkan dan layak untuk dibeli sahamnya. Kendati demikian, masih memungkinkan untuk membahas sekelibat sisi analisis teknikalnya.

Tujuan mempelajari analisis teknikal adalah untuk menentukan kapan harus masuk atau keluar pasar. Technical Analyst Panin Sekuritas William Hartanto membantu  menjelaskan bagaimana prospek ketiga saham ketiga perusahaan saat ini dan ke depannya.

Pertama, pergerakan saham Kioson cenderung menurun, volume perdagangan hampir tidak ada dalam sebulan ini. Hal ini menunjukkan bahwa saham perusahaan ini sedang tidak likuid.

Di sisi lain, MCASH berpotensi menguat secara teknikal. “MCASH masih bagus secara teknikal,” terangnya.

Terakhir untuk NFC terjadi tren menurun. Penurunan ini dianggap lumrah karena NFC baru listed dan kenaikannya pada awal listing sangat “liar”.

“Jadi saat ini harga baru menyesuaikan kondisi yang sebenarnya, memang ada unsur fundamental [penyebab harga saham turun]. Tapi bukan karena fundamentalnya jelek, harga penyesuaian saja.”

Bhima mengamini pendapat William. Saham Kioson sangat fluktuatif berbentuk kurva U terbalik.

“Ini memang ciri khas saham startup yang listing di bursa. Begitu juga NFC dari puncaknya 3.100 (13/7), pasca IPO kini hanya dihargai 2.650 (24/9). Ada koreksi yang signifikan,” terang Bhima.

Menurut Bhima, MCASH dianggap memiliki potensi kenaikan saham yang bagus karena solusi bisnis yang ditawarkannya. Perusahaan mengembangkan kios digital dan menawarkan berbagai produk digital, seperti top up, OTA, dan voucher digital.

“Bisnis startup yang bersinggungan dengan fintech secara umum lebih menggiurkan karena turn over keuntungannya lebih cepat dibandingkan jenis bisnis lainnya.”

Mendorong gairah lewat papan akselerasi

Infografis perbedaan antara Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi
Ketentuan Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Akselerasi / DailySocial

OJK dan BEI terus mendorong agar pasar modal semakin atraktif untuk para investor. BEI merevisi aturan papan akselerasi untuk mempermudah UMKM dan startup digital terdaftar di bursa. Inisiasi ini adalah buah POJK No. 53 dan 54 yang terbit tahun lalu, meliputi pengaturan tentang aset maksimal (net tangible asset).

Papan akselerasi adalah papan pencatatan yang didesain khusus untuk UMKM dan startup digital berdasarkan kriterianya yang berbeda dibandingkan perusahaan pada umumnya. BEI sebelumnya sudah membuat aturan soal papan akselerasi, tetapi kini sudah direvisi dengan mempertimbangkan banyak masukan dari berbagai stakeholder.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyebut revisi tersebut sudah disampaikan ke OJK. Diharapkan papan ini sudah bisa diberlakukan sebelum tutup tahun ini. Menurut revisi terbaru, BEI banyak memangkas regulasi yang dianggap terbelit-belit dan memakan waktu lama.

Satu di antaranya adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Untuk papan akselerasi, panduan yang digunakan adalah PSAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) yang sifatnya lebih sederhana. Sementara perusahaan di papan utama dan pengembangan menggunakan PSAK umum.

Di papan pengembangan, persyaratan soal standar GCG juga kental. Harus mencantumkan jumlah direksi, komisaris, dan perangkat lainnya. Hal tersebut tidak sesuai dengan karakteristik startup digital.

“Startup itu kan pemula, jadi karakteristiknya mikir bisnisnya dulu, bagaimana validasinya di market dan mempertahankan ide. Boro-boro pada tahap awal sudah mikirin hidup perusahaannya. Sehingga yang diambil adalah PSAK ETAP,” ujar Nyoman.

Berikutnya dari sisi laba usaha yang diperoleh. Sebelumnya untuk papan pengembangan, perusahaan diwajibkan untuk memperoleh laba pada tahun kedua. Di papan akselerasi diputuskan periode yang diperlukan untuk mencapai kondisi laba adalah enam tahun setelah terdaftar.

Persyaratan untuk listed di papan akselerasi juga ditentukan berdasarkan besaran aset, hanya saja untuk metrik ini BEI mengusulkan agar memakai total aset, bukan dari net tangible asset. Pertimbangan ini diambil karena dalam startup itu umumnya lebih banyak memiliki intangible asset (aset tak berwujud) daripada aset fisiknya.

Detail ketentuan Papan Akselerasi
Detail ketentuan Papan Akselerasi / DailySocial

“Dulu itu kita masih coba bangun ekosistem untuk perusahaan yang established dulu untuk listed. Sekarang startup digital yang ke depannya kita lihat akan jadi penggerak ekonomi negara. Makanya sekarang kita pakai jargon ‘Pasar Modal untuk Semua’.”

Selain memberi kemudahan untuk startup bisa listed, tak lupa peraturan baru menyiapkan perlindungan untuk para investor. Pemberitahuan kepada investor sebelum menggelar IPO harus menyebutkan bahwa penawaran saham ini disesuaikan dengan POJK No. 53 dan 54 tahun 2017 dan dicatatkan dalam papan akselerasi. Ini menandakan bahwa perusahaan tersebut adalah UMKM dan startup digital.

Berikutnya bakal ada kode ticker khusus yang bakal disematkan di calon perusahaan terdaftar. Umumnya kode ticker terdiri atas empat huruf. Dua langkah tersebut diharapkan jadi penunjuk perlindungan investor, juga memastikan saham yang diperdagangkan tetap likuid.

“Investor pun akan kita ubah paradigmanya agar paham bahwa karakteristiknya ini beda dengan perusahaan pada umumnya yang tercatat di papan utama dan pengembangan. Cara melihat prospeknya bukan dari segi fundamentalnya, tapi dari ekspektasi terhadap prospek masa depan.”

Nyoman berharap papan akselerasi ini akan mempermudah opsi pencarian dana segar buat UKM dan startup digital dari pasar modal. Mereka juga tidak menutup potensi menarik perusahaan teknologi yang sudah menyandang status unicorn untuk merealisasikan langkah IPO.

“Tentunya yang kecil [UKM] saja bisa [lewat papan akselerasi], apalagi Go-Jek [untuk IPO].”

Willson memberikan apresiasi terhadap rencana BEI ini. Ia mengatakan, kalau hal ini berhasil, Indonesia akan jauh lebih progresif ketimbang negara lain di Asia Tenggara.

“BEI juga perlu membuat tim konsultasi khusus untuk IPO. Biaya yang besar untuk IPO biasanya ada di konsultasi keuangan, hukum, dan audit. Kalau ketiga komponen tadi diberi bantuan oleh pemerintah, maka cost-nya bisa jauh lebih murah,” tambah Bhima.

Mengambil keputusan untuk terdaftar di bursa memang pada akhirnya kembali ke masing-masing pemimpin perusahaan. Memilih terdaftar memerlukan banyak pertimbangan dan persiapan. Setelah IPO pun ada kewajiban yang perlu penuhi secara rutin sebagai bagian dari GCG.

Meskipun demikian, di balik kerumitan tersebut ada kelebihan yang didapat, perusahaan jadi lebih mudah dikenal. Visibilitas meningkat berkali-kali lipat, memancing terjadinya kolaborasi bisnis dengan berbagai pihak.

Investor dari luar negeri dapat dengan mudah mencari perusahaan di portal Bloomberg. Cukup mengetikkan kode ticker sebelum memutuskan membeli saham perusahaan terbuka ini.

Jadi siap besar karena IPO atau tunggu besar dulu baru IPO?

Kioson Offers OTA Services to Add Product Diversification for Agents

Kioson adds a variety of OTA products, such as flight, train tickets, and hotel booking to increase income for agents. The product is a collaboration result of the company with one of Indonesia’s OTA players.

Jasin Halim, Kioson‘s President Director said, the product was developed because it’s relevant to the needs of the kiosk and its customers. It also supports the company’s ambition to become the public’s one-stop digital financial solution.

“Our business development will likely be directed to improve technological features in order to provide the best services for consumers. In the future, we want Kioson to not only seen as a balance sales company in kiosks but also a one-stop digital financial solution for the community,” he added.

The products in Kioson app are a combination of PT Narindo’s subsidiaries. As further detailed, Narindo’s products consist of balance sales and PPOB (online bank payment points) as payment options for PLN, TELKOM, and PDAM bills, also motorcycle installments, etc.

Kioson also offers digital commodities (balance and PPOB), e-commerce (cellphones and accessories), and fintech (payment and microlending). Currently, Kioson serves the top up for e-money and Go-Pay balance, both for Go-Jek users and for driver partners.

Kioson Performance

In the second quarter this year, Kioson has recorded IDR 1.276 trillion net sales. The number has increased far higher if compared to last year’s same period that reaches IDR 47.7 billion. The sale is supported by the digital products performance for IDR 1.27 trillion and e-commerce products for IDR 5.38 billion.

Although the sales increased, cost of goods sold is followed by IDR 1.254 trillion from last year’s IDR 45.75 billion. As Halim said, the increase reflects how great Kioson’s transaction to various partners such as providers for balance top-up, electricity token, PDAM, BPJS, Tokopedia, Samsung Electronic Indonesia, and others.

“It’s a reasonable condition due to Kioson’s effort to complete services and products.”

He predicted, e-commerce payment products and e-money top up will dominate users in the near future.

By June 2018, the number of kiosks registered to Kioson has reached 36,250, serving more than 4 million users in second-tier cities all over Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kioson Rambah Penjualan Produk OTA, Perkaya Produk untuk Agen

Kioson menambah variasi produk OTA, seperti penjualan tiket pesawat, kereta, dan kamar hotel agar para agen dapat meningkatkan pendapatannya. Produk ini merupakan hasil kolaborasi perseroan dengan salah satu pemain OTA di Indonesia.

Direktur Utama Kioson Jasin Halim menuturkan, produk ini dikembangkan karena relevan dengan kebutuhan kios dan pelanggannya. Hal ini juga mendukung ambisi perseroan untuk menjadi one-stop digital financial solution bagi masyarakat.

“Perkembangan bisnis kami akan semakin diarahkan pada pengayaan fitur-fitur teknologi agar bisa memberikan layanan terbaik bagi konsumen. Ke depan, kami ingin kios tidak hanya dipandang sebagai perusahaan penjual pulsa di warung-warung, tetapi juga one-stop digital financial solution bagi masyarakat,” terangnya.

Produk-produk yang terpampang di aplikasi Kioson merupakan kombinasi dari anak usaha PT Narindo. Bila dirinci, produk yang berasal dari Narindo terdiri atas produk penjualan pulsa dan PPOB (payment point online bank) untuk pembayaran tagihan PLN, TELKOM, PDAM, cicilan motor, dan lainnya.

Kioson sendiri menawarkan komoditas digital (pulsa dan PPOB), e-commerce (ponsel dan aksesoris) dan fintech (payment dan micro lending). Kini Kioson juga melayani penambahan saldo e-money Go-Pay, baik untuk pengguna Go-Jek maupuun mitra pengemudinya.

Kinerja Kioson

Pada kuartal kedua tahun ini, Kioson mencatatkan penjualan bersih Rp1,276 triliun, Angka ini jauh melonjak dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai Rp47,7 miliar. Penjualan ini disokong kinerja penjualan produk digital Rp1,27 triliun dan produk e-commerce Rp5,38 miliar.

Kendati penjualan naik, beban pokok penjualan ikut meningkat sebesar Rp1,254 triliun dari tahun lalu RP45,75 miliar. Menurut Jasin, kenaikan tersebut merefleksikan besarnya transaksi Kioson ke berbagai partner seperti seluruh provider pulsa, listrik, PDAM, BPJS, Tokopedia, Samsung Electronic Indonesia, dna lainnya.

“Hal ini merupakan kondisi yang wajar karena Kioson tengah berupaya untuk melengkapi layanan dan produk kami.”

Dia memprediksi ke depannya produk pembayaran e-commerce dan top up e-money akan diminati para penggunanya. Sebab bila dilihat dari jumlah pengguna dari kedua produk tersebut semakin banyak, sehingga berdampak pada minat pengguna yang membesar.

Terhitung hingga Juni 2018, jumlah kios yang telah bergabung dengan Kioson mencapai 36.250 kios melayani lebih dari 4 juta pelanggan di kota lapis kedua di seluruh Indonesia.

Meramahkan Aturan “Listing” untuk Startup

Minat perusahaan startup untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai opsi perolehan dana eksternal belum selaras dengan tingginya kucuran investasi yang datang dari non bursa.

Untuk mengatasi hal tersebut, BEI terus melakukan relaksasi aturan dengan mulai melirik aturan-aturan yang berlaku di luar negeri, untuk diterapkan di Indonesia. Salah satunya aturan menghitung valuasi perusahaan berdasarkan pendapatan (revenue), aset tak berwujud (non tangible asset/NTA), dan kapitalisasi pasar (market cap).

EVP Head of Privatization, Startup, SME & Foreign Listing BEI Saptono Adi Junarso menuturkan ketiga kategori tersebut diambil dari studi yang dilakukan BEI terhadap aktivitas listing startup dalam bursa di berbagai negara. Beberapa negara yang menjadi benchmark BEI seperti Australia, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Asia.

Saptono mencontohkan, ketika seorang anak ingin masuk sekolah ke jenjang lebih tinggi umumnya memakai rapor sebagai pertimbangan utamanya, namun kini tersedia opsi misalnya lewat jalur mandiri, Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) atau yang lainnya.

“Jadi misalkan kalau rapornya tidak bagus tapi dilihat dari aspek lain bisa memenuhi maka langkah IPO bisa dilakukan. Kalau sampeyan rapornya jelek tapi ingin jadi atlet, lewat jalur PMDK bisa. Kalau aspek lainnya tidak lulus, ya terpaksa nanti dulu,” tuturnya di sela-sela diskusi panel Startups #Go Public, Rabu (28/2).

Saptono melanjutkan, negara yang menjadi benchmark BEI adalah negara-negara dengan jumlah startup listing terbanyak, seperti Australia. Namun tidak semua aturan akan di-copy secara mentah-mentah karena BEI harus mempertimbangkan dari aturan yang berlaku di sekitarnya apakah bertentangan atau tidak.

Menurutnya, proses seleksi dalam mengadopsi aturan harus diberlakukan karena tidak semua aturan cocok dengan karakteristik di Indonesia. Dia mencontohkan, di Amerika Serikat berlaku aturan Dual-Class Shares atau No-Vote Shares untuk perusahaan teknologi yang ingin melantai.

Aturan tersebut, menurutnya, cukup kontroversial bila diterapkan di Indonesia, sebab banyak bertentangan dengan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (AUPPT).

“Karena kami harus selalu menjunjung perlindungan terhadap investor, sehingga tidak bisa sembarang perusahaan bisa IPO. Harus perhatikan norma dan kepatutan yang ada.”

Saptono menegaskan ketiga cara penghitungan valuasi tersebut belum menjadi keputusan akhir lantaran pihak bursa masih melakukan proses pembahasan dengan OJK. Nantinya, bila relaksasi dapat diwujudkan akan tertuang dalam aturan yang diterbitkan BEI.

Pihaknya berharap wacana relaksasi tersebut dapat menstimulasi gairah perusahaan startup untuk mulai melirik bursa sebagai opsi mendapatkan dana segar. Kendati menurutnya hanya dengan mengacu pada aturan yang masih berlaku saja sebenarnya bisa dikatakan ramah buat startup. Hal ini terlihat dari munculnya dua perusahaan startup yang sudah melantai pada tahun lalu, Kioson dan M Cash.

“Tapi kalau kita lihat ada [aturan] yang bisa direlaksasi, kami kira akan lebih fleksibel untuk para calon emiten.”

Startup mulai mendekat

Turut hadir Menkominfo Rudiantara dan Direktur Utama BEI Tito Sulistio dalam diskusi Startup #Go Public / DailySocial
Turut hadir Menkominfo Rudiantara dan Direktur Utama BEI Tito Sulistio dalam diskusi Startup #Go Public / DailySocial

 

Saptono menuturkan pasca dua startup sukses melantai, tingkat frekuensi startup untuk menghubungi BEI sekadar untuk bertanya-tanya seputar IPO meningkat cukup tajam. Kendati demikian, belum ada yang benar-benar serius dan ambil keputusan konkret untuk mengikuti langkah Kioson dan M Cash.

Pasalnya pertanyaan yang dilontarkan masih sekadar apa saja persyaratannya untuk IPO belum sampai ke tahap kondisi terkini kesehatan perusahaan. Sehingga masih abu-abu mengenai seberapa besar keinginan mereka untuk menyegerakan eksekusi IPO.

Beberapa alasan yang melatarbelakangi hal tersebut karena sebagian besar startup yang datang ke BEI belum berbadan hukum PT, sementara banyak di antara mereka masih berbentuk CV. Padahal aturan paling utama buat perusahaan agar bisa melantai adalah berbentuk PT.

“Kita tidak tahu seberapa jauh keinginan mereka untuk eksekusi aksi IPO. Kalau dari tingkat kunjungan kami merasa frekuensinya naik sekali. Hampir setiap hari ada yang menghubungi kita via email atau datang langsung.”

Bahkan Saptono mengaku startup yang mengunjungi BEI tidak hanya dari Jakarta saja, malah sudah datang dari Bandung, Semarang dan Surabaya. Tingginya animo tersebut, membuat BEI untuk membuka IDX Incubator di luar Jakarta. Dua kota yang dipilih BEI adalah Bandung dan Surabaya.

“Kota tersebut cukup banyak potensi startupnya. Kami ingin jaring sebanyak-banyaknya anggota agar bisa kita pantau keuangannya, bimbing manajemennya agar lebih solid saat siap untuk IPO. Analoginya, lebih baik berternak binatang daripada berburu di hutan.”

Hapus stigma buruk

Menjadi perusahaan terbuka dengan pergerakan saham dengan volatilitas yang tinggi, cenderung membuat ada stigma buruk “saham gorengan”. Semakin mudah perusahaan bisa melantai, semakin mudah “menggoreng” saham. Stigma tersebut semakin kencang dalam startup, yang notabenenya adalah perusahaan belum untung, namun sudah berani melantai.

Ada yang mengkhawatirkan ketika perusahaan sudah melantai, tapi dalam waktu singkat perusahaan tersebut malah sudah gulung tikar terlebih dulu. Hal ini ditepis keras-keras oleh panelis yang turut hadir dalam diskusi Startup #Go Digital, menghadirkan Program Director IDX Incubator Irmawati Amran, Direktur Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto, dan Direktur Utama M Cash Integrasi Marthin Suharlie.

“Perusahaan tutup itu terjadi karena manajemennya yang tidak bagus. Startup itu mau bagaimanapun adalah perusahaan. Makanya di inkubator, kami ajarkan untuk mengelola bisnis biar tetap sustain,” terang Irmawati Amran.

Menurutnya, istilah “goreng saham” hanya akan terjadi ketika fundamental perusahaan yang tidak kuat. Apa yang dijanjikan dalam prospektus saat pertama kali IPO, tidak bisa menjamin para investor.

“Ketika perusahaan tumbuh maka harga sahamnya akan mengikuti. Makanya fundamental harus bagus sedari awal. Banyak yang bilang ingin besar dulu baru IPO, tapi sebenarnya yang lebih baik itu besar karena IPO itu lebih bagus.”

Pernyataaan Irmawati diamini oleh Saptono. “Saham gorengan” terjadi ketika persebaran saham publik itu kecil, sehingga harganya bisa naik dan turun secara drastis. Strategi untuk mencegah hal tersebut terjadi adalah memperbesar persebaran saham publik, sehingga untuk menyetir saham gorengan butuh upaya yang lebih tinggi.

Mengenai kontroversi tersebut, makanya BEI membuat dua papan klasifikasi pencatatan emiten, papan pengembangan dan papan utama. Papan pengembangan diperuntukkan kepada perusahaan yang masih kecil dengan masa operasi minimal 12 bulan dan aktiva berwujud bersih minimal Rp5 miliar, bisa melantai di bursa.

Dalam papan tersebut, emiten boleh datang dengan laporan keuangan yang masih rugi. Namun dengan catatan, emiten tersebut memiliki proyeksi dan analisa bisnis yang menunjukkan minimal dalam dua tahun setelah IPO, sudah cetak laba.

Perusahaan sekelas GO-JEK dengan valuasi di atas US$1 miliar akan tetap tercatat di papan pengembangan bila masih rugi, meski nilai aktiva berwujud bersihnya lebih dari Rp100 miliar. Nilai tersebut adalah batas minimal bagi emiten di papan utama.

Pos Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Kioson untuk Perluas Layanan

Melalui kerja sama strategis yang baru diumumkan, Pos Indonesia berencana memanfaatkan jaringan kemitraan Kioson untuk menjadi perpanjangan layanan perseroan. Agen Kioson kini akan masuk dalam sistem logistik Pos Indonesia sehingga memudahkan konsumen e-commerce masuk ke daerah lapis kedua dan ketiga.

“Kami secara selektif memilih mitra terpercaya, mempunyai potensi bisnis jangka panjang dan tentunya memberi manfaat bagi masyarakat. Karenanya, kami senang bisa bekerja sama dengan Kioson yang telah memiliki 30 ribu mitra di seluruh Indonesia,” terang Direktur Informasi dan Teknologi Pos Indonesia Charles Sitorus, Selasa (13/2).

Direktur Utama Kioson Jasin Halim menambahkan kerja sama ini adalah upaya perseroan dalam menjembatani underserved market dengan dunia digital lewat bisnis O2O (Online to Offline). Logistik masih menjadi permasalahan di berbagai kota, karena kurangnya jangkauan dari penyelenggara bisnis.

“Bagi mitra Kioson, hal ini merupakan peluang bisnis tambahan bagi kiosnya,” kata Jasin.

Dalam implementasi kerja sama ini, sambung dia, kios mitra menjadi titik pembayaran, pengambilan-pengantaran barang dari layanan e-commerce. Ditambah, perluasan akses Kantor Pos sebagai tempat top up pulsa sehingga memudahkan mitra untuk berbisnis.

Nantinya dalam aplikasi Kioson akan terdapat layanan Pos Indonesia yang sebelumnya diintegrasikan oleh anak usaha Kioson, Narindo Solusi Komunikasi. Layanan tersebut di antaranya layanan jasa kurir (pengiriman surat-paket), layanan jasa keuangan (Pospay), dan penjualan prangko dan materai.

Mitra Kioson secara bertahap akan dilatih untuk melayani berbagai layanan tersebut. Ini dimaksudkan agar pelayanan yang didapat konsumen tetap sama saat mengunjungi Kantor Pos. Sampai kuartal pertama ini, ditargetkan implementasi akan dimulai dari mitra yang berlokasi di pulau Jawa.

Menurut Jasin, untuk jangka waktu kerja sama ini akan dilakukan hingga lima tahun ke depan. Kendati demikian, pihaknya tidak menargetkan secara spesifik persentase pertumbuhan bisnis yang bisa dikontribusikan ke perusahaan. Tetapi lebih diarahkan untuk mitra Kioson itu sendiri yang diharapkan bisa mendapat penambahan pendapatan.

“Nanti investasi peralatan mitra akan ditanggung oleh Kioson seperti hardware untuk timbangan dan pelatihan. Untuk tahap pertama, hardware kita siapkan Rp1 miliar dari kas internal.”

Disebutkan Kioson memiliki 30 ribu mitra sampai akhir tahun lalu, sebagian besar tersebar di provinsi Jawa dan Sumatera. Kioson menargetkan sampai akhir tahun ini jumlah mitra dapat mencapai 50 ribu orang.

Kioson diklaim sudah melayani lebih dari 4 juta pelanggan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk yang dilayani mulai dari penjualan pulsa, paket data, penjualan produk e-commerce, loket pembayaran telepon, TV kabel, PDAM, asuransi, dan e-commerce.

Transformasi Pos Indonesia ke digital

Charles melanjutkan mulai tahun ini perseroan mulai mempersiapkan transformasi bisnis ke arah digital, setelah merekrut tim konsultan pada tahun lalu. Rencana ini dilakukan sebagai dengan amanat yang diberikan pemerintah dalam Paket Kebijakan Jilid 14 tentang Peta Jalan E-Commerce.

Dalam paket tersebut, menyebut Pos Indonesia mengemban misi untuk menjadi tulang punggung utama dalam hal logistik dan e-commerce nasional.

“Logistik itu adalah industri yang besar, ada gudang, transportasi, manajemennya. Kita sedang intens bicarakan dengan berbagai kementerian bagaimana positioning kita. Sebab ini menyangkut biaya investasi yang jumlahnya tidak sedikit.”

Sembari menunggu keputusan diambil, secara paralel perseroan juga mulai berbenah memperbaiki berbagai lini agar sejalan dengan perkembangan saat ini. Terlebih soal persaingan dengan perusahaan swasta, dia mengaku cukup tertantang. Lantaran kebutuhan pelanggan yang semakin dinamis, dan harus dijawab dengan cepat.

“Namun kami yakin dengan semangat transformasi ke digital, dengan bekal pengalaman dan jaringan yang sudah kami bangun akan lebih cepat [proses transformasinya].”

Dalam waktu dekat, Pos juga akan merilis aplikasi jasa keuangan Pospay agar bisa digunakan oleh semua orang. Selama ini, Pospay baru tersedia dalam sistem Pos Indonesia. Sehingga hanya bisa diakses ketika pengguna masuk ke dalam Kantor Pos.

“Inginnya dalam semester II 2018, aplikasinya sudah bisa diunduh. Sekarang kami masih berdiskusi dengan otoritas sistem pembayaran [Bank Indonesia],” tutup Charles.

Salah Satu Pemegang Saham Kioson Lakukan “Right Issue” untuk Suntik Anak Usaha

Emiten perusahaan telekomunikasi berbasis digital PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT), salah satu pemegang saham Kioson, mengumumkan rencana penerbitan saham baru, diikuti waran lewat mekanisme Penambahan Modal Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau lebih dikenal right issue.

Dalam rencana ini, MKNT akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 4 miliar saham baru dengan harga Rp20 per lembar. Penerbitan saham juga akan diikuti opsi waran kepada pemegang saham lama. Harapannya, perusahaan dapat meraup dana segar sebanyak Rp1,2 triliun, dengan rincian dari penerbitan saham Rp600 miliar dan waran Rp612,5 miliar.

Seluruh dana tersebut rencananya akan digunakan MKNT untuk menyuntik permodalan tiga anak usahanya dan memperkuat struktur permodalan perseroan. Adapun anak usaha MKNT adalah PT Kioson Komersial Indonesia Tbk (Kioson), PT Mitra Sarana Berkat (MSB) dan PT Mitra Telindo Nusantara (MTN).

MKNT menguasai saham Kioson sebesar 3,8%. Pemegang saham Kioson lainnya adalah Artav Mobile Indonesia 53,89%, Seluler Makmur Sejahtera 9,62%, dan sisanya dimiliki publik.

“Alokasi utama dana dari right issue akan kami arahkan ke belanja modal anak usaha. Kami melihat produktivitas anak usaha sangat tinggi sehingga diperlukan dukungan finansial,” terang Direktur Utama MKNT Jefri Junaedi dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Senin (16/10).

Mengutip dari Bisnis.com, perseroan akan menyuntik sekitar 70% dana yang dihimpun atau sekitar Rp420 miliar untuk MSB. Sebab, selama ini omzet terbesar perseroan sekitar 95% dikontribusikan dari MSB. Anak usaha ini memiliki lima entitas di bidang perdagangan pulsa, salah satunya PT Graha Planet Nusantara.

Setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham lewat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang telah dilaksanakan, MKNT akan menyusun rencana jadwal penerbitan saham baru, serta target harga penawaran saham baru dan waran. Selanjutnya, mematok agenda pelaksanaan right issue paling lambat dilakukan tahun depan.

Dalam mekanisme penerbitan saham yang diikuti waran, perseroan membuka kesempatan bagi pemilik saham lama MKNT untuk menambah asetnya. Rasio yang ditetapkan adalah setiap pemegang 20 saham lama berhak atas 8 saham baru ditambah 7 lembar waran. Perseroan berencana menerbitkan 1,75 miliar lembar waran guna menarik minat investor loyal MKNT.

Pemegang saham mayoritas MKNT adalah PT Monjess Investama sebesar 51% dan sisanya dimiliki publik. Berdiri sejak 2008, bisnis MKNT fokus pada tiga aspek utama di industri telekomunikasi, yakni perdagangan umum telepon seluler, gadget, dan voucher isi ulang.

MKNT sebelumnya bekerja sama dengan Telkomsel untuk mendistribusikan voucher isi ulang dengan produk ponsel perseroan, dijual secara grosir atau ritel langsung ke pengguna.

Kioson Resmi Akuisisi Perusahaan Agregator E-Voucher Narindo

Kioson merealisasikan rencana yang diutarakan pada masa penawaran saham perdana, dengan mengakuisisi PT Narindo Solusi Komunikasi (Narindo), perusahaan agregator e-voucher dan layanan digital, senilai Rp35,53 miliar atau setara dengan 78,95% perolehan dana segar yang didapat Kioson dari IPO sebesar Rp45 miliar.

Penandatanganan perjanjian akuisisi ini menandakan bahwa 99% saham Narindo telah resmi dimiliki Kioson. Diyakini hubungan keduanya akan saling melengkapi kekuatan masing-masing.

[Baca juga: Mengapa Kioson dan M Cash Lebih Memilih “Go Public”?]

Narindo akan memperkuat bottom line perseroan yang saat ini masih mencatat rugi. Per April 2017, Per April 2017, penjualan bersih yang diperoleh Kioson sebesar Rp25,96 miliar. Akan tetapi besaran penjualan, belum sepadan dengan beban perusahaan yang masih membengkak Rp32 miliar. Menghasilkan kerugian sebesar Rp4,45 miliar.

Kioson sendiri menargetkan pertumbuhan pendapatan menjadi Rp500 miliar sampai akhir tahun ini dengan pertumbuhan 1.900% dibandingkan tahun sebelumnya. Sekitar 80%-90% dari target pendapatan tersebut akan ditopang oleh kinerja Narindo.

“Akuisisi ini berperan strategis untuk memperkuat infrastruktur kami di daerah melalui aset yang sudah dimiliki Narindo. […] Kami harapkan dapat mengamankan bottom line Kioson,” terang Direktur Utama Kiosnon dalam keterangan resmi.

Kehadiran Narindo juga akan membantu Kioson dengan menambah pasokan layanan produk digital yang lebih beragam, selain penyediaan e-voucher pulsa.

“Kami akan mendorong diversifikasi layanan yang kami sediakan melalui platform digital di Kioson. Semakin variatif layanan yang tersedia, semakin mudah pula masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya,” tambah CEO Narindo Bernard Martian.

Hingga April 2017, Kioson telah menjaring lebih dari 19.000 mitra UKM serta telah melayani lebih dari 2 juta pelanggan yang tersebar di kota lapis kedua. Fitur dan layanan Kioson antara lain loket pembayaran (telepon, listrik, TV kabel, PDAM asuransi, e-commerce, dll), penjualan pulsa, paket data, penjualan produk e-commerce, penjualan produk asuransi dan jasa layanan keuangan.

Kioson juga berkolaborasi dengan perusahaan terkemuka di bidang telekomunikasi, perbankan, keuangan, asuransi dan e-commerce sebagai channel penjualan langsung.

Mengapa Kioson dan M Cash Lebih Memilih “Go Public”?

Pekan pertama bulan Oktober ini kita mendapat kabar lanjutan mengenai dua perusahaan startup yang secara kebetulan menyelenggarakan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam waktu yang berdekatan.

Kioson dengan kode KIOS, secara resmi telah tercatat sebagai emiten ke-24 tahun ini pada Kamis kemarin, (5/10). Sementara M Cash baru menyelenggarakan paparan publik (6/10) untuk mengumumkan rencana listing di BEI pada 31 Oktober 2017 mendatang.

Kedua perusahaan teknologi yang masih tergolong startup ini memberi gebrakan dan semangat baru bahwa startup dapat menempuh opsi pendanaan dari dana pasar modal. Startup dapat memperoleh dana segar di luar cara standar, yang umumnya diperoleh lewat modal ventura atau private equity (PE) dengan tahapan seri tanpa batasan.

Ketika suatu perusahaan sudah tercatat di BEI, mereka memiliki kesempatan untuk menggalang dana segar dengan memilih dua opsi, yaitu menerbitkan saham baru (rights issue) atau surat hutang (obligasi dan sukuk). Karena ada saham publik di sana, maka perusahaan wajib bertanggung jawab dengan membuka seluruh kinerja dan melaporkannya secara rutin ke regulator.

Perbedaannya sangat kontras dibanding ketika startup masih memakai penggalangan dana mulai dari tahap awal, pra seri A, seri A, hingga menyandang status unicorn. Mereka akan cenderung tertutup dengan kinerja maupun kepemilikan saham perusahaan. Hal ini lumrah terjadi dan tidak ada yang bisa memaksa mereka untuk terbuka, kecuali terhadap investor ataupun calon investor.

“Bagi perusahaan, ketika mendapat dana publik akan lebih mudah untuk scaling. Memang dari segi ongkos operasional ada beban lebih, namun di satu sisi dari perpajakan dan utilisasi saham sebagai alat jaminan akan jauh sangat memudahkan mereka,” terang Managing Director Ideosource Andi S Boediman.

Lalu dari perlakuan emiten terhadap investor akan jauh lebih adil karena semua pemegang saham menjadi common share (pemegang saham biasa). Beda halnya bila perusahaan masih tertutup yang masih membedakan dua jenis pemegang sahamnya, dengan masih memiliki saham preferen.

Saham preferen itu maksudnya, jika saham perusahaan dilikuidasi maka pemegang saham tersebut dapat langsung menerima bagian lebih dahulu daripada pemegang saham biasa.

“IPO jadi alternatif yang murah ketimbang pakai cara lain. Dari sisi investor, kami melihatnya positif karena investor lama dapat likuiditas yang dapat digunakan untuk berinvestasi di tempat lain. Ini yang terjadi dengan Ideosource. Kebetulan pernah menjadi investor indirect di salah satu perusahaan yang kemudian diakuisisi M Cash, lalu saham kami ditukar dengan saham. Ini jadi win win solution.”

Dorong startup lakukan hal disruptive

Paparan publik M Cash / M Cash
Paparan publik M Cash / M Cash

Founder dan CEO Kioson Jasin Halim mengatakan memilih aksi IPO merupakan hasil akhir yang dipilih perusahaan setelah mendapati jalan buntu ketika bertemu dengan berbagai investor asing. Disebutkan terjadi perbedaan penghitungan nilai valuasi perusahaan.

“Startup banyak yang pakai penggalangan dana dengan seri A, seri B. Kita coba pakai jalur tersebut tapi tidak sampai. Sebab ada pertimbangan, di mana valuasi kita dengan yang mereka hitung itu beda. Jadinya tidak cocok,” ucapnya saat berbincang dengan media.

Dia melanjutkan, “Ketika kita coba pelajari tentang IPO, ini tidak tabu. Kenapa tidak coba cara yang tidak dilakukan startup pada umumnya, kita pakai cara yang disruptive. Kita juga mencoba disrupt pasar untuk tidak lagi secretive. Kami akan comply dengan corporate governance, keterbukaan informasi, karena kami sudah jadi perusahaan terbuka.”

Jasin menerangkan paling tidak dalam setahun mendatang pihaknya belum memikirkan aksi korporasi lainnya untuk mencari dana segar. Kioson saat ini masih fokus ke pengembangan produk dan layanan secara vertikal maupun horizontal sebagai upaya memperbaiki kinerja agar dapat memperoleh kepercayaan dari investor.

“Belum ada rencana karena untuk raise funding harus melihat dari kebutuhan perusahaan dan bagaimana kondisi keuangan apakah strategis untuk rights issue.”

Sementara itu, langkah IPO bagi M Cash merupakan pertanda telah dicapainya titik kematangan perusahaan dari awalnya adalah startup. Ada juga pengaruh yang ditularkan oleh salah satu pemegang saham M Cash, yakni Kresna Graha Investama, yang notabene adalah emiten investasi.

Menurutnya, menjadi emiten akan memicu timbulnya ide baru mengingat ada banyak investor baru yang ingin saling bersinergi satu sama lain.

“Ada dua alasan yang dorong kami IPO. Pertama, dari Kresna Graha yang jadi share holder kami. Dua, karena kita lihat masuk ke pasar modal itu buat akuntabilitas kita jadi lebih transparan dan bisa dinikmati banyak orang,” ucap CEO M Cash Martin Suharlie.

Animo tinggi, harga terus naik

Animo publik yang tinggi terhadap Kioson sebagai startup pertama yang melantai di BEI cukup tercermin dari proses penawaran saham, pemesanan atas saham perseroan mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) lebih dari 10 kali dari jumlah saham yang ditawarkan.

Harga saham KIOS terus menunjukkan penguatan dari harga penawaran awal sebesar Rp300 menjadi Rp700 per lembar, pada perdagangan sesi II yang ditutup sore tadi (9/10).

Tujuan awal Kioson melakukan IPO lantaran perusahaan ingin menggunakan dana segar yang didapat untuk ekspansi bisnis, bukan untuk restrukturisasi hutang.

“Kalau tujuannya untuk restrukturisasi hutang, sebenarnya bagi sebagian investor jadi kurang menarik. Beda halnya apabila tujuannya untuk ekspansi bisnis, artinya ada prospek cerah yang ditawarkan perusahaan,” ucap Analis Binaartha Securities Muhammad Nafan Aji Gusta, saat dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.

Dia melanjutkan pergerakan saham Kioson yang cenderung menguat, menjadi indikasi yang umum pada saat perusahaan baru melantai. Hanya saja, yang perlu diperhatikan adalah volatilitas pasar ke depannya, komposisi antara supply dan demand harus dijaga.

“Karena baru melantai, harga saham terus menguat. Artinya masih lebih banyak demand daripada supply. Kalau harga terus menurun, artinya investor mulai profit taking karena khawatir dengan fundamental perusahaan itu sendiri.”

Melihat kiprah Kioson dan M Cash di BEI, Andi mengungkapkan setidaknya ada dua startup mulai serius melakukan IPO sebagai opsi mendapat pendanaan segar. Meski tidak menyebutkan dua identitas perusahaan, Andi hanya mengatakan kedua perusahaan tersebut masih memiliki segmen bisnis yang sama dengan Kioson dan M Cash.

“Tunggu saja tahun depan. Ada satu atau dua startup yang serius prepare untuk IPO. Masih e-commerce kok, lihat saja tahun depan bagaimana,” pungkas Andi.