Makin Mirip Spotify, Aplikasi SoundCloud Kini Kedepankan Aspek Discovery

Bersaing di industri streaming musik bukanlah pekerjaan mudah, bahkan ketika layanan Anda spesifik menarget kalangan pencinta musik indie selagi yang lain membidik kalangan mainstream. Ya, saya berbicara mengenai SoundCloud, layanan asal Jerman yang sudah sejak lama menjadi platform berbagi andalan para musisi indie.

Juli lalu, karena pendapatan yang dihasilkan tidak bisa menutupi pengeluaran besarnya, SoundCloud memutuskan untuk memecat 173 karyawannya. Namun SoundCloud masih bersikukuh untuk bertahan. Sebulan setelah pemecatan massal itu, SoundCloud menerima pendanaan baru dari investor yang disebut sebagai yang terbesar, plus merekrut mantan CEO Vimeo, Kerry Trainor, sebagai CEO barunya.

Di bawah kepemimpinan baru dan berkat suntikan dana segar itu, SoundCloud sudah siap menerapkan berbagai upaya supaya bisa tetap relevan. Langkah yang pertama adalah merilis versi baru aplikasi dengan tampilan home screen yang dirombak, yang kini lebih mengedepankan aspek discovery.

Tampilan home screen versi terbaru SoundCloud

Jadi sesaat setelah membuka aplikasi, pengguna bakal langsung disambut oleh deretan playlist terkurasi di bagian teratas. Fitur The Upload yang dirilis beberapa bulan lalu kini juga ditempatkan di home screen, memudahkan pengguna untuk menemukan lagu-lagu yang sesuai dengan seleranya sekaligus yang baru saja dirilis.

Versi baru ini sejatinya membuat aplikasi SoundCloud jadi semakin mirip dengan Spotify, yang juga menambatkan banyak elemen discovery pada halaman utama aplikasinya sekaligus banyak mengandalkan algoritma machine learning dalam menyuguhkan rekomendasi. SoundCloud sendiri sebenarnya sudah sejak tahun lalu mengadopsi metode yang sama.

Keputusan untuk mengedepankan aspek discover bisa dibilang merupakan langkah yang tepat. SoundCloud bilang bahwa koleksi mereka sejauh ini sudah mencakup lebih dari 170 juta lagu. Apalah arti kuantitas tanpa ada cara mudah bagi pengguna untuk menemukan dan menikmatinya?

Sumber: SoundCloud. Gambar header: Pixabay.

Spotify Luncurkan Paket Berlangganan Tahunan dengan Potongan Harga

Tren streaming secara perlahan berhasil mengubah kebiasaan kita mengonsumsi konten multimedia. Kapasitas penyimpanan ekstra yang diwakili oleh kartu microSD kini telah digantikan perannya oleh kuota internet ekstra untuk streaming film maupun musik, bahkan sejumlah operator pun menyediakan paket khusus untuk streaming.

Bagi yang belum berlangganan layanan streaming musik, Spotify punya kejutan akhir tahun buat Anda. Layanan streaming musik asal Swedia itu baru saja meluncurkan paket berlangganan tahunan seharga Rp 499.000.

Sepintas kedengarannya mahal kalau harus membayar biaya sebesar ini di muka. Namun sebenarnya tarif ini lebih murah ketimbang kalau Anda berlangganan paket bulanan seharga Rp 49.990. Jadi hitungannya Anda cuma perlu membayar biaya berlangganan selama 10 bulan untuk mendapatkan akses Spotify Premium selama 12 bulan.

Paket berlangganan tahunan Spotify Premium

Langkah yang diambil Spotify ini jelas dimaksudkan untuk mengantisipasi laju Apple Music. Layanan streaming besutan Apple itu juga menawarkan paket berlangganan tahunan, tapi sejauh ini masih belum tersedia di Indonesia – harga yang dipatok sama persis dengan Spotify di pasar Amerika Serikat, yakni $99.

Ada dua catatan penting terkait paket tahunan Spotify ini. Yang pertama, paket ini tidak berlaku untuk yang sudah berlangganan Spotify Family. Kedua, Anda tak bisa membatalkan langganan kalau sudah lewat 14 hari sejak aktivasi paket tahunan ini. Jadi kalau Anda mau dana Anda kembali, pastikan Anda membatalkan langganan sebelum tenggang waktu tersebut.

Kalau Anda selama ini mengharapkan adanya diskon untuk Spotify Premium, silakan langsung mendaftar paket tahunan ini di situs resminya. Penawaran ini hanya berlaku sampai 31 Desember 2017, jadi seperti yang saya bilang, ini memang kado akhir tahun dari Spotify.

Via: SlashGear.

Deezer Luncurkan Aplikasi Desktop, Suguhkan Format Lossless dan Konten Video Eksklusif

Layanan streaming musik asal Perancis, Deezer, baru saja meluncurkan versi beta dari aplikasi desktop-nya (Windows dan macOS). Kehadiran aplikasi native pastinya dapat menawarkan pengalaman yang lebih baik ketimbang web app, akan tetapi aplikasi desktop Deezer rupanya masih menyimpan kejutan lain.

Kejutan yang dimaksud adalah konten berformat lossless (FLAC) 16-bit, macam yang ditawarkan oleh Tidal, yang menjanjikan kualitas lebih baik ketimbang hasil kompresi ke MP3. Deezer sendiri sebenarnya sudah mulai menawarkan paket berlangganan khusus format lossless (Deezer HiFi) ini sejak tahun lalu seharga Rp 100 ribu per bulan.

Namun yang menarik, dengan menggunakan aplikasi desktop ini, streaming dalam format lossless ini bisa Anda lakukan meskipun Anda hanya berlangganan Deezer Premium+, yang dibanderol seharga Rp 50 ribu per bulan. Anggap saja ini sebagai uji coba gratis layanan Deezer HiFi, dengan batas waktu sampai akhir tahun.

Di samping itu, aplikasi desktop Deezer juga akan menyuguhkan sejumlah video eksklusif yang meliputi konser maupun wawancara dengan musisi dari berbagai negara. Deezer bilang bahwa katalognya kini sudah mencakup lebih dari 43 juta lagu, dan mereka juga punya fitur ala Spotify Daily Mix bernama Flow.

Versi beta aplikasi desktop Deezer saat ini sudah bisa diunduh dari situs resminya. Buat pengguna Spotify, sepertinya Anda masih harus menunggu mereka selesai menguji layanan berkualitas lossless-nya sendiri (juga dinamai Spotify Hi-Fi), yang sempat beredar rumornya bulan Maret lalu.

Sumber: Deezer.

Apple Music Kini Terintegrasi ke Facebook Messenger

Pengguna Facebook Messenger yang juga merupakan pelanggan Apple Music, Anda sekarang bisa saling berbagi lagu-lagu kesukaan dari layanan streaming tersebut tanpa perlu berpindah-pindah aplikasi. Facebook baru saja merilis chatbot Apple Music yang terintegrasi dengan platform Messenger. Sebelumnya, Spotify sudah lebih dulu hadir dengan integrasi serupa.

Kalau bot Spotify menawarkan kemudahan meracik playlist secara berkelompok, bot Apple Music lebih berfokus pada kemudahan menikmati konten yang dibagikan tanpa harus meninggalkan Messenger sama sekali. Ya, asalkan Anda sudah menjadi pelanggan Apple Music dan menggunakan perangkat iOS, lagu yang dibagikan bisa didengarkan sampai habis langsung dari Messenger.

Bagi non-pelanggan maupun yang menggunakan perangkat Android – Apple Music juga tersedia di Android – mereka tetap bisa mendengarkan preview berdurasi 30 detik. Bot Apple Music ini bisa dipakai dalam percakapan satu lawan satu maupun percakapan grup. Anda bahkan bisa berinteraksi dengannya melalui browser di perangkat desktop.

Apple Music chatbot in Messenger

Fitur lain yang tidak kalah menarik adalah mencari playlist menggunakan emoji. Semisal saya mengetikkan emoji orang bersepeda, bot Apple Music bakal menangkapnya dan langsung menyuguhkan deretan playlist untuk berolahraga.

Contoh lain: emoji pasangan laki-laki dan perempuan akan diterjemahkan menjadi playlist bertema romansa, sedangkan emoji kue ulang tahun akan memicu bot untuk menyajikan playlist untuk memeriahkan acara pesta. Sejauh yang saya coba, fitur ini berfungsi cukup baik.

Sumber: Facebook.

Spotify Luncurkan Aplikasi untuk iMessage

Tanpa mengumumkan secara resmi, Spotify diam-diam baru saja meluncurkan sebuah aplikasi khusus untuk iMessage. Seperti yang kita tahu, sejak iOS 10 iMessage telah dibekali app store mininya sendiri, dan kini Spotify akhirnya juga tersedia sebagai salah satu opsi yang bisa diunduh.

Secara mendasar, aplikasi iMessage Spotify ini punya fungsi yang mirip dengan extension-nya untuk Facebook Messenger, minus kemampuan untuk menciptakan playlist bersama pengguna lain. Yang diprioritaskan oleh Spotify di sini adalah memberikan kemudahan bagi pengguna perangkat iOS untuk saling berbagi lagu dari katalog milik layanan streaming musik tersebut.

Spotify iMessage app

Fungsi serupa sebenarnya juga sudah tersedia sejak lama pada aplikasi iMessage Apple Music. Namun yang membedakan, aplikasi milik Apple Music hanya memperbolehkan pengguna untuk membagikan beberapa lagu terakhir yang mereka putar saja, sedangkan aplikasi milik Spotify memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian lagu secara menyeluruh dan membagikan pilihannya.

Perbedaan selanjutnya terkait pada integrasi Apple Music pada iOS yang jelas lebih mendalam, sebab sang penerima pesan dapat langsung memutar lagu yang dibagikan lawan bicaranya tanpa perlu meninggalkan iMessage sama sekali – dengan catatan ia juga merupakan pelanggan Apple Music.

Untuk aplikasi iMessage Spotify ini, yang dibagikan hanya sebatas preview berdurasi 30 detik, akan tetapi dengan satu tap saja sang penerima pesan bisa langsung memutar versi penuhnya di aplikasi Spotify sendiri. Terlepas dari itu, ini jelas merupakan cara yang lebih praktis untuk berbagi lagu ketimbang melalui opsi sharing pada aplikasi Spotify.

Sumber: TechCrunch dan MacRumors.

MP3 Resmi ‘Dibunuh’ oleh Penciptanya

22 tahun sejak ia menyapa publik untuk pertama kalinya, MP3 yang tidak lain merupakan format audio terpopuler harus mengakhiri kiprahnya dengan cukup pahit. Ia ‘dibunuh’ oleh penciptanya sendiri, Fraunhofer Institute for Integrated Circuits, yang memulai pengembangan format tersebut pada akhir tahun 80-an.

Institusi asal Jerman tersebut baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka sudah menghentikan program licensing atas sejumlah paten yang berkaitan dengan MP3. Alasannya sederhana: dunia sudah menemukan format yang lebih superior, yakni AAC alias Advanced Audio Coding.

Memang benar, AAC merupakan format andalan mayoritas layanan streaming musik. Menurut Fraunhofer – yang sendirinya ikut membantu pengembangan AAC – AAC lebih efisien dan menawarkan lebih banyak fungsionalitas ketimbang MP3. Pernyataan ini juga benar, seperti yang bisa kita lihat pada layanan streaming film, dimana format audio yang dipakai sekali lagi adalah AAC.

Singkat cerita, AAC ke depannya bakal menggantikan MP3 sebagai standar format audio terkompresi. Namun hal ini bukan berarti MP3 lalu akan mati dan semua koleksi musik kita dalam format tersebut tiba-tiba tidak bisa lagi diputar.

Yang bisa terjadi kemungkinan adalah hilangnya dukungan format MP3 pada perangkat seperti speaker Bluetooth di masa yang akan datang, dikarenakan Fraunhofer tidak lagi ‘menjual’ lisensi patennya. Namun kemungkinan sebaliknya juga bisa terjadi seandainya Fraunhofer memutuskan untuk menggratiskan lisensinya.

Terlepas dari itu, MP3 tetap sangat berjasa dalam membantu kita bermigrasi ke musik digital. Meski tidak bisa dipungkiri MP3 adalah pemicu meledaknya angka pembajakan musik, MP3 juga yang pada akhirnya membiasakan kita menikmati musik di mana saja – dulu lewat iPod atau sejenisnya, sekarang melalui smartphone.

Karena sudah terbiasa, konsep layanan streaming musik pun terdengar begitu masuk akal di telinga kita, hingga akhirnya kita memutuskan untuk berlangganan Spotify, Apple Music, maupun layanan lainnya. Hasil akhirnya, angka pembajakan musik jadi bisa sedikit ditekan, dan menurut saya cukup wajar jika kita menganggap MP3 telah menebus ‘dosanya’.

Sumber: NPR. Gambar header: Pixabay.

Spotify Codes Permudah Sharing Lagu Tanpa Perlu Copy-Paste Link

Sebagai layanan streaming musik nomor satu, prosedur sharing konten di Spotify selama ini tergolong kurang efisien. Saat hendak membagikan sebuah lagu misalnya, Anda harus menyalin link-nya terlebih dulu, baru kemudian di-paste ke aplikasi pesan instan untuk dikirim ke teman Anda.

Saat tautan tersebut diklik oleh teman Anda, ia kemudian akan dibawa ke browser sebelum akhirnya ‘dilontarkan’ ke aplikasi Spotify dengan sebuah lagu yang siap diputar. Ribet? Sangat, tapi untung Spotify sudah menyiapkan cara baru lewat fitur bernama Spotify Codes.

Spotify Codes pada dasarnya merupakan sejenis barcode yang muncul di setiap gambar cover sebuah lagu, album, artis maupun playlist. Cukup scan gambar tersebut dengan mengklik icon baru berlambang kamera yang ada di search bar Spotify, maka konten terkait akan langsung diputar tanpa basa-basi.

Spotify Codes akan muncul pada lagu, album, artis maupun playlist / TechCrunch
Spotify Codes akan muncul pada lagu, album, artis maupun playlist / TechCrunch

Cara ini jauh lebih efektif sekaligus efisien ketimbang cara sebelumnya. Sekarang, kalau Anda penasaran dengan lagu yang sedang diputar oleh teman di sebelah Anda, Anda tinggal memintanya untuk menampilkan Spotify Codes, lalu memindainya dan langsung memutar lagu yang sama di smartphone Anda.

Kalau Anda merasa fitur ini tidak asing, itu karena Snapchat sudah lebih dulu memopulerkannya lewat fitur Snapcode yang kerap muncul di profil foto akun Twitter maupun di media sosial lainnya. Intinya adalah memudahkan aspek discovery, dan dengan puluhan juta konten yang dimiliki Spotify, fitur semacam ini tergolong cukup esensial.

Sumber: TechCrunch.

SoundCloud Luncurkan The Upload, Fitur Rekomendasi ala Release Radar-nya Spotify

SoundCloud mungkin bukan layanan streaming musik terbesar, tapi koleksi lagunya termasuk yang paling masif jika karya-karya para musisi indie dimasukkan hitungan. Pertanyaannya, bagaimana pengguna bisa menemukan itu semua? Algoritma machine learning jawabannya.

Tahun lalu, SoundCloud mulai bereksperimen dengan machine learning lewat fitur Suggested Tracks. Cara kerja fitur ini sejatinya mirip Discover Weekly milik Spotify, dimana pengguna bakal disuguhi musik dan artis yang sebisa mungkin belum pernah mereka tahu, tapi gaya-gayanya masih mirip dengan yang mereka dengarkan selama ini.

Sekarang, SoundCloud punya fitur rekomendasi berbasis machine learning lain bernama The Upload. Kalau mau disamakan lagi dengan Spotify, fitur ini pada dasarnya mirip seperti Release Radar yang bertujuan menyuguhkan lagu-lagu yang baru dirilis kepada pengguna, tapi tetap disesuaikan dengan seleranya.

Dibanding Suggested Tracks, The Upload berfokus pada lagu-lagu yang baru saja dirilis / SoundCloud
Dibanding Suggested Tracks, The Upload berfokus pada lagu-lagu yang baru saja dirilis / SoundCloud

Menurut SoundCloud, The Upload akan merekomendasikan lagu-lagu yang baru diunggah dalam beberapa hari terakhir berdasarkan apa yang pengguna sukai dan dengarkan. Sama halnya dengan algoritma machine learning lain, semakin sering Anda menggunakan SoundCloud, semakin sempurna pula hasil rekomendasi The Upload.

Pengguna SoundCloud saat ini sudah bisa mengakses The Upload lewat tab “Discover” di web, atau melalui tab “Search” di aplikasi Android dan iOS-nya.

Sumber: SoundCloud.

Spotify Dahulukan Pelanggan Berbayar Terkait Akses ke Album Musik Baru

Spotify memang sudah memiliki lebih dari 50 juta pelanggan berbayar, akan tetapi hal itu rupanya masih belum cukup untuk menutupi anggaran besar yang mereka kucurkan untuk pemegang lisensi musik. Singkat cerita, mereka harus mencari cari baru untuk menarik lebih banyak pelanggan berbayar untuk bisa menjadi perusahaan yang profitable.

Mereka sudah menemukan salah satu caranya, yakni dengan memberikan akses eksklusif ke album musik baru pada para pelanggan Spotify Premium. Inisiatif ini merupakan bagian dari persetujuan baru antara Spotify dan Universal Music Group.

Ini berarti para musisi yang lisensinya dipegang Universal berhak merilis album barunya secara khusus untuk pelanggan Spotify Premium saja. Dua minggu setelah dirilis, barulah album baru tersebut bisa dinikmati oleh para pelanggan Spotifiy gratisan, dan dalam tenggat waktu tersebut mereka hanya bisa mengakses deretan single barunya saja.

Kesimpulannya, kalau Anda merupakan pelanggan Spotify gratisan, akses Anda ke album musik baru bakal sedikit terhambat. Dan kalau Anda ingin didahulukan, Anda harus rela membayar biaya berlangganan Spotify Premium.

Pastinya ada banyak alasan yang mendasari keputusan ini, namun salah satu yang terbesar adalah absennya Taylor Swift dari peredaran musik di Spotify. Sejak 2014, penyanyi berparas cantik tersebut menarik semua karyanya dari Spotify karena dia merasa kurang dihargai dengan sistem gratisan yang diterapkan.

Meski belum ada kepastian, ke depannya ada kemungkinan label musik lain seperti Sony dan Warner Music Group untuk mengikuti jejak Universal dan menjalin persetujuan serupa dengan Spotify. Di titik itu, mungkin Taylor Swift bisa berubah pikiran dan kembali mengobati rasa kehilangan para Swifties di Spotify.

Sumber: Engadget dan Spotify. Gambar header: Pixabay.

Spotify Tembus 50 Juta Pelanggan Berbayar

Lewat sebuah Tweet, Spotify mengumumkan bahwa mereka secara resmi sudah memiliki 50 juta pelanggan berbayar. Pencapaian ini semakin memantapkan posisi Spotify sebagai pemimpin di industri streaming musik, meski perlu diingat bahwa perusahaan asal Swedia tersebut masih merugi secara finansial per bulan Juni 2016.

Terakhir dikabarkan, yakni pada pertengahan September lalu, jumlah pelanggan berbayar Spotify mencapai 40 juta. Ini berarti mereka sukses meminang 10 juta pelanggan baru hanya dalam kurun waktu lima setengah bulan, dan selama itu mereka juga sudah meluncurkan fitur baru yang menarik seperti Daily Mix dan katalog musik hasil remix.

Lalu ke depannya strategi apa lagi yang akan dilancarkan Spotify, terutama untuk memperoleh pemasukan lebih besar? Berdasarkan rumor yang beredar, Spotify sedang menyiapkan paket berlangganan baru yang menawarkan koleksi musik berkualitas lossless, alias setara CD dan dengan bitrate di atas 320 kbps (batas tertinggi yang ditawarkan Spotify saat ini).

Screenshot undangan untuk meng-upgrade ke Spotify Hi-Fi yang diterima sejumlah pengguna / @Semantics (Twitter)
Screenshot undangan untuk meng-upgrade ke Spotify Hi-Fi yang diterima sejumlah pengguna / @Semantics (Twitter)

Paket ini untuk sementara dinamai Spotify Hi-Fi, dan harganya berkisar antara $5 – $10, di luar Spotify Premium. Spotify sepertinya masih bereksperimen dengan skema harga sekaligus fitur-fitur ekstra yang ditawarkan, terbukti dari segelintir pengguna yang tidak bisa mendaftar walaupun mereka telah menerima undangannya di aplikasi Spotify.

Perwakilan Spotify sendiri masih bungkam soal ini. Benar atau tidaknya hingga kini belum ada yang berani memastikan, tapi saya kira kita tinggal menunggu waktu saja. Andai benar, ini bisa jadi berita buruk bagi Tidal yang pelanggannya berpotensi ‘dibajak’.

Sumber: Billboard dan The Verge.