Disney+ Tembus 100 Juta Pelanggan

Disney+ terus menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam pertemuan tahunan bersama para shareholder, CEO Walt Disney, Bob Chapek, mengungkapkan bahwa jumlah pelanggan layanan streaming video mereka itu sudah menembus angka 100 juta orang secara global.

Prestasi ini cukup membanggakan mengingat Disney+ baru beroperasi selama sekitar 16 bulan sejak diluncurkan pertama kali pada tanggal 12 November 2019. Sekarang, Disney+ sudah tersedia di 59 negara yang berbeda. Di Indonesia sendiri jumlah pelanggannya diperkirakan ada di kisaran 2,5 juta orang per Januari kemarin.

Angka 100 juta ini memang baru sekitar separuh dari total subscriber yang Netflix miliki. Namun Disney sendiri tidak menyangka pertumbuhannya bisa secepat ini. Prediksi awal yang Disney tetapkan adalah sekitar 60 sampai 90 juta pelanggan di tahun 2024, meski tentu saja prediksi tersebut dibuat sebelum pandemi COVID-19 melanda, yang ternyata membantu mendorong pertumbuhan jumlah pelanggannya (dan Netflix) secara signifikan.

Menurut Chapek, kesuksesan Disney+ ini menjadi motivasi bagi mereka untuk menyiapkan dana yang lebih besar lagi untuk pembuatan konten-konten orisinal. Targetnya adalah lebih dari 100 judul baru setiap tahunnya, dan ini mencakup beragam intellectual property (IP) dari Disney Animation, Disney Live Action, Marvel, Star Wars, dan National Geographic.

Disney+

Baru-baru ini, Disney+ baru saja menyiarkan episode terakhir dari serial populer WandaVision, dan mereka juga telah menjadwalkan tayangan-tayangan unggulan lain sampai di bulan Juli 2021. Yang paling dekat adalah serial berjudul The Falcon and the Winter Soldier (masih dari properti Marvel), yang dijadwalkan tayang mulai 19 Maret.

Yang mungkin masih memicu perdebatan adalah terkait pemasukan. Pada bulan Desember kemarin, Disney melaporkan bahwa sekitar 30 persen dari total pelanggan Disney+ merupakan pelanggan Disney+ Hotstar, termasuk kita semua yang ada di Indonesia. Seperti yang kita tahu, tarif berlangganan Disney+ Hotstar jauh lebih murah daripada tarif Disney+ di beberapa negara.

Itu berarti ada selisih yang cukup besar antara pemasukan yang didapat dari satu orang pelanggan Disney+ Hotstar di Indonesia (Rp39.000 per bulan atau Rp199.000 per tahun) dengan yang didapat dari satu orang pelanggan Disney+ di Amerika Serikat ($6,99 per bulan atau $69,99 per tahun). Netflix di sisi lain juga menerapkan tarif yang berbeda di tiap negara, tapi selisihnya tidak sampai sejauh itu.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Disney+ Kuasai Pasar Layanan Streaming Video di Indonesia

Dibandingkan seabrek layanan streaming video yang tersedia di Indonesia, Disney+ boleh dibilang adalah yang paling muda usianya. Di pasar global, layanan tersebut memang sudah tersedia sejak November 2019, akan tetapi ia baru masuk ke Indonesia secara resmi setahun setelahnya, tepatnya pada tanggal 5 September 2020.

Datang terlambat rupanya tidak mencegah Disney+ mendulang popularitas di tengah sengitnya persaingan layanan streaming video di tanah air. Berdasarkan data yang dihimpun oleh JustWatch mengenai market share layanan streaming video di Indonesia, Disney+ rupanya berhasil merebut peringkat pertama dengan pangsa pasar sebesar 22% di kuartal ke-4 tahun 2020 kemarin.

Disney+ market share in Indonesia

Persis di belakangnya, ada Netflix dengan pangsa pasar sebesar 21%. Melengkapi peringkat lima besar adalah iflix (11%), Viu (9%), dan Vidio (9%). Amazon Prime Video duduk di peringkat ke-6 dengan pangsa pasar sebesar 8%, diikuti oleh CatchPlay dengan 5%, dan menyisakan 15% untuk layanan-layanan lainnya.

Proporsinya memang tidak berbanding lurus dengan laporan jumlah pelanggan versi Media Partners Asia (MPA) yang dipublikasikan pada pertengahan Januari lalu. Di situ disebutkan bahwa Disney+ punya sekitar 2,5 juta pelanggan di Indonesia, disusul oleh Viu dengan 1,5 juta, Vidio dengan 1,1 juta, dan Netflix dengan 850 ribu pelanggan. Kendati demikian, kedua studi sama-sama menempatkan Disney+ sebagai penguasa pasar streaming video di tanah air.

Data dari JustWatch juga menunjukkan bahwa kehadiran Disney+ berdampak langsung pada penurunan pangsa pasar layanan lainnya. Yang paling drastis adalah iflix, yang mengalami penurunan hingga sebesar 25%. 2020 kemarin memang terbukti bukan tahun yang baik bagi iflix.

Disney+ market share in Indonesia

Kalau ditanya apa rahasia Disney+, jawabannya bisa beberapa. Yang pertama dan paling utama tentu saja adalah tarif berlangganannya yang begitu bersahabat: Rp39.000 per bulan, atau Rp199.000 per tahun. Bandingkan dengan Netflix, yang tarif termurahnya dipatok Rp54.000, dan itu pun khusus untuk konsumsi di smartphone saja. Disney+ juga menawarkan metode pembayaran yang sangat bervariasi, tidak melulu via kartu kredit saja.

Dari segi konten, katalog Disney+ mungkin bisa dibilang belum begitu besar, tapi setidaknya mereka berusaha keras menyediakan koleksi konten yang sesuai dengan selera lokal. Bahkan film-film populer pun juga banyak yang bisa ditonton dengan dialog dalam bahasa Indonesia, termasuk IP orisinal macam The Mandalorian atau WandaVision. Namanya Disney, sudah pasti juga ada banyak konten yang dikhususkan untuk anak-anak.

Gambar header: Depositphotos.com.

Gandeng HBO GO, Mola TV Tawarkan Layanan Hiburan Keluarga yang Lengkap Sekaligus Terjangkau

Indonesia tidak kekurangan platform streaming video lokal. Namun yang mungkin cukup dikenal, terutama di kalangan gibol alias gila bola, adalah Mola TV. Meski umurnya masih tergolong muda, reputasi Mola TV sudah cukup dikenal semenjak menjadi broadcaster resmi Liga Premier Inggris.

Mendapat tempat di hati para peminat sepak bola rupanya belum cukup buat Mola TV. Baru-baru ini, mereka mengumumkan bahwa mereka telah bekerja sama dengan HBO GO, mengintegrasikan layanan streaming kenamaan tersebut ke layanan Mola TV sendiri.

Akses lengkap ke HBO GO ini bisa didapat dengan berlangganan paket Premium Entertainment Mola TV, dan tarifnya ternyata cukup bersahabat: Rp65.000 per bulan, atau Rp500.000 per tahun. Bandingkan dengan tarif HBO GO sendiri yang dipatok Rp60.000 per bulan. Selisih lima ribu rupiah, tapi pelanggan mendapat akses ke semua program Mola TV + HBO GO.

Program-program yang dimaksud mencakup Mola Movies, Mola Living, Mola Kids, Mola Sports, dan HBO GO itu sendiri (akan tersedia di mobile mulai 5 Oktober). Jadi dengan berlangganan satu paket saja, semua anggota keluarga bisa terpuaskan semuanya; ayah ibu bisa menikmati tayangan-tayangan eksklusif macam “Grisse” maupun “Raised by Wolves”, sedangkan anak-anak bisa menyaksikan konten populer macam “Ben 10” atau “We Bare Bears”.

Tentu saja ini belum termasuk ratusan jam program mendidik yang terdapat dalam Mola Kids maupun Mola Living. Untuk kategori olahraga, selain siaran Liga Premier, Mola TV belum lama ini juga telah mengantongi hak siar resmi atas WWE.

“Semua tayangan lengkap ini bisa dinikmati hanya dengan membayar 65 ribu rupiah untuk berlangganan bulanan atau 500 ribu rupiah per tahun. Bisa dipastikan harga ini menjadi harga layanan hiburan kompilasi di rumah terbaik dan paling terjangkau yang pernah ada di Indonesia. Seluruh anggota keluarga dari ayah, ibu dan anak masing-masing dapat menikmati tayangan khusus bagi seluruh keluarga,” ungkap Mirwan Suwarso selaku perwakilan Mola TV dalam siaran persnya.

Bagi yang tertarik, silakan langsung kunjungi situs Mola TV untuk mengetahuinya lebih lanjut.

Layanan Streaming Video Disney Kabarnya Akan Lebih Ekonomis dari Netflix

Dampak masif yang diberikan oleh meledaknya kepopularitasan layanan video on-demand adalah tumbangnya industri DVD, termasuk bisnis rental. Dan bukan cuma itu. Perubahan ini juga mendorong nama-nama besar di bidang hiburan untuk mengekspansi bisnisnya, dengan menghidangkan servis hampir serupa atau melakukan kolaborasi bersama penyedia layanan streaming.

Menariknya, langkah berbeda dilakukan oleh The Walt Disney Company. Setelah sebelumnya dilaporkan melangsungkan perundingan dengan Netflix agar perusahaan yang dinahkodai Reed Hastings itu bisa menayangkan sejumlah franchise Disney secara permanen, Disney malah mengumumkan agendanya untuk menarik semua film mereka dari Netflix di bulan September kemarin. Sebagai gantinya, mereka menyingkap rencana buat menyediakan servis streaming sendiri, dengan sebuah twist.

Disney kabarnya akan menyajikan layanan video on-demand mereka di  harga yang lebih murah dari Netflix, diungkap oleh COE Bob Iger di konferensi earnings call minggu lalu. Hal ini merupakan langkah strategis Disney karena mereka menyadari servis tersebut mempunyai konten lebih sedikit dari kompetitor utamanya. Meski begitu, Disney juga berjanji tidak ada kompromi pada kualitasnya.

Disney memang belum memberi tahu info harga paket berlangganan secara spesifik, namun perbandingan harga antara layanan streaming mereka dengan Netflix diklaim cukup ‘substansial’.

Di sana, Anda akan menemukan segala macam konten familier, di antaranya ada film-film Pixar, Lucasfilm, Marvel Studios, hingga ABC. Untuk sementara, IP-IP punya Disney yang dikembangkan buat Netflix (contohnya Daredevil, Jessica Jones, Luke Cage, dan Iron Fist) boleh jadi tetap berada di platform Netflix; sedangkan film feature seperti Rogue One: A Star Wars Story kemungkinan besar akan dipindahkan.

“Aplikasi ini nantinya akan kaya dengan konten,” kata Iger di Konferensi Komunikasi dan Hiburan Bank of America Merrill Lynch 2017 Media di Los Angeles hari Kamis kemarin. “Kami akan melepasnya secara besar-besaran.”

Ketika meluncur nanti, target utama Disney adalah merangkul pelanggan sebanyak-banyaknya, dan jika memungkinkan, mereka akan mencoba mengalihkan pengguna Netflix ke servis tersebut. Perusahaan menetapkan tahun 2019 sebagai waktu rilis layanan streaming video itu, berlaku di wilayah Amerika Serikat.

Selain itu, Disney turut mengumumkan rencana peluncuran layanan streaming ESPN standalone baru, siap hadir di tahun 2018. Sebelumnya, ESPN sempat kehilangan 12 juta pelanggan, dan memaksa mereka merumahkan tak kurang dari 100 karyawan – termasuk staf high-profile seperti reporter Marc Stein dan Chad Ford.

Via Digital Trends & CNET. Header: StarWars.com.

Lewat BitTorrent Live, BitTorrent Ingin Mengganti Televisi dengan Layanan Live Streaming Multichannel

Televisi perlahan semakin dimakan oleh usia. Bukan masalah teknologinya, tetapi cara distribusi kontennya. Sekarang ini, konten harus bisa di-stream dari berbagai perangkat, termasuk halnya siaran langsung. Singkat cerita, live streaming sudah menjadi bagian dari keseharian kita.

Tren live streaming ini dilihat oleh BitTorrent sebagai peluang bisnis yang menjanjikan. Mereka melihat bahwa teknologi HTTP Live Streaming yang digunakan sekarang terkesan kuno dan seringkali berdampak pada keluhan lag pada pengguna. Untuk itu, mereka siap menghadirkan solusinya berbekal teknologi peer-to-peer (P2P) yang mereka matangkan tahun demi tahun.

Diumumkan di pertengahan bulan Mei kemarin, BitTorrent Live merupakan sebuah layanan live streaming video yang dibagi dalam beberapa channel dan mencakup beragam topik, mulai dari berita, olah raga, musik, teknologi dan budaya populer. Keunggulan BitTorrent Live ada pada infrastruktur P2P yang digunakan, yang diyakini sanggup mengakomodasi penonton dalam jumlah besar sekaligus tanpa diganggu oleh lag.

Namun sekali lagi, layanan live streaming tidak ada artinya tanpa konten yang berkesan. Untuk itu, disiapkanlah channel BitTorrent News yang akan mendampingi deretan channel lain mulai 18 Juli mendatang. Mengapa harus topik berita? Well, salah satu konten yang paling populer di televisi adalah berita, dan cara terbaik untuk menyajikannya ke generasi muda adalah melalui layanan live streaming.

Erik Schwartz, Vice President of Media for BitTorrent, menilai BitTorrent News sebagai jawaban atas berita televisi yang stagnan selama beberapa waktu terakhir. BitTorrent juga memastikan kalau konten tersaji secara independen, tanpa dicampuri atau dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu.

BitTorrent tidak main-main soal ini. Mereka telah merekrut Harrison Bohrman, mantan produser di Vice dan CNN, beserta sederet jurnalis maupun produser dari Al Jazeera. Sepertinya bakal banyak topik berbau politik? Yup, jadwal rilisnya sendiri bertepatan dengan ajang Republican National Convention di Amerika Serikat.

Terlepas dari itu, BitTorrent News hanyalah sebuah bagian dari BitTorrent Live yang multichannel. BitTorrent Live sendiri saat ini sudah bisa diakses melalui Apple TV, sedangkan aplikasinya di iOS, Android dan Mac akan menyusul dalam waktu dekat.

Sumber: Fortune dan BitTorrent.

Comic-Con Umumkan Layanan Streaming ala Netflix dengan Segudang Konten Eksklusif

Sudah hampir setengah abad San Diego Comic-Con (SDCC) menjadi pusat perkembangan pop culture. Setiap tahunnya, event yang digelar di kota San Diego ini menjadi tempat berkumpulnya para geek sekaligus nama-nama besar di industri hiburan, mulai dari studio komik ternama sampai produser film blockbuster.

Namun di era digital ini, organisasi penyelenggara SDCC rupanya ingin menawarkan sesuatu yang lebih bagi para fansnya. Mereka mengumumkan Comic-Con HQ, sebuah layanan streaming video on-demand ala Netflix, tapi untuk semua hal ‘berbau’ Comic-Con.

Layanan ini bakal menyajikan segudang konten eksklusif bagi para pelanggannya, mulai dari serial TV klasik sampai program-program orisinil seperti wawancara dengan pemain industri hiburan maupun serial scripted dan unscripted. Namun yang paling penting, Comic-Con HQ juga akan menayangkan sejumlah seminar maupun panel diskusi dari event San Diego Comic-Con secara langsung.

Hal ini sekaligus menjadikannya sebagai alternatif yang sangat menarik bagi para fans yang tidak berkesempatan mengunjungi event SDCC 2016 pada bulan Juli nanti. Di sisi lain, kehadiran layanan streaming ini juga bisa diartikan Comic-Con dapat dinikmati sepanjang tahun, tidak hanya selama empat hari dalam setahun saja seperti sebelum-sebelumnya.

Layanan streaming Comic-Con HQ rencananya akan mulai memasuki fase beta pada tanggal 7 Mei mendatang, dimana konsumen bisa mencobanya secara cuma-cuma di perangkat Android, iOS maupun desktop lewat web browser. Barulah di bulan Juni dan selanjutnya, Comic-Con HQ akan menarik biaya berlangganan. Sayang belum ada informasi mengenai berapa biaya yang dipatok.

Sumber: The Verge.