Motorola Moto Z2 Play Tiba di Indonesia, Bisa Dipesan di Online Store Favorit Anda

Tidaklah berlebihan ketika saya bilang bahwa Motorola tak mau membuang-buang waktu untuk membawa smartphone semi-modular generasi keduanya ke Asia Pasifik. Kawasan ini ialah pasar dengan pertumbuhan tercepat, dan respons konsumen terhadap keluarga Moto Z terbilang sangat positif. Buktinya, Motorola berhasil menyalip ke posisi keempat sebagai brand terfavorit.

Dan di akhir minggu lalu, sebuah notifikasi dikirim tim Motorola Indonesia via email. Isinya mungkin sudah Anda nanti-nanti: Motorola mengumumkan kehadiran resmi Moto Z2 Play di Indonesia, hanya tiga hari setelah ia mendarat di Asia Tenggara. Moto Z2 Play dapat Anda miliki dengan melakukan pre-order di tiga jalur distribusi online lokal terpercaya, yaitu Lazada, Blibli dan DinoMarket.

Moto Z2 Play 4

“Dengan resminya kehadiran Moto Z 2 Play untuk konsumen Indonesia, kami mempertegas komitmen dan memenuhi janji kami untuk menghadirkan inovasi mobile yang sama sekali baru,” tutur ujar Adrie R. Suhadi selaku country lead Lenovo Mobile Business Group Indonesia di rilis pers. “Dan lewat Moto Mods, smartphone ini [dapat] bertransformasi menjadi sesuai yang benar-benar Anda butuhkan kapan pun Anda membutuhkannya.”

Moto Z2 Play 5

Moto Z2 Play 13

Moto Z2 Play merupakan upgrade dari Z Play, menyuguhkan desain lebih ramping dan performa lebih baik dibanding kakaknya itu. Dengan menggonta-ganti Moto Mods, smartphone dapat berubah jadi perangkat sempurna untuk mendukung segala kegiatan Anda – dari mulai presentasi bisnis (via proyektor Insta-Share), mendengarkan musik (JBL SoundBoost), bermain (Moto Gamepad), atau sekedar membuat baterainya lebih tahan lama (TurboPower Pack).

Moto Z2 Play 1

Secara umum, ada empat strategi yang dilakukan oleh Motorola demi mendominasi pasar di tahun 2017. Pertama, mereka akan terus memperluas portfolio produk; lalu produsen berniat untuk berinvestasi mengembangkan brand sehingga ‘lebih berani, lantang dan cerah’; menyempurnakan kualitas dan layanan konsumen; dan selanjutnya adalah menjangkau lebih banyak penyedia jaringan.

Penasaran ingin mengetahui kemampuan Moto Z2 Play lebih jauh? Silakan simak ulasan hands-on Moto Z2 Play lewat tautan ini.

Moto Z2 Play 2

Motorola Moto Z2 Play bisa Anda pesan mulai hari ini, 10 Juli 2017 di DinoMarket, Blibli dan Lazada. Gerbang pre-order akan terus dibuka hingga tanggal 21 Juli 2017 nanti. Di Indonesia, produk dijajakan di harga Rp 6,5 juta, dan kita ditawarkan varian berwarna gold serta gray.

Ada bonus berupa Special Edition Gift Box Moto bagi mereka yang memutuskan untuk memesan Moto Z2 Play sekarang, berisi cap mod berbahan karbon, bumper logam, tongkat selfie, dan kit screen liquid protection. Total harganya mencapai Rp 800 ribu.

Berikan Edukasi Kepada UMKM, Lazada Luncurkan Program #KamuJugaBisa

Masih rendahnya kesadaran pelaku UMKM di Indonesia untuk mengadopsi teknologi untuk peningkatan usaha, menjadi salah satu perhatian utama dari Lazada, selaku layanan e-commerce di Indonesia. Untuk mengatasi kendala tersebut, Lazada bersama dengan mitra BUMN dan swasta, menggelar kegiatan pelatihan serta pengajaran kepada calon pelaku UMKM di Indonesia yang diberi nama program #KamuJugaBisa.

Kepada media hari ini (18/05) Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm mengungkapkan, internet telah memudahkan pemilik usaha untuk mempromosikan dan menjual produk yang ada dengan mudah. Dengan program ini Lazada menargetkan bisa mengedukasi 25 ribu UMKM di Indonesia agar bisa mengembangkan bisnis mereka secara online. Kegiatan ini akan berlangsung sepanjang tahun 2017.

“Di Lazada sudah banyak cerita sukses para penjual yang telah bergabung dan memasarkan produknya melalui Lazada. Hal tersebut membuktikan internet telah membantu pelaku UMKM untuk memasarkan produk dengan mudah dan cepat, jika mereka memiliki produk yang baik memanfaatkan teknologi,” kata Florian.

Lazada mencatat dari sekitar 57 juta UMKM di Indonesia, hanya 18% saja yang telah memanfaatkan media digital untuk mengembangkan usahanya. Dengan program yang didukung oleh Bank Mandiri, Telkomsel, JNE ini, para peserta akan diberikan akses telekomunikasi dengan harga terjangkau, dukungan untuk proses pengiriman barang dengan memberikan Free Delivery dari JNE, serta dukungan perbankan dan keuangan bertahap dari Bank Mandiri.

Untuk merangkul lebih banyak talenta muda yang berniat untuk menjadi entrepreneur dan mempersiapkan generasi selanjutnya, Lazada juga telah bekerja sama dengan universitas di Indonesia, di antaranya adalah Universitas Trisakti, Universitas Atmajaya dan Universitas Indonesia.

“Selama 5 tahun Lazada hadir di Indonesia telah bermitra dengan 15 ribu UMKM dengan jutaan jenis produk. Kami bangga telah menjadi bagian dari perkembangan bisnis mereka,” kata Florian.

Didukung Bekraf, para peserta yang telah mendaftarkan diri di kota-kota seperti Surabaya, Serang dan juga pelatihan dari Kementrian Perdagangan di Yogyakarta.

“Bekraf akan mendukung inisiatif ini dengan menyediakan akses terhadap UMKM binaan Bekraf dan memfasilitasi pelatihan bagi UMKM yang berpotensi dalam kerangka program #KamuJugaBisa,” kata Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo.

Application Information Will Show Up Here

Menentukan Arah E-Commerce Indonesia

Toko daring (e-commerce) yang merupakan wujud nyata pemanfaatan teknologi internet yang dipadukan dengan toko offline, terus menggurita di Indonesia. Menurut sensus BPS, jumlahnya mencapai 26,2 juta di 2016, tumbuh 17% dalam kurun waktu 10 tahun.

Besarnya angka ini, di satu sisi memperlihatkan pemain toko offline yang kini mulai sadar dengan potensi online sebagai alternatif jalur pemasaran yang ramah ongkos dalam rangka mendukung bisnis mereka.

Seiring berjalannya waktu, pemain e-commerce khususnya marketplace kini tak lagi menawarkan produk berbasis fesyen, gadget, atau elektronik. Coba perhatikan strategi dari lima pemain besar e-commerce di Indonesia versi iPrice berdasarkan segi kunjungan, seperti Lazada, Tokopedia, Elevenia, Bukalapak, dan Blibli. Semuanya kini mulai merambah ke luar segmen tiga kategori utama.

Tokopedia, dikenal sebagai pemain pionir yang menyediakan produk di luar segmen utama, makin melengkapi layanannya tak hanya pulsa, tapi juga sudah merambah ke pembelian tiket kereta api, voucher game, donasi, BPJS, angsuran kredit, hingga layanan fintech untuk pengajuan aplikasi kartu kredit, dan lainnya.

Lazada pun kini perlahan-lahan mulai merambah ke pengadaan kebutuhan sehari-hari dengan menjual pulsa dan paket data. Begitupula dengan Elevenia yang menyediakan tiket pesawat dengan menggandeng Tiket. Blibli pun juga demikian, baru-baru ini perusahaan menjual rambah segmen perjalanan dengan menyediakan tiket angkutan darat, laut, udara, paket perjalanan wisata, hingga voucher acara, dan lainnya.

Pengguna kini bisa pesan tiket kereta api via Bukalapak / Bukalapak

Bukalapak tak mau kalah. Selain tiket kereta api dan pesawat, Bukalapak juga menyediakan layanan fintech termutakhir, yakni investasi reksa dana. Yang terbaru, marketplace yang memiliki hubungan dengan Emtek ini juga menyediakan layanan kredit mobil, lewat BukaMobil.

Dari layanan yang dihadirkan pemain marketplace di atas, secara otomatis membuat peta persaingan dengan e-commerce tak lagi jadi horizontal, namun semakin vertikal. Akibatnya, ruang gerak bisnis e-commerce niche “terusik”, apalagi dengan toko offline.

Bila ditelisik lebih dalam, kondisi serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Ambil contoh terdekat adalah Amazon. Dalam perjalanannya, Amazon kini tidak hanya dikenal sebagai platform e-commerce untuk berjualan berbagai produk berbasis kebutuhan konsumen saja yang sudah diluncurkan sejak awal.

Dalam laporan keuangan Amazon di kuartal I 2017, perolehan pendapatan Amazon mencapai US$34,5 miliar, tumbuh 19% secara year-on-year (YOY). Beberapa kontributor yang turut mendongkrak kenaikan tersebut adalah kehadiran produk Amazon Web Service dan Amazon Prime.

Hal menarik yang bisa disimpulkan dari laporan kinerja Amazon adalah layanan e-commerce yang mulai beradaptasi menjadi peluang baru untuk terus berinovasi menambah layanan, bukan hanya mengandalkan produk berbasis kebutuhan konsumen saja.

Dengan makin ramainya layanan yang dihadirkan marketplace, seperti apa arah e-commerce Indonesia di masa mendatang? Lalu bagaimana tingkat persaingannya?

Menjadi bagian keseharian hidup

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun makin cerdas. Mereka tak lagi sekadar berburu diskon atau harga murah, namun menggunakan platform e-commerce untuk kemudahan hidup mereka. Tak hanya itu, sebagai destinasi untuk perbandingan harga, melihat tinjauan dari para pembeli sebelumnya.

Menurut William, dengan banyaknya penjual yang bergabung di marketplace akan memberikan fungsi transparansi harga dan kualitas kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai acuan riset pasar sebelum berbelanja.

Open marketplace juga akan menjadi rumah baru bagi para pemilik merek lokal maupun internasional untuk memasarkan produknya. Ini sangat wajar karena marketplace memiliki traffic kunjungan yang tinggi. Pengunjung marketplace memiliki intention to purchase, beda dengan social media, situs berita, atau mesin pencari,” kata William.

Dia juga memprediksi pada tahun ini, e-commerce akan semakin inklusif demi menjangkau masyarakat hingga pelosok dengan membuka kesempatan untuk bankable. Produk keuangan seperti dompet virtual akan tumbuh seiring dorongan pemerataan ekonomi secara digital, membuka kesempatan untuk masyarakat melakukan pembayaran meski tidak memiliki akun bank atau kartu kredit.

“Marketplace seperti Tokopedia pun sudah berubah menjadi platform, yang membuka kerja sama dengan para pelaku startup fintech, khususnya yang memiliki solusi untuk financial inclusion.”

Saat ini ada lebih dari 1,5 juta merchant yang bergabung dengan Tokopedia. William mengklaim setiap bulannya perusahaan bisa menghasilkan pendapatan hingga triliunan lewat 40 juta pilihan produk yang tersedia.

Menyambung ucapan William, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia E. Marinto menambahkan berbagai layanan yang dihadirkan, secara otomatis membentuk suatu ekosistem yang menjadikan e-commerce sebagai one stop service.

“Mulai ditawarkannya berbagai produk dan layanan, sebenarnya sudah ada model bisnisnya di luar negeri. Ini bukan hal baru dan menjadi upaya mereka untuk leverage bisnis dari consumer base yang sudah dimiliki. Market [e-commerce] kita masih baru, banyak hal yang bisa di-online-kan,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan CFO Bukalapak M Fajrin Rasyid. Menurutnya, layanan e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem dengan menawarkan jasa dengan nilai tambah, tak lagi jasa jual-beli saja. Hal inilah yang mendasari Bukalapak meluncurkan berbagai inisiatif baru.

“Kami yakin dengan pertumbuhan dan perkembangan Bukalapak sebagai ekosistem, kami mampu memutar roda perekonomian Indonesia bukan hanya dengan penjualan dan pembelian, tapi juga dengan kebiasaan menabung. Salah satu fitur kami, BukaReksa, memungkinkan pengguna kami untuk berinvestasi,” terang Fajrin.

Dia melanjutkan, “Kami yakin e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem. Yang dimaksud ekosistem adalah [layanan] e-commerce yang mampu memberi kemudahan para penggunanya, tidak hanya wadah jual beli online, tetapi membantu mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam satu platform.”

Kompetisi yang makin sengit, namun potensi tetap luas

Menjawab soal kompetisi, Aulia menambahkan di era teknologi internet yang makin berkembang memang menyebabkan tingkat kompetisi yang semakin ketat. Pasalnya perkembangan internet cukup dinamis. Ambil contoh, kompetisi yang terjadi antara operator telekomunikasi dengan layanan over-the-top (OTT). Kondisi sekarang ini, pengguna telko tidak harus menggunakan pulsanya untuk menelpon karena dapat memanfaatkan layanan telepon dari aplikasi pesan singkat.

CEO Blibli Kusumo Martanto mengatakan persaingan tetap selalu ada dan semakin sengit. Blibli melihat hal ini menjadi kesempatan untuk terus “agile” dan berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan baik dari sisi produk seleksi, kompetisi harga, pengiriman, metode pembayaran, customer care, maupun user experience di platform web dan mobile.

“Kami juga melihat ada tanda-tanda untuk terjadinya konsolidasi di market [e-commerce] ke depannya. Tapi kami cukup yakin untuk tetap bisa tumbuh dan menjadi one of the e-commerce market leaders di Indonesia,” ucap Kusumo.

Sekarang Blibli telah memiliki 15 kategori produk, beberapa yang terbaru diluncurkan tahun lalu adalah otomotif (aksesoris, mobil, dan motor); galeri Indonesia (produk lokal), mobile e-pulsa, dan groceries (non fresh products).

Peritel modern dituntut inovatif

Sementara itu, peritel modern yang merupakan bisnis petahana sebelum layanan e-commerce hadir, dituntut untuk terus inovatif. Meski secara penetrasi e-commerce terhadap total ritel masih sekitar 1% di 2016, namun potensinya diklaim masih sangat luas. Dikhawatirkan hal ini akan menjadi senjata makan tuan bagi peritel modern.

William menerangkan kondisi yang sedang dialami Indonesia di tahun lalu telah terjadi di Tiongkok pada 2008 silam. Tiongkok hanya membutuhkan lima tahun untuk mencapai penetrasi 10% terhadap total ritel di 2013.

“Jika saat ini dari 100 transaksi yang kita lakukan, baru 1 yang dilakukan secara online. Pertanyaan berikutnya seberapa cepat Indonesia akan mengikuti Tiongkok, di mana dari 10 transaksi yang dilakukan, setidaknya sudah 1 dilakukan secara online,” tutur William.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menambahkan layanan e-commerce kini menjadi suatu bagian yang tidak bisa diingkari, sehingga harus dijadikan sebagai jalur distribusi pemasaran yang terbaru demi mendongkrak pendapatan.

“Kita harus liat e-commerce sebagai kritik yang membangun untuk menjawab situasi yang sedang terjadi. Harus ada kreativitas yang tersuguh di market untuk dihadirkan di offline, bila peritel tidak mau berubah tentu akan punah,” terang Roy.

Saat ini hampir 70% anggota Aprindo sudah mulai menggunakan transformasi dari bentuk toko fisik ke online. Sebelumnya peritel hanya memakai jalur online sebagai pemasaran, namun kini sudah bertambah menjadi saluran penjualan. Hal ini yang terjadi dalam MatahariMall, MAP Emall, Alfacart, KlikIndomaret, dan lainnya.

Kendati layanan e-commerce diprediksi menyimpan potensi yang sangat besar, kondisi ini dianggap tidak bisa menggeserkan eksistensi peritel modern. Pasalnya ritel modern memiliki nilai lebih yang tidak bisa digantikan oleh layanan e-commerce. Salah satunya adalah komunikasi yang satu arah dan keterbatasan untuk berinteraksi dengan barang yang diinginkan.

“Sedemikian maju suatu negara, toko offline akan tetap ada. Yang bakal tergerus itu yang tidak mau berubah. Intinya adalah inovasi yang dapat menghubungkan konsumen dengan teknologi, itu bisa dihadirkan dalam mengajak orang-orang untuk tetap datang ke toko.”


Yenny Yusra berkontribusi dalam pembuatan artikel ini

Rocket Internet Berencana Luncurkan Layanan Fintech di Indonesia

Asia Pacific Internet Group (APIG), yang bertugas menangani semua aktivitas Rocket Internet di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, berencana meluncurkan layanan financial technology (fintech). Informasi tersebut disampaikan secara singkat oleh CEO Asia Pacific Internet Group Hanno Stegmann di sela-sela kegiatan Global Ventures Summit 2017. Sejauh ini APIG belum mau memberikan detil informasi tentang apa subsektor fintech yang bakal disasar.

“Tentunya saya cukup excited dengan rencana dari APIG terkait dengan layanan fintech yang akan kami luncurkan. Namun karena saat ini masih dalam tahap penjajakan kami masih belum bisa menyampaikan informasi lebih lanjut,” kata Hanno.

Selama ini Rocket Internet fokus ke layanan e-commerce dan listing untuk pasar di Asia. Pencapaian Lazada sebagai startup unicorn dan akuisisi oleh Alibaba diklaim menjadi prestasi yang cukup membanggakan bagi APIG.

“Meskipun kami mengalami beberapa kegagalan, namun dengan keberhasilan yang telah diraih oleh Lazada menjadikan APIG lebih eksis dan cukup kredibel hingga kini, terutama di Asia Tenggara,” kata Hanno.

APIG sendiri memastikan Indonesia adalah pasar penting dan terus berperan aktif dalam ekosistem startupnya.

“Selama ini APIG telah memberikan investasi yang cukup banyak di Indonesia, sedikitnya sudah 3-4 kali investasi di indonesia tahun lalu. Kami merasa cukup aktif di ekosistem startup Indonesia saat ini,” kata Hanno.

Masa depan Zalora

Jika sebelumnya diberitakan Zalora Indonesia mengalami kendala menjalankan bisnis dan berencana akan dijual, hal tersebut dibantah Hanno. Kepada DailySocial Hanno mengungkapkan dua bulan lalu tim APIG baru saja menerima laporan terkini Zalora yang menunjukkan pertumbuhan yang baik. Setelah menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand tahun lalu, layanan fashion commerce Zalora telah menjual bisnisnya di Filipina.

“Kami cukup optimis dengan Zalora dan Global Fashion Group, terutama dengan makin membaiknya pertumbuhan bisnis Zalora di Indonesia. Untuk selanjutnya kami akan fokus ke core market Zalora di Indonesia dan akan terus berinvestasi kepada Global Fashion Group,” kata Hanno.

Selain Zalora, APIG masih memiliki beberapa startup aktif di Indonesia, termasuk Lamudi, Carmudi, Lyke dan ZenRooms.

Rayakan HUT Kelima, Lazada Jabarkan Capaian dan Rencananya di Tahun 2017

Memasuki usia ke-5, layanan e-commerce Lazada menyampaikan beberapa data dan hasil riset internal kepada media hari ini (15/03). Penjabaran riset dan survei tersebut termasuk pilihan pembayaran Cash on Delivery (COD) yang diklaim merupakan pilihan pembayaran pertama dan paling popular di Lazada, hingga suntikan dana segar sebesar $1 miliar dari Alibaba pada tahun 2016.

Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm menyebutkan, di tahun kelimanya Lazada masih terus mempromosikan produk lokal secara global dan memastikan proses fulfillment center kepada penjual berjalan dengan baik.

“Lazada memiliki jumlah SKU paling banyak saat ini, untuk itu kami ingin memastikan di tahun 2017 ini semua produk yang dibeli secara offline telah tersedia di Lazada.”

Akuisisi dari Alibaba ternyata tidak terlalu berpengaruh kepada jalannya operasional dan bisnis sehari-hari dari Lazada, hal tersebut yang ditegaskan oleh Florian kepada media.

“Saya banyak mendapatkan pertanyaan apakah Alibaba ikut campur dengan jalannya bisnis Lazada saat ini, bisa saya pastikan Lazada tetap menjalankan bisnis secara independen tanpa campur tangan dari Alibaba,” kata Florian.

Pencapaian Lazada hingga awal tahun 2017

Dalam presentasinya Florian menyampaikan beberapa prestasi menarik yang telah dicapai oleh Lazada selama 3 tahun terakhir. Di antaranya adalah saat ini terdapat 7 juta produk yang tersedia di Lazada, kenaikan yang cukup signifikan sejak tahun 2015.

Kemudian Lazada juga mencatat pemesanan hingga pembelian produk banyak dilakukan melalui aplikasi mobile dengan persentase hingga 86% di tahun 2017. Kenaikan tersebut dicatat cukup pesat dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 34%, tahun 2015 sebanyak 43% dan tahun 2016 sebanyak 69%.

Hal menarik lainnya yang juga dicatat oleh Lazada adalah ulasan atau testimoni yang diberikan oleh pengguna setelah pembelian, cukup membantu pengguna lain untuk mengerti kemudian membeli produk yang ada. Dari data yang dikumpulkan sekitar 2 juta produk telah di-review oleh pengguna sejak bulan Januari 2017.

“Testimoni dan ulasan yang diberikan oleh pengguna usai produk dibeli cukup membantu kami menjual produk dengan cepat, dengan jaminan hingga rekomendasi pengguna terhadap produk hingga penjual,” kata Florian.

Terkait dengan customer retention, Lazada turut mencatat kebanyakan pengguna yang merasa puas dengan layanan dan produk yang terdapat di Lazada, bersedia untuk kembali lagi dan membeli produk yang berbeda di Lazada. Pertumbuhan tersebut mencapai hingga dua kali lipat sejak tahun 2015 hingga tahun 2017.

“Kami juga mencatat Lazada telah menjual power bank dengan jumlah yang cukup tinggi sejak tahun 2014 dengan jumlah 1,2 juta, sementara 2 juta produk diapers atau popok bayi telah terjual di Lazada,” kata Florian.

Meningkatkan kerja sama dengan mitra terkait

Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan dari mitra yang sejak awal telah melakukan kerja sama dengan Lazada, di antaranya adalah perwakilan dari bank Mandiri, JNE dan Telkomsel. Selanjutnya Lazada memiliki komitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dengan para mitra terpilih.

“Sebagai salah satu marketplace terbesar di Indonesia, kami menyadari pentingnya membina kemitraan strategis dengan penyedia layanan telekomunikasi, logistik dan sistem pembayaran. Agar Lazada bisa terus memberikan pengalaman berbelanja yang menyenangkan untuk konsumen,” kata Co-CEO Lazada Indonesia Duri Granziol.

Merayakan HUT-nya yang kelima, Lazada bakal menghadirkan berbelanja online interaktif melalui online shopping Lazada TV. Fitur tersebut dihadirkan oleh Lazada untuk meningkatkan interaksi dengan konsumen melalui live streaming Lazada TV yang bisa dinikmati oleh pengguna pada tanggal 21-23 Maret 2017. Selain Lazada TV, secara khusus Lazada juga bakal memberikan flash sale setiap 2 jam, 800 ribu penawaran menarik dan kejutan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Lazada Segera Buka Pre-order BlackBerry Aurora?

Beberapa hari setelah rekanan BlackBerry untuk industri mobile, TCL resmi meluncurkan ponsel kelas menengah bernama BlackBerry KEYone, kini muncul lagi smartphone berbendera serupa yang dijuluki BlackBerry Aurora. Ponsel yang juga mengemban misi di kelas menengah itu tampak mejeng di Lazada dan jika melihat gelagatnya, kemungkinan besar ia segera memasuki fase pre-order. BlackBerry Aurora atau BB-C100-1 ini dirakit oleh PT BB Merah Putih khusus untuk pasar Indonesia.

Tak banyak informasi soal spesifikasi BlackBerry Aurora yang bisa disingkap dari lapak di Lazada tersebut. Namun dari harganya, jelas bahwa smartphone berbasis Android ini akan berjibaku di kelas menengah. Ponsel ditawarkan seharga Rp 3.499.000 dengan jaminan dari distributor resmi. Hanya saja untuk saat ini status pemesanan untuk ketiga varian yang mejeng belum bisa dilakukan karena statusnya masih “Habis Terjual – Stock Segera di Update.”

blackberry-aurora pre order Lazada

Informasi mengenai BlackBerry Aurora sejauh ini memang masih belum 100% tersingkap. Berdasarkan bocoran yang banyak beredar di media, smartphone yang dirakit di Cikarang ini akan menawarkan dapur pacu Snapdragon 425 dengan delapan inti prosesor 1.4GHz dan RAM 4GB. Ruang simpan yang disediakan seluas 32GB plus topangan baterai 3.000mAh dan juga sistem operasi Android 7.1 Nougat. Komponen ini kemudian dibalut rapi oleh layar 5,5 inci dengan resolusi 720p yang terbilang baik.

Menandai era baru smartphone BlackBerry, ponsel ini juga diyakini bakal menawarkan dukungan dual SIM untuk fleksibilitas komunikasi. Tiga warna emas, silver dan hitam disediakan untuk fase pre-order nanti ,yang menurut kabar akan mulai dibuka pada tanggal 3 Maret besok.

Sumber berita Crackberry dan PhoneArena.

Mencari “Pemenang” Layanan E-Commerce di Indonesia

Tahun 90-an menjadi titik awal mulai berdirinya bisnis memanfaatkan teknologi terkini yaitu internet. Mulai dari kehadiran e-mail, mesin pencari, browser hingga layanan e-commerce yang terbilang masih baru namun menunjukkan potensi yang cukup besar.

Pertengahan tahun 90-an hingga awal tahun 2000 mulai muncul layanan e-commerce baru yang menawarkan kemudahan proses pembelian hingga pengantaran kepada masyarakat. Di antaranya adalah Amazon yang diluncurkan pada tahun 1995 oleh pendirinya Jeff Bezos. Amazon awalnya adalah toko buku yang dijual secara online. Saat ini Amazon sudah memiliki layanan yang luas, bukan lagi menjual buku secara online, namun juga produk busana, kebutuhan sehari-hari, hingga komputasi awan.

Menurut data Statista, total penjualan Amazon per kuartal saat ini sudah lebih dari $30 miliar.

Layanan e-commerce lainnya yang muncul dan terbilang sukses saat dotcom bubble di tahun 90-an adalah eBay, yang pada tahun 1995 muncul sebagai situs lelang online. Saat ini eBay telah menjadi marketplace global untuk menjual beragam produk dengan daftar barang sebanyak 103,6 juta di seluruh dunia dan penambahan daftar barang sebanyak 6,1 juta setiap hari, eBay menawarkan kesempatan kepada semua orang untuk membeli dan menjual barang.

Masing-masing layanan e-commerce ini telah melakukan ekspansi hampir di seluruh dunia. eBay sendiri sudah memiliki kantor perwakilan di Indonesia dan diperkirakan Amazon, yang bakal hadir di Singapura, juga bakal merambah ke Indonesia.

Pelajaran yang bisa diambil dari Amazon dan eBay adalah dibutuhkan waktu yang cukup lama, inovasi terkini, dan produk yang bervariasi untuk bisa menjadi nomor satu.

Prediksi layanan e-commerce unggulan di tanah air

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce mulai menjadi bermunculan sejak akhir tahun 90-an dengan kehadiran Bhinneka yang berawal sebagai offline store kemudian mulai membangun online store dengan produk yang terbatas pada tahun 1999. Hingga kini Bhinneka masih tetap eksis dengan ragam produk elektronik terkini dan terlengkap di Indonesia.

Pada tahun 2006 Tokobagus diluncurkan dan kini telah berubah menjadi OLX. Tahun 2009 Tokopedia hadir, disusul Bukalapak pada tahun 2010 dan Blibli pada tahun 2011. Semua adalah layanan e-commerce lokal yang masih tetap eksis bahkan menunjukkan peningkatan yang cukup besar dari sisi pelanggan, produk, hingga transaksi.

“Dibanding tahun sebelumnya, perkembangan e-commerce di Indonesia bertumbuh dengan pesat pada tahun 2016. Apalagi dengan adanya akuisisi dari perusahaan Cina baru-baru ini. Kami rasa peluang investasi yang masuk ke Indonesia akan semakin maju. Pasar Indonesia juga masih memiliki banyak ruang untuk berkembang, terlebih dengan penetrasi internet saat ini yang berada di angka 35% yang masih terus meningkat,” kata Senior Manager Regional Deliveree Nattapak Atichartakarn.

Menurut Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), yang sekaligus CEO Blanja, Aulia E Marinto, menjadi nomor satu untuk bisnis e-commerce adalah impian seluruh pelaku usaha. Semua pihak pasti mengejar untuk mengarah ke arah situ. Hanya saja, saat ini masih dalam tahap proses, belum sampai tahap final.

Dia bilang, tanda-tanda yang sudah final bakal terlihat dari volume bisnisnya yang sangat besar dan digunakan oleh hampir seluruh orang Indonesia. Waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke titik itu, Aulia memperkirakan, sekitar 5-10 tahun lagi. Aulia berharap, dalam kurun waktu tersebut, yang menjadi pemain nomor satu berasal dari pemain lokal bukan dari asing.

“Saat ini peluangnya masih terbuka, jadi belum ada yang bisa bilang dia adalah pemain nomor satu atau bukan. Kami juga berharap pemenangnya berasal dari lokal, makanya mereka harus didorong untuk berlomba dan inovasi, jangan mau kalah karena ini kan bagian dari kompetisi,” ucapnya.

Joedi Wisuda, Country Director True Money Indonesia, mengatakan sebaiknya jangan hanya ada satu pemenang, sebab pada dasarnya semua pemain harus jadi pemenang di bisnisnya masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana memenangkan hati pelanggannya masing-masing.

“Agar industri ini tetap maju dalam melayani pelanggan sebaik-baiknya, sehingga pemenangnya adalah semua, tidak satu saja. Dengan demikian, kompetisi akan jadi lebih sehat, tidak saling menjegal. Semua harus bergandengan tangan untuk melayani lebih banyak pelanggan,” katanya.

Tokopedia, Bukalapak, dan beragam inovasi baru yang dihadirkan

Di tahun 2016 ini masih terlalu dini untuk menyimpulkan siapa layanan e-commerce yang terdepan, seperti yang telah terjadi secara alami di AS dengan Amazon dan eBay. Menurut survei yang dilakukan Google Indonesia beberapa waktu yang lalu, telah muncul lima layanan e-commerce favorit di Indonesia. Yang benar-benar lokal adalah Tokopedia di peringkat kedua dan Bukalapak di peringkat ketiga. Peringkat pertamanya adalah Lazada yang notabene sementara ini adalah layanan e-commerce terbesar di Asia Tenggara dan telah diakuisisi Alibaba.

Tokopedia dan Bukalapak saling mengejar dengan beragam pilihan produk, promo hingga channel-channel baru yang ditawarkan. Di sisi lain, untuk menekan ‘burn rate‘, mereka juga dituntut untuk bisa menghasilkan profit yang stabil dan berkelanjutan.

Dalam sebuah kesempatan terpisah DailySocial berbincang dengan CEO Tokopedia William Tanuwijaya. William menyadari sepenuhnya agar bisnis bisa berjalan dengan baik dan tahan lama, diperlukan inovasi baru yang diharapkan bisa menjadi celah baru untuk mendatangkan profit. Di antaranya adalah channel pembayaran secara digital, kampanye offline, hingga mengedepankan promo harga transparan kepada masyarakat.

“Kami akan terus menghadirkan inovasi baru, mulai dari ragam pilihan produk, strategi penjualan hingga pilihan channel pembayaran. Untuk ke depannya Tokopedia juga berencana bisa menjadi platform baru untuk pembayaran tilang lalu lintas untuk motor dan mobil untuk masyarakat yang membutuhkan,” kata William.

Tentang “posisi” Tokopedia saat ini, William cukup bangga dan memberikan apresiasi kepada pihak-pihak terkait hingga pelanggan setia yang telah memilih Tokopedia sebagai layanan e-commerce favorit di Indonesia. Untuk bisa memberikan layanan lebih kepada pengguna, Tokopedia pun berusaha untuk mengakali semua tantangan dan kendala yang ada, mulai dari infrastruktur hingga logistik.

“Fokus kami saat ini adalah memberikan pelayanan lebih kepada masyarakat yang tinggal di luar pulau Jawa dengan menerapkan strategi lokalisasi, yaitu menempatkan merchant-merchant terbaik di spot strategis yang bisa dijangkau oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di kawasan terpencil dan memiliki akses terbatas untuk mencapai kota besar dan sulit untuk dilalui oleh logistik,” kata William.

Berbeda dengan Tokopedia, Bukalapak sendiri mengedepankan strategi growth hacking, terutama sejak kehadiran COO baru Willix Halim. Disinggung soal posisi Bukalapak saat ini yang menjadi favorit namun masih harus berbagi popularitas dengan Tokopedia, Willix mengungkapkan tidak heran ketika pada akhirnya tidak hanya Bukalapak yang unggul, tetapi juga dua bahkan tiga layanan e-commerce lainnya.

“Di Bukalapak sendiri saat ini sudah cukup ‘happy‘ dengan posisi yang ada, yaitu menjadi salah satu layanan favorit masyarakat di seluruh Indonesia. Kerja keras selama ini tentunya tidak akan berhenti dengan beragam inovasi, pilihan produk hingga strategi pemasaran yang akan terus kami berikan,” kata Willix.

Selain itu Willix juga melihat untuk ke depannya bakal muncul layanan e-commerce “niche market” yang hadir dan diperkirakan bisa tampil lebih baik di antara layanan e-commerce yang sudah ada.

“Saya melihat ke depannya akan bermunculan layanan e-commerce baru yang lebih ‘niche‘ hal tersebut tentunya bisa menjadi kompetitor yang baru dan menarik untuk diamati,” kata Willix.

Apakah Tokopedia dan Bukalapak masih mampu mempertahankan posisinya sebagai layanan e-commerce favorit di Indonesia hingga tahun 2017 mendatang? Atau akan muncul layanan e-commerce “niche market” seiring dengan tren dan demand masyarakat saat ini?.

Pada akhirnya, siapa pun pemenangnya, diharapkan layanan-layanan e-commerce lokal tersebut bisa memberikan kontribusi lebih untuk masyarakat Indonesia dan mampu bersaing secara global.


Disclosure: Marsya Nabila berkontribusi dalam pembuatan artikel ini

Infinix Luncurkan Hot 4 dan Hot 4 Pro dengan Baterai 4.000 mAh

Pabrikan smartphone asal Hong Kong, Infinix, kembali memperkenalkan ponsel terbarunya untuk pasar Indonesia. Setelah sukses dengan Infinix Hot S, mereka kini meluncurkan dua varian baru seri Hot sekaligus, yakni Hot 4 dan Hot 4 Pro.

Menurut Infinix, kedua ponsel ini sengaja mereka rancang secara khusus untuk para profesional muda bergaya trendi. Ini bisa dilihat dari desain unik masing-masing smartphone; Hot 4 mengemas tekstur tiga dimensi yang terinspirasi oleh seni origami, sedangkan Hot 4 Pro memiliki tekstur yang menyerupai sutra, didukung oleh pilihan beragam warna.

Keduanya sama-sama mengusung layar IPS 5,5 inci beresolusi 1280 x 720 pixel. Infinix mengklaim backlight LED yang dikemas Hot 4 dan Hot 4 Pro dapat menyala dengan sangat terang, sehingga layar tetap terlihat jernih walau pengguna sedang berada di bawah sinar matahari langsung.

Infinix Hot 4 / Infinix
Infinix Hot 4 / Infinix

Performanya disokong oleh prosesor quad-core 1,3 GHz dan RAM sebesar 2 GB. Kapasitas penyimpanan internalnya berada di angka 16 GB, tapi bisa diperluas dengan bantuan microSD – hingga 32 GB untuk Hot 4, dan 128 GB untuk Hot 4 Pro. Oh ya, kedua varian sama-sama mengemas slot kartu SIM ganda, dan sistem operasi XOS yang dijalankan sudah berbasis Android Marshmallow.

Perbedaan yang cukup mencolok antara kedua varian terletak pada sektor kamera. Hot 4 dibekali dengan kamera belakang 8 megapixel, sedangkan Hot 4 Pro lebih superior dengan kamera belakang 13 megapixel. Untuk urusan selfie, keduanya sama-sama dilengkapi kamera depan 5 megapixel dengan lensa wide-angle seluas 84 derajat.

Infinix Hot 4 Pro / Infinix
Infinix Hot 4 Pro / Infinix

Tepat di bawah modul kameranya, bernaung sebuah sensor sidik jari untuk menggantikan peran kata sandi secara lebih praktis sekaligus aman. Infinix mengklaim sensor sidik jari ini juga bisa digunakan dengan fungsi yang berbeda-beda di tiap aplikasi.

Beralih ke baterai, kedua varian sama-sama mengusung baterai berkapasitas masif, tepatnya 4.000 mAh, yang diyakini bisa bertahan selama dua hari sebelum perlu dicas kembali. Proses charging pun dijamin lebih cepat berkat penerapan teknologi XCharge.

Selain mengemas kamera belakang yang lebih superior, Infinix Hot 4 Pro juga sudah mendukung jaringan 4G / Infinix
Selain mengemas kamera belakang yang lebih superior, Infinix Hot 4 Pro juga sudah mendukung jaringan 4G / Infinix

Hot 4 dan Hot 4 Pro hadir dengan speaker stereo guna mereproduksi suara dengan cukup lantang. Infinix turut membekalinya dengan teknologi Smart Voice yang diklaim sanggup meredam suara bising di sekitar pengguna sehingga komunikasi bisa berjalan lebih lancar.

Pemasarannya akan dimulai pada bulan Desember mendatang melalui Lazada. Harganya dipatok Rp 1,4 juta untuk Hot 4 (3G) dan Rp 1,7 juta untuk Hot 4 Pro (4G).

Kuda Trojan Alibaba bagi Asia Tenggara

Sudah enam bulan berlalu sejak Alibaba mengakuisisi Lazada, platform ecommerce paling populer di Asia Tenggara. Sejak terbitnya berita ini, para pengamat dan kritikus mendebatkan baik tidaknya kerja sama ini bagi kedua belah pihak, bagaimana hal ini akan mempengaruhi para rival seperti MatahariMall, Tokopedia dan Orami, dan bagaimana wilayah ini nantinya akan dibanjiri oleh produk murah asal Tiongkok.

Sementara itu, para pendiri startup dan VC saling menepuk pundak masing-masing karena hal ini telah menaruh wilayah Asia Tenggara di peta persaingan global dan diharapkan bisa merangsang lebih banyak pendanaan dan exit perusahaan di masa di depan.

Namun demikian, semua orang sepertinya lupa untuk berpikir lebih jauh dari hanya observasi superfisial semata. Akuisisi Lazada oleh Alibaba lebih dari sekadar menumbuhkan GMV (gross merchandise value) ritel mereka, membuktikan bahwa Jack Ma adalah Jack Ma dan mengapa ia selalu beberapa langkah di depan dalam permainan ini. Mereka yang merayakan berita ini, khususnya yang berada di sektor ritel, mungkin akan berakhir mengigit lidah mereka sendiri.

Peter Thiel, PayPal, dan Pentingnya Distribusi

Peter Thiel mendirikan PayPal pada tahun 1998 dan membangunnya menjadi salah satu platform pembayaran terbesar di dunia dengan 145 juta pengguna aktif bulanan yang memproses hingga 9 juta transaksi per hari. PayPal menjadi perusahaan publik pada tahun 2002 dan kemudian diakuisisi oleh eBay dengan harga $1.4 milyar. Setelah tumbuh lebih besar dari eBay, PayPal kemudian memisahkan diri dari eBay pada tahun 2015 dan melakukan IPO keduanya, menjadikan perusahaan ini bernilai $46.6 milyar dan membuatnya melampaui nilai pasar eBay yang ‘hanya’ $34 milyar.

Namun demikian, tanpa eBay, PayPal mungkin tidak akan eksis hari ini. Dalam bukunya ‘Zero to One’, Peter Thiel bercerita bagaimana PayPal hampir gagal jika bukan karena keberuntungan mereka bertemu dengan apa yang kemudian akan menjadi channel distribusi terbesar mereka, mesin pertumbuhan, dan kemudian pengakuisisi: eBay.

PayPal fokus untuk menargetkan Power Seller yang dimiliki eBay — yang bertanggung jawab akan banyaknya pesanan melalui eBay — dan kemudian menambahkannya dengan membayar mereka untuk setiap pendaftaran pengguna dan undangan ke teman, secara efektif menjadikan PayPal sebagai sebuah platform pembayaran mainstream.

Tidak heran jika Peter Thiel merupakan seorang advokat yang mengutamakan distribusi, di samping membangun produk yang hebat.

“Distribusi yang buruk – bukan produk — adalah penyebab kegagalan nomor satu. Jika Anda bisa membuat satu saja channel distribusi bekerja dengan baik, Anda bisa memiliki bisnis yang hebat. Jika Anda mencoba beberapa namun tidak menguasai satu pun, Anda akan gagal.” tulis Thiel.

eBay mengakselerasi pertumbuhan PayPal karena jangkauan dan kecepatan transaksinya — pemakaian yang tinggi menjadikan perusahaan pembayaran terus berkembang. Distribusi adalah apa yang dibutuhkan Alibaba dari Lazada. Namun untuk apa? Tentu saja bukan untuk produk murah asal Tiongkok.

Di Dalam Perut Sang Raksasa

Dalam waktu yang kurang lebih bersamaan dengan akuisisi PayPal, eBay juga berusaha mendapatkan market share lebih di Tiongkok melalui investasi yang berkembang menjadi akuisisi dari perusahaan EachNet di 2002, yang pada saat itu adalah marketplace C2C terbesar di Tiongkok.

Merespon hal ini, Alibaba meluncurkan Taobao pada May 2003 yang kemudian mengalahkan EachNet dalam menjadi marketplace ecommerce C2C terbesar di Tiongkok. Dalam waktu 3-4 tahun, market share eBay di pasar C2C jatuh dari 72% ke 8% dan menyebabkan mereka kemudian mundur dari kompetisi ini sementara dominasi Taobao terus menanjak hingga mencapai lebih dari 80% pada tahun 2007.

Setelah peluncuran Taobao, Alibaba mengenalkan Alipay pada tahun 2004, sebuah platform pembayaran pihak ketiga untuk membantu memfasilitasi transaksi yang terjadi di Taobao. Saat ini, Alipay adalah platform pembayaran pihak-ketiga terbesar di Tiongkok dengan dominasi pasar sebesar 70%, memiliki lebih dari 400 juta pengguna dan memproses lebih dari 80 juta transaksi per harinya (dibandingkan PayPal yang berjumlah 9 juta).

Jika PayPal fokus kepada platform pembayaran online peer-to-peer (P2P) yang berdasarkan email dan terhubung dengan kartu kredit, Alipay terhubung dengan rekening bank dan memiliki layanan yang disesuaikan dengan pasar di Tiongkok, seperti layanan escrow.

Menurut Jack Ma, budaya Tiongkok, meskipun menghargai nilai kepercayaan dan integritas, tidak memiliki sistem yang menjaga nilai ini. Sebagai hasilnya, fitur escrow dari Alipay merupakan solusi yang tepat untuk menjembatani kurangnya kepercayaan dan menggeser perilaku konsumen ecommerce Cina dari cash-on-delivery (COD) ke mobile payment yang mendominasi 68% dari transaksi saat ini.

Memanfaatkan 400 juta penggunanya dan menjangkau platform-platform ecommerce milik Alibaba, Alipay telah tumbuh lebih dari sekadar platform pembayaran berbasis internet menjadi sebuah raksasa finansial dan banking yang juga mengancam para pemain finansial lama.

Pada tahun 2011, Alipay berpisah dari Alibaba untuk menjadi Ant Financial Services Group, yang melayani mulai dari pembayaran online, peminjaman mikro, hingga perbankan dan skor kredit. Menilai dari putaran pendanaan terakhirnya yang bernilai $4,5 miliar di awal tahun ini, perusahaan ini sekarang dihargai sebesar $60 miliar, menjadikannya perusahaan teknologi non-publik paling berharga setelah Uber.

Dengan perlengkapan perang ini, Ant Financial mencari peluang untuk berekspansi ke pasar baru dan selama beberapa waktu telah mencoba menjejakkan kakinya ke Asia Tenggara. Perusahaan ini sebenernya telah mendirikan entitas di Singapura cukup awal pada tahun 2010 namun tidak memiliki channel distribusi yang layak. Keberuntungan Ant Financial nampaknya muncul pada awal tahun ini.

Mengincar Kesempatan Pembayaran di Asia Tenggara

Dari berbagai sisi, ecommerce di Asia Tenggara sama dengan ecommerce di Tiongkok 8 tahun yang lalu. Pada tahun 2008, cash-on-delivery (COD) masih menjadi metode pembayaran yang dominan di Cina, menguasai hingga lebih dari 70% total pembayaran.

Saat ini, Asia Tenggara sangat bergantung kepada COD ketika berbelanja online, menyumbang hingga 70% dari total transaksi.

Untuk menghilangkan ketergantungan konsumen yang tinggi terhadap COD, banyak startup yang memiliki modal besar atau berasal dari konglomerat yang telah berusaha untuk menyelesaikan masalah pembayaran ini, termasuk Omise (Thailand), Doku (Indonesia), LINE Pay (Thailand), dan True Money (Thailand).

Namun demikian, meski dengan PR dan hype media yang besar, solusi asal dalam negeri ini belum bisa menggeser konsumen dari COD karena banyak dari usaha yang dilakukan ini hanyalah “teknologi demi kepentingan teknologi” semata — membangun mobil yang lebih cepat saat yang dibutuhkan adalah jalanan yang lebih banyak.

Tantangan Produk

  • Platform seperti Omise dan 2C2P hanyalah gerbang pembayaran dan tidak menawarkan solusi yang lebih baik bagi ruang C2C dan P2P yang besar yang diprediksi oleh Google dan Temasek mencapai ‘beberapa milyar dollar’. Para payment gateway ini terutama masih memproses kartu kredit dan, dengan penetrasi kartu kredit di pasar berkembang Asia Tenggara masih bernilai hanya satu digit, tidak terlalu mengatasi masalah utama yang ada. Selain itu, solusi ini juga tidak menawarkan obat dari masalah kepercayaan yang sering menghalangi transaksi C2C dan P2P — terutama escrow.
  • 2C2P dan Omise juga berisiko ditinggalkan pengguna karena tidak adanya ikatan apapun dengan pengguna akhir, yang berarti jika ada alternatif yang lebih murah dan lebih baik muncul tidak ada yang bisa menghentikan para merchant untuk beralih ke produk tersebut. Taobao mengharuskan pengguna untuk mendaftar ke Alipay, sehingga membuatnya lebih mudah untuk meyakinkan platform ecommerce non-Taobao untuk turut mengadopsi Alipay.
  • Rabbit LINE Pay, sebelumnya LINE Pay, tidak pernah menangkap jumlah market share yang dominan meski dengan asosiasinya dengan LINE, platform berkirim pesan populer yang memiliki 33 juta pengguna di Thailand. Layanan ini juga terbatas karena hanya melayani kartu kredit, lagi-lagi tidak memecahkan masalah fundamental kurangnya penetrasi kartu kredit di wilayah ini.

Tantangan Distribusi

  • Meski dengan usaha yang baik untuk memberikan konsumen dengan pilihan metode pembayaran kedua, startup fintech seperti Digio dan Deep Pocket hanya membangun dompet mobile sebelum memecahkan masalah utamanya.
  • Sangat sulit bagi dompet mobile untuk digunakan secara luas saat awareness masih sangat rendah dan pengguna tidak memiliki insentif yang kuat (biasanya finansial) untuk untuk mengadopsinya. Akuisisi pengguna kemudian menjadi mahal tanpa adanya channel distribusi yang terpaut.

Tantangan (Kurangnya) Praktik Penggunaan

  • Salah satu dompet mobile terdepan di Thailand yang dimiliki oleh Ascend, True Money, tersambung dengan bank besar di Thailand dan memiliki akses distribusi ke perusahaan-perusahaan di portfolio konglomerat CP, termasuk lebih dari 19 juta pelanggan mobile.
  • Namun demikian, True Money dilaporkan hanya memiliki 100,000 pengguna aktif bulanan dari 6 juta pengguna yang terdaftar sejak 2014. Praktik penggunaan True Money saat ini hanya terbatas pada top-up telepon seluler, top-up online game, dan pembayaran tagihan dan pembayaran di konter, biasanya di toko 7-11 yang dimiliki oleh CP.

Ecommerce merupakan penggunaan yang lebih jelas dan natural bagi dompet mobile dan karena itu True Money juga digunakan sebagai metode pembayaran di perusahaan ecommerce milik Ascend seperti WeMall dan WeLoveShopping. Namun demikian, dengan total gabungan trafik mereka yang hanya mencapai 26% dari total trafik Lazada, Ascend masih memiliki jalan yang panjang untuk mengikuti jejak Peter Thiel dan mengubah properti ecommerce mereka menjadi tempat bertumbuh bagi solusi pembayaran mereka.

Akuisisi Lazada: Strategi Kuda Trojan?

Langkah Alibaba ke Asia Tenggara tidak pernah hanya tentang menumbuhkan GMV ritel mereka. Dalam jangka panjang, bukan masalah mengalahkan rival Lazada atau mencari pasar baru di luar Tiongkok; semua ini tentang mendapatkan akses ke basis pelanggan besar di pasar yang kekurangan infrastruktur ecommerce-nya sangat mirip dengan Tiongkok pada masa permulaannya. Permainan akhir Jack Ma adalah untuk mengenalkan dan memonetisasi produk dan layanannya yang lain, dimulai dengan Alipay.

Kuda trojan Alibaba
Kuda trojan Alibaba

Mengadopsi Alipay akan berperan besar dalam pertumbuhan ecommerce di skala regional dan Lazada pada khususnya. Adopsi secara luas dari sebuah platform pembayaran nyaman yang menjembatani krisis kepercayaan antara pembeli dan penjual akan berujung kepada kenaikan transaksi secara keseluruhan seperti yang telah terlihat di Tiongkok, pasar ecommerce terbesar si dunia dalam hal penetrasi dan GMV-nya.

Berita tentang pembelian 20% saham Ascend Money, induk perusahaan True Money, oleh Alibaba yang datang hanya beberapa bulan setelah pembelian Lazada, menunjukan master plan Jack Ma bagi Asia Tenggara mulai membuahkan hasil.

Semua ini lebih dari hanya sekadar Alipay dan memfasilitasi pembayaran di marketplace. Seperti yang telah disebutkan di atas, Ant Financial, induk perusahaan Alipay, mengoperasikan seluruh ekosistem finansial digital di Tiongkok yang terdiri, namun tidak terbatas, dari: Yu’e Bao, dana bersama terbesar di Tiongkok dalam rangka investor dengan aset sebesar $108 miliar; Zhaocai Bao, sebuah platform peminjaman P2P dengan transaksi sebesar $32 miliar di tahun pertamanya; dan Sesame Credit, sebuah sistem credit-scoring yang didasarkan dari — bisa Anda tebak — data ecommerce.

Dan sektor finansial hanyalah permulaan. Jack Ma, di dalam surat bagi pemegang sahamnya di tahun 2015, mengisyaratkan banyaknya hal yang masih akan datang:

“Strategi grup Alibaba adalah untuk membangun infrastruktur ecommerce untuk masa depan. Ecommerce hanyalah langkah pertama. […] Sekitar setengah dari tenaga kerja Alibaba Grup dan perusahaan terafiliasinya, termasuk Ant Financial dan Cainiao, bekerja di area-area penting bagi ekosistem kita, termasuk logistik, finansial internet, big data, cloud computing, mobile internet, periklanan dan juga yang disebut Industri double H – Health and Happiness (bisnis kesehatan dan hiburan digital berbasis big data yang akan memerlukan 10 tahun untuk menjadi data-driven)”

Karena itu, seharusnya bukan para peritel seperti MatahariMall atau Central yang khawatir akan meningkatnya kompetisi; namun para bank, penyedia asuransi, rumah sakit dan yang lainnya yang harus bersiap menerima pecutan keras.

Sebagai kilasan apa yang mungkin akan terjadi di Asia Tenggara, kita hanya perlu melihat apa yang terjadi pada Uber baru-baru ini di Tiongkok.

Belajar dari Tiongkok atau Bagaimana Strategi Kuda Trojan Alibaba Membunuh Uber Tiongkok

“Uber tidak kalah dari Tiongkok pada tahun 2016. Mereka kalah di 2014 saat baru masuk, dan menyadarinya 2 tahun kemudian.” — Wang Di, Pengguna Quora

Alibaba, bekerja sama dengan rival lama mereka Tencent, mengadopsi strategi yang mirip di Tiongkok untuk menyingkirkan Uber. Orang luar sudah sering mendengar alasan strategi buku teks klasik “bagaimana-perusahaan-internet-asing-gagal-di-Tiongkok” seperti kurangnya pelokalan (halangan bahasa/budaya), kurangnya koneksi/guanxi, perlindungan pemerintah dan kurangnya pelaksanaan hukum IP.

Meskipun semua hal ini memiliki perannya sendiri, tidak satupun menjelaskan alasan utama mengapa Uber mengalami kegagalan di Cina.

Uber gagal karena mereka mengira bahwa persaingan mereka hanya di ruang transportasi dengan Didi. Yang tidak mereka ketahui, pemegang saham mayoritas Didi, Alibaba dan Tencent, bermain dengan peraturan yang sama sekali berbeda. Bagi Alibaba (dan Tencent), Didi bukanlah hanya aplikasi penyedia jasa transportasi; strategi Didi dan tujuan tersembunyinya adalah untuk berperan sebagai channel akuisisi scalable Alipay Wallet, versi mobile dari Alipay, serta WeChat Wallet milik Tencent, menurut jawaban brilian di situs Quora ini:

Sekitar tahun 2012, kesuksesan besar WeChat membantu banyak perusahaan IT di Tiongkok untuk menggeser fokus mereka ke pasar aplikasi mobile. Sementara itu, meski dengan beberapa suspensi, pemerintah mulai mendukung pembangunan pembayaran mobile. Semuanya telah siap bagi Tencent dan Alibaba untuk meluncurkan aplikasi pembayaran mobile mereka untuk menjadi hal yang besar. Semua, kecuali kebiasaan pengguna di Tiongkok.

Masyarakat di Tiongkok belum terlalu familiar dengan pembayaran mobile pada saat itu. Bahkan, belum ada sama sekali sebuah grup masyarakat di dunia yang secara signifikan lebih baik pada saat itu. Lebih lagi, masyarakat Tiongkok sangat berhati-hati saat melakukan proses pembayaran, dan banyak dari mereka bukanlah penggemar gadget terbaru.

Namun mereka semua menyukai diskon atau pembayaran kembali! Satu dollar yang dihemat adalah satu dollar yang dihasilkan.

Aplikasi pemanggil taksi Didi dan Kuaidi menjadi pengenalan trafik pengguna yang sempurna.

Anda bisa menggunakan Didi untuk memanggil taksi dan membayar 30 yuan secara tunai, namun jika Anda membayar taksi dengan menggunakan Tencent Wallet (diarahkan dari Didi), Anda hanya harus membayar 10 yuan. Apakah Anda bersedia untuk menghemat 20 yuan—$3 atau 4—dengan menggunakan fitur yang sudah tersedia di aplikasi tersebut? Hanya dengan memencet di sini dan di sana? Tentu saja.

Dan sekarang Anda telah tersambung dengan WeChat Wallet. Seperti yang diinginkan oleh Tencent.

Dengan Didi sebagai channel distribusi penting bagi Alipay Wallet, Alibaba berhasil mengakuisisi lebih banyak pengguna ke dalam ekosistem layanannya termasuk Taobao, Tmall, Ant Finance dan lebih banyak lagi, yang memimpin monetisasi ke seluruh produk lainnya. Uber hanya memiliki transportasi.

Tencent dan Alibaba telah menaruh jumlah uang yang sangat banyak untuk membayar subsidi pembayaran kembali ini. Terlalu banyak untuk sebuah aplikasi pemanggil taksi, namun sangat wajar jika Anda ingin menandai wilayah Anda di pasar terbesar dengan sistem pembayaran mobile yang paling terdepan di dunia.

Masa Depan Bagi Asia Tenggara

Dengan didaulatnya Asia Tenggara sebagai pasar ecommerce yang besar dan belum terjamah selanjutnya di dunia, kita akan melihat banyak pemain yang mensubsidi jalan mereka demi mencapai pertumbuhan melalui diskon dan kupon. Tidak mengherankan, kritikus sering melihat cara ini sebagai perlombaan ke bawah bagi semua pihak.

Tidak selamanya benar. Sebagaimana contoh yang telah ditunjukan Uber Cina kepada kita, hal ini hanya akan gagal bagi para perusahaan yang tidak melihat gambar yang lebih besar dan tidak mampu memonetisasi melalui set produk atau layanan yang berbeda, baik saat ini maupun di masa depan.

Dengan mempertimbangkan hal ini, seseorang bisa berargumen bahwa Alibaba mendapatkan penawaran yang baik dengan Lazada, terutama mengingat kesempatan jangka panjang yang ada di Asia Tenggara melebihi ecommerce ritel. Saham Alibaba pun mengkonfirmasi hal ini—Harga saham Alibaba melonjak naik setelah berita akuisisinya diumumkan pada 12 April dan meningkat 35% sejak saat itu (per 3 Oktober 2016).

Akuisisi Alibaba secara luas dianggap kemenangan bagi pertumbuhan ecommerce di Asia Tenggara namun berapa banyak di antara kita yang siap menghadapi fakta bahwa piala apapun yang kita dapatkan tidaklah berbentuk kuda unicorn namun mungkin kuda yang lain?


Disclosure: Tulisan ini ditulis oleh Sheji Ho dan diterjemahkan oleh Rara Kinasih. Artikel aslinya bisa diakses di sini.

Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan eCommerceIQ.

[Tidbit] Sistem Pendukung Pendidikan Fujitsu, Mega Diskon Lazada 11 November, Ulang Tahun Ke-17 Kaskus

Sistem Pendukung Pendidikan Fujitsu

Fujitsu Limited dan PT. Fujitsu Indonesia mengumumkan digelarnya uji coba penerapan education support system di SMA Negeri 74 Jakarta dengan memanfaatkan tablet. Dengan penggunaan tablet, sistem ini mendukung upaya peningkatan kemampuan akademik siswa di Indonesia, negara dengan penduduk terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Solusi Chietama ini akan memudahkan pengajar dalam menyiapkan bahan ajar dengan memanfaatkan sumber daya TIK dan seluruh informasi akan otomatis tersimpan dalam bentuk stored lesson records dan student learning records yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang peningkatan kemampuan akademik siswa.

Mega Diskon Lazada 11 November

Lazada berharap untuk memecahkan rekor penjualan pada mega sale, melampaui 2,5 kali pertumbuhan yang dicapai bulan September ini, dibandingkan dengan tahun lalu. Khusus pada ajang mega diskon tahun ini, fokus kegiatan ada pada inisiatif Social Commerce, di mana Lazada berperan sebagai katalis untuk menghubungkan Brand dan UKM untuk dapat berinteraksi lebih dekat lagi dengan konsumen melalui media sosial.

Sebagai bagian dari inisiatif Sosial Commerce, untuk kampanye Online Revolution tahun ini Lazada meluncurkan TV Belanja Lazada, di mana beberapa social influencer Indonesia akan memperkenalkan sejumlah produk baru melalui siaran video langsung di platform Lazada. Online Revolution (Revolusi Online) Lazada merupakan ajang belanja dan penjualan online terbesar di Asia Tenggara yang melibatkan brand, penjual dan konsumen di enam negara.

Ulang Tahun Ke-17 Kaskus

KASKUS, social commerce platform terbesar di Indonesia, merayakan ulang tahun yang ke-17 pada tanggal 6 November 2016. Tepat di hari ulang tahun kemarin, KASKUS memberikan hadiah khusus untuk Kaskuser yang sudah loyal mendukung perkembangan KASKUS dalam bentuk Bebas Banned dan Bagi-Bagi Cendol.

Andrew Darwis, Founder & Chief Community Officer KASKUS, menyatakan “Memasuki tahun ke-17 ini sangat berkesan buat saya pribadi karena bisa melihat KASKUS sebagai salah satu perusahaan internet di Indonesia bisa bertahan dan berkembang di tengah kompetisi yang meningkat. Saya sangat berterima kasih atas kritik, masukan, dukungan dan loyalitas dari Kaskuser yang menjadi semangat kami untuk terus memberikan yang terbaik.”